Sebutkan bukti ketentuan syariat agama islam yang berhubungan dengan astronomi

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

I.PENDAHULUAN

Sejak abad ke-1 H./ 7 M. sampai pada abad ke-7 H. / 13 M. pusat perkembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia berada di Timur, sampai Barat wilayah Islam. Ke kota-kota inilah para cendekiawan datang untuk belajar atau berkonsultasi. Bagdad, Kordoba dan Kairo adalah kota-kota ke khalifahan Islam. Bagdad adalah tempat kedudukan dinasti ‘Abassiyah (132 H./ 750 M. – 656 H./ 1258 M.), Kordoba ibu kota dinasti Umayyah Barat atau Spanyol (138 H./ 756 M. – 422 H./ 1031 M.) dan Kairo Ibu kota dinasti Fatimiyah (297 H./ 909 M. – 567 H./ 1171 M.).

Bagdad, Kordoba, Kairo dan juga kota-kota lainnya berperan sebagai pusat pengkajian ilmu pengetahuan karena para khalifah dan sarjana-sarjana muslim adalah pencinta ilmu. Mereka tidak memusuhi ilmu pengetahuan bahkan berpendapat mempelajari ilmu pengetahuan adalah salah satu perintah agama. Tuhan berfirman bahwa jika manusia ingin yakin tentang kebenaranNya, maka kajilah jagat raya dan segala isinya yang diciptakan, yang semuanya bergerak dalam satu sistem alam semesta yang teratur. Namun memasuki abad pertengahan kemajuan peradaban Islam mengalami kemunduran dan pusat-pusat lembaga riset dan perpustakaan yang penuh dengan kreatifitas para ilmuan muslim pindah dari Timur ke Barat, setelah kaum muslimin menganggap “pemakruhan” mempelajari sains yang tidak khas mempelajari agama saja. Mereka kehilangan ruh Islam, sebab justru agama sendiri menyuruh umatnya mempelajari sains. Satu dari sekian sains yang cukup urgen dan berumur tua adalah ilmu astronomi.

Oleh karena itu, keilmuan alam dan peradaban Islam sedikit demi sedikit memudar, seakan dimakan zaman, sampai akhirnya secara umum telah banyak yang hancur dan musnah. Semua itu diibaratkan posil-posil yang berharga ditengah hamparan sejarah sains Islam atau peradaban Islam masa lampau, sebelum gelombang modernisasi melanda dunia. Runtuhnya peradaban Islam terjadi hampir bersamaan dengan lahirnya peradaban Barat modern, peradaban muda, penuh vitalitas dan energy yang luar biasa, membuat perkembangan pesat dan kemajuan yang menyapu semua dunia. Pada gilirannya peradaban Islam yang dulu pernah berkuasa, seolah tidak berdaya dihadapan paradaban Barat Eropa.

Tulisan ini berusaha untuk mengungkap hasil-hasil peradaban Islam klasik dalam kaitannya dengan keilmuan sains dan terlebih khusus ilmu Astronomi hasil dari peradaban Islam dulu yang dikembangkan oleh para ilmuwan Muslim. Lebih dari itu, sains Islam secara mandiri menelaah watak fenomena benda-benda langit, dan menemukan rumusan akan pergerakan tata surya, menemukan teori peta bumi, menemukan pergerakan kalender dan lain sebagainya, pada akhirnya penemuan-penemuan tersebut sangat menguntungkan terhadap beberapa jadwal ibadah dalam agama islam yang ada keterkaitannya dengan kelender tanggal. Tidak luput pula akan disampaikan dalam tulisan ini sedikit akan peran pentingnya ilmu pengetahuan dalam membangun peradaban, sera akal dan urgensinya.

II.KONSEP ISLAM TENTANG ILMU PENGETAHUAN ALAM

a.Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Menurut Islmail al Faruqi, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah mengislamkan disiplin-disiplin ilmu atau lebih tepat menghasilkan buku-buku pegangan pada level universitas dengan menuangkan kembali disiplin ilmumodern dengan vision Islam. Dengan demikain ilmu pengetahuan akan membatu menjalankan peran fungsi manusia sebagaimana yang Allah inginkan, terhindar dari sekuler-materialis, rasionalis-empirik yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan keislaman.

Menurut Ziauddin Sardar Islamisasi ilmu pengetahuan penting untuk membangun word view (pandangan dunia) dengan titik pijak utama membangun epistemologi Islam baru dan tidak hanya mensintesiskan ilmu modern dengan Islam. Adapun prinsip-prinsip dari Islamisasi ilmu pengetahuan menitiktekankan pada fondasi epistemology yang bertumpu pada; pertama, tauhidyang merupakan inti dari ajaran Islam. Kedua, kesatuan alam, maksudnya adalah apa yang Allah ciptakan tidak akan mungkin ada campur tangan pihak lain dan tidak ada kesia-siaan (Q.S. al-Baqarah: 22). Ketiga adalah kesatuan kebenaran, bahwa suber hukum Islam berupa Al Quran merupakan kebenaran subtantif, absolute dan tidak akan bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang benar. Keempat adalah kesatuan hidup, ilmu pengetahuan alam harus menjalankan satu kesatuan peran dan fungsi manusia, yaitu sebagai khalifah dan sebagai hambaNya. Kelima yaitu kesatuan umat manusia, artinya semua umat manusia dalam segala heterogensinya sama di hadapan Tuhan, juga barometer penilaian terhadap mereka hanya ketakwaannya. Oleh karena itu datangnya Islam dengan kemajuan ilmu pengetahuannya untuk semua tatanan social secara total.

b.Peran Akal dalam Islam

Manusia dinyatakan sebagai makhuluk yang berakal. Akal merupakan potensi besar intern dalam diri manusia. Namun akal dapat berperan setelah dia mengenal realitas kehidupan dalam rangka memahami isi kandungannya, maka salah satu fungsi akal adalah memahami obyek-obyek realitas-realitas itu berupa realitas empirik dan non empirik. Yang empirik masuk dalam ilmu pengetahuan alam, sedangkan yang non empirik mengenal dan memahaminya melalui jalur teks yang diturunkan dari langit.

Peran fungsi manusia mengenal ilmu pengetahuan begitu penting, terkait dengan kemudahan dalam membantu kehidupan dan menjalankan tugasnya di muka bumi ini. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan maka manusia harus memberdayakan potensi akal yang dimilikinya. Dengan ini maka sesungguhnya Islam menempatkan akal pada posisi sangat penting. Ia adalah sumber daya untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Al Ghazali mendefinisikan akal sebagai berikut:

1.Akal adalah sifat yang membedakan manusia dengan hewan.

2.Hakekat akal adalah ilmu pengetahuan yang dapat membedakan baik buruk.

3.Akal adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dan percobaan observasi.

4.Akal adalah kekuatan gharizah atau tabiat untuk mengetahui akibat dari segala sesuatu dan mencegah nafsu serta menundukkannya.

Dengan ini maka jelaslah sudah bahwa sesungguhnya Islam menempatkan akal pada posisi sangat penting yang dimiliki manusia. Ia adalah sumber daya untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Islam begitu mendukung terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu, tidak terkecuali Astronomi yang memiliki keterkaitan kuat dengan peribadatan dalam agama Islam. Tertuang dalam Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan apa yang ada di langit dan bumi dengan kemampuan daya pikirnya, akal (Q.S. 3: 190-191). Maka sungguh tidak dibenarkan kalau ada yang menyatakan ilmu mempelajari alam semesta adalah makruh, justru yang ada adalah sebaliknya.

c.Kedudukan dan Peran Ilmu Pengetahuan Alam

Astronomi merupakan salah satu dari ilmu pengetahuan alam (Kauniyah), yang mempelajarinya juga dianjurkan dalam Islam. Peran fungsi mempelajari ilmu kauniyah adalah:

1.Ilmu alam berperan dalam mengenal kekuasaan Allah. Sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh ilmuwan Thomas Carlyle “Di dalam labolatorium pengetahuan dengan seluruh sains dan ensiklopedinya, kita akan menemukan secara tepat keberadaan Tuhan.”

2.Studi akan fenomena alam dan keajaibannya akan menciptakan daya syukur dan pemanfaatan alam lebih optimal guna keberlangsungan kehidupan manusia. Tipe manusia seperti inilah yang al Quran menyebutnya sebagai Ulul Albab, cendekiawan muslim taat kepada Allah (Q.S. 2:164 dan 197).

Maka sesungguhnya tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan alam dan agama. Agama mencoba memperkenalkan penyabab terjauh dari segala sesuatu, yaitu Allah. Sedangkan ilmu pengetahuan umum (alam) mencari penyebab-benyebab terdekat. Seorang agamawan jika ditanya kenapa hujan turun? Ia akan menjawab Allah yang menurunkannnya, namun berbeda halnya jika pertanyaa itu ditujukan kepada ilmuan, ia akan memberi jawaban yang berbeda, hujan turun karena ada proses matahari menyinari air yang ada di permukaan bumi, kemudian terjadi meyiblinan, air menguap naik ke langit, terjadi pemadatan kendungan air, ketika tidak kuat menahan berat ia akan jatuh kembali ke bumi karena tarikan gravitasi dan terjadilah hujan.

