Yang menjadi pembeda antara ekonomi singapura dan indonesia adalah …

Articles

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN STRATEGI PEMASARAN ONLINE PADA KELOMPOK USAHA BERSAMA DINAS SOSIAL PROVINSI DKI JAKARTA Amalia, Lia; Rojuaniah, Rojuaniah; Nurlinda, R.A.; Hikmawati, Elok; Elistia, Elistia
Jurnal Pengabdian Masyarakat AbdiMas Vol 7, No 04 (2021): Jurnal Pengabdian Masyarakat Abdimas
Publisher : Universitas Esa Unggul

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47007/abd.v7i04.4509

Tujuan dalam penelitian ini salah satunya adalah untuk permasalahan yang ditemukan dan solusi yang ditawarkan. Kondisi pandemic Covid-19 berdampak pada turun drastisnya usaha kecil karena penjualan secara offline tidak bisa dilakukan, maka pemasaran online merupakan salah satu strategi penjualan yang tepat dalam situasi ini sebagai solusi yang diberikan oleh para dosen dalam permasalahan ini. Populasi dan sampel dalam pelatihan pemasaran online ini adalah 45 (empat puluh lima) orang pelaku usaha mikro diharapkan mampu me-recovery penjualan pada kondisi sulit ini. Metode pengambilan sampel yang diambil didasarkan atas sampel jenuh  hal ini disebabkan adanya alasan-alasan yang menjadi dasar dalam penentuan sampel sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian melalui variable independent motivasi kewirausahaan, desain kemasan produk dan laporan keuangan, variable dependen strategi pemasaran online. Analisis metode penelitian dengan menggunakan regresi linear berganda. Luaran penelitian luaran berupa jasa, model, sistem, produk/barang, paten, dan luaran lainnya yaitu, peningkatan pemahaman strategi pemasaran online, mampu bertahan usaha dalam kondisi pandemi Covid-19. Kata Kunci: Motivasi Kewirausahaan, Strategi Pemasaran Online, Desain Kemasan Produk,Laporan Keuangan

PEMBUATAN PAKAN LELE DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSPANEGARA CITEUREUP BOGOR Amalia, Lia; Mudjiarto, Mudjiarto; Sugiharto, Amo
Jurnal Pengabdian Masyarakat AbdiMas Vol 3, No 1 (2016): Jurnal Pengabdian Masyarakat AbdiMas
Publisher : Universitas Esa Unggul

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47007/abd.v3i1.1656

Abstract Indonesia's population of fish consumption in 2013 was only 35 kg per capita per year in 2014 targeting the consumption of 38 kg / capita / year. It is under the Malaysia and Singapore, which had reached 56.2 kg and 48.9 kg / capita / year. Fulfillment of food consumption of livestock products obtained through the provision of various poultry meat by 2.1%, eggs by 1.3% and 0.6% milk. Referring feed production to the situation analysis to identify issues that a very significant influence on the issue the following issues; a) short-term funding problems, b) the issue price of catfish feed, c) do not know the feed manufacturing technology, d) a small profit margin. Method approach to support the realization of this study, include; 1) theoretical approaches (workshops), 2) application field, 3) the evaluation approach. The results of this program is to get the product in the form of fish pellets that are used to form a model of feed that can increase the margin of catfish with specification: a) A. nutrient content and high protein so that it can accelerate the growth of seedlings b) Lower prices for products using local ingredients c). The availability of food is always guaranteed.Keywords: feed cost, appropriate technology, alternative feed                                    AbstrakPenduduk Indonesia dari konsumsi ikan pada tahun 2013 hanya 35 kg per kapita per tahun menargetkan tahun 2014 konsumsi 38 kg / kapita / tahun. Hal ini di bawah Malaysia dan Singapura, yang telah mencapai 56,2 kg dan 48,9 kg / kapita / tahun. Pemenuhan konsumsi pangan masyarakat dari produk ternak yang diperoleh melalui penyediaan berbagai daging ternak sebesar 2,1%, telur 1,3% dan% susu 0.6. Referring produksi pakan untuk analisis situasi mengidentifikasi berbagai masalah yang berpengaruh sangat signifikan pada masalah masalah berikut; a) masalah pendanaan jangka pendek, b) masalah harga pakan lele, c) tidak tahu teknologi manufaktur pakan, d) Margin laba kecil. Metode pendekatan untuk mendukung realisasi penelitian ini, meliputi; 1) pendekatan teoritis (workshop), 2) aplikasi lapangan, 3) pendekatan evaluasi. Hasil dari program ini adalah untuk mendapatkan produk berupa pelet ikan yang digunakan untuk membentuk sebuah model pakan yang dapat meningkatkan margin lele dengan spesifikasi: a)Sebuah. kandungan gizi dan protein yang tinggi sehingga dapat mempercepat pertumbuhan bibit b) Lebih rendah harga produk karena menggunakan bahan-bahan lokal c). Ketersediaan pakan yang selalu dijamin.Kata kunci : pakan murah, teknologi tepat guna, pakan alternatif

