Tulislah qur an surat al furqan ayat 63 al isra ayat 26 dan 27 beserta artinya

Jakarta -

Seringkali kita menyebut diri kita sebagai hamba Allah. Bagaimana sebenarnya ciri dari seorang hamba Allah itu? Firman Allah dalam surah Al Furqan yang ke-63 menjelaskan salah satu ciri seseorang yang disebut dengan hamba Allah Yang Maha Penyayang atau Ibadurrahman.

Berikut ini bunyi bacaan QS. Al Furqan ayat 63 beserta dengan artinya:

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Bacaan latin: Wa 'ibādur-raḥmānillażīna yamsyụna 'alal-arḍi haunaw wa iżā khāṭabahumul-jāhilụna qālụ salāmā

Artinya: "Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan "salam," (QS. Al Furqan: 63)

Melansir dari Tafsir Kementerian Agama (Kemenag), kandungan surah Al Furqan ayat 63 ini berisi tentang ciri-ciri dari Ibadurrahman atau hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih. Ciri Ibadurrahman ini salah satunya adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan tidak dibuat-buat.

Orang tersebut berjalan dengan wajar, tidak menyombongkan diri dalam sikap maupun tindakan. Sebab dia tahu bahwa sikap itu tidak terpuji dan mengakibatkan hal-hal yang negatif dalam pergaulan.

Bahkan disebut pula, bila ada orang yang datang menghina dan berkata kasar padanya, ia tidak akan membalasnya dengan ucapan serupa. Justru dibalasnya dengan penuh sopan dan rendah hati sambil mengucapkan salam.

Hal tersebut sebagaimana dengan sikap Rasulullah SAW saat ia diserang dan dihina dengan kata-kata yang kasar. Beliau tetap berlapang dada dan tetap menyantuni orang-orang yang menhinanya tersebut.

Berdasarkan penjelasan dari Surah Al Furqan ayat 63, buku Kun 'Ibadurrahman' yang ditulis oleh Muhammad Farid Wajdi, Lc. merangkum orang-orang yang disebut sebagai Ibadurrahman atau hamba Allah Yang Maha Pengasih di antaranya adalah:

1. Orang yang senantiasa hidup dalam ketaatan kepada Allah. Tidak pernah menunda-nunda untuk beribadah dan beramal sholeh. Kemudian, menjadikan ridho Allah sebagai tujuan utama dan sangat berharap untuk berjumpa dengan-Nya;

2. Orang yang senantiasa setia pada nasihat Rasulullah dan menjadikan Rasul sebagai suri tauladan. Mencintai keluarga beserta para sahabat beliau dan rindu untuk bertemu bersama Rasul kelak di surga;

3. Orang yang senantiasa rendah hati bukan menyombongkan diri. Serta menyayangi bukan untuk membenci sesama. Ia juga merupakan orang yang banyak menebarkan manfaat hingga mewariskan kebaikan untuk umat dan menjadi amal jariyah.

Semoga kita semua termasuk dari golongan orang yang pantas disebut dengan hamba Allah seperti dalam Surah Al Furqan ayat 63 ini ya, sahabat hikmah. Aamiin.

Tonton juga Video: Puluhan Napi Wanita di Gowa Wajib Khatam Alquran Demi Dapat Remisi

(erd/erd)

  • وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا

    63. Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “salam,”

Tulislah qur an surat al furqan ayat 63 al isra ayat 26 dan 27 beserta artinya
Tulislah qur an surat al furqan ayat 63 al isra ayat 26 dan 27 beserta artinya

Surat Al Isra’ ayat 26-27 adalah ayat yang memerintahkan membantu sesama dan larangan mubazir (boros). Berikut ini arti, tafsir dan kandungan maknanya.

Sebagaimana mayoritas Surat Al Isra’, ayat 26-27 ini juga tergolong ayat makkiyah. Yakni turun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Al Isra’ (الإسراء) yang menjadi nama surat ini diambil dari ayat pertama. Al Isra’ artinya perjalanan di waktu malam.

Surat Al Isra’ Ayat 26-27 Beserta Artinya

Berikut ini Surat Al Isra’ Ayat 26-27 dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesia:

وَآَتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا . إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

(Wa ‘ibaadurrohmaanil ladzii yamsyuuna ‘alal ardhi haunaa. Wa idzaa khoothobahumul jaahiluuna qooluu salaamaa)

Artinya:
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.

Baca juga: Ayat Kursi

Tafsir Surat Al Isra Ayat 26-27

Tafsir Surat Al Isra’ Ayat 26-27 ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, dan Tafsir Al Munir. Harapannya, agar bisa terhimpun banyak faedah yang kaya khazanah tetapi tetap ringkas.

Kami memaparkannya menjadi beberapa poin dimulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.