Ilmu pengetahuan alam ketika mencoba mencari jawaban kenapa terjadi ini dan itu tentang fenomena alam semestra, penyebab-penyabab tersebut jika terus di cari dan ditelusuri maka akan berhenti pada satu penyebab yang tidak tersebabkan lagi, dan itulah yang di kenal dengan sebutan Tuhan. Maka ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum adalah satu kesatuan untuk membuktikan akan keberadaan Allah dan sekaligus menunjukkan akan kekuasaanNya. Maka tidak heran kalau di dalam al Quran sering menggelitik manusia untuk memperhatikan langit dan bumi.

III.PENGERTIAN ILMU ASTRONOMI

Manusia telah begitu lama ‘berkenalan’ dengan langit, ribuan tahun yang lalu. Perjalanan panjang yang ditempuh manusia untuk sampai pada era astronomi modern. Kini aspek ilmu pengetahuan tentang langit terkumpul dalam cabang keilmuan astronomi. Astronomi dipahami sebagai cabang ilmu pengetahuan yang dikembangkan berbasis pengamatan. Objek langit yang dikaji dalam astronomi mencakup tata surya, seperti komet, bulan, meteor, matahari, planet dan asteroid, bisa juga dalam lingkup galaksi, bintang-bintang dan gugusan bintang.

Sedangkan dalam Ensiklopedi menyatakan bahwa astronomi adalah pengetahuan tentang benda langit dan alam semesta, merupakan salah satu cabang pengetahuan ekskta tertua. Satuan astronomi adalah jarak menengah antara matahari dan bumi, 150 juta kilometer. Satuan ini digunakan sebagai satuan panjang bagi ukuran di dalam tata surya. Tahun astronomi ialah jumlah tepat waktu yang diperlukan bumi mengelilingi matahari, dinyatakan dalam hari, jam, menit, dan sekon. Berbeda dengan waktu sipil, atau kelender, yang dinyatakan dengan bilangan bulat.

Dari berbagai pengertian, kemudian muncullah klasifikasi ilmu yang mengambil objek langit dan bintang. Yakni ilmu astronomi dan ilmu astrologi. Ilmu astronomi mempelajari benda-benda langit secara umum. Sedangkan ilmu astrologi yaitu ilmu yang mempelajari benda-benda langit dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh benda-benda langit itu terhadap kehidupan manusia, atau yang lebih dikenal dengan ilmu nujum.

IV.PERADABAN ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN ASTORONOMI

Astronomi adalah suatu ilmu praktis bagi orang-rang Arab, sebagian karena mereka harus mengetahui arah Makkah dari setiap kota Islam, supaya bisa menghadap ke Ka’bah untuk melaksanakan sholat. Dalam astronomi seperti halnya dalam pengobatan banyak yang dihasilkan oleh bakat pengamatan yang sabar dan cermat serta observasi riset.

Berkembangnya ilmu astronomi didorong oleh hasrat ingin tahu para ilmuan untuk mengetahui gejala ruang angkasa termasuk pergerakan tatasurya, tentunya seiring dengan perintah agama untuk mengkajinya. Tetapi juga peran khusus astronomi dalam kepentingan ritual agama seperti penentuan arah kiblat dan waktu solat, awal Ramahan dan penetapan puasa-puasa lainnya, memberikan pengaruh tersendiri dalam perkembangan astronomi. Tradisi keilmuan ini merupakan sintesa antara Babilonia, Arab kuno, Persia dan India sehingga memantapkan astronomi dengan pada tempat pergumulan mereka dalam melahirkan teori-teori astronomi sebagai dasar yang lebih luas dibanding sebelumnya. Ada banyak observatorium sebagai tempat pergumulan para ilmuan astronomi guna melahirkan teori-teori astronomi dan merancang istrumen untuk mendukung kerja ilmiah.

Ada banyak riset astronomi yang dimulai dengan penerjemahan buku-buku astronomi Arab kuno, Yunani, Persia, India, dan Babilonia ke dalam bahasa Arab. Buku yang pertama di terjemahkan adalah buku Miftah an-Nujum yang dikaitkan kepada Heremes pada masa dinasti Umayyah, dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Penerjemahan ini semakin giat pada masa Abassiyah terutama masa pemerintahan Harun ar-Rasyid dan Ma’mun.

Pada masa ini ilmuan Arab dan muslim di dalam Bait al-Hikmah, yaitu sebuah lembaga ilmiah yang didirikan oleh kekhalifahan al-Ma’mun pada tahun 815 M. Bait al-Hikmah berfungsi sebagai institusi akademik, perpustakaan, biro penerjemahan dan observasi pada waktu itu. dari Bait al-Hikmah ini berhasil menerjemahkan buku astronomi al-Magest karya Ptolemy dan buku-buku tentang pergerakan bintang-bintang dari bahasa Yunani ke bahasa Arab, sambil memanfaatkan secara intensif pengetahuan Persia dan India. Selanjutnya buku-buku tersebut, terutama al-Magest Ptolemy menjadi bahasan lanjutanbeberapa tahun sesudah itu oleh ilmuwan-ilmuwan Islam, diantaranya Ibnu Sina yang menelitinya di observatorium Hamadan. Abu al-Wafa menulis dengan versi yang disederhanakan untuk lebih mudah memahami karya Ptolemy yang ditulis dalam buku al-Kamil. Selanjutnya dalam Kitab al-Hay’a Jabir Ibnu Aflah mengkritik pandangan dan pikiran Ptolemy terutama ketika ia menegaskan bahwa planet-planet yang lebih dekat, yaitu Merkurius dan Venus tidak mempunyai parallax. Sekitar 3° untuk matahari. Ia juga mengemukakan pendapat bahwa kedua pelanet tersebut lebih dekat dengan bumi dari pada dengan matahari.

Para astronomi pertama Islam yang berkembang dalam pertengahan abad ke-2 H./ ke-8 M. di Bagdad mendasarkan karya astronomi mereka pada hekekatnya atas tabel astronomi Persia dan India. Karya astronomi terpenting yang masih terpeliara berasal dari Persia zaman pra-Islam ialah Zij-I Sahi atau Zij-I Sahriyari (Astronomical Table of the King) yang dihasilkan pada tahun-tahun dinasti Sassanid atau sekitar tahun 555 M. Zij atau tabel dari berbagai bangsa tidak hanya disadur samata, tetapi mereka membetulkan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya berdasarkan pengamatan dan bacaan mereka yang diteliti.

Astronomi Muslim mengkaji ilmu matematika teoritis terapan dan pengkajian dalam bidang astronomi. Oleh karena itu dunia menemukan konstribusi ilmuwan muslim dalam bidang astronomi yang kesemuanya berkisar pada kesimpulan-kesimpulan matenatis. Hasil penelitian karya ilmuwan Arab kuno, India, Persiadan Yunani menghantarkan kepada konsklusi-konsklusi baru yang lebih teliti dan akurat. Dari sini ilmuan Barat seperti Kepler, Copernicus mendasarkan teori, sehingga memberikan sumbangsih bagi kebangkitan Eropa.

Ilmuwan-ilmuwa muslim dalam melakukan pengukuran secara umum telah mengungguli bagsa-bangsa sebelumnya. Mereka juga sangat jeli dalam mengamati bintang-bintang, matahari, bulan serta pergerakannya yang memebawa kepada kemajuan astronomi. Mereka juga memberikan perhatian besar untuk mempelajari penanggalan waktu karena hubungannya yang erat dengan astronomi.

A.Astronom Muslim Abad Klasik

1.Umar Khayyaam

Seorang astronom muslim kenamaan berhasil menciptakan kalender Paus Gregory XIII pada tahun 1528 M. hasil Umar Khayyaam ini ternyata jauh lebih baik dibandingkan dengan yang dibuat oleh Paus Gregory XIII. Kalau yang disebut terakhir ini membuat perbedaan 1 hari dalam 3330 tahun, maka kelender Umar Khayyam membuat perbedaan 1 hari dalam 5000 tahun. Usaha tersebut didasarkan pada kepentingan para petani untuk mengetahui kapan menanam dan memanen gandum dan juga penting bagi para musafir serta saudagar yang membutuhkan keterangan kapan mereka melakukan perjalanan gurun pasir dan masih banyak lagi kepentingan lainnya.