Pengelolaan Keuangan bagi Masyarakat Kelompok Usaha Pariwisata Bahari Kepulauan Tidung Septyanto, Dihin; Mardiani, Iin Endang; Amalia, Lia; Karnawati, Yosevin
Jurnal Pengabdian Masyarakat AbdiMas Vol 1, No 1 (2014): Jurnal Pengabdian Masyarakat Abdimas
Publisher : Universitas Esa Unggul

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47007/abd.v1i1.1190

Tujuan utama pengabdian masyarakat adalah melakukan pengelolaan penentuan tarip pelayanan pariwisata bahari sebagai penentuan harga jual pariwisata Pulau Tidung agar dapat terjangkau oleh konsumen dan wisatawan domestik dan mancanegara, membentuk penataan pengelolaan keuangan dalam bisnis wisata bahari berdasarkan pendekatan sistem akuntansi baik secara manual maupun komputerisasi, serta pengembangan pengetahunan masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan keuangan, yang akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masayarakat Pulau Tidung yang mandiri.Metode pengabdian masyarakan menggunakan Rapid Rural Appraisal dengan rencana tindak pemberdayaan usaha pariwisata melalui pelatihan kegiatan usaha wisata bahari dalam penentuan tarip jasa wisata bahari, pembinaan dalam pengelolaan keuangan bisnis wisata bahari, serta pendampingan dalam penyusunan sistem akuntansi jasa wisata bahari baik secara manual maupun komputerisasi.Hasil kegiatan pelatihan perencanaan dan pengelolaan keuangan serta modal kerja UKM untuk meningktakan kinerja keuangan perusahaan berjalan dengan lancar karena peserta antusias mengikuti acara hingga selesai dan merasakan manfaat pelatihan bagi kemajuan usaha mereka. Kata kunci: wisata bahari, pengelolaan keuangan, modal kerja

MENGIDENTIFIKASI BEBERAPA VARIETAS TANAMAN STROBERI BERSAMA PETANI DI KECAMATAN PASIRJAMBU KABUPATEN BANDUNG Sondari, Nunung; Amalia, Lia
Qardhul Hasan: Media Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 6 No. 1 (2020): APRIL
Publisher : Universitas Djuanda Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (682.556 KB) | DOI: 10.30997/qh.v6i1.1943

