Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa demokrasi parlementer adalah

DEMOKRASI PARLEMENTER & DEMOKRASI TERPIMPIN

 

  1. Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia (1950-1959)

            Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sistem pemerintahan yang digunakan oleh Indonesia pada kurun waktu tahun 1950-1959.  Pada masa ini Indonesia menggunakan UUD 1950 Sementara dan sistem pemerintahan Parlementer. Artinya Kabinet bertanggungjawab kepada parlemen (DPR) bukan kepada Presiden. Kabinet dipimpin oleh seorang Perdana Menteri, sementara itu Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara saja.

            Pada zaman Demokrasi Liberal (Parlementer) ini, kabinet-kabinet yang mengelola pemerintahan sehari-hari tidak berumur panjang, karena di tengah jalan dijatuhkan oleh Mosi Tidak Percaya partai-partai politik yang ada di Parlemen (DPR). Berikut beberapa kabinet yang pernah memerintah dalam kurun waktu tahun 1950-1959 tersebut.

Kabinet ini mempunyai program utama mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi, namun masih gagal. Oleh karena dianggap gagal, muncul mosi tidak percaya dari Parlemen, hingga kabinet ini jatuh dan mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno.

Setelah Kabinet Natsir jatuh, Soekarno menunjuk Sukiman Wirjosanjojo untuk membentuk kabinet baru, untuk kemudian kabinet ini sering disebut Kabinet Sukiman. Kabinet ini juga pada akhirnya jatuh karena Kabinet ini dianggap menodai kebijakan politk luar negeri bebas aktif dengan cara menerima bantuan militer dan ekonomi dari Amerika Serikat yang disebut MSA (Mutual Security Act). AKhinrya kabinet ini jatuh dan Sukiman mengembalikan mandat kepada Soekarno.

Setelah kabinet Sukiman jatuh, SOekarno menunjuk Wilopo membentuk kabinet baru. Kabinet ini menghadapi situasi ekonomi negara yang sangat sulit. JUga banyaknya pemberontakan di Sumatera dan Sulawesi. Namun yang paling pelik adalah soal peristiwa Tanjung Morawa. Di mana aparat keamanan dengan kekerasan mengusir petani yang menggarap tanah perusahaan DPV di Tanjung MOrawa, 5 orang petani tewas. Akibat peristiwa ini, muncul mosi tidak percaya dan kabinetnya jatuh.

  1. Kabinet Ali Satroamijoyo I

Akhirnya Soekarno menunjuk Ali Sastroamijoyo membentuk kabinet baru.  Pada masa ini terjadi pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh. NAmun pada masa ini pula Indonesia berhasil menyelenggarakan event internasional yaitu Konfrensi Asia Afrika di Bandung.

Pada masa pemerintahan Kabinet ini juga dikenal kebijakan ekonomi Ali-Baba yang berarti pengusaha non pribumi (baba) membantu pengusaha pribumi (Ali) supaya mampu bresaing, dengan cara diberikan pelatihan2 menjadi staf. Intinya pemerintah berharap pengusaha pribumi bekerjasam dengan pengusaha non pribumi. Sebagai imbalannya pemerintah memberi lisensi dan bantuan kredit kepada pengusaha non pribumi. Tapi pada akhirnya program ini gagal karena pengusaha pribumi hanya dijadikan alat untuk mendapat bantuan kredit dari pemerintah.

Kabinet ini jatuh karena persoalan pergantian kepemimpinan di lingkungan TNI AD, dan juga karena dianggap tidak mampu mengelola ekonomi Indonesia. Akhirnya Ali mengembalikan mandate kepada Soekarno.

  1. Kabinet Burhanudin Harahap.

Pada masa pemerintahan kabinet ini diselenggarakan Pemilihan Umum pertama sejak Indonesia merdeka. Pemilu dilakukan sebanyak 2 kali. 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR, dan 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante. Konstituante adalah badan independen yang akan membentuk UUD baru menggantikan UUD 1950 Sementara  yg digunakan selama masa Demokasi Liberal. PNI,MASYUMI, NU dan PKI menjadi 4 besar pemenang Pemilu ini.   Kabinet ini dianggap berhasil melakukan tugasnya menyelenggarkan pemilu. Karena itu perlu dibentuk kabinet baru, karena tugasnya sudah selesai.

Ali Sastroamijoyo, yang juga Ketua PNI, pemenang Pemilu 1955, kembali dipercaya Bung Karno membentuk Kabinet baru, Kabinet ini jatuh karena adalah karena terjadinya perpecahan antara Partai Masyumi dan PNI. Masyumi sebagai parpol pemenang suara terbanyak kedua setelah PNI mendapat posisi 5 menteri dalma kabinet Ali II. Karena kabinet ini adalah koalisi antara PNI, Masyumi dan NU, namun pada perkembangannya terjadi pecah kongsi antara PNI dan Masyumi yang membuat Masyumi menarik dukuangannya. Selain itu juga banyak pembeontakan dan tuntutan dari daerah terhadap pemerintah pusat  . Akhirnya Ali menyerahkan mandat kepada Presiden.

