Surat al adiyat terdiri dari berapa ayat

Surat Al Adiyat (العاديات) adalah surat ke-100 dalam Al Quran. Berikut ini terjemahan, asbabun nuzul, dan tafsir Surat Al Adiyat.

Surat ini terdiri dari 11 ayat. Termasuk Surat Makkiyah. Dinamakan surat Al Adiyat yang berarti kuda yang berlari kencang. Nama ini diambil dari ayat pertama yang Allah bersumpah dengannya. Surat ini tidak memiliki nama lain.

Daftar Isi

  • Surat Al Adiyat dan Artinya
  • Asbabun Nuzul
  • Tafsir Surat Al Adiyat
    • Surat Al Adiyat ayat 1
    • Surat Al Adiyat ayat 2
    • Surat Al Adiyat ayat 3
    • Surat Al Adiyat ayat 4
    • Surat Al Adiyat ayat 5
    • Surat Al Adiyat ayat 6
    • Surat Al Adiyat ayat 7
    • Surat Al Adiyat ayat 8
    • Surat Al Adiyat ayat 9
    • Surat Al Adiyat ayat 10
    • Surat Al Adiyat ayat 11
  • Penutup Tafsir Surat Al Adiyat

Surat Al Adiyat dan Artinya

Berikut ini Surat Al Adiyat dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesia:

وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا (1) فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا (2) فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا (3) فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا (4) فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا (5) إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ (6) وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ (7) وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ (8) أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ (9) وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ (10) إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ

(Wal ‘aadiyaati dlobhaa. Falmuuriyaati qodhaa. Falmughiirooti shubhaa. Fa atsarna bihii naq’aa. Fawasathna bihii jam’aa. Innal insaana lirobbihii lakanuud. Wa innahuu ‘alaa dzaalika lasyahiid. Wa innahuu lihubbil khoiri lasyadiid. Afalaa ya’lamu idzaa bu’tsiro maafil qubuur. Wahushshila maa fish shuduur. Inna robbahum bihim yaumaidzil lakhobiir)

Artinya:
Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya), dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, maka ia menerbangkan debu, dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.

Asbabun Nuzul

Sebagian ulama berselisih apakah surat ini turun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah atau sebelumnya.

Yang berpendapat surat ini Madaniyah, karena ada hadits yang diriwayatkan Bazzar, Ibnu Abi Hatim dan Hakim tentang asbabun nuzul ayat 1 Surat Al Adiyat. Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim pasukan berkuda. Selama satu bulan tak ada kabar. Lantas turunlah Surat Al Adiyat.

Asbabun nuzul ini dicantumkan Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa surat ini termasuk surat Makkiyah. Bahkan disebutkan, Surat Al Adiyat merupakan surat ke-13 yang turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yakni turun setelah Surat Al Ashr dan sebelum Surat Al Kautsar.

Sedangkan secara urutan mushaf, ia merupakan surat ke-100. Yakni setelah Surat Al Zalzalah. Jika surat Al Zalzalah diakhiri dengan balasan atas setiap kebaikan dan keburukan, surat Al Adiyat menjelaskan apa yang mengantarkan pada amal-amal buruk tersebut.

Surat Al Adiyat secara umum menggambarkan kerugian kebanyakan manusia pada hari terjadinya zalzalah (kiamat). Yakni mereka yang ingkar kepada nikmat Allah, bakhil karena cinta dunia dan tidak mempersiapkan diri menghadapi akhirat.

Tafsir Surat Al Adiyat

Tafsir surat Al Adiyat ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Ia bukan tafsir baru melainkan ringkasan kompilasi dari tafsir-tafsir tersebut. Juga ditambah dengan referensi lain seperti Awwal Marrah at-Tadabbar al-Qur’an dan Khawatir Qur’aniyah.

Surat Al Adiyat ayat 1

وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا

Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah,

Kata al adiyat (العاديات) berasal dari kata ‘adaa – ya’duu (عدا – يعدوا) yang berarti jauh atau melampaui batas. Dari kata itu muncul berbagai derivasi namun tetap mengandung makna jauh. Misalnya ‘aduw (عدو) yang artinya musuh. Bermusuhan karena jauhnya hati.

Ada pula al ‘aduw (العدو) yang artinya berlari cepat. Menempuh jarak jauh dalam waktu singkat. Ada pula ‘udwaan (عدوان) yang artinya agresi. Karena yang melakukannya jauh dari kebenaran dan keadilan.

Secara harfiah, kata al adiyat (العاديات) berarti yang berlari kencang. Kata ini tidak menjelaskan siapa pelakunya. Menurut jumhur ulama termasuk Ibnu Abbas, artinya adalah kuda yang berlari kencang. Namun menurut Ali bin Abu Thalib, al adiyat di ayat ini adalah unta. Ia berhujjah, pada Perang Badar, kaum muslimin mengendarai unta. Hanya ada dua ekor kuda yang dibawa yakni milik Az Zubair dan Al Miqdad.

Sementara yang mayoritas mengartikan kuda berhujjah, sebab sifat-sifat dalam surat ini ada pada kuda, bukan unta. Mulai dari mengeluarkan dengusan nafas saat berlari, hingga mengeluarkan percikan api. Unta secepat apa pun larinya, ia tak bisa menghasilkan percikan api.

Kata dhabhan (ضبحا) berarti dengusan nafas saat berlari. Ibnu Abbas mengatakan, tidak ada binatang yang mengeluarkan dengusan nafas saat berlari kecuali kuda dan anjing.

Ibnu Katsir menjelaskan, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan menyebut kuda apabila dilarikan di jalan Allah, maka ia lari dengan kencang dan keluar suara dengus nafasnya.

Surat Al Adiyat ayat 2

فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا

dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya),

Kata al muuriyaat (الموريات) menunjukkan pelaku yang menyalakan api. Dari kata waraa – waryan (ورى – وريا) atau wariya – yarii (ور ي- يري) yang artinya menyalakan api. Kata fa (ف) sebelum al muuriyaat menunjukkan bahwa nyala atau percikan api itu merupakan akibat dari berlari kencang.

Kata qadhan (قدحا) berasal dari kata qadaha (قدح) yang artinya mengeluarkan atau memercikkan. Baik air dari kolam, kuah dari mangkuk maupun api dari batu, ia disebut qadhan jika keluarnya sedikit. Karenanya ayat ini dipahami kuda yang berlari kencang hingga menimbulkan percikan api akibat gesekan kakinya dengan batu.

Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini: “yakni suara detak teracaknya ketika menginjak batu-batuan, lalu keluarlah percikan api darinya.”

Surat Al Adiyat ayat 3

فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا

dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,

Kata al mughiirat (المغيرات) merupakan bentuk jamak dari al mughiir (المغير). Berasal dari kata aghaara (أغار) yang artinya bercepat-cepat melangkah. Dari situ kemudian makna umumnya menjadi serangan mendadak yang dilakukan dengan mengendarai kuda.

Kata shubhan (صبحا) artinya adalah waktu subuh. Menggambarkan serangan itu cepat dan mendadak waktunya.

“Yaitu di waktu musuh sedang lengah, lalai atau mengantuk. Angkatan perang itu tiba-tiba datang laksana diturunkan dari langit,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.

Orang yang mengartikan al adiyat dengan unta, menafsirkan ayat ini sebagai berangkat di waktu Subuh dari Muzdalifah ke Mina. Namun pendapat ini tidak sekuat tafsir tentang kuda perang yang juga merupakan pendapat Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah.

Surat Al Adiyat ayat 4

فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا

maka ia menerbangkan debu,

Ibnu Katsir menjelaskan, maknanya adalah tempat yang kuda-kuda dan unta-unta itu berada, baik dalam ibadah haji maupun dalam jihad, debu-debuh beterbangan karenanya.

Baca juga: Ayat Kursi

Surat Al Adiyat ayat 5

فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا

dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh.

Kata jam’an (جمعا) digunakan dalam Al Quran untuk menunjuk kelompok besar dan selalu menduga akan mampu meraih kemenangan. Menurut Buya Hamka, artinya adalah kumpulan musuh.

Sebagian mufassir menjelaskan, lima ayat yang dimulai dengan sumpah Allah ini menggambarkan cepatnya kedatangan kiamat. Laksana serangan mendadak pasukan berkuda di pagi hari pada zaman dulu.

Syaikh Adil Muhammad Khalil menjelaskan, sumpah Allah dengan kuda perang dalam lima ayat ini untuk menunjukkan bahwa kuda melakukan itu semua meskipun dengan terengah-engah demi memenuhi kehendak tuannya. Lalu mengapa manusia justru ingkar kepada Allah dan tidak melakukan apa yang diperintahkan demi mendapat ridha-Nya?

Surat Al Adiyat ayat 6

إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ

Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,

Kata kanuud (كنود) merupakan bentuk superlatif dari kata kanada (كند) yang artinya tandus. Bentuk superlatif ini menggambarkan betapa besar kekufuran dan keingkaran manusia sehingga tidak mau memberikan bantuan sekecil apa pun.

Buya Hamka mengatakan, arti kanuud adalah tidak berterima kasih, melupakan jasa. “Berapapun nikmat diberikan Allah, ia tidak merasa puas dengan yang telah ada itu bahkan minta tambah lagi. Nafsunya tidak pernah merasa cukup dan kenyang; yang ada tidak disyukurinya, yang datang terlebih dahulu dilupakannya.”

Ibnu Katsir menafsirkan, sesungguhnya manusia itu benar-benar mengingkari nikmat-nikmat Tuhannya.

Surat Al Adiyat ayat 7

وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ

dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya,

Kata syahiid (شهيد) berasal dari syahida (شهد) yang artinya menyaksikan. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, sesungguhnya manusia itu benar-benar menyaksikan sendiri (mengakui) keingkaran dirinya melalui sepak terjangnya. Terlihat jelas dari ucapan dan perbuatannya.

Surat Al Adiyat ayat 8

وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ

dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.

