Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan pengesahan akta pendirian, dan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Koperasi telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia sejak masa kolonial Hindia Belanda. Dari awal perkembangannya tujuan koperasi tidak berubah, yakni memberikan kesejahteraan terutama rakyat dari golongan ekonomi kecil. Koperasi di Indonesia sudah dikenal sejak akhir abad XIX dan berkembang di awal abad XX. Pemerintah Hindia Belanda menaruh perhatian cukup besar pada perkoperasian, mengingat usaha tersebut diminati oleh kalangan penduduk bumiputra. Pada masa kolonial Hindia Belanda usaha merintis koperasi dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari swadaya masyarakat, organisasi politik, partai politik, hingga pemerintah. Dalam perkembangannya koperasi Indonesia mengalami pasang surut. Pemerintah telah berulang kali merevisi undang-undang (UU) koperasi untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat dalam memajukan perekonomiannya. Pada era Orde Baru koperasi mengalami puncak kejayaannya. Melalui kehadiran Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa yang berkembang sejak 1970-an, koperasi menjelma menjadi unit penggerak perekonomian bagi desa-desa di Indonesia. Sejak saat itu jumlah koperasi secara nasional mencapai ribuan. Hingga kini koperasi masih diperhitungkan sebagai unit usaha kecil dan menengah. Pemerintah menyadari pentingnya kehadiran koperasi sebagai salah satu penggerak perekonomian Indonesia di tengah krisis yang melanda. 1896Patih Aria Wiriaatmadja di Purwokerto memulai suatu usaha yang disebut Hulp en Spaarbank (Bank Pertolongan dan Simpan) yang cara kerjanya mirip dengan koperasi dan mulai memberikan pinjaman kepada pegawai negeri. Ide Patih Aria Wiriaatmadja kemudian dikembangkan oleh De Wolf van Westerrode, Asisten Residen Purwokerto, Keresidenan Banyumas yang pernah belajar tentang volksbank (Bank Rakyat) di Jerman. 1898Hulp en Spaarbank diperluas dengan memberikan pinjaman kepada para petani. Namun, pemerintah kolonial tidak banyak mendukung cita-cita perkembangan koperasi saat itu. Pemerintah hanya mendirikan Bank Desa, Lumbung Desa, Rumah Gadai, dan lain-lain yang tujuan pendiriannya berbeda-beda. 1908Tahun ini merupakan periode lahirnya koperasi-koperasi pertama di Hindia Belanda yang dipelopori oleh Boedi Oetomo. Organisasi tersebut membentuk koperasi-koperasi usaha dan koperasi-koperasi rumah tangga. Pembentukan koperasi ini bertujuan untuk membantu kesejahteraan ekonomi masyarakat saat itu. 1913Sarekat Dagang Islam membentuk koperasi-koperasi toko dan koperasi-koperasi batik. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari tujuan awal pendirian Sarekat Dagang Islam untuk melindungi para pedagang-pedagang batik di Surakarta. 1915Koninklijk Besluit 7 April No. 431 dikeluarkan oleh pemerintah kolonial yang mengatur cara kerja koperasi. Mereka yang berkeinginan untuk mendirikan koperasi harus membuat anggaran dasar dalam bahasa Belanda, meminta izin kepada Gubernur Jenderal dengan biaya meterai 50 gulden, serta harus membuat akta pendirian dengan perantara notaris. Persyaratan ini dianggap terlalu berat bagi masyarakat sehingga minat pendirian koperasi menjadi turun. 1920Pemerintah mendirikan Cooperatie Commisie (Panitia Koperasi) yang terdiri dari 7 orang Eropa dan 3 orang bumiputra. Panitia Koperasi bertugas untuk mempelajari pertumbuhan koperasi di Hindia Belanda dan luar negeri terutama di negara-negara Asia. Nantinya, Panitia Koperasi akan menyusun rekomendasi kepada pemerintah kolonial untuk memperbaiki peraturan koperasi. 1927Pemerintah kolonial mengeluarkan Regeling Inlandsche Cooperative Vereeniging (Peraturan Perkumpulan Koperasi Bumiputra) yang diumumkan melalui Staatsblad No. 91. Peraturan ini mengatur tata cara mendirikan koperasi bagi bumiputra. 1929Partai Nasional Indonesia mengadakan Kongres Koperasi. Para anggota partai yang terdiri dari pemuda nasionalis dan pernah bersekolah di Belanda telah belajar tentang pergerakan koperasi di Eropa. Mereka berkeinginan untuk membagi ilmu koperasi yang telah dipelajarinya kepada masyarakat bumiputera. 1930Dibentuk Jawatan Koperasi yang dipimpin oleh Dr. JH Boeke yang sebelumnya pernah memimpin Komisi Koperasi tahun 1920. Jawatan Koperasi ini berada di dalam Departemen Binnenlands Bestuur (Departemen Dalam Negeri). 1935Jawatan Koperasi dipindahkan ke dalam Departemen Economische Zaken (Departemen Perekonomian), karena begitu banyaknya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh koperasi-koperasi saat itu. 1942Pendudukan Jepang di Hindia Belanda berpengaruh terhadap keberadaan Jawatan Koperasi. Nama Jawatan Koperasi diubah menjadi Syomin Kumiai Tyuo Djimusyo. Langkah yang dilakukan Jepang juga membuat tujuan dari koperasi berbeda sebelumnya. Hal ini mengguncang perkoperasian saat itu. 1944Jepang mengganti nama koperasi menjadi Kumiai. Jepang memanfaatkan koperasi sebagai alat perang untuk mendukung Perang Asia Raya. Koperasi digunakan untuk mengumpulkan bahan makanan (padi, jagung, ternak, dan lain sebagainya) untuk keperluan tentara Jepang. 194712 Juli 1947 195317 Juli 1953 195819 Oktober 1958 19653 Juli 1965 2 Agustus 1965 10 Agustus 1965 196612–16 Juli 1966 196719 September 1967 7 November 1967 18 Desember 1967 196914 Juli 1969 19709 Februari 1970 19716 Maret 1971 26 Maret 1971 197216 Februari 1972 Kegiatan yang diselenggarakan BUUD menjelma menjadi Koperasi Unit Desa (KUD) yang dipercaya untuk meminjam uang dari bank dan membeli barang-barang produksi sesuai tuntutan pada masa itu. 19748 Februari 1974 197729 Desember 1977 198323 April 1983 19927 Maret 1992 19 September 1992 19931 Juli 1993 199814 Maret 1998 201218 Oktober 2012 29 Oktober 2012 201518 Mei 2015 202024 Juli 2020
Arsip Kompas
Internet
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia |