Tari golek menak dan tari bedaya merupakan tarian dari daerah

Macam-Macam Tari Bedhaya dari Daerah Yogyakarta - Sebagai pusat budaya, Keraton Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat mempunyai beragam kekayaan budaya adiluhung bernilai seni tinggi. Salah satunya adalah tari klasik gaya Yogyakarta-Mataraman yang sangat banyak jenis dan jumlahnya. Salah satu tari klasik Keraton Yogyakarta yang sampai saat ini masih tetap lestari dan berkembang di lingkungan istana keraton Yogyakarta adalah tari Bedhaya.

Tari Bedhaya merupakan tari pusaka keraton Yogyakarta yang sangat sakral. Tari Bedhaya berasal dari daerah Yogyakarta dan Surakarta. Tari Bedhaya dari Yogyakarta bermacam-macam jenis, antara lain sebagai berikut;

Tari Bedhaya Semang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I yang termasuk dalam tari putri klasik di Istana Ngayogyakarta Hadiningrat dan dianggap sebagai tari pusaka keraton. Tari Bedhaya Semang ini sangat disakralkan oleh Kraton Ngayogyakarta, yang menggambarkan hubungan mistis antara keturunan Panembahan Senopati sebagai Raja Mataram Islam dengan penguasa Laut Selatan atau Ratu Laut Selatan, yaitu Kanjeng Ratu Kidul.

Bedhaya merupakan gubahan Kanjeng Ratu Kidul, sedangkan semang (Bedhaya semang) diberikan oleh Sultan Agung (Menurut Babad Nitik). Tarian ini dipagelarkan pada saat ritual istana, seperti pada saat jumenengan. Jumlah penari bedhaya terdiri dari 9 orang putri keraton yang mendapatkan status sebagai pegawai Kraton dengan sebutan abdi dalem Bedhaya.9 orang penari Bedhaya Semang memakai busana yang sama. Hal ini merupakan simbolisasi bahwa setiap manusia terlahir dalam keadaan dan wujud yang sama.

Bedhaya Sumreg atau Sumbreg merupakan salah satu Tari Bedhaya pusaka milik Keraton Yogyakarta. Tari Bedhaya Sumreg berarti bidadari yang menari dengan iringan gendhing ageng ladrang dan Ketawang. Bedhaya Sumreg muncul pertama kali pada masa Sri Susuhunan Paku Buwono I. Tari Bedhaya Sumreg diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Tari Bedhaya Sumreg ini mengisahkan tentang sikap dan cara yang ditempuh oleh para pemimpin dalam mengatasi berbagai persoalan pada zamannya. Pesan yang disampaikan pada tarian ini, adalah agar manusia di bumi saling menghormati dan menghargai segala bentuk perbedaan dengan berlandaskan pada hubungan kekeluargaan, berbudaya, dan beragama.

Tari golek menak dan tari bedaya merupakan tarian dari daerah

Tarian ini merupakan tarian klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwono X. Karya tari ini merupakan legitimasi Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada swargi (Almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX), yang memiliki konsep filosofis setia kepada janji, berwatak tabah, toleran, kokoh, selalu berbuat baik dan sosial. Konsep tarian ini berasal dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan koreografinya diciptakan oleh K.R.T. Sasmintadipura.

Tarian ini ditarikan oleh 9 penari putri dengan durasi setengah jam. Dasar cerita diambil dari serat Pararaton atau Kitab Para Ratu Tumapel dan Majapahit, yang selesai ditulis bertepatan pada hari sabtu pahing.

Gamelan pengiring tarian ini menggambarkan kelembutan seorang raja dalam mengabdi dan mengayomi rakyatnya. Tari Bedhaya Sang Amurwabhumi sebagaimana tari Bedhaya lainnya tetap mengacu pada patokan baku Tari Bedhaya sesuai tradisi keraton.

Baca juga:

Tari Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral dari Surakarta


Nama-Nama Tari Tradisional Indonesia dan Daerah Asalnya


Sesuai dengan namanya, tari Bedhaya Sapta ditarikan oleh 7 penari putri (biasanya 9 penari). Tarian ini diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Tari Bedhaya Sapta mengisahkan dua utusan Sultan Agung untuk menuju Batavia. Dalam menuju Batavia kedua utusan ini menghadapi berbagai rintangan. Yang pada akhirnya keduanya dapat mengatasi rintangan yang ada.

Tari Bedhaya Sabda Aji bercerita tentang sabda (perintah) aji (raja) atau perintah Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada empu tari untuk menyempurnakan tari golek menak. Tarian ini ditarikan oleh 9 orang penari putri. Salah satu penari dalam Bedhaya Sabda Aji adalah putri sulung Sri Sultan Hamengku Buwono IX, GKR Pambayun.

Tari Bedhaya Angron Sekar diciptakan oleh K.R.T. Sasmintadipura. Tarian  ini menceritakan Sutawijaya yang menaklukkan Arya Penangsang. Sang Istri Arya Penangsang yang bernama Angron Sekar mengatahui kalau pasangannya ditaklukkan Sutawijaya sehingga bermaksud membalasnya. Namun, pada akhirnya justru Angron Sekar jatuh cinta kepada Sutawijaya.

Tari Bedhaya Herjuna Wiwaha ini menceritakan proses pengangkatan KGPH Mangkubumi menjadi Sri Sultan HB X.

Demikian ulasan tentang "Macam-Macam Tari Bedhaya dari Daerah Yogyakarta" yang dapat kami sajikan. Baca juga seni tari menarik lainnya di situs SeniBudayaku.com.

Tari golek menak dan tari bedaya merupakan tarian dari daerah
Tarian tradisional Yogyakarta masih lestari hingga saat ini. (Foto : Ist)

Sintia Putri Balqis Jumat, 09 September 2022 - 20:29:00 WIB

JAKARTA, iNews.id – Tarian tradisional Yogyakarta masih lestari di era modernisasi ini. Tak heran, Yogyakarta pun terkenal dengan budaya yang kental dan seni yang istimewa.

Tarian tradisional Yogyakarta berkembang dari lingkungan keraton hingga berkembang sebagai seni pertunjukkan yang sakral dan syahdu. Penasaran apa saja tarian tradisional yang ada di Yogyakarta? Yuk Simak!

Deretan Tari Tradisional Yogyakarta

Tari Serimpi

Tari Serimpi adalah tarian sakral yang berasal dari kesultanan Yogyakarta. Tarian ini hanya dipentaskan pada acara-acara penting dan hanya dimainkan dalam lingkungan keraton, sebagai bagian dari acara kenegaraan. Namun dengan perkembangan zaman, tarian ini boleh ditarikan di beberapa acara lainnya, mengingat tarian ini sudah mendunia. 

Tari Serimpi  sangat mengandung nilai estetika yang memperlihatkan keanggunan, kecantikan, dan kesopanan sang penari. Gerakan dalam tarian ini sangat lembut dan lemah gemulai dengan diiringi alunan gamelan dan juga adanya tembang-tembang Jawa yang terdengar. Perpaduan gerakan tari yang lemah gemulai dan alunan gamelan dan tembang Jawa menjadi satu kesatuan yang apik jika diperlihatkan.

Tari Klana Alus

Tari golek menak dan tari bedaya merupakan tarian dari daerah

Tari Klana Alus adalah tarian yang berkembang di keraton. Tarian ini diambil dari tokoh Prabu Dasalengkara dalam wayang wong lakon Abimanyu Palakrama yang sedang sedang jatuh cinta pada seorang bernama Dewi Siti Sendari. 

Gerak tariannya pun diambil dari salah satu adegan wayang wong Abimanyu Palakrama yang berkarakter halus sesuai dengan tokoh yang ada di dalam wayang Keraton Yogyakarta. Tarian yang halus ini diiringi dengan gending cangklek laras slendro. 

Tari Beksan Lawung Ageng
Tarian khas Yogyakarta ketiga adalah Tari Beksan Lawung Ageng. Tarian ini adalah salah satu tarian Keraton Yogyakarta. Tarian ini terinspirasi dari kegiatan prajurit kerajaan pada era Sri Sultan Hamengkubuwono I.

Beranggotakan laki-laki dan memiliki banyaknya peran dalam tarian, membuat tarian ini terkesan lebih hidup dan beralur. Alunan gamelan pada tarian ini menggunakan iringan gamelan khusus, yaitu Kiai Guntur Sri.

Tari Golek Ayun-Ayun
Tari Golek Ayun-Ayun ini merupakan tarian klasik yang digunakan untuk menyambut tamu dalam acara besar di Yogyakarta. Tarian satu ini cukup terkenal di Yogyakarta. Tarian ini menceritakan tentang wanita muda yang senang bersolek untuk mempercantik diri. 