Kata al khair (الخير) juga punya arti kebaikan. Namun di ayat ini, artinya adalah harta benda. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menegaskan makna ini sebagaimana firman Allah pada Surat Al Baqarah ayat 180.

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah: 180)

Kata syadiid (شديد) berasal dari kata syadda (شدّ) yang bisa berarti menguatkan ikatan. Karena ikatannya dengan harta sangat kuat, ia enggan untuk melepaskannya. Ia menjadi sangat bakhil.

Ada dua penafsiran ayat ini. Pertama, sesungguhny manusia itu sangat mencintai harta. Kedua, sesungguhnya karena kecintaannya kepada harta membuatnya jadi kikir. Ibnu Katsir membenarkan kedua penafsiran ini.

Surat Al Adiyat ayat 9

أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ

Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,

Kata bu’tsira (القارعة) awalnya bermakna membolak-balik sesuatu. Kata ini memberi kesan kegelisahan dan ketergesaan. Misalnya membolak-balikkan lemari karena mencari sesuatu. Dalam kubur nanti, dicari dan dibongkar dengan ketergesaan hingga gelisahlah isi hati yang dibongkar.

Menurut Ibnu Katsir, maknanya adalah dikeluarkannya orang-orang yang telah mati dari dalam kuburnya. Az Zuhaili juga menafsirkan, orang-orang yang di dalam kubur akan dibangkitkan. Begitu pula Sayyid Qutb dan Buya Hamka.

Surat Al Adiyat ayat 10

وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ

dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,

Kata hushshila (حصل) memiliki arti memisahkan, mengemukakan atau menghimpun. Kata ash shuduur (الصدور) merupakan bentuk jamak dari ash shadr (الصدر) yang artinya dada. Maknanya adalah hati manusia.

Menurut Ibnu Abbas, maknanya adalah apabila dilahirkan dan ditampakkan apa yang selama itu mereka sembunyikan dalam hati.

Surat Al Adiyat ayat 11

إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ

sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.

Kata khabir (خبير) berasal dari khabar (خبر) yang artinya pencarian untuk mencapai pengetahuan yang pasti tentang hakikat sesuatu. Jika dipakai sebagai sifat Allah, ia mengandung arti pengetahuan-Nya menyangkut hal-hal yang detil serta tersembunyi, betatapun kecilnya sesuatu dan betapapun tersembunyi, pasti diketahui Allah.

Baca juga: Isi Kandungan Surat Al Adiyat

Penutup Tafsir Surat Al Adiyat

Surat Al Adiyat ini diawali dengan sumpah Allah. Dia bersumpah dengan kuda perang yang lari kencang tengerah-engah hingga memercikkan api saat kakinya bergesekan dengan batu. Semua itu rela dilakukan kuda demi memenuhi kehendak tuannya. Mengingatkan manusia, mengapa justru mereka ingkar kepada nikmat-nikmat Allah. Mengapa tidak seperti kuda yang siap dikendalikan ke medan perang kapan saja.

Maka manusia diingatkan agar tidak mencintai dunia yang membuat bakhil. Sementara nanti ketika dibangkitkan dari kubur, harta dunia yang dulu dicintainya itu tak memberi manfaat apa-apa. Pada saat itu, ditampakkan segala yang tersembunyi dalam hati. Termasuk betapa besar cintanya kepada dunia. Termasuk betapa besar kebakhilannya.

Manusia diingatkan hari kebangkitan; ada hisab, ada balasan. Dan Allah Maha Mengetahui serta tak ada yang tersembunyi dari-Nya meskipun dirahasiakan rapat-rapat dalam hati.

Demikian Surat Al Adiyat mulai dari terjemahan hingga tafsirnya. Semoga kita diselamatkan Allah dari cinta dunia dan kebakhilan. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

surat Al Adiyat diturunkan di mana?

Surat Al-'Adiyat diturunkan di kota Mekkah dan termasuk ke dalam golongan surah Makkiyah.

surat Al Adiyat termasuk surat yang ke berapa?

Surah Al-'Adiyat (bahasa Arab: الْعَادِيَات, Al-'Ādiyāt, " Kuda Perang Yang Berlari Kencang ") adalah surah ke-100 berdasarkan susunan mushaf dan surah ke-14 sesuai urutan Wahyu Al-Quran. Surah ini dinamai Al-'Adiyat karena Allah swt pada ayat ini menyatakan sumpah dengan kata ini dan berfirman tentangnya.

Ada berapakah jumlah ayat surat Al Adiyat?

Surah Al-'Adiyat terdiri atas 11 ayat dan tergolong surah makkiyah, surat ini diturunkan setelah surah Al-'Asr. Nama Al 'Aadiyat diambil dari kata Al 'Aadiyaat yang artinya berlari kencang yang terdapat pada ayat pertama surat ini.

Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada kalimat tersebut merupakan arti surah al Adiyat?

وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ " dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada," Maknanya: Apa-apa yang ada dalam hati-hati berupa niat-niat dan perbuatan-perbuatan hati seperti tawakal, harapan dan kecemasan, rasa takut dan harapan juga yang semisalnya.