Di samping itu, dikarenakan umat Islam membangun kalender berdasarkan tahun menurut perjalanan bulan (lunar) yang permulaan bulannya bergantung pada pengelihatan sesungguhnya yang terpercaya terhadap anak bulan, maka perhatian yang diberikan oleh para ilmuan muslim pada masa keemasan untuk menentukan permulaan yang tepat terhadap bulan tersebut nampak dapat difahami. Tahun Qomariyah dalam penanggalan Islam terdiri dari 354,367068 hari. Ini sama dengan lama terjadinya dua kali gerhana secara beruntun yang terbagi menurut jeumlah gerak sirkuler rembulan. Satu tahun Qomariyah terdiri dari 1 bulan yang terbagi 29 atau 30 hari dengan patokan rata-rata 29,53059. Agar setiap tahun mempunyai jumlah yang penuh, maka ditemukan tahun kabisat yang harus muncul 11 kali dalam waktu 30 tahun, yaitu memiliki angka 2, 5, 7, 10, 13, 16, 21, 26 dan 29. Perhitungan mereka menunjukkan ketelitian yang sangat tinggi. Para astronomi muslim juga sepakat untuk menamakan bulan-bulan dengan nama yang digunakan oleh bangsa Babilonia, Kanun II, Syubbath, Azar, Nisam, Ayar, Haziran, Tammuz, Ab, Ailul, Tisyrin II dan Kanun I.

2.Al-Farghani

Nama lengkapnya Abu’l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Ia merupakan salah seorang sarjana Islam dalam bidang astronomi yang amat dikagumi. Beliau adalah merupakan salah seorang ahli astronomi pada masa Khalifah Al-Ma’mun. Dia menulis mengenai astrolabe dan menerangkan mengenai teori matematik di balik penggunaan peralatan astronomi itu. Kitabnya yang paling populer adalah Fi Harakat Al-Samawiyah wa Jaamai Ilm al-Nujum tentang kosmologi. Buku ini memberi pengaruh kuat pada dunia Barat dan banyak diterjemahkan ke dalam bernacam bahasa, termasuk ke dalam Spanyol oleh de Sevilla (John of Seville) dan Gerard Cremona pada tahun 1135 M, dan juga ke dalam beberapa bahasa yang lainnya. Dia juga bekerja di observatorium di Bagdad dan berhasil membuat jadwal apogee (Apogeum) dan perigee (Perigeum) masing-masing planet dengan sistim koresponden episikel ke dalam eksentrisitas dan elip-elip yang terdapat dalam astronomi modern.

3.Al-Battani (858-929 Masehi)

Teori al-Farghani selanjutnya diteruskan oleh al-Battani, nama panjangnya adalah Abu Abdullah Muhammad, seorang pakar astronomi berbangsa Arab. Dia menentukan secara sangat teliti garis lengkung atau kemiringan (orbit di mana matahari kelihatannya bergerak), panjangnya tahun tropis, lamanya suatu musim dan tepatnya orbit matahari serta utama planet tersebut, hingga pada akhirnya al-Battani menemukan rumusan tempo masa setiap musim dengan terperinci dan terkenal dengan bukunya yang berjudul Az-Zij.

Al-Battani dengan tegas tidak menyetujui teori Ptolemy tentang sifat imobilitas apogee tata surya dengan menunjukkan bahwa yang demikian itu merupakan subyek bagi perubahan oleh siang dan malam yang terjadi lebih awal dalam setiap tahunnya secara berturut-turut, dan bahwa dengan berpegang kepada persamaan waktu merupakan subyek bagi sekuler yang lambat. Kebalikan dari Ptolemy, al-Battani membuktikan adanya variasi diameter angular yang nampak dari matahari serta kemungkinan terjadinya gerhana-gerhana yang berbentuk seperti cincin. Al-Battani mengoreksi beberapa orbit bulan dan planet-planet lain. Di samping itu ia pun mengemukakan teori baru yang kreatif untuk menentukan kondisi-kondisi jarak pengelihatan dari suatu bulan baru dan mengoreksi nilai presesi ekinok yang didapatkan Ptolemy. Ia mencatat presesi 54,5 untuk 1 tahun dan inklinasi ekliptika dengan jari jari 23° 35. Sedangkan periode yang diperlukan adalah 54,5 detik busur tiap tahun.

4.Abu al-Wafa al-Buzjani (940-998 M.)

Pada periode setelah al-Battani, muncul astronom muslim lainnya, Abu al-Wafa yang dikenal sebagai seorang ahli astronomi dan ahli matematik Arab paling terkemuka yang pernah ada. Beliau merupakan salah seorang penterjemah yang mahir dari Yunani (Greece). Beliau telah mengarang kira-kira 5 buah buku dan yang terkenal di antaranya ialah, “al-Handasah” dalam ilmu geometri.

Abu al-Wafa al-Buzjani mengemukakan teori lunar ke-3 atau di Eropa dikenal dengan variation. Teori lunar pertama dan kedua telah diketahui oleh orang Yunani. Teori Abu al-Wafa ini merupakan kelanjutan dan sekaligus penyempurna teori astronomi Ptolemy dan al-Battani.

5.Al-Khawarismi (w. setelah 846)

Mempersembahkan kepada khalifah al-Ma’mun suatu ringkasan tabel-tebel astronomi India; dan sekitar tahun 900. Dalam suatu usaha untuk menyelesaikan perbedaan antara tabel-tebel dari sumber-sumber India, Persia dan Yunani, al-Battani atau Albategnius membuat tabel-tabel yang sangat akurat. Sistim Ptolemaik tentu saja dipakai secara universal, tetapi para astronomer Arab makin menyadari kelemahan sistim itu, walaupun mereka tidak berhasil menemukan alternative yang memuaskan.

6.Ibnu Abi ar-Rijal (w. setelah 1040 M.)

Ibnu Abi ar-Rijal adalah seorang ahli astronomi dan matematik dari Andalusia. Beliau terkenal di kalangan ulama Arab dengan buku, “al-Bari’ fi Ahkam an-Nujum”. Hasil-hasil karangan beliau telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.

7.Abu ar-Raihan al-Bairuni (973-1048 M.)

Abu ar-Raihan al-Bairuniadalah seorang pakar astronomi, sejarah, matematik, geografi, kedoktoran dan farmasi bangsa Arab. Salah seorang alim ulama Islam yang terkenal. Mengikut sejarah, beliau merupakan seorang ahli sains terkenal dan orang pertama yang menyatakan bahawa bumi beredar mengelilingi poros. Beliau telah mengarang lebih dari 120 buah buku.

8.Abu Jaafar al-Khazin (W. setelah 1010 M.)

Abu Jaafar adalah salah seorang ahli astronomi Islam yang terkemuka. Beliau sangat alim di dalam matematik dan geometri (kajiukur). Beliau juga telah mengarang lebih dari empat buah buku dan di antara yang terpenting ialah “Al-Masa’il Al-Adadiah”.

Selain astronom mulim di atas masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam tulisan sederhana kali ini.

Para astronom muslim membuat klasifikasi musim; musim semi, panas, gugur, dan musim dingin dengan tanda-tanda zodiac yang dikaitkan dengan orbit matahari. Bahkan lebih dari itu, astronom muslim saat itu sudah menciptakan instrument-instrumen yang mendukung reset astronomi. Diantarnya yang terkenal adalah astrolab, walaupun namanya berbau Yunani, alat ini dikembangkan oleh orang Islam dan kenyataannya tidak ada astrolabe Yunani yang masih tersisa. Astrolabe Islam mulai dibuat pada awal sejarah Islam dan selama ribuan tahun terakhir seni astrolabe sering memadukan seni yang indah sekali dan sangat berguna yang begitu penting bagi para navigator sebelum zaman modern. Begitu pula dengan kompas sangat bermanfaat untuk menentukan arah mata angin. Kita tidak dapat membayangkan seseorang Magellan atau Colombus berlayar di tengah lautan tanpa pertolongan astrolabe dan kompas seperti halnya juga kuadrat, sekstan, turquem dan alat observasi lainnya yang ditemukan atau disempurnakan oleh astronot, ahli matemateka dan navigator muslim.

Sementara itu Ibnu Yunus berhasil menemukan pendulumyang digunakan untuk mengetahui detik-detik waktu dalam meneropong benda-benda angkasa, seperti halnya bandul dalam jam dinding. Jadi ia jauh lebih dahulu (kurang lebih enam abad) dibandingkan Galileo Galilei (1564-1642 M.) yang selama ini di anggap sebagai penemuan alat ini. Alat ini yang diciptakan untuk mengukur gerak bintang.

Para ilmuan muslim telah mengetahui banyak tentang bumi berbentuk bulat dan gerakannya mengitari matahari, dengan bukti-bukti dan argumentasi yang kuat. Al-Mas’udi mengatakan dalam Marwaj az-Zahab wa Ma’adin. Bila matahari berada di ujung negeri cina, maka ia akan terbit di ujung cina. Itu adalah sepenuhnya lingkaran bumi. Sementara itu asy-Syarif al-Idris menyebutkan dalam bukunya Nuzah al-Musytaq bahwa bumi itu bulat seperti bulatan bola. Dari keterangan ini jelaslah kiranya bahwa para ilmuwan muslim telah menemukan bola bumi dan perputarannya mengelilingi matahari sebelum ditemukan oleh Copernicus (878-955 H.) beberapa abad kemudian. Jadi salah besar jika Barat dan sejarawan sains mengatakan bahwa penemu bumi bulat adalah Copernicus. Temuan ilmuan Islam itu sekaligus membantah pendapat berseberangan dari Ptolemy yang mengatakan bumilah sebagai poros alam semesta, sementara seluruh benda langit termasuk matahari dan planet-planet berutar mengelilingi bumi.