1. Perintah Membantu Sesama

Poin pertama Surat Al Isra’ ayat 26 berisi perintah untuk membantu sesama.

وَآَتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan

Sebelumnya, mulai Surat Al Isra’ ayat 23, Allah telah berbicara tentang orang tua dan perintah berbakti kepada keduanya. Kini Allah melanjutkan dengan perintah membantu keluarga dekat, orang-orang miskin, dan sesama manusia. Demikianlah Allah mengajarkan agar kebaikan itu meluas dari keluarga kecil melebar meliputi seluruh ikatan kemanusiaan.

Ayat ini menjelaskan bahwa seorang muslim memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada keluarga dekatnya. Juga membantu sesama, terutama orang-orang miskin dan mereka yang sedang kesusahan. Termasuk ibnu sabil, orang yang sedang dalam perjalanan.

Untuk keluarga dekat, kewajiban itu berupa nafkah. Yakni nafkah berdasarkan kekerabatan. Sedangkan untuk orang lain, kewajiban itu berupa zakat. Ada pun yang sunnah, semuanya bisa berupa infak atau sedekah.

2. Larangan Boros

Poin kedua Surat Al Isra’ ayat 26 berisi larangan boros (mubazir).

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Setelah memerintahkan memberikan nafkah, Allah melarang boros dalam membelanjakan harta. Yang Allah perintahkan adalah sikap pertengahan, yakni tidak boros dan tidak pula kikir. Sebagaimana firman-Nya:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. Al Furqan: 67)

Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa istilah tabzir (تبذر) berarti membelanjakan harta bukan pada jalan yang benar. Sedangkan Qatadah mengatakan, tabzir adalah membelanjakan harta di jalan maksiat kepada Allah, jalan yang tidak benar, serta untuk kerusakan.

“Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya untuk kebenaran, maka dia bukanlah orang yang berbuat mubazir,” kata Imam Mujahid. “Tetapi sekiranya dia menginfakkan satu mud saja untuk ketidakbenaran, maka dia telah berbuat mubazir.”

3. Orang Boros Saudara Setan

Surat Al Isra’ ayat 27 menyatakan orang yang boros adalah temannya setan.

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan

“Yakni saudara setan dalam pemborosan, melakukan tindakan bodoh, dan tidak taat kepada Allah serta berbuat maksiat kepada-Nya,” kata Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an menjelaskan, ukuran penilaian mubazir atau tidak bukanlah pada sedikit banyaknya pengeluaran, tetapi pada objeknya.

“Atas dasar inilah orang-orang yang berbuat mubazir digolongkan sebagai saudara-saudara setan. Sebab mereka berinfak untuk kebatilan dan kemaksiatan, karenanya mereka adalah teman-teman setan,” tulis Sayyid Qutb.

Dalam Tafsir Al Munir, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menegaskan haramnya pemborosan berdasarkan ayat ini.

“Allah mengharamkan pemborosan, sebagaimana perkataan Imam Syafi’i bahwa pemborosan adalah mengeluarkan harta tidak pada tempatnya dan bukanlah pemborosan jika membelanjakannya untuk kebaikan,” kata Syaikh Wahbah Az Zuhaili.

Baca juga: Surat Al Furqan Ayat 63

4. Sifat Setan

Akhir Surat Al Isra’ ayat 27 menyebut sifat setan.

وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.

“Karena setan ingkar kepada nikmat yang telah Allah berikan kepadanya dan tidak mau mengerjakan amal ketaatan kepada-Nya, bahkan membalas-Nya dengan perbuatan durhaka dan melanggar perintah,” terang Ibnu Katsir.

Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar mengemukakan penjelasan menarik. Teman dan saudara itu memiliki pengaruh besar pada orang yang ditemaninya. Orang yang menjadi teman/saudara setan, ia juga akan terpengaruh dengan sifat-sifat setan. Di antaranya adalah keingkaran yang sangat ini. Na’udzubillah.

Baca juga: Isi Kandungan Surat Al Isra’ Ayat 26-27

Kandungan Surat Al Isra’ Ayat 26-27

Berikut ini adalah isi kandungan Surat Al Furqan Ayat 26-27:

  1. Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, mengajarkan umatnya untuk membantu sesama.
  2. Ayat ini memerintahkan untuk memberikan nafkah kepada kerabat dekat dan menginfakkan sebagian harta untuk orang-orang yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan ibnu sabil.
  3. Larangan boros atau mubazir.
  4. Orang yang boros atau mubazir adalah saudaranya setan dalam pemborosan dan kemaksiatan.
  5. Setan sangat ingkar kepada Allah. Sifat ini bisa menular kepada orang-orang yang boros atau mubazir.

Demikian Surat Al Isra’ ayat 26-27 mulai dari tulisan Arab dan latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat, memotivasi untuk suka berinfak dan menjauhi sifat boros (mubazir). Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]