Tarian Golek Ayun-Ayun ini ditarikan oleh dua orang atau lebih. Gerakkan dalam tarian ini lemah gemulai dan dalam gerakkan tertentu para penari seakan seakan sedang menyulam dan dipadukan dengan gerakkan lain. Tarian satu ini kaya akan makna dan kental akan budaya Yogyakarta. Maka dari itu, siapapun yang melihat tarian ini, pasti akan terpesona dibuatnya.

Tari Bedhaya Semang
Tari Bedhaya Semang adalah tari klasik di Istana Kesultanan Yogyakarta yang bertemakan cerita legenda atau sejarah. Tarian ini langsung diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dan dianggap sebagai pusaka.

Tarian ini disebut Bedhaya karena tarian ini dibawakan secara kelompok putri beranggotakan sembilan penari. Tarian yang disakralkan Keraton Yogyakarta ini berhubungan dengan hal mistis antara keturunan Panembahan Senopati dengan penguasa Laut Selatan atau Ratu Laut Selatan, Kanjeng Ratu Kidul. Karena telah disakralkan, tarian ini hanya ditampilkan untuk kepentingan ritual istana. 

Tari Golek Menak

Tari golek menak dan tari bedaya merupakan tarian dari daerah

Tari Golek Menak atau yang disebut juga Beksa Golek Menak merupakan salah satu jenis tari klasik Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Tarian ini membutuhkan waktu yang panjang untuk disempurnakan. Tarian ini diciptakan berdasarkan ide sultan setelah menyaksikan pertunjukkan Wayang Golek Menak pada tahun 1941, maka timbullah ide untuk mementaskan tarian itu. 

Tarian ini terkenal dengan kostum yang unik dan menarik. Setiap gaya busana, gerakan, alur, dan watak tokoh sangat disesuaikan dengan wayang golek. Maka dari itu, proses penyempurnaannya sangat panjang.

Tari Golek Lambangsari
Tarian Golek Lambangsari merupakan salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta. Tarian ini ditarikan dengan beragam tarian klana alus. Dengan menggunakan koreografi golek dengan gending lambangsari, Tari Golek Lambangsari sangat memikat. 

Tarian ini adalah hadiah penobatan Sri Mangkunegara VI dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Perkembangan Tari Golek Lambangsari menjadi tari golek yang paling terkenal dan secara resmi menjadi materi ajar di Kridha Mardawa Kraton Yogyakarta.

Tari Beksan Trunajaya
Tari Beksan Trunajaya atau yang disebut juga dengan nama Lawung Ageng atau Beksan Lawung Gagah, diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I dengan tujuan untuk menanamkan semangat dan cita-cita untuk melanjutkan perjuangan Sultan Agung dalam membela tanah air. 

Nama tarian Beksan Trunajaya ini didasarkan menurut nama golongan abdi dalem Tarunajaya, sesuai dengan sifat tariannya yang menggunakan senjata lawung (seperti tombak), dan menggambarkan latihan perang-perangan. 

Pementasan tarian ini biasanya di pendapa dan membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Beksan Trunajaya ditarikan oleh 16 orang penari dengan ragam gerak gagah.

Tari Satrio Watang
Tari Satrio Watang atau yang kerap dikenal dengan nama tari Prawiro Watang merupakan tarian tradisional Yogyakarta. Tarian ini menceritakan tentang kegagahan prajurit zaman dulu yang pandai menggunakan senjata. 

Sesuai dengan namanya, Satrio yang berarti prajurit dan Watang yang berarti tongkat, tarian ini menggunakan tongkat sebagai ciri khas dalam pentas. Dalam pertunjukannya, Tari Satrio Watang ditarikan oleh laki-laki gagah dan ditarikan secara kelompok maupun tunggal. 

Tari Langen Asmoro
Tarian tradisional Yogyakarta ini menceritakan tentang percintaan. Tarian yang berkisah tentang sepasang kekasih yang saling menyayangi dan bermesraan. Demi menggambarkan cerita dalam tarian ini, maka tarian ini harus ditarikan secara berpasangan. 

Tari Langen Asmoro ditampilkan pada acara pernikahan. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi contoh kepada para pengantin agar selalu bahagia. 

Itulah deretan tari tradisional Yogyakarta. Siapapun yang menontonnya pasti terkesima. Tertarik untuk menontonnya?


Editor : Ainun Najib

TAG : tari keraton yogyakarta budaya seni yogyakarta

Tari golek menak dan tari bedaya merupakan tarian dari daerah