Di Bait al-Hikmah para ilmuan Muslim mengukur dengan sangat teliti lingkaran bumi pada masa khalifahan al-Ma’mun, khalifah dari dinasti ‘Abbasiyyah yang sengat mendorong perkembangan sains. Hasil kalkulasi mereka menunjukkan lingkaran bumi ini adalah 41.248 kilometer. Sedangkan angka ukuran lingkaran bumi yang diketahui sekarang adalah 40.070 kilometer. Dari sini jelas bahwa angka yang dicapai oleh pada ilmuan musim mendekati angka sebenarnya yang dihitung berdasarkan computer dan satelit yang bekerja dengan sinar merah.

Perhitungan lain dalam bidang astronomi yaitu tentang jarah dan ukuran benda langit. Jarak yang terdekat antara bumi dengan bintang yang terdekat adalah 25 juta mil dan ukuran bintang sebagian besar menyamai ukuran matahari, bahkan lebih panas dan besar atau paling tidak menyamai ukuran matahari. Khusus untuk jarak antara benda langit dapat penulis cantumkan pendapat al-Fargani dengan perbandigan hitungan astronom modern untuk memberikan bayangan bayangan tentang dimensi kosmos yang terbatas dengan perbandingan dengan apa yang ditemukan dalam konsepsi modern tentang sistim planet. Jarak yang diberikan al-faragi untuk aposee dan perigee setiap planet dan sistim episiklus sejajar dengan ujung-ujung elip dalam astronomi modern.

Jauh sebelum Ibnu Yunus, pernah ada astronomi lain yang meneliti jarak benda langit, yaitu Ibnu Qurrah dengan melakukan penghitungan jarah bumi ke matahari dan panjang tahun matahari. Di samping itu ialah yang membuat ringkaran al-magnet danpengantarnya.

Singkatnya karya monumental pada masa Islam Klasik telah banyak menyumbangkan perkembangan kemajuan ilmu ini. Namun sayang penemuan-penemuan para saintis Islam banyak yang tidak diakui dan bahkan diputar balikkan dengan membangun opini bahwa Barat sebagai pelopor dan menemukannya pertama kali.

B.Kontribusi Ilmu Pengetahuan Islam Terhadap Peradaban Barat

Perkembangan intelektual dikalangan umat Islam memberikan sumbangan atau pengaruh yang banyak terhadap peradaban Eropa. Peradaban eropa pada abad pertengahan baik langsung maupun tidak langsung kemudian berkembang, membentuk peradaban Barat yang lebih universal. Tampa sumbangan dan pengaruh ilmu pengetahuan Islam sulit dibayangkan kemajuan Barat bisa seperti sekarang ini.

Orang Eropa sejak awal kemajuan Islam, banyak belajar dari kaum intelektual muslim. Sikap terbuka yang ditunjukkan oleh para intelektual mulim, mengakibatkan banyak orang Barat terkemuka mendatangi pusat-pusat ilmu pengetahuan untuk berguru dan menimba ilmu. Bahkan kepala-kepala gereja Kristen atau Barat, juga menghadiri kuliah-kuliah yang diberikan oleh sarjana-sarjana muslim. Universitas-universitas Islam terutama turut mempercepat proses perluasan pengaruh permikiran Islam di Eropa, mempunyai peranan dalam melebarkan pengaruh ilmu pengetahuan Islam terhadap Barat.

Pengaruh Islam terhadap Eropa Barat sudah berlangsung sejak abad ke-12. Jauh sebelum perang Salib, Halugu Khan menaklukkan Baghdad dan meruntuhkan Abbasiyah melihat peradaban Islam yang maju, ia membawa buku-buku dari perpustakaan Baghdad dan membawanya ke Samarkand, di sanalah ia mengembangkan karya ilmiah kaum Muslimin, dan menciptakan akademi-akademi serta mengankat orang-orang yang berilmu.

Para ilmuan muslim juga berhasil menciptakan metode observasi dan ekprerimentasi, salah satu di antaranya adalah Jabir Ibn Hayyan yang mengembangkan ilmu kimia, fisika, kedokteran. Kemudian di kembangkan lagi oleh Al-Razi dalam bidang kimia dan al-Hasan dalam bidang fisika. Dengan demikian muncullah metode penelitian ilmiah yang dicetuskan pertama kalinya oleh orang muslim, dan berikutnya mengalami perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk juga ilmu astronomi. Oleh karena itulah, terdapat banyak filosof dan ilmuan muslim melatarbelakangai bengkitnya renaissance hinggamenumbuhkan kemajuan peradaban Barat di Eropa.

Di lain sisi, era sekarang kaum muslimin mengalami kemunduran, antara lain disebabkan telah banyak dibakar buku-buku dalam perpustakaan Islam terutama di Spanyol oleh Kristen Eropa, namun pemikiran Islam tetap tidak punah, bahkan membidani gerakan-gerakan kesejahteraan penting di Eropa yang mengubah wajah kebudayaan Eropa dan bahkan dunia pada Umumnya. antara lain:

1.Kembangkitan kembali (renaissance) kebudayaan Yunani Klasik pada abad ke-14 mula-mula di Italia kemudian merembet ke seluruh Eropa.

2.Gerakan pembaharuan agama Kristen mulai abad ke-16 dengan reformasi yang dilakukan oleh Luther Zuwingli dan Calvin.

3.Rasionalisme pada Abad ke-17 yang dipelopori oleh Rene Descartes dan Jhon Locke, masing-masing dari Inggris dan Prancis.

4.Pencerahan (aufklarung enlightenment) pada abad ke-18 dengan tokoh-tokohnya Voltaire, D. Diderot, Baron De Montesqu’e dari Perancis, GW. Leibniz dari Jerman dan MV. Lomonossor dari Rusia.

V.KESIMPULAN DAN PENUTUP

Melihat dari masa atau waktu lahirnya para ahli falak maupun astronomi, para ilmuwan muslim lebih dulu mempelajarinya daripada para astronomis Eropa. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendapat dan teori yang berkembang di Eropa sangat dipengaruhi oleh adanya pendapat yang telah dikemukakan dan penemuan-penemuan yang telah didapatkan oleh para cendekiawan muslim.

Tentu saja, goresan tinda ini masih belum selesai untuk membahas peradaban Islam klasik dari sisi kemajuan astronomi yang pernah gemilang. Perlu banyak usaha dalam rangka mengembalikan stamina keilmuan kaum Muslimin memimpin peradaban terdepan seperti masa keemasannya dulu, sejarah emas yang lalu, hingga dunia tahu bahwa Islam dengan al-Quran dan Haditsnya bukanlah hanya omong kosong. Kaum Muslim harus ikut serta dalam kereta kemajuan modernisasi peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan di Barat. Peradaban kaum muslimin harus berupaya menyusul kembali ketertinggalannya.

Butuh kerja keras dari semua komponen untuk mewujudkan kembali kegemilangan peradaban Islam. Keterlibatan segenap disiplin ilmu pengetahuan yang kesemuanya harus pertumpu pada nilai-nilai keislaman. Eropa Barat maju karena mereka meniggalkan agamanya, namun tidak dengan kaum Muslimin, ia akan maju dengan mendekati Agamanya. Agama yang ternyata sangat relevan dengan kemajuan jaman, bahkan lebih dari itu, dengan Kitab Sucinya merupakan rumusan kunci dari Sains dan Teknologi yang ada. Kitab suci yang datang dari Tuhan yang benar tidak akan besebrangan dengan rumusan teori alam yang diciptakan Tuhan, itulah al-Quran.

Ilmu alam berperan dalam mengenal kekuasaan Allah. Sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh ilmuwan Thomas Carlyle “Di dalam labolatorium pengetahuan dengan seluruh sains dan ensiklopedinya, kita akan menemukan secara tepat keberadaan Tuhan.” Studi akan fenomena alam dan keajaibannya akan menciptakan daya syukur dan pemanfaatan alam lebih optimal guna membantu keberlangsungan kehidupan manusia sebagai hamba Allah. Tipe manusia seperti inilah yang al Quran menyebutnya sebagai Ulul Albab, cendekiawan muslim yang taat kepada Allah (Q.S. 2:164 dan 197).

Maka seyogyanyalah kaum Muslimin tidak lagi menjauh dari ilmu alam, tidak ada lagi dokotomi ilmu agama dan ilmu alam, tidak ada lagi pemisahan antara dunia dan akhirat. Kesemuanya itu haruslah penuh dengan idealisme sebuah doa yang sering dilantunkan, meminta kebaikan kehidupan di dunia dan di akhirat.

“Aku Ingin Hidup dalam Peradaban Islam yang Gemilang…!”

DAFTAR PUSTAKA


Page 2

I.PENDAHULUAN

Sejak abad ke-1 H./ 7 M. sampai pada abad ke-7 H. / 13 M. pusat perkembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia berada di Timur, sampai Barat wilayah Islam. Ke kota-kota inilah para cendekiawan datang untuk belajar atau berkonsultasi. Bagdad, Kordoba dan Kairo adalah kota-kota ke khalifahan Islam. Bagdad adalah tempat kedudukan dinasti ‘Abassiyah (132 H./ 750 M. – 656 H./ 1258 M.), Kordoba ibu kota dinasti Umayyah Barat atau Spanyol (138 H./ 756 M. – 422 H./ 1031 M.) dan Kairo Ibu kota dinasti Fatimiyah (297 H./ 909 M. – 567 H./ 1171 M.).