Ini merupakan kabinet terakhir di masa Demokrasi Liberal.  Kabinet ini disebut juga kabinet ZAKEN (Ahli) karena mayoritas diisi menteri-menteri dari kalangan professional bukan anggota partai.  Kabinet ini mempunyai tugas utama menyelesaikan persoalan pemberontakan di daerah.  Hingga dilakukan MUNAS (Musyawarah pembangunan nasional) untuk mendengarkan usulan atau aspirasi dari daerah. Namun upaya ini gagal, bahkan pada masa kabinet ini juga terjadi upaya pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Peristiwa in terjadi pada saat Soekarno sedang menjemput anak2nya di Perguruan Cikini, Jakarta Pusat. Namun pada saat kabinet ini pulalah Indonesia berhasil memberikan sumbangan kepada dunia internasional tentang hukum perbatasan laut antar negara yang dikenal dengan DEKLARASI JUANDA. Yaitu bagaimana cara mengukur wilayah laut suatu negara dari daratannya.

 

  1. Demokrasi Terpimpin. (1959-1967)

Demokrasi Terpimpin adalah sebutan untuk zaman di mana Indonesia berada di bawah kekuasaan Presiden Soekarno sejak Juli 1959 hingga 1967. Pak, bukankah Soekarno menjadi presiden sejak tahun 1945? Mengapa zaman Demokrasi Terpimpin mulai dihitung sejak tahun 1959?. Zaman Demokrasi Terpimpin juga merupakan istilah ketika Indonesia dipimpin oleh Soekarno sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan. Sedangkan mulai bulan November 1945-Juli 1959 Soekarno hanya sebagai Kepala Negara, tanpa wewenang apapun dalam jalannya pemerintahan sehari-hari atau lembaga eksekutif.

  • Situasi PolitIk Demokrasi Liberal

Sejak 17 Agustus 1950, Indonesia menganut sistem Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer. Di mana pemerintahan sehari-hari dipimpin oleh seorang Perdana Menteri.  Sejak tahun 1950-1959 sudah ada sekitar 7 perdana menteri yang hampir setiap tahun berganti karena berbagai persoalan. Sebut saja, Natsir, Ali Sastroamijoyo, hingga Djuanda. Selain itu, sesuai hasil pemilu 1955, dibentuklah Dewan Konstituante. Dewan Konstituante hampir merampungkan tugasnya membuat UUD baru, namun mereka terpecah ketika menentukan dasar negara yang akan dicantumkan di UUD tersebut. Terdapat 3 arus besar dasar negara dalamKonstituante yaitu pendukung dasar negara Islam, Pancasila dan Sosial Ekonomi, akhirnya lembaga ini tidak pernah mencapai kesepakatan tentang dasar negara tersebut.

Melihat situasi politik yang sangat tidak stabil inilah, Soekarno menawarkan sebuah konsepsi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Intinya konsepsi Soekarno ini menginginkan sistem demokrasi liberal perlu diganti dengan sistem demokrasi terpimpin, sederhananya demokrasi yang memungkinan partisipasi aktif dari masyarakat lewat partai politik harus “dipimpin” dan diatur oleh negara. Hal ini tentu mendapat penentangan dari tokoh-tokoh politik. Namun tampaknya militer mendukung ide Soekarno ini.

Situasi politik pada akhir Demokrasi Liberal (1959) yang semakin tidak menentu, ditambah pemberontakan dewan militer di daerah (PRRI/Permesta)  membuat Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit pada tanggal 5 juli 1959 yang isinya :

  • Pembubaran Konstituante
  • Tidak berlakunya UUD 1950 (Sementara) dan berlakunya kembali UUD 1945.
  • Pembentukan MPRS dan DPAS

Dekrit ini langsung mendapat dukungan dari militer. Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal AH. Nasution bahkan memerintahkan kepada seluruh jajarannya untuk melaksanakan dan mengamankan Dekrit tersebut, bahkan Mahkamah Agung juga menguatkan dekrit ini.   

             Dengan diterbitkannya Dekrit tersebut, berakhirlah masa Demokrasi Liberal di Indonesia. Digantikan oleh sistem Demokrasi Terpimpin. UUD 1950 (Sementara) tidak digunakan lagi, Indonesia kembali menggunakan UUD 1945. Dengan digunakannya kembali UUD 1945, Indonesia masuk ke sistem Presidensial di mana Presiden Soekarno bertindak sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara. Indonesia memasuki zaman di mana kekuasaan Soekarno sangat besar.