 Stroberi varietas lokal umumnya memiliki keunggulan aroma buah yang harum tetapi produksi buahnya sedikit karena ukuran buahnya kecil. Petani telah meninggalkan varietas lokal karena varietas introduksi memiliki keunggulan pada produksi dan ukuran buah yang lebih besar akan tetapi memiliki aroma buah yang kurang dibandingkan dengan lokal.  Tujuan eksplorasi adalah untuk  menghimpun keragaman genetik plasmanutfah stroberi di Kecamatan Pasirjambu yang sudah ada, berharap terjaring alel-alel baru atau berasal dari mutan-mutan baru yang muncul dari kultivar yang dilepas ke petani. Munculnya genotip baru akibat proses evaluasi, mutasi, hibridisasi alami, dan seleksi alami mengakibatkan munculnya genotip baru yang unggul dalam arti mampu beradaptasi terhadap lingkungan. Selanjutnya dilakukan identifikasi sebagai suatu proses pengenalan tanaman untuk mengetahui jenis tanaman secara detail dan lengkap serta dapat dipertanggugjawabkan secara ilmiah. Pengumpulan informasi karakteristik biologi/genetik dapat mempermudah dalam mendapatkan genotip-genotip sebagai sumber bahan tetua untuk mendapatkan varietas unggul baru.  

Articles 667 Documents

TINJAUAN HISTORIS BENTENG VOC DI JEPARA
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3419

Article entitled “Tinjauan Historis Benteng VOC Di Jepara” (Historical review of the VOC Fortress at Jepara”) discussed issues about background and purpose the building of the fortress. Furthermore should be showed the historical evidences which potraied about the VOC Fortress at Jepara. As its result could be conclude that the building of VOC Forttress at Japara has economical, political and military purposes.Keywoords: Jepara, Forttress, VOC, history Artikel yang berjudul “Tinjauan Historis Benteng VOC Di Jepara” membahas permasalahan mengenai latar belakang dan tujuan pembangunan benteng tersebut. Di samping itu akan disajikan bukti-bukti historis yang memberikan gambaran mengenai benteng VOC di Jepara. Dari hasil analisis sumber-sumber yang sejauh ini bisa ditemukan dapat disimpulkan bahwa pembangunan benteng VOC di Jepara mempunyai tujuan yang bersifat ekonomi, politik dan militer.Kata kunci: Jepara, benteng, VOC, sejarah 

AKTIVITAS PERDAGANGAN DI KERESIDENAN JEPARA 1843-1891 Alamsyah, Alamsyah
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3420

When the role of Jepara as a trading city deteriorated from the beginning 19th century, the life of Jepara Residency community shifted from maritime sector with a trading base to agrarian sector. The shift to agrarian sector which based on agriculture and plantation, and supported by the sea outputs made this residency attractive for traders. Both local traders, neighboring traders around Jepara, foreign eastern traders and interinsuler, as well as European traders. The traded products were exported to the surrounding areas of the residency, outer islands of Java, Singapore, and Europe. The export activities were carried out to other places through Semarang and Surabaya ports. In addition, the import activities also took place because this residency was a potential section in marketing imported products. It shows that in 19th century, especially around 1843 to 1891 the trading activities in Jepara Residency was still in existence.Keywords : Activity, Trading, Residency, Jepara Residency, Export, ImportMeredupnya Jepara sebagai kota dagang sejak awal abad ke-19 membuat kehidupan masyarakat Keresidenan Jepara beralih dari sektor maritim yang berbasis perdagangan ke sektor agraris. Beralihnya ke sektor agraris yang berbasis pada pertanian, perkebunan, dan ditopang oleh hasil laut justru membuat Keresidenan ini mempunyai daya tarik bagi pedagang. Baik pedagang lokal, pedagang sekitar wilayah Jepara, pedagang Timur Asing dan interinsuler, maupun pedagang Eropa. Produk yang diperdagangkan di-ekspor ke wilayah sekitar Keresidenan, interinsuler, Singapura, dan Eropa. Kegiatan ekspor ke interinsuler dan ke luar negeri dilakukan melalui pelabuhan Semarang dan Surabaya. Selain itu, kegiatan impor juga berlangsung karena keresidenan ini merupakan pangsa potensial dalam memasarkan produk impor. Ini menunjukkan bahwa pada abad ke-19, terutama sekitar tahun 1843 hingga 1891 aktivitas perdagangan di keresidenan Jepara masih tetap eksis.Keywords : Aktivitas, perdagangan, Keresidenan Jepara, ekspor, impor  