Bagdad, Kordoba, Kairo dan juga kota-kota lainnya berperan sebagai pusat pengkajian ilmu pengetahuan karena para khalifah dan sarjana-sarjana muslim adalah pencinta ilmu. Mereka tidak memusuhi ilmu pengetahuan bahkan berpendapat mempelajari ilmu pengetahuan adalah salah satu perintah agama. Tuhan berfirman bahwa jika manusia ingin yakin tentang kebenaranNya, maka kajilah jagat raya dan segala isinya yang diciptakan, yang semuanya bergerak dalam satu sistem alam semesta yang teratur. Namun memasuki abad pertengahan kemajuan peradaban Islam mengalami kemunduran dan pusat-pusat lembaga riset dan perpustakaan yang penuh dengan kreatifitas para ilmuan muslim pindah dari Timur ke Barat, setelah kaum muslimin menganggap “pemakruhan” mempelajari sains yang tidak khas mempelajari agama saja. Mereka kehilangan ruh Islam, sebab justru agama sendiri menyuruh umatnya mempelajari sains. Satu dari sekian sains yang cukup urgen dan berumur tua adalah ilmu astronomi.

Oleh karena itu, keilmuan alam dan peradaban Islam sedikit demi sedikit memudar, seakan dimakan zaman, sampai akhirnya secara umum telah banyak yang hancur dan musnah. Semua itu diibaratkan posil-posil yang berharga ditengah hamparan sejarah sains Islam atau peradaban Islam masa lampau, sebelum gelombang modernisasi melanda dunia. Runtuhnya peradaban Islam terjadi hampir bersamaan dengan lahirnya peradaban Barat modern, peradaban muda, penuh vitalitas dan energy yang luar biasa, membuat perkembangan pesat dan kemajuan yang menyapu semua dunia. Pada gilirannya peradaban Islam yang dulu pernah berkuasa, seolah tidak berdaya dihadapan paradaban Barat Eropa.

Tulisan ini berusaha untuk mengungkap hasil-hasil peradaban Islam klasik dalam kaitannya dengan keilmuan sains dan terlebih khusus ilmu Astronomi hasil dari peradaban Islam dulu yang dikembangkan oleh para ilmuwan Muslim. Lebih dari itu, sains Islam secara mandiri menelaah watak fenomena benda-benda langit, dan menemukan rumusan akan pergerakan tata surya, menemukan teori peta bumi, menemukan pergerakan kalender dan lain sebagainya, pada akhirnya penemuan-penemuan tersebut sangat menguntungkan terhadap beberapa jadwal ibadah dalam agama islam yang ada keterkaitannya dengan kelender tanggal. Tidak luput pula akan disampaikan dalam tulisan ini sedikit akan peran pentingnya ilmu pengetahuan dalam membangun peradaban, sera akal dan urgensinya.

II.KONSEP ISLAM TENTANG ILMU PENGETAHUAN ALAM

a.Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Menurut Islmail al Faruqi, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah mengislamkan disiplin-disiplin ilmu atau lebih tepat menghasilkan buku-buku pegangan pada level universitas dengan menuangkan kembali disiplin ilmumodern dengan vision Islam. Dengan demikain ilmu pengetahuan akan membatu menjalankan peran fungsi manusia sebagaimana yang Allah inginkan, terhindar dari sekuler-materialis, rasionalis-empirik yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan keislaman.

Menurut Ziauddin Sardar Islamisasi ilmu pengetahuan penting untuk membangun word view (pandangan dunia) dengan titik pijak utama membangun epistemologi Islam baru dan tidak hanya mensintesiskan ilmu modern dengan Islam. Adapun prinsip-prinsip dari Islamisasi ilmu pengetahuan menitiktekankan pada fondasi epistemology yang bertumpu pada; pertama, tauhidyang merupakan inti dari ajaran Islam. Kedua, kesatuan alam, maksudnya adalah apa yang Allah ciptakan tidak akan mungkin ada campur tangan pihak lain dan tidak ada kesia-siaan (Q.S. al-Baqarah: 22). Ketiga adalah kesatuan kebenaran, bahwa suber hukum Islam berupa Al Quran merupakan kebenaran subtantif, absolute dan tidak akan bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang benar. Keempat adalah kesatuan hidup, ilmu pengetahuan alam harus menjalankan satu kesatuan peran dan fungsi manusia, yaitu sebagai khalifah dan sebagai hambaNya. Kelima yaitu kesatuan umat manusia, artinya semua umat manusia dalam segala heterogensinya sama di hadapan Tuhan, juga barometer penilaian terhadap mereka hanya ketakwaannya. Oleh karena itu datangnya Islam dengan kemajuan ilmu pengetahuannya untuk semua tatanan social secara total.

b.Peran Akal dalam Islam

Manusia dinyatakan sebagai makhuluk yang berakal. Akal merupakan potensi besar intern dalam diri manusia. Namun akal dapat berperan setelah dia mengenal realitas kehidupan dalam rangka memahami isi kandungannya, maka salah satu fungsi akal adalah memahami obyek-obyek realitas-realitas itu berupa realitas empirik dan non empirik. Yang empirik masuk dalam ilmu pengetahuan alam, sedangkan yang non empirik mengenal dan memahaminya melalui jalur teks yang diturunkan dari langit.

Peran fungsi manusia mengenal ilmu pengetahuan begitu penting, terkait dengan kemudahan dalam membantu kehidupan dan menjalankan tugasnya di muka bumi ini. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan maka manusia harus memberdayakan potensi akal yang dimilikinya. Dengan ini maka sesungguhnya Islam menempatkan akal pada posisi sangat penting. Ia adalah sumber daya untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Al Ghazali mendefinisikan akal sebagai berikut:

1.Akal adalah sifat yang membedakan manusia dengan hewan.

2.Hakekat akal adalah ilmu pengetahuan yang dapat membedakan baik buruk.

3.Akal adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dan percobaan observasi.

4.Akal adalah kekuatan gharizah atau tabiat untuk mengetahui akibat dari segala sesuatu dan mencegah nafsu serta menundukkannya.

Dengan ini maka jelaslah sudah bahwa sesungguhnya Islam menempatkan akal pada posisi sangat penting yang dimiliki manusia. Ia adalah sumber daya untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Islam begitu mendukung terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu, tidak terkecuali Astronomi yang memiliki keterkaitan kuat dengan peribadatan dalam agama Islam. Tertuang dalam Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan apa yang ada di langit dan bumi dengan kemampuan daya pikirnya, akal (Q.S. 3: 190-191). Maka sungguh tidak dibenarkan kalau ada yang menyatakan ilmu mempelajari alam semesta adalah makruh, justru yang ada adalah sebaliknya.

c.Kedudukan dan Peran Ilmu Pengetahuan Alam

Astronomi merupakan salah satu dari ilmu pengetahuan alam (Kauniyah), yang mempelajarinya juga dianjurkan dalam Islam. Peran fungsi mempelajari ilmu kauniyah adalah:

1.Ilmu alam berperan dalam mengenal kekuasaan Allah. Sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh ilmuwan Thomas Carlyle “Di dalam labolatorium pengetahuan dengan seluruh sains dan ensiklopedinya, kita akan menemukan secara tepat keberadaan Tuhan.”

2.Studi akan fenomena alam dan keajaibannya akan menciptakan daya syukur dan pemanfaatan alam lebih optimal guna keberlangsungan kehidupan manusia. Tipe manusia seperti inilah yang al Quran menyebutnya sebagai Ulul Albab, cendekiawan muslim taat kepada Allah (Q.S. 2:164 dan 197).

Maka sesungguhnya tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan alam dan agama. Agama mencoba memperkenalkan penyabab terjauh dari segala sesuatu, yaitu Allah. Sedangkan ilmu pengetahuan umum (alam) mencari penyebab-benyebab terdekat. Seorang agamawan jika ditanya kenapa hujan turun? Ia akan menjawab Allah yang menurunkannnya, namun berbeda halnya jika pertanyaa itu ditujukan kepada ilmuan, ia akan memberi jawaban yang berbeda, hujan turun karena ada proses matahari menyinari air yang ada di permukaan bumi, kemudian terjadi meyiblinan, air menguap naik ke langit, terjadi pemadatan kendungan air, ketika tidak kuat menahan berat ia akan jatuh kembali ke bumi karena tarikan gravitasi dan terjadilah hujan.

Ilmu pengetahuan alam ketika mencoba mencari jawaban kenapa terjadi ini dan itu tentang fenomena alam semestra, penyebab-penyabab tersebut jika terus di cari dan ditelusuri maka akan berhenti pada satu penyebab yang tidak tersebabkan lagi, dan itulah yang di kenal dengan sebutan Tuhan. Maka ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum adalah satu kesatuan untuk membuktikan akan keberadaan Allah dan sekaligus menunjukkan akan kekuasaanNya. Maka tidak heran kalau di dalam al Quran sering menggelitik manusia untuk memperhatikan langit dan bumi.

