Sikap apakah yang harus dilakukan seseorang jika hasil keputusannya bukan berasal dari pendapatnya

Jakarta -

Pancasila mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi siswa dalam melakukan berbagai hal, seperti mengambil keputusan bersama. Adapun, pengambilan keputusan bersama yang sesuai dengan sila pancasila adalah dengan berikut contohnya.

Pengambilan keputusan bersama merupakan salah satu pengamalan Pancasila pada sila ke-4. Adapun, sila ke-4 berbunyi "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan."

Dilansir dari situs Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), pengamalan Pancasila dalam bentuk butir-butir kehidupan bernegara awalnya diatur melalui Ketetapan MPR No.II/MPR/1978, kemudian disempurnakan dengan Ketetapan MPR No.1/MPR/2003.

1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.

2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.

3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.

6. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil.

7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.

Cara Pengambilan Keputusan Bersama

Berdasarkan beberapa pengamalan di atas, pengambilan keputusan bersama yang sesuai dengan sila pancasila adalah dengan musyawarah. Dengan begitu, keputusan bisa mencapai mufakat dengan diliputi oleh semangat kekeluargaan.

Musyawarah merupakan ciri khas bangsa Indonesia dalam menyelesaikan masalah bersama. Dikutip dari buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Kelas V oleh Dyah Sriwilujeng, bangsa Indonesia menjunjung tinggi persamaan derajat manusia. Oleh karenanya, pendapat setiap orang perlu dihargai.

Musyawarah dilakukan dengan saling bertukar pendapat terhadap suatu topik permasalahan. Dalam musyawarah, akan muncul berbagai pendapat dari para peserta di dalamnya. Masing-masing orang mengemukakan pendapatnya dan mendengarkan pendapat orang lain.

Tukar pendapat dalam musyawarah senantiasa dilakukan dengan semangat kekeluargaan, yakni dengan memperhatikan tata kesopanan saat musyawarah. Setelah saling bertukar pendapat, baru dicapai lah satu keputusan. Keputusan dalam musyawarah bukan berdasar atas suara terbanyak atau paksaan dari pihak tertentu, melainkan karena mufakat.

Mufakat adalah disetujuinya suatu pendapat oleh semua pihak dalam musyawarah tanpa suatu paksaan. Mufakat harus memperhatikan kepentingan bersama. Dalam hal ini, mufakat harus sesuai dengan moral keagamaan dan nilai keadilan. Hasil musyawarah akan menjadi kesepakatan bersama jika peserta di dalamnya bersedia dan mematuhi mufakat yang telah dicapai.

Nah, jangan lupa pengambilan keputusan bersama yang sesuai dengan sila Pancasila adalah dengan musyawarah ya, detikers!

Simak Video "Mengenal Tradisi Sigajang Laleng Lipa Masyarakat Bugis Makassar"


[Gambas:Video 20detik]
(kri/pay)

Ujian atau masalah merupakan sesuatu yang kita hadapi setiap hari. Allah SWT menghendaki keadaan manusia berbeda-beda sebagai sebuah ujian. Ujian kesulitan, ujian kehilangan, kekurangan, musibah, penyakit, kemiskinan adalah masalah biasa yang dihadapi oleh manusia selama hidup di dunia ini. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang meminta kepada Allah untuk hidup susah, namun berhatikanlah firman Allah berikut ini,

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ’Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” [QS. Al-Ankabut : 2-3]

Melalui ayat ini, Allah menjelaskan bahwa setiap orang yang beriman pasti akan diberi ujian ataupun masalah, dan ketika dihadapkan pada sebuah masalah, manusia akan dihadapkan pada proses pengambilan keputusan terkait dengan pemecahan masalah tersebut. Sikap seseorang dalam menghadapi sebuah permasalahan tentu saja berbeda-beda, proses seseorang dalam pengambilan keputusan pun juga bermacam-macam.

Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari banyak alternatif dengan cara yang dianggap paling efisien sesuai dengan situasi. Ada banyak pendekatan yang dapat dilakukan untuk menilai mana alternatif terbaik. Beberapa orang menggunakan pendekatan qualitatif dalam proses pengambilan keputusan. Pendekatan ini bisanya dilakukan dengan focus group discussion, expert judgement, berdasarkan pengalaman pribadi, atau bahkan hanya dengan berdasarkan insting pribadi. Jika masalah yang dihadapi tidak terlalu rumit, atau orang yang berada dalam proses pengambilan keputusan tersebut dirasa sudah cukup ilmu dalam melakukan pertimbangan pemecahan masalah, maka pendekatan ini bisa dilakukan karena dirasa lebih cepat dan mudah. Akan tetapi jika masalah yang dihadapi lebih kompleks, dan orang-orang yang berada pada proses pengambilan keputusan masih memerlukan banyak informasi, maka pendekatan quantitatif dapat dilakukan. Pendekatan quantitatf ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang mendukung proses pengambilan keputusan dan data-data tersebut kemudian dianalisa dengan cara yang sistematis dengan menggunakan sebuah metode pengambilan keputusan. Menurut teori popular analisa keputusan, ada banyak metode yang dapat digunakan antara lain SAW, TOPSIS, AHP, dan ANP. Metode-metode tersebut biasanya dikaitkan dengan teknik Multiple Criteria Decision Making (MCDM) atau pengambilan keputusan dengan melibatkan banyak kriteria. Kriteria merupakan parameter yang digunakan sebagai landasan dalam membandingkan alternatif dalam pengambilan keputusan. Sebagai contoh, masalah yang kita hadapi adalah memilih jodoh. Misalnya kita sudah memiliki alternatif A, B, dan C yang bisa kita pilih sebagai orang yang akan dinikahi. Dalam proses pengambilan keputusan ini, kita membandingkan ketiganya berdasarkan kriteria agama, pendidikan, perkerjaan, dan fisik. Jika menggunakan pendekatan qualitatif, kita dapat bertanya dengan orang yang dirasa lebih berpengalaman (expert judgement), atau kita bisa mengambil keputusan berdasarkan pengalaman atau insting tanpa melakukan perhitungan apapun. Namun jika menggunakan pendekatan quantitatif misalnya dengan AHP, maka kita harus melakukan analisa yang cukup panjang. Pertama harus membuat kuesioner terkait dengan penilaian terhadap kriteria dan alternatif menggunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison), kemudian meminta beberapa orang yang mengenal ketiga orang tersebut untuk melakukan penilaian, kemudian melakukan perhitungan berdasarkan hasil kuesioner hingga didapatkan rangking dari tiga alternatif tersebut. Sehingga dengan hasil tersebut membantu kita dalam menentukan mana kira-kira jodoh terbaik.