AKTIVITAS PERDAGANGAN DI KERESIDENAN JEPARA 1843-1891 Alamsyah, Alamsyah
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3420

When the role of Jepara as a trading city deteriorated from the beginning 19th century, the life of Jepara Residency community shifted from maritime sector with a trading base to agrarian sector. The shift to agrarian sector which based on agriculture and plantation, and supported by the sea outputs made this residency attractive for traders. Both local traders, neighboring traders around Jepara, foreign eastern traders and interinsuler, as well as European traders. The traded products were exported to the surrounding areas of the residency, outer islands of Java, Singapore, and Europe. The export activities were carried out to other places through Semarang and Surabaya ports. In addition, the import activities also took place because this residency was a potential section in marketing imported products. It shows that in 19th century, especially around 1843 to 1891 the trading activities in Jepara Residency was still in existence.Keywords : Activity, Trading, Residency, Jepara Residency, Export, ImportMeredupnya Jepara sebagai kota dagang sejak awal abad ke-19 membuat kehidupan masyarakat Keresidenan Jepara beralih dari sektor maritim yang berbasis perdagangan ke sektor agraris. Beralihnya ke sektor agraris yang berbasis pada pertanian, perkebunan, dan ditopang oleh hasil laut justru membuat Keresidenan ini mempunyai daya tarik bagi pedagang. Baik pedagang lokal, pedagang sekitar wilayah Jepara, pedagang Timur Asing dan interinsuler, maupun pedagang Eropa. Produk yang diperdagangkan di-ekspor ke wilayah sekitar Keresidenan, interinsuler, Singapura, dan Eropa. Kegiatan ekspor ke interinsuler dan ke luar negeri dilakukan melalui pelabuhan Semarang dan Surabaya. Selain itu, kegiatan impor juga berlangsung karena keresidenan ini merupakan pangsa potensial dalam memasarkan produk impor. Ini menunjukkan bahwa pada abad ke-19, terutama sekitar tahun 1843 hingga 1891 aktivitas perdagangan di keresidenan Jepara masih tetap eksis.Keywords : Aktivitas, perdagangan, Keresidenan Jepara, ekspor, impor  

AKTIVITAS PERDAGANGAN DI KERESIDENAN JEPARA 1843-1891
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3420

When the role of Jepara as a trading city deteriorated from the beginning 19th century, the life of Jepara Residency community shifted from maritime sector with a trading base to agrarian sector. The shift to agrarian sector which based on agriculture and plantation, and supported by the sea outputs made this residency attractive for traders. Both local traders, neighboring traders around Jepara, foreign eastern traders and interinsuler, as well as European traders. The traded products were exported to the surrounding areas of the residency, outer islands of Java, Singapore, and Europe. The export activities were carried out to other places through Semarang and Surabaya ports. In addition, the import activities also took place because this residency was a potential section in marketing imported products. It shows that in 19th century, especially around 1843 to 1891 the trading activities in Jepara Residency was still in existence.Keywords : Activity, Trading, Residency, Jepara Residency, Export, ImportMeredupnya Jepara sebagai kota dagang sejak awal abad ke-19 membuat kehidupan masyarakat Keresidenan Jepara beralih dari sektor maritim yang berbasis perdagangan ke sektor agraris. Beralihnya ke sektor agraris yang berbasis pada pertanian, perkebunan, dan ditopang oleh hasil laut justru membuat Keresidenan ini mempunyai daya tarik bagi pedagang. Baik pedagang lokal, pedagang sekitar wilayah Jepara, pedagang Timur Asing dan interinsuler, maupun pedagang Eropa. Produk yang diperdagangkan di-ekspor ke wilayah sekitar Keresidenan, interinsuler, Singapura, dan Eropa. Kegiatan ekspor ke interinsuler dan ke luar negeri dilakukan melalui pelabuhan Semarang dan Surabaya. Selain itu, kegiatan impor juga berlangsung karena keresidenan ini merupakan pangsa potensial dalam memasarkan produk impor. Ini menunjukkan bahwa pada abad ke-19, terutama sekitar tahun 1843 hingga 1891 aktivitas perdagangan di keresidenan Jepara masih tetap eksis.Keywords : Aktivitas, perdagangan, Keresidenan Jepara, ekspor, impor