III.PENGERTIAN ILMU ASTRONOMI

Manusia telah begitu lama ‘berkenalan’ dengan langit, ribuan tahun yang lalu. Perjalanan panjang yang ditempuh manusia untuk sampai pada era astronomi modern. Kini aspek ilmu pengetahuan tentang langit terkumpul dalam cabang keilmuan astronomi. Astronomi dipahami sebagai cabang ilmu pengetahuan yang dikembangkan berbasis pengamatan. Objek langit yang dikaji dalam astronomi mencakup tata surya, seperti komet, bulan, meteor, matahari, planet dan asteroid, bisa juga dalam lingkup galaksi, bintang-bintang dan gugusan bintang.

Sedangkan dalam Ensiklopedi menyatakan bahwa astronomi adalah pengetahuan tentang benda langit dan alam semesta, merupakan salah satu cabang pengetahuan ekskta tertua. Satuan astronomi adalah jarak menengah antara matahari dan bumi, 150 juta kilometer. Satuan ini digunakan sebagai satuan panjang bagi ukuran di dalam tata surya. Tahun astronomi ialah jumlah tepat waktu yang diperlukan bumi mengelilingi matahari, dinyatakan dalam hari, jam, menit, dan sekon. Berbeda dengan waktu sipil, atau kelender, yang dinyatakan dengan bilangan bulat.

Dari berbagai pengertian, kemudian muncullah klasifikasi ilmu yang mengambil objek langit dan bintang. Yakni ilmu astronomi dan ilmu astrologi. Ilmu astronomi mempelajari benda-benda langit secara umum. Sedangkan ilmu astrologi yaitu ilmu yang mempelajari benda-benda langit dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh benda-benda langit itu terhadap kehidupan manusia, atau yang lebih dikenal dengan ilmu nujum.

IV.PERADABAN ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN ASTORONOMI

Astronomi adalah suatu ilmu praktis bagi orang-rang Arab, sebagian karena mereka harus mengetahui arah Makkah dari setiap kota Islam, supaya bisa menghadap ke Ka’bah untuk melaksanakan sholat. Dalam astronomi seperti halnya dalam pengobatan banyak yang dihasilkan oleh bakat pengamatan yang sabar dan cermat serta observasi riset.

Berkembangnya ilmu astronomi didorong oleh hasrat ingin tahu para ilmuan untuk mengetahui gejala ruang angkasa termasuk pergerakan tatasurya, tentunya seiring dengan perintah agama untuk mengkajinya. Tetapi juga peran khusus astronomi dalam kepentingan ritual agama seperti penentuan arah kiblat dan waktu solat, awal Ramahan dan penetapan puasa-puasa lainnya, memberikan pengaruh tersendiri dalam perkembangan astronomi. Tradisi keilmuan ini merupakan sintesa antara Babilonia, Arab kuno, Persia dan India sehingga memantapkan astronomi dengan pada tempat pergumulan mereka dalam melahirkan teori-teori astronomi sebagai dasar yang lebih luas dibanding sebelumnya. Ada banyak observatorium sebagai tempat pergumulan para ilmuan astronomi guna melahirkan teori-teori astronomi dan merancang istrumen untuk mendukung kerja ilmiah.

Ada banyak riset astronomi yang dimulai dengan penerjemahan buku-buku astronomi Arab kuno, Yunani, Persia, India, dan Babilonia ke dalam bahasa Arab. Buku yang pertama di terjemahkan adalah buku Miftah an-Nujum yang dikaitkan kepada Heremes pada masa dinasti Umayyah, dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Penerjemahan ini semakin giat pada masa Abassiyah terutama masa pemerintahan Harun ar-Rasyid dan Ma’mun.

Pada masa ini ilmuan Arab dan muslim di dalam Bait al-Hikmah, yaitu sebuah lembaga ilmiah yang didirikan oleh kekhalifahan al-Ma’mun pada tahun 815 M. Bait al-Hikmah berfungsi sebagai institusi akademik, perpustakaan, biro penerjemahan dan observasi pada waktu itu. dari Bait al-Hikmah ini berhasil menerjemahkan buku astronomi al-Magest karya Ptolemy dan buku-buku tentang pergerakan bintang-bintang dari bahasa Yunani ke bahasa Arab, sambil memanfaatkan secara intensif pengetahuan Persia dan India. Selanjutnya buku-buku tersebut, terutama al-Magest Ptolemy menjadi bahasan lanjutanbeberapa tahun sesudah itu oleh ilmuwan-ilmuwan Islam, diantaranya Ibnu Sina yang menelitinya di observatorium Hamadan. Abu al-Wafa menulis dengan versi yang disederhanakan untuk lebih mudah memahami karya Ptolemy yang ditulis dalam buku al-Kamil. Selanjutnya dalam Kitab al-Hay’a Jabir Ibnu Aflah mengkritik pandangan dan pikiran Ptolemy terutama ketika ia menegaskan bahwa planet-planet yang lebih dekat, yaitu Merkurius dan Venus tidak mempunyai parallax. Sekitar 3° untuk matahari. Ia juga mengemukakan pendapat bahwa kedua pelanet tersebut lebih dekat dengan bumi dari pada dengan matahari.

Para astronomi pertama Islam yang berkembang dalam pertengahan abad ke-2 H./ ke-8 M. di Bagdad mendasarkan karya astronomi mereka pada hekekatnya atas tabel astronomi Persia dan India. Karya astronomi terpenting yang masih terpeliara berasal dari Persia zaman pra-Islam ialah Zij-I Sahi atau Zij-I Sahriyari (Astronomical Table of the King) yang dihasilkan pada tahun-tahun dinasti Sassanid atau sekitar tahun 555 M. Zij atau tabel dari berbagai bangsa tidak hanya disadur samata, tetapi mereka membetulkan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya berdasarkan pengamatan dan bacaan mereka yang diteliti.

Astronomi Muslim mengkaji ilmu matematika teoritis terapan dan pengkajian dalam bidang astronomi. Oleh karena itu dunia menemukan konstribusi ilmuwan muslim dalam bidang astronomi yang kesemuanya berkisar pada kesimpulan-kesimpulan matenatis. Hasil penelitian karya ilmuwan Arab kuno, India, Persiadan Yunani menghantarkan kepada konsklusi-konsklusi baru yang lebih teliti dan akurat. Dari sini ilmuan Barat seperti Kepler, Copernicus mendasarkan teori, sehingga memberikan sumbangsih bagi kebangkitan Eropa.

Ilmuwan-ilmuwa muslim dalam melakukan pengukuran secara umum telah mengungguli bagsa-bangsa sebelumnya. Mereka juga sangat jeli dalam mengamati bintang-bintang, matahari, bulan serta pergerakannya yang memebawa kepada kemajuan astronomi. Mereka juga memberikan perhatian besar untuk mempelajari penanggalan waktu karena hubungannya yang erat dengan astronomi.

A.Astronom Muslim Abad Klasik

1.Umar Khayyaam

Seorang astronom muslim kenamaan berhasil menciptakan kalender Paus Gregory XIII pada tahun 1528 M. hasil Umar Khayyaam ini ternyata jauh lebih baik dibandingkan dengan yang dibuat oleh Paus Gregory XIII. Kalau yang disebut terakhir ini membuat perbedaan 1 hari dalam 3330 tahun, maka kelender Umar Khayyam membuat perbedaan 1 hari dalam 5000 tahun. Usaha tersebut didasarkan pada kepentingan para petani untuk mengetahui kapan menanam dan memanen gandum dan juga penting bagi para musafir serta saudagar yang membutuhkan keterangan kapan mereka melakukan perjalanan gurun pasir dan masih banyak lagi kepentingan lainnya.

Di samping itu, dikarenakan umat Islam membangun kalender berdasarkan tahun menurut perjalanan bulan (lunar) yang permulaan bulannya bergantung pada pengelihatan sesungguhnya yang terpercaya terhadap anak bulan, maka perhatian yang diberikan oleh para ilmuan muslim pada masa keemasan untuk menentukan permulaan yang tepat terhadap bulan tersebut nampak dapat difahami. Tahun Qomariyah dalam penanggalan Islam terdiri dari 354,367068 hari. Ini sama dengan lama terjadinya dua kali gerhana secara beruntun yang terbagi menurut jeumlah gerak sirkuler rembulan. Satu tahun Qomariyah terdiri dari 1 bulan yang terbagi 29 atau 30 hari dengan patokan rata-rata 29,53059. Agar setiap tahun mempunyai jumlah yang penuh, maka ditemukan tahun kabisat yang harus muncul 11 kali dalam waktu 30 tahun, yaitu memiliki angka 2, 5, 7, 10, 13, 16, 21, 26 dan 29. Perhitungan mereka menunjukkan ketelitian yang sangat tinggi. Para astronomi muslim juga sepakat untuk menamakan bulan-bulan dengan nama yang digunakan oleh bangsa Babilonia, Kanun II, Syubbath, Azar, Nisam, Ayar, Haziran, Tammuz, Ab, Ailul, Tisyrin II dan Kanun I.

