Siapa yang menjadi anggota dewan yang di bentuk oleh Umar bin Khattab untuk menggantikan dirinya sebagai khalifah?

Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah pada bulan Jumadil Akhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengangkatan Umar Ibnu Khattab menjadi khalifah kedua menjadi salah satu peristiwa penting dalam Islam yang terjadi pada bulan Jumadil Akhir. Khalifah Umar ibn Khattab ditunjuk menjadi khalifah melalui  wasiat yang diberikan oleh khalifah pertama, Abu Bakar as-Shiddiq, sebelum ia wafat.

Abu Bakar wafat pada 8 Jumadil Akhir tahun ke-13 Hijriyah. Adapula yang menyebutkan bahwa Abu Bakar wafat 21 Jumadil Akhir 13 H. Beliau wafat setelah memimpin kaum Muslim selama dua tahun.

Selama Abu Bakar memimpin sebagai khalifah, Umar berperan sebagai na'ib dan waliyyul amri. Ia selalu menyertai dan menunjukkan kesetiannya kepada Abu Bakar dalam mempertimbangkan keputusan-keputusan strategis umat Islam. Karena itulah, Abu Bakar memandang Umar sosok yang tepat sebagai pengganti dirinya dalam memimpin umat Islam.

Menjelang wafatnya, seperti dinukilkan dari buku berjudul "Kisah Hidup Umar ibn Khattab" karya Mustafa Murrad, Abu Bakar memanggil sejumlah sahabat untuk menentukan siapa khalifah selanjutnya. Abu Bakar sebenarnya telah memiliki pilihan, yakni Umar. Namun, ia meminta pertimbangan terlebih dahulu sahabat-sahabat terkemuka lainnya, seperti Abdurrahman ibn Auf, Utsman ibn Affan, dan Thalhah ibn Ubaidillah. Akhirnya, semua sepakat bahwa Ummar ibn Khattab akan menjadi khalifah selanjutnya.

Selanjutnya, Abu Bakar meminta Utsman menyegel suratnya dengan stempel Khalifah dan menyimpannya sebagai dokumen negara. Abu Bakar kemudian mendiktekan surat wasiat kekhalifahan kepada Ustman ibn Affan untuk dibacakan di hadapan kaum Muslim. Pembaiatan kepada Umar sebagai khalifah pun dilakukan.

Setelah proses baiat itu, Abu Bakar kembali memanggil Umar dan berwasiat kepadanya untuk senantiasa menegakkan agama Allah, untuk meneruskan perang di Irak dan Syam, dan selalu berpegang pada kebenaran.

Jimly Asshiddique dalam bukunya berjudul "Islam dan Kedaulatan Rakyat" menuliskan, penunjukkan Umar oleh Abu Bakar ini menurut al-Baqillani sah dan bijaksana karena beberapa alasan. Pertama, karena motivasinya baik dan tidak diragukan.

Kedua, pilihan terhadap Umar adalah pilihan yang logis, karena tidak ada orang lain yang lebih tepat untuk menduduki jabatan khalifah setelah Abu Bakar selain Umar. Ketiga, tindakan memberikan wasiat kekuasaan kepada penggantinya itu secara hukum adalah sah. Sebab, itu diambil Abu Bakar selaku khalifah yang berwenang untuk mengambil tindakan demikian.

Umar bin Khattab adalah pemimpin Islam yang mengenalkan cara pemilihan pemimpin (khalifah) melalui pengambilan suara terbanyak. Gagasan ini beliau sampaikan pada tahun terakhir kekhilafahan, guna menentukan siapa pemimpin pengganti beliau.

Sebetulnya, dalam pandangan pribadi Umar bin Khattab sudah dipetakan dan diperhitungkan siapa yang layak memimpin umat Islam setelah dirinya. Kandidat terkuat ialah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Tapi, jika beliau mengikuti jejak Abu Bakar dengan cara menunjuk pemimpin penggantinya, maka hal itu sulit dilakukan. Sebab, Utsman maupun Ali adalah dua tokoh kepercayaan Rasulullah untuk mencatat firman-firman Allah.