BERJUANG MENYELAMATKAN LINGKUNGAN: GERAKAN LINGKUNGAN DI JAWA MASA KEMERDEKAAN 1950-2000 Nawiyanto, Nawiyanto
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3421

This article discusses the environmental movement in Java during the independence era, with a special focus on the Old Order and New Order periods. Historical method was employed here in conducting the collection of source materials and synthesizing the facts into a historiographical construction. The sense of environmental crisis became the reason for continuing struggle for saving the environment. The result of discussion reveals that not only did it perform colonial legacy, the movement also resulted in modifications, in terms of conservation management and movement forms. There was also a process of strengthening and broadening of the supporting groups of the movement. Especially since the 1970s, the role of non-governmental organizations and media groups intensified. This feature marked a new era that ended the dominant role of the government. In line with this process, new environmental issues were also raised and pollution was a case in point here. Keywords: Environmental movement, environmental issues, government, non-governmental organizations, independence era, JavaArtikel ini membahas gerakan lingkungan di Jawa pada masa kemerdekaan dengan fokus khusus periode Orde Lama dan Orde Baru. Metode sejarah digunakan dalam penggarapan dari pengumpulan sumber hingga penuangan dalam sintesis konstruksi historiografis. Keyakinan akan krisis lingkungan menjadi alasan berlanjutnya perjuangan menyelamatkan lingkungan. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa tidak hanya warisan kolonial tetap hidup, gerakan lingkungan memperlihatkan pula adanya modifikasi dalam hal pengelolaan kawasan konservasi dan bentuk gerakan. Terdapat pula proses penguatan dan perluasan kelompok-kelompok pendukung gerakan. Khususnya sejak tahun 1970-an, peranan organisasi non-pemerintah, media massa, dan kelompok-kelompok akar rumput semakin    menguat. Hal ini menandai sebuah era baru yang mengakhiri peranan dominan pemerintah. Seiring dengan proses ini, isu-isu baru juga dibangun dan pencemaran merupakan ilustrasi pokok di sini.  Kata kunci: gerakan lingkungan, isu lingkungan, pemerintah, organisasi non-pemerintah, masa kemerdekaan, Jawa 

BERJUANG MENYELAMATKAN LINGKUNGAN: GERAKAN LINGKUNGAN DI JAWA MASA KEMERDEKAAN 1950-2000 Nawiyanto, Nawiyanto
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3421