2.Al-Farghani

Nama lengkapnya Abu’l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Ia merupakan salah seorang sarjana Islam dalam bidang astronomi yang amat dikagumi. Beliau adalah merupakan salah seorang ahli astronomi pada masa Khalifah Al-Ma’mun. Dia menulis mengenai astrolabe dan menerangkan mengenai teori matematik di balik penggunaan peralatan astronomi itu. Kitabnya yang paling populer adalah Fi Harakat Al-Samawiyah wa Jaamai Ilm al-Nujum tentang kosmologi. Buku ini memberi pengaruh kuat pada dunia Barat dan banyak diterjemahkan ke dalam bernacam bahasa, termasuk ke dalam Spanyol oleh de Sevilla (John of Seville) dan Gerard Cremona pada tahun 1135 M, dan juga ke dalam beberapa bahasa yang lainnya. Dia juga bekerja di observatorium di Bagdad dan berhasil membuat jadwal apogee (Apogeum) dan perigee (Perigeum) masing-masing planet dengan sistim koresponden episikel ke dalam eksentrisitas dan elip-elip yang terdapat dalam astronomi modern.

3.Al-Battani (858-929 Masehi)

Teori al-Farghani selanjutnya diteruskan oleh al-Battani, nama panjangnya adalah Abu Abdullah Muhammad, seorang pakar astronomi berbangsa Arab. Dia menentukan secara sangat teliti garis lengkung atau kemiringan (orbit di mana matahari kelihatannya bergerak), panjangnya tahun tropis, lamanya suatu musim dan tepatnya orbit matahari serta utama planet tersebut, hingga pada akhirnya al-Battani menemukan rumusan tempo masa setiap musim dengan terperinci dan terkenal dengan bukunya yang berjudul Az-Zij.

Al-Battani dengan tegas tidak menyetujui teori Ptolemy tentang sifat imobilitas apogee tata surya dengan menunjukkan bahwa yang demikian itu merupakan subyek bagi perubahan oleh siang dan malam yang terjadi lebih awal dalam setiap tahunnya secara berturut-turut, dan bahwa dengan berpegang kepada persamaan waktu merupakan subyek bagi sekuler yang lambat. Kebalikan dari Ptolemy, al-Battani membuktikan adanya variasi diameter angular yang nampak dari matahari serta kemungkinan terjadinya gerhana-gerhana yang berbentuk seperti cincin. Al-Battani mengoreksi beberapa orbit bulan dan planet-planet lain. Di samping itu ia pun mengemukakan teori baru yang kreatif untuk menentukan kondisi-kondisi jarak pengelihatan dari suatu bulan baru dan mengoreksi nilai presesi ekinok yang didapatkan Ptolemy. Ia mencatat presesi 54,5 untuk 1 tahun dan inklinasi ekliptika dengan jari jari 23° 35. Sedangkan periode yang diperlukan adalah 54,5 detik busur tiap tahun.

4.Abu al-Wafa al-Buzjani (940-998 M.)

Pada periode setelah al-Battani, muncul astronom muslim lainnya, Abu al-Wafa yang dikenal sebagai seorang ahli astronomi dan ahli matematik Arab paling terkemuka yang pernah ada. Beliau merupakan salah seorang penterjemah yang mahir dari Yunani (Greece). Beliau telah mengarang kira-kira 5 buah buku dan yang terkenal di antaranya ialah, “al-Handasah” dalam ilmu geometri.

Abu al-Wafa al-Buzjani mengemukakan teori lunar ke-3 atau di Eropa dikenal dengan variation. Teori lunar pertama dan kedua telah diketahui oleh orang Yunani. Teori Abu al-Wafa ini merupakan kelanjutan dan sekaligus penyempurna teori astronomi Ptolemy dan al-Battani.

5.Al-Khawarismi (w. setelah 846)

Mempersembahkan kepada khalifah al-Ma’mun suatu ringkasan tabel-tebel astronomi India; dan sekitar tahun 900. Dalam suatu usaha untuk menyelesaikan perbedaan antara tabel-tebel dari sumber-sumber India, Persia dan Yunani, al-Battani atau Albategnius membuat tabel-tabel yang sangat akurat. Sistim Ptolemaik tentu saja dipakai secara universal, tetapi para astronomer Arab makin menyadari kelemahan sistim itu, walaupun mereka tidak berhasil menemukan alternative yang memuaskan.

6.Ibnu Abi ar-Rijal (w. setelah 1040 M.)

Ibnu Abi ar-Rijal adalah seorang ahli astronomi dan matematik dari Andalusia. Beliau terkenal di kalangan ulama Arab dengan buku, “al-Bari’ fi Ahkam an-Nujum”. Hasil-hasil karangan beliau telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.

7.Abu ar-Raihan al-Bairuni (973-1048 M.)

Abu ar-Raihan al-Bairuniadalah seorang pakar astronomi, sejarah, matematik, geografi, kedoktoran dan farmasi bangsa Arab. Salah seorang alim ulama Islam yang terkenal. Mengikut sejarah, beliau merupakan seorang ahli sains terkenal dan orang pertama yang menyatakan bahawa bumi beredar mengelilingi poros. Beliau telah mengarang lebih dari 120 buah buku.

8.Abu Jaafar al-Khazin (W. setelah 1010 M.)

Abu Jaafar adalah salah seorang ahli astronomi Islam yang terkemuka. Beliau sangat alim di dalam matematik dan geometri (kajiukur). Beliau juga telah mengarang lebih dari empat buah buku dan di antara yang terpenting ialah “Al-Masa’il Al-Adadiah”.

Selain astronom mulim di atas masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam tulisan sederhana kali ini.

Para astronom muslim membuat klasifikasi musim; musim semi, panas, gugur, dan musim dingin dengan tanda-tanda zodiac yang dikaitkan dengan orbit matahari. Bahkan lebih dari itu, astronom muslim saat itu sudah menciptakan instrument-instrumen yang mendukung reset astronomi. Diantarnya yang terkenal adalah astrolab, walaupun namanya berbau Yunani, alat ini dikembangkan oleh orang Islam dan kenyataannya tidak ada astrolabe Yunani yang masih tersisa. Astrolabe Islam mulai dibuat pada awal sejarah Islam dan selama ribuan tahun terakhir seni astrolabe sering memadukan seni yang indah sekali dan sangat berguna yang begitu penting bagi para navigator sebelum zaman modern. Begitu pula dengan kompas sangat bermanfaat untuk menentukan arah mata angin. Kita tidak dapat membayangkan seseorang Magellan atau Colombus berlayar di tengah lautan tanpa pertolongan astrolabe dan kompas seperti halnya juga kuadrat, sekstan, turquem dan alat observasi lainnya yang ditemukan atau disempurnakan oleh astronot, ahli matemateka dan navigator muslim.

Sementara itu Ibnu Yunus berhasil menemukan pendulumyang digunakan untuk mengetahui detik-detik waktu dalam meneropong benda-benda angkasa, seperti halnya bandul dalam jam dinding. Jadi ia jauh lebih dahulu (kurang lebih enam abad) dibandingkan Galileo Galilei (1564-1642 M.) yang selama ini di anggap sebagai penemuan alat ini. Alat ini yang diciptakan untuk mengukur gerak bintang.

Para ilmuan muslim telah mengetahui banyak tentang bumi berbentuk bulat dan gerakannya mengitari matahari, dengan bukti-bukti dan argumentasi yang kuat. Al-Mas’udi mengatakan dalam Marwaj az-Zahab wa Ma’adin. Bila matahari berada di ujung negeri cina, maka ia akan terbit di ujung cina. Itu adalah sepenuhnya lingkaran bumi. Sementara itu asy-Syarif al-Idris menyebutkan dalam bukunya Nuzah al-Musytaq bahwa bumi itu bulat seperti bulatan bola. Dari keterangan ini jelaslah kiranya bahwa para ilmuwan muslim telah menemukan bola bumi dan perputarannya mengelilingi matahari sebelum ditemukan oleh Copernicus (878-955 H.) beberapa abad kemudian. Jadi salah besar jika Barat dan sejarawan sains mengatakan bahwa penemu bumi bulat adalah Copernicus. Temuan ilmuan Islam itu sekaligus membantah pendapat berseberangan dari Ptolemy yang mengatakan bumilah sebagai poros alam semesta, sementara seluruh benda langit termasuk matahari dan planet-planet berutar mengelilingi bumi.

Di Bait al-Hikmah para ilmuan Muslim mengukur dengan sangat teliti lingkaran bumi pada masa khalifahan al-Ma’mun, khalifah dari dinasti ‘Abbasiyyah yang sengat mendorong perkembangan sains. Hasil kalkulasi mereka menunjukkan lingkaran bumi ini adalah 41.248 kilometer. Sedangkan angka ukuran lingkaran bumi yang diketahui sekarang adalah 40.070 kilometer. Dari sini jelas bahwa angka yang dicapai oleh pada ilmuan musim mendekati angka sebenarnya yang dihitung berdasarkan computer dan satelit yang bekerja dengan sinar merah.