Atas dasar pertimbangan itulah beliau menunjuk tokoh-tokoh di antara sahabat Nabi yaitu: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaid, Zubayr bin al-Uwam, Sa'd bin Abu Wa'i. Umar tidak melibatkan dalam tim formatur itu, Abdurrahman bin Auf. Sebagaimana beliau tidak menunjuk Said bin Zaid bin Amr bin Nafil karena alasan masih sepupu khalifah sendiri. Padahal Said bin Zaid adalah salah satu dari sepuluh yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah. 

Namun, oleh sahabat yang lain, dimintakan satu perwakilan dari khalifah Umar. Lalu disepakatilah Abdullah bin Umar: Dengan catatan ia memiliki hak suara tapi tidak memiliki hak untuk dipilih.

Umar bin Khattab berpesan kepada mereka: "Aku tidak menerima perintah untuk menunjuk penggantiku baik di waktu  hidupku maupun matiku (dengan cara berwasiat). Namun yang pasti aku akan mati. Maka untuk kelangsungan masa depan umat Rasulullah Saw, aku kumpulkan kalian untuk menentukan masa depan kalian."

Umar bin Khattab tampaknya sudah memprediksi proses pemilihan khalifah penggantinya akan berlangsung ketat dan alot. Untuk itu, beliau berwasiat agar Suhaib bin Sinan al-Rumi berkenan memimpin shalat jamaah dan berdoa selama tiga hari, sesudah wafat beliau dan sampai ada kesepakatan siapa khalifah pengganti beliau.

Ramalan Umar itu terbukti. Sahabat-sahabat yang ditunjuknya membutuhkan waktu tiga hari untuk menyelesaikan tugas memilih khalifah ke-3. Pada hari pertama dan kedua, dari 6 orang yang telah ditunjuk semua hadir, terkecuali Talhah bin Ubaid. Sahabat yang lain sempat ragu dan bertanya-tanya tentang sikap Thalhah. Tapi keragu-raguan itu akhirnya terjawab sesudah Thalhah hadir di tengah-tengah mereka.

Mula-mula dari tokoh yang hadir, tiga di antaranya memilih Zubair. Tapi Zubair menolak dan melimpahkan tiga suara yang didapatnya kepada Ali. Menantu Rasulullah yang rendah hati inipun menolak dan melimpahkan suara yang diperolehnya kepada Sa'ad. Tapi lagi-lagi karena ketawadhuan Sa'ad beliau malah "melemparkan" suaranya kepada Abdurrahman bin Auf.

Hari pertama rapat menghasilkan keputusan yang belum bulat sebab di antara peserta justru memilih tokoh yang tidak termasuk dalam tim formatur yang telah disepakati.

Pada hari kedua, tim formatur menghadap Abdurrahman bin Auf untuk menyampaikan hasil keputusan sementara mereka. Tapi Abdurrahman sendiri ketika dikonfirmasi menolak penunjukan dirinya menjadi khalifah. Beliau justru berkata: “Di antara kita yang lebih berhak menjadi khalifah ialah Utsman dan Ali." 

Tim formatur tak puas dengan jawaban Abdurrahman. Sa'ad bin Abu Wa'y selaku juru bicara mendesak agar Abdurrahman memilih salah satu di antara dua tokoh: Utsman atau Ali. Setelah banyak pertimbangan, akhirnya Abdurrahman memilih Utsman bin Affan. Sekalipun sudah ada penegasan Abdurhman tapi ada yang mempertanyakan bagaimana dengan hak suara Thalhah yang belum juga hadir sampai hari kedua rapat?

Untunglah pada hari ketiga Thalhah yang sudah dinanti-nanti hadir dalam forum musyawarah sahabat-sahabat Nabi. Ketika ditanya pilihannya, beliau spontan menjatuhkan pilihan kepada Utsman bin Affan. Dengan demikian, suara terbanyak telah menunjuk Utsman bin Affan sebagai khalifah pengganti Umar bin Khattab. Pemilihan ini diikuti dengan pembaitan yang dilakukan oleh 50 sahabat terkemuka kepada khalifah terpilih.