This article discusses the environmental movement in Java during the independence era, with a special focus on the Old Order and New Order periods. Historical method was employed here in conducting the collection of source materials and synthesizing the facts into a historiographical construction. The sense of environmental crisis became the reason for continuing struggle for saving the environment. The result of discussion reveals that not only did it perform colonial legacy, the movement also resulted in modifications, in terms of conservation management and movement forms. There was also a process of strengthening and broadening of the supporting groups of the movement. Especially since the 1970s, the role of non-governmental organizations and media groups intensified. This feature marked a new era that ended the dominant role of the government. In line with this process, new environmental issues were also raised and pollution was a case in point here. Keywords: Environmental movement, environmental issues, government, non-governmental organizations, independence era, JavaArtikel ini membahas gerakan lingkungan di Jawa pada masa kemerdekaan dengan fokus khusus periode Orde Lama dan Orde Baru. Metode sejarah digunakan dalam penggarapan dari pengumpulan sumber hingga penuangan dalam sintesis konstruksi historiografis. Keyakinan akan krisis lingkungan menjadi alasan berlanjutnya perjuangan menyelamatkan lingkungan. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa tidak hanya warisan kolonial tetap hidup, gerakan lingkungan memperlihatkan pula adanya modifikasi dalam hal pengelolaan kawasan konservasi dan bentuk gerakan. Terdapat pula proses penguatan dan perluasan kelompok-kelompok pendukung gerakan. Khususnya sejak tahun 1970-an, peranan organisasi non-pemerintah, media massa, dan kelompok-kelompok akar rumput semakin    menguat. Hal ini menandai sebuah era baru yang mengakhiri peranan dominan pemerintah. Seiring dengan proses ini, isu-isu baru juga dibangun dan pencemaran merupakan ilustrasi pokok di sini.  Kata kunci: gerakan lingkungan, isu lingkungan, pemerintah, organisasi non-pemerintah, masa kemerdekaan, Jawa 

BERJUANG MENYELAMATKAN LINGKUNGAN: GERAKAN LINGKUNGAN DI JAWA MASA KEMERDEKAAN 1950-2000
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3421

This article discusses the environmental movement in Java during the independence era, with a special focus on the Old Order and New Order periods. Historical method was employed here in conducting the collection of source materials and synthesizing the facts into a historiographical construction. The sense of environmental crisis became the reason for continuing struggle for saving the environment. The result of discussion reveals that not only did it perform colonial legacy, the movement also resulted in modifications, in terms of conservation management and movement forms. There was also a process of strengthening and broadening of the supporting groups of the movement. Especially since the 1970s, the role of non-governmental organizations and media groups intensified. This feature marked a new era that ended the dominant role of the government. In line with this process, new environmental issues were also raised and pollution was a case in point here. Keywords: Environmental movement, environmental issues, government, non-governmental organizations, independence era, JavaArtikel ini membahas gerakan lingkungan di Jawa pada masa kemerdekaan dengan fokus khusus periode Orde Lama dan Orde Baru. Metode sejarah digunakan dalam penggarapan dari pengumpulan sumber hingga penuangan dalam sintesis konstruksi historiografis. Keyakinan akan krisis lingkungan menjadi alasan berlanjutnya perjuangan menyelamatkan lingkungan. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa tidak hanya warisan kolonial tetap hidup, gerakan lingkungan memperlihatkan pula adanya modifikasi dalam hal pengelolaan kawasan konservasi dan bentuk gerakan. Terdapat pula proses penguatan dan perluasan kelompok-kelompok pendukung gerakan. Khususnya sejak tahun 1970-an, peranan organisasi non-pemerintah, media massa, dan kelompok-kelompok akar rumput semakin menguat. Hal ini menandai sebuah era baru yang mengakhiri peranan dominan pemerintah. Seiring dengan proses ini, isu-isu baru juga dibangun dan pencemaran merupakan ilustrasi pokok di sini. Kata kunci: gerakan lingkungan, isu lingkungan, pemerintah, organisasi non-pemerintah, masa kemerdekaan, Jawa 

SEJARAH PENGUASAAN SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT DI TELUK TOMINI Obie, Muhammad; Soetarto, Endriatmo; Soemarti, Titik; Saharuddin, Saharuddin
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3422