Cara pengambilan keputusan yang telah dibahas sebelumnya, merupakan pendekatan yang biasa dilakukan dalam perpektif ilmiah. Kemudian bagaimana proses pengambilan keputusan dalam perspektif Islam? Pendekatan qualitatif maupun quantitatif semuanya dilakukan dengan pendekatan ilmiah yang melibatkan penilaian manusia (human judgement). Kita sebagai umat Islam, berdasarkan QS. Al-Ankabut: 2-3 yang telah disebutkan diatas, meyakini bahwa setiap masalah yang ada adalah datang dari Allah, dalam mencari solusi pemecahannya pun seharusnya kita juga melibatkan Allah. Tidak ada salahnya menggunakan human judgment dalam pengambilan keputusan, tapi kita tetap harus yakin bahwa Allah-lah sebaik-baiknya pemberi keputusan.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” [QS. Al-Baqarah : 216]

Jelas disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 216 tersebut, bahwa Allah-lah sebaik-baiknya tempat kembali ketika kita dihadapkan pada sebuah masalah dan pada sebuah proses pengambilan keputusan. Tidak jarang dari kita kemudian melakukan sholat Istikharah untuk melibatkan Allah dalam setiap pencarian solusi setiap masalah kita. Nabi Muhammad SAW, bersabda

” Jika Salah seorang  diantara kalian berniat dalam suatu urusan maka lakukanlah Shalat Sunah dua Raka’at yang bukan Shalat Wajib, kemudian bedoalah meminta kepada Alloh” [HR. AL – Bukhari]

Dengan melakukan sholat istikharah, diharapkan dapat menghindarkan kita dari sifat subjekti dan mementingkan hawa nafsu. Dengan shalat istikharah juga dapat menghilangkan keragu-raguan dan memunculkan kemantapan hati dalam memilih alternatif terbaik.

Jika dalam perspektif ilmiah dikenal istilah focus group discussion sebagai salah satu cara dalam mengambil keputusan terhadap suatu masalah, istilah ini dalam Islam disebut sebagai musyawarah. Di dalam musyawah pun tetap harus melibatkan Allah. Keputusan yang diambil tentu merupakan keputusan bersama bukan karena kepentingan sepihak dan tentu saja berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran yang tercantum baik dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul. Islam mengatur bahwa dalam musyawah perlu memegang prinsip adil, amanah, istiqamah, dan jujur. Adil berarti tidak berat sebelah atau tidak hanya memperhatikan kepentingan suatu pihak, amanah berarti ketika keputusan telah diambil maka kita memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan keputusan tersebut dikemudian hari, istiqamah berarti memiliki keteguhan hati untuk dapat melaksanakan keputusan tersebut sesuai dengan syariat Islam, sedangkan prinsip yang terakhir berarti kita harus selalu bersikap jujur termasuk dalam proses pengambilan keputusan maupun melaksanakan hasil keputusan. Dalam QS. Ali Imran: I59 Allah berfirman,

“Maka disebabkan rahmat dari Allah swt-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, dan apabila kamu telah membulatkan tekad maka berdakwahlah kepada Allah swt, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” [QS. Ali Imran: I59]

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa dalam pengambilan keputusan tentu akan terjadi banyak perbedaan pendapat, dan kita diperintahkan untuk tetap berlaku lemah lembut terhadap pihak yang berselisih pendapat dengan kita. Dalam bermusyawarah pun kita diperintahkan untuk bertekad bulat untuk melaksanakannya sesuai dengan syariat sebagai bentuk taqwa kepada Allah, dan ketika telah dicapai kesepakan makan kita harus harus bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut.

Dari penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik sebagai solusi dari setiap permasalahan yang kita hadapi. Kita dapat melakukan pengambilan keputusan dengan pendekatan apapun. Tidak salah jika kita menggunakan human judgement dalam proses pemilihan keputusan karena terdapat ilmu yang mengatur hal tersebut, namun yang terpenting adalah bahwa kita harus selalu melibatkan Allah dalam setiap usaha pencarian solusi kita. Sebagai seorang muslim kita meyakini bahwa setiap masalah datang dari Allah, dan harusnya kepada-Nya lah kita mengembalikan segala keputusan. Sebaik-baiknya metode yang kita gunakan, sebaik-baiknya analisa data yang kita lakukan, sudah pasti bahwa Allah lah yang lebih mengetahui mana yang terbaik untuk kita.

Penulis

Annisa Uswatun Khasanah, ST., M.Sc.

Dosen Teknik Industri UII