Setelah Dekrit dikeluarkan Kabinet Juanda dibubarkan, kemudian diganti Kabinet Kerja. Setelah kabinet baru dibentuk, dibentuk pula Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).  Anggotanya ditunjuk dan dipilih oleh presiden.  MPRS diketuai oleh Chaerul Saleh dengan tugas menetapkan GBHN (Garis Besar Haluan Negara). Kemudian dibentuk pula DPAS (Dewan Pertimbangan Agung ) yang nantinya mengusulkan Pidato Presiden berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”  (yang dibacakan sebagai pertanggungjawaban atas dikeluarkannya Dekrit tahun 1959) menjadi Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Setelah itu dibentuk pula Front Nasional yaitu sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan UUD 1945. Front ini diberi tugas untuk 1. menyelesaikan revolusi Indonesia, 2. melaksanakan pembangunan nasional dan 3. mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Indonesia. Demikian beberapa lembaga negara yang dibentuk pada masa-masa awal Demokrasi Terpimpin.

 

Kebijakan Soekarno pada zaman Demokrasi Terpimpin.

 

 

 

Konfrensi Meja Bundar mengatakan bahwa masalah Papua akan dibicarakan setahun kemudian atau tepatnya 1950. Namun setelah setahun berlalu, Belanda belum juga memberikan Irian Barat kepada Indonesia. Pada zaman Demokrasi Liberal (1950-1959) pemerintah Indonesia sudah berkali-kali melakukan diplomasi terkait dengan hal tersebut. Selain diplomasi Indonesia juga melancarkan serangkaian konfrontasi ekonomi dan politik.

Konfrontasi ekonomi pada tahun 1957 dilakukan dengan cara

  1. Melakukan mogok buruh di perusahaan Belanda,
  2. Melarang penerbangan Belanda
  3. Memboikot kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia.

Bahkan setahun berikutnya keluar UUD Nasionalisasi terhadap perusahan-perusaan Belanda di Indonesia, namun mereka tetap tidak bergeming. Indonesia akhirnya menambahkan kofrontasi politik dengan cara memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Namun cara-cara di atas belum juga berhasil. Belanda masih menunda untuk mengembalikan Irian Barat ke Indonesia.

 Pada tahun 1960, Soekarno memutuskan untuk menghentikan cara-cara diplomasi. Soekarno mengutus Jenderal AH Nasution untuk meminta bantuan senjata dari Amerika Serikat.  Namun permintaan tersebut ditolak. Akibatnya mata Indonesia beralih ke Uni Soviet. Kali ini pendekatan berhasil, Indonesia berhasil mendapatkan bantuan dengan total US$ 400 juta dalam bentuk peralatan militer. Adanya persediaan militer ini akhirnya membawa Indonesia kepada konfrontasi total. Militer Indonesia juga dikerahkan di bawah Komando Mandala yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto.  Sukarno juga memberikan pidato yang diberi judul TRIKORA untuk memberikan semangat terhadap upaya penyatuan kembali Irian Barat ke Indoensia :

  • Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.
  • Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat, tanah air Indonesia.
  • Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

Pada perkembangan selanjutnya Belanda ditekan oleh Amerika Serikat melalui diplomatnya Elsworth Bunker bahkan Jaksa Agung  Robert Kennedy saudara Presiden Amerika Serikat kala itu John F Kennedy. Hal ini dilakukan semata-mata agar Indonesia tidak terlalu jauh melenceng ke blok Timur (komunisme). Buahnya diadakanlah pertemuan Belanda Indonesia dan disepakatilah sebuah perjanjian yaitu Perjanjian New York yaitu :

  1. Kekuasaan sementara di Irian Barat diserahkan kpd UNTEA (United Nation Temporary Authority)
  2. Akan diadakan PEPERA (penentuan pendapat rakyat/Referendum) sebelum tahun 1969.

Namun sayang dalam pertempuran antara Indonesia dan Belanda dalam kasus Irian Barat, Kapal Perang Indonesia Macan Tutul karam dan tenggelam menewaskan tentara Indonesia yang dipimpin oleh Komodore Yos Sudarso.

  1. Konfrontasi dengan Malaysia.

            Pada tahun 1961, muncul keinginan negara-negara bekas jajahan Inggris di Malaya, SIngapura dan Kalimantan Utara untuk bergabung dalam sebuah Federasi Melaysia. Indonesia di bawah Presiden Soekarno merasa tidak nyaman dengan keadaan ini. Soekarno merasa bahwa keinginan tersebut bukanlah lahir dari rakyat di sana, melainkan strategi Inggris untuk bisa menguasai Asia Tenggara lagi

            Bung Karno semakin marah, dia memutuskan untuk melakukan konfrontasi terhadap Malaysia. Slogan Ganyang Malaysia saban hari biasa didengar pada masa-masa itu. Soekarno memutuskan untuk membentuk Komando Mandala Siaga di bawah pimpinan Laksamana Udara Omar Dhani. Soekarno juga menyerukan perintah yang dikenal sebgai Dwikora

  • Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia
  • Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia.

Â