This article aims to analyze the historical milestones of coastal and sea resources management in Tomini Bay. It used a critical theory paradigm with two strategies, namely historical sociology and case studies. The collected data were primary and secondary ones, then were analyzed by using qualitative approach. The analysis results indicated that coastal and sea management in To-mini Bay could be divided into era before 1901, when Bajo Tribe was the sea adventurer in To-mini Bay as well as owning the resources. Since 1901 to independence era of Old Order, Bajo tribe began to settle to coastal area, built houses above the sea surfaces with economic resources coming from fishing and other sea pickings. During the New Order, precisely from 1977 to Reformation Order, the existence of Bajo Tribe was terribly disturbed by the wood company, fishpond, and conservation policy. In this era, Bajo Tribe faced the resettlement pressure that caused their community was divided, Sea Bajo and Land Bajo. This reality caused the access of the Land Bajo community to the coastal and sea resources was limited, while the Sea Bajo community was progressively under the pressure of of the expansion of the wood company, fishpond, and conservation policy.Key words: Bajo Tribe, wood company, fishpond, conservation, resettlement, cultural tourismTujuan penelitian ini adalah menganalisis tonggak-tonggak sejarah penguasaan sumber daya pesisir dan laut di Teluk Tomini. Penelitian ini menggunakan paradigma teori kritis, dengan strategi sosiologi sejarah dan studi kasus. Data yang terkumpul berupa data primer dan data sekunder, kemudian dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan sumber daya pesisir dan laut di Teluk Tomini dapat dibagi atas masa sebelum tahun 1901, yang ditandai Suku Bajo sebagai pengembara laut di Teluk Tomini sekaligus me-nguasai sumber daya yang ada. Sejak tahun 1901 sampai masa kemerdekaan (Orde Lama), Suku Bajo mulai hidup menetap dengan membangun rumah di atas permukaan laut, ekonomi bersumber dari menangkap ikan di pesisir dan mengumpulkan hasil-hasil laut lainnya. Memasuki Orde Baru, tepatnya mulai tahun 1977 sampai Orde Reformasi, eksistensi Suku Bajo mulai terganggu dengan masuknya perusahaan kayu, tambak, dan kebijakan konservasi. Di era ini Suku Bajo mengalami tekanan resettlement, menyebabkan komunitas mereka terbelah. Akses komunitas Bajo Darat ke laut menjadi terbatas, sementara komunitas Bajo Laut makin terjepit oleh ekspansi perusahaan kayu, tambak, dan kebijakan konservasi.Kata-kata kunci: Suku Bajo, perusahaan kayu, usaha tambak, konservasi, resettlement, pariwisata budaya  

SEJARAH PENGUASAAN SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT DI TELUK TOMINI Obie, Muhammad; Soetarto, Endriatmo; Soemarti, Titik; Saharuddin, Saharuddin
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3422

This article aims to analyze the historical milestones of coastal and sea resources management in Tomini Bay. It used a critical theory paradigm with two strategies, namely historical sociology and case studies. The collected data were primary and secondary ones, then were analyzed by using qualitative approach. The analysis results indicated that coastal and sea management in To-mini Bay could be divided into era before 1901, when Bajo Tribe was the sea adventurer in To-mini Bay as well as owning the resources. Since 1901 to independence era of Old Order, Bajo tribe began to settle to coastal area, built houses above the sea surfaces with economic resources coming from fishing and other sea pickings. During the New Order, precisely from 1977 to Reformation Order, the existence of Bajo Tribe was terribly disturbed by the wood company, fishpond, and conservation policy. In this era, Bajo Tribe faced the resettlement pressure that caused their community was divided, Sea Bajo and Land Bajo. This reality caused the access of the Land Bajo community to the coastal and sea resources was limited, while the Sea Bajo community was progressively under the pressure of of the expansion of the wood company, fishpond, and conservation policy.Key words: Bajo Tribe, wood company, fishpond, conservation, resettlement, cultural tourismTujuan penelitian ini adalah menganalisis tonggak-tonggak sejarah penguasaan sumber daya pesisir dan laut di Teluk Tomini. Penelitian ini menggunakan paradigma teori kritis, dengan strategi sosiologi sejarah dan studi kasus. Data yang terkumpul berupa data primer dan data sekunder, kemudian dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan sumber daya pesisir dan laut di Teluk Tomini dapat dibagi atas masa sebelum tahun 1901, yang ditandai Suku Bajo sebagai pengembara laut di Teluk Tomini sekaligus me-nguasai sumber daya yang ada. Sejak tahun 1901 sampai masa kemerdekaan (Orde Lama), Suku Bajo mulai hidup menetap dengan membangun rumah di atas permukaan laut, ekonomi bersumber dari menangkap ikan di pesisir dan mengumpulkan hasil-hasil laut lainnya. Memasuki Orde Baru, tepatnya mulai tahun 1977 sampai Orde Reformasi, eksistensi Suku Bajo mulai terganggu dengan masuknya perusahaan kayu, tambak, dan kebijakan konservasi. Di era ini Suku Bajo mengalami tekanan resettlement, menyebabkan komunitas mereka terbelah. Akses komunitas Bajo Darat ke laut menjadi terbatas, sementara komunitas Bajo Laut makin terjepit oleh ekspansi perusahaan kayu, tambak, dan kebijakan konservasi.Kata-kata kunci: Suku Bajo, perusahaan kayu, usaha tambak, konservasi, resettlement, pariwisata budaya  