Demikianlah kisah pertamakali pemilihan secara langsung al-khalifatur-rasyidun ke-3 dalam sejarah Islam. Walaupun berjalan alot, tapi demi kepentingan bersama, suksesi kepemimpinan dapat dilakukan secara aman dan damai. Semoga kisah ini memberikan inspirasi bagi umat Islam Indonesia dalam menyalurkan hak suara pada Pemilu 2019.

M. Ishom el-Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten)
 

Jakarta -

Menjelang wafat, Khalifah Umar bin Khattab sempat ditanya oleh salah seorang sahabat bernama Mughirah. Umar ditanya soal siapa yang akan menggantikannya sebagai khalifah, pemimpin umat Islam nantinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Umar yang saat itu sedang terbaring sakit karena enam tusukan pisau beracun merasa serba salah dan berat untuk menjawabnya. Sebab Rasulullah SAW saat meninggal, tidak menyebutkan siapa yang akan menjadi khalifah. Ketika Abu Bakar Ash Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tak ada pertentangan di antara para sahabat. Sebab mereka semua mengakui keutamaan Abu Bakar.

Abu Bakar Ash Shiddiq saat akan meninggal sempat bermusyawarah dengan para sahabat yang akhirnya memutuskan bahwa Umar bin Khattab menjadi khalifah. Penunjukkan Umar sebagai khalifah menggantikan Abu Bakar juga tak menimbulkan polemik. Ketika itu Umar dianggap sebagai orang yang paling kuat dan utama menjadi khalifah.

Kondisi berbeda dihadapi menjelang Umar bin Khattab wafat. Sang Amirul Mukminin itu awalnya tak ingin menentukan calon penggantinya ketika dia meninggal dunia. Namun para sahabat mendesak agar dia menunjuk nama penggantinya.

"Wahai Umar bin Khattab, apakah engkau ingin mengangkat Abdullah putramu sebagai pengganti," tanya salah seorang sahabat bernama Mughirah seperti dikutip dari buku, The Khalifah: Abu Bakar-Umar-Utsman-Ali karya Abdul Latip Talib.

Di atas pembaringan dalam kondisi luka parah, Umar menegaskan bahwa dia tidak akan mengangkat anggota keluarganya menjadi khalifah. "Aku tidak akan mengangkat anggota keluargaku sebagai khalifah. Aku haramkan mereka memegang jabatan itu," begitu kata pria yang oleh Rasulullah SAW diberi julukan Al-Faruq itu.

Maka Umar pun menunjuk enam sahabat untuk bermusyawarah menentukan nama khalifah baru pengganti dirinya. Enam orang yang kemudian disebut sebagai Majelis Syuro itu adalah: Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abu Waqash, Az Zubair bin Al-Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam buku, Biografi Utsman bin Affan mengatakan, Umar berusaha menjauhkan kerabatnya dari kekuasaan. Padahal ketika itu ada dua anggota keluarganya yakni, putranya Abdullah bin Umar dan kerabatnya Said bin Zaid.

Setelah Umar wafat dan dimakamkan di samping makam Rasulullah SAW dan Abu Bakar, enam orang anggota Majelis Syuro berkumpul di rumah al-Miswar bin Makramah. Abdullah putra Umar bin Khattab ikut hadir, hanya saja dia tidak memiliki hak suara. Namun kepada enam orang anggota Majelis Syuro Umar berpesan agar ketika terjadi perselisihan dalam menentukan khalifah, Abdullah bin Umar bisa dijadikan sebagai hakim penengah.

Maka setelah tiga hari bermusyawarah, Majelis Syuro dan umat Islam di Madinah sepakat mengangkat Utsman bin Affan menjadi khalifah menggantikan Umar bin Khattab. Menurut Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, Umar bin Khattab telah mewariskan sebuah lembaga politik tertinggi bernama Majelis Syuro yang tugasnya bermusyawarah memilih pemimpin negara atau khalifah.

"Sistem politik yang baru ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Terlebih prinsip musyawarah. Karena hasil keputusan enam orang dibaiat oleh kaum muslimin di masjid Jami'," tulis Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi.

(erd/erd)