SEJARAH PENGUASAAN SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT DI TELUK TOMINI
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3422

This article aims to analyze the historical milestones of coastal and sea resources management in Tomini Bay. It used a critical theory paradigm with two strategies, namely historical sociology and case studies. The collected data were primary and secondary ones, then were analyzed by using qualitative approach. The analysis results indicated that coastal and sea management in To-mini Bay could be divided into era before 1901, when Bajo Tribe was the sea adventurer in To-mini Bay as well as owning the resources. Since 1901 to independence era of Old Order, Bajo tribe began to settle to coastal area, built houses above the sea surfaces with economic resources coming from fishing and other sea pickings. During the New Order, precisely from 1977 to Reformation Order, the existence of Bajo Tribe was terribly disturbed by the wood company, fishpond, and conservation policy. In this era, Bajo Tribe faced the resettlement pressure that caused their community was divided, Sea Bajo and Land Bajo. This reality caused the access of the Land Bajo community to the coastal and sea resources was limited, while the Sea Bajo community was progressively under the pressure of of the expansion of the wood company, fishpond, and conservation policy.Key words: Bajo Tribe, wood company, fishpond, conservation, resettlement, cultural tourismTujuan penelitian ini adalah menganalisis tonggak-tonggak sejarah penguasaan sumber daya pesisir dan laut di Teluk Tomini. Penelitian ini menggunakan paradigma teori kritis, dengan strategi sosiologi sejarah dan studi kasus. Data yang terkumpul berupa data primer dan data sekunder, kemudian dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan sumber daya pesisir dan laut di Teluk Tomini dapat dibagi atas masa sebelum tahun 1901, yang ditandai Suku Bajo sebagai pengembara laut di Teluk Tomini sekaligus me-nguasai sumber daya yang ada. Sejak tahun 1901 sampai masa kemerdekaan (Orde Lama), Suku Bajo mulai hidup menetap dengan membangun rumah di atas permukaan laut, ekonomi bersumber dari menangkap ikan di pesisir dan mengumpulkan hasil-hasil laut lainnya. Memasuki Orde Baru, tepatnya mulai tahun 1977 sampai Orde Reformasi, eksistensi Suku Bajo mulai terganggu dengan masuknya perusahaan kayu, tambak, dan kebijakan konservasi. Di era ini Suku Bajo mengalami tekanan resettlement, menyebabkan komunitas mereka terbelah. Akses komunitas Bajo Darat ke laut menjadi terbatas, sementara komunitas Bajo Laut makin terjepit oleh ekspansi perusahaan kayu, tambak, dan kebijakan konservasi.Kata-kata kunci: Suku Bajo, perusahaan kayu, usaha tambak, konservasi, resettlement, pariwisata budaya