Perhitungan lain dalam bidang astronomi yaitu tentang jarah dan ukuran benda langit. Jarak yang terdekat antara bumi dengan bintang yang terdekat adalah 25 juta mil dan ukuran bintang sebagian besar menyamai ukuran matahari, bahkan lebih panas dan besar atau paling tidak menyamai ukuran matahari. Khusus untuk jarak antara benda langit dapat penulis cantumkan pendapat al-Fargani dengan perbandigan hitungan astronom modern untuk memberikan bayangan bayangan tentang dimensi kosmos yang terbatas dengan perbandingan dengan apa yang ditemukan dalam konsepsi modern tentang sistim planet. Jarak yang diberikan al-faragi untuk aposee dan perigee setiap planet dan sistim episiklus sejajar dengan ujung-ujung elip dalam astronomi modern.

Jauh sebelum Ibnu Yunus, pernah ada astronomi lain yang meneliti jarak benda langit, yaitu Ibnu Qurrah dengan melakukan penghitungan jarah bumi ke matahari dan panjang tahun matahari. Di samping itu ialah yang membuat ringkaran al-magnet danpengantarnya.

Singkatnya karya monumental pada masa Islam Klasik telah banyak menyumbangkan perkembangan kemajuan ilmu ini. Namun sayang penemuan-penemuan para saintis Islam banyak yang tidak diakui dan bahkan diputar balikkan dengan membangun opini bahwa Barat sebagai pelopor dan menemukannya pertama kali.

B.Kontribusi Ilmu Pengetahuan Islam Terhadap Peradaban Barat

Perkembangan intelektual dikalangan umat Islam memberikan sumbangan atau pengaruh yang banyak terhadap peradaban Eropa. Peradaban eropa pada abad pertengahan baik langsung maupun tidak langsung kemudian berkembang, membentuk peradaban Barat yang lebih universal. Tampa sumbangan dan pengaruh ilmu pengetahuan Islam sulit dibayangkan kemajuan Barat bisa seperti sekarang ini.

Orang Eropa sejak awal kemajuan Islam, banyak belajar dari kaum intelektual muslim. Sikap terbuka yang ditunjukkan oleh para intelektual mulim, mengakibatkan banyak orang Barat terkemuka mendatangi pusat-pusat ilmu pengetahuan untuk berguru dan menimba ilmu. Bahkan kepala-kepala gereja Kristen atau Barat, juga menghadiri kuliah-kuliah yang diberikan oleh sarjana-sarjana muslim. Universitas-universitas Islam terutama turut mempercepat proses perluasan pengaruh permikiran Islam di Eropa, mempunyai peranan dalam melebarkan pengaruh ilmu pengetahuan Islam terhadap Barat.

Pengaruh Islam terhadap Eropa Barat sudah berlangsung sejak abad ke-12. Jauh sebelum perang Salib, Halugu Khan menaklukkan Baghdad dan meruntuhkan Abbasiyah melihat peradaban Islam yang maju, ia membawa buku-buku dari perpustakaan Baghdad dan membawanya ke Samarkand, di sanalah ia mengembangkan karya ilmiah kaum Muslimin, dan menciptakan akademi-akademi serta mengankat orang-orang yang berilmu.

Para ilmuan muslim juga berhasil menciptakan metode observasi dan ekprerimentasi, salah satu di antaranya adalah Jabir Ibn Hayyan yang mengembangkan ilmu kimia, fisika, kedokteran. Kemudian di kembangkan lagi oleh Al-Razi dalam bidang kimia dan al-Hasan dalam bidang fisika. Dengan demikian muncullah metode penelitian ilmiah yang dicetuskan pertama kalinya oleh orang muslim, dan berikutnya mengalami perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk juga ilmu astronomi. Oleh karena itulah, terdapat banyak filosof dan ilmuan muslim melatarbelakangai bengkitnya renaissance hinggamenumbuhkan kemajuan peradaban Barat di Eropa.

Di lain sisi, era sekarang kaum muslimin mengalami kemunduran, antara lain disebabkan telah banyak dibakar buku-buku dalam perpustakaan Islam terutama di Spanyol oleh Kristen Eropa, namun pemikiran Islam tetap tidak punah, bahkan membidani gerakan-gerakan kesejahteraan penting di Eropa yang mengubah wajah kebudayaan Eropa dan bahkan dunia pada Umumnya. antara lain:

1.Kembangkitan kembali (renaissance) kebudayaan Yunani Klasik pada abad ke-14 mula-mula di Italia kemudian merembet ke seluruh Eropa.

2.Gerakan pembaharuan agama Kristen mulai abad ke-16 dengan reformasi yang dilakukan oleh Luther Zuwingli dan Calvin.

3.Rasionalisme pada Abad ke-17 yang dipelopori oleh Rene Descartes dan Jhon Locke, masing-masing dari Inggris dan Prancis.

4.Pencerahan (aufklarung enlightenment) pada abad ke-18 dengan tokoh-tokohnya Voltaire, D. Diderot, Baron De Montesqu’e dari Perancis, GW. Leibniz dari Jerman dan MV. Lomonossor dari Rusia.

V.KESIMPULAN DAN PENUTUP

Melihat dari masa atau waktu lahirnya para ahli falak maupun astronomi, para ilmuwan muslim lebih dulu mempelajarinya daripada para astronomis Eropa. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendapat dan teori yang berkembang di Eropa sangat dipengaruhi oleh adanya pendapat yang telah dikemukakan dan penemuan-penemuan yang telah didapatkan oleh para cendekiawan muslim.

Tentu saja, goresan tinda ini masih belum selesai untuk membahas peradaban Islam klasik dari sisi kemajuan astronomi yang pernah gemilang. Perlu banyak usaha dalam rangka mengembalikan stamina keilmuan kaum Muslimin memimpin peradaban terdepan seperti masa keemasannya dulu, sejarah emas yang lalu, hingga dunia tahu bahwa Islam dengan al-Quran dan Haditsnya bukanlah hanya omong kosong. Kaum Muslim harus ikut serta dalam kereta kemajuan modernisasi peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan di Barat. Peradaban kaum muslimin harus berupaya menyusul kembali ketertinggalannya.

Butuh kerja keras dari semua komponen untuk mewujudkan kembali kegemilangan peradaban Islam. Keterlibatan segenap disiplin ilmu pengetahuan yang kesemuanya harus pertumpu pada nilai-nilai keislaman. Eropa Barat maju karena mereka meniggalkan agamanya, namun tidak dengan kaum Muslimin, ia akan maju dengan mendekati Agamanya. Agama yang ternyata sangat relevan dengan kemajuan jaman, bahkan lebih dari itu, dengan Kitab Sucinya merupakan rumusan kunci dari Sains dan Teknologi yang ada. Kitab suci yang datang dari Tuhan yang benar tidak akan besebrangan dengan rumusan teori alam yang diciptakan Tuhan, itulah al-Quran.

Ilmu alam berperan dalam mengenal kekuasaan Allah. Sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh ilmuwan Thomas Carlyle “Di dalam labolatorium pengetahuan dengan seluruh sains dan ensiklopedinya, kita akan menemukan secara tepat keberadaan Tuhan.” Studi akan fenomena alam dan keajaibannya akan menciptakan daya syukur dan pemanfaatan alam lebih optimal guna membantu keberlangsungan kehidupan manusia sebagai hamba Allah. Tipe manusia seperti inilah yang al Quran menyebutnya sebagai Ulul Albab, cendekiawan muslim yang taat kepada Allah (Q.S. 2:164 dan 197).

Maka seyogyanyalah kaum Muslimin tidak lagi menjauh dari ilmu alam, tidak ada lagi dokotomi ilmu agama dan ilmu alam, tidak ada lagi pemisahan antara dunia dan akhirat. Kesemuanya itu haruslah penuh dengan idealisme sebuah doa yang sering dilantunkan, meminta kebaikan kehidupan di dunia dan di akhirat.

“Aku Ingin Hidup dalam Peradaban Islam yang Gemilang…!”

DAFTAR PUSTAKA


Sebutkan bukti ketentuan syariat agama islam yang berhubungan dengan astronomi

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 3

I.PENDAHULUAN

Sejak abad ke-1 H./ 7 M. sampai pada abad ke-7 H. / 13 M. pusat perkembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia berada di Timur, sampai Barat wilayah Islam. Ke kota-kota inilah para cendekiawan datang untuk belajar atau berkonsultasi. Bagdad, Kordoba dan Kairo adalah kota-kota ke khalifahan Islam. Bagdad adalah tempat kedudukan dinasti ‘Abassiyah (132 H./ 750 M. – 656 H./ 1258 M.), Kordoba ibu kota dinasti Umayyah Barat atau Spanyol (138 H./ 756 M. – 422 H./ 1031 M.) dan Kairo Ibu kota dinasti Fatimiyah (297 H./ 909 M. – 567 H./ 1171 M.).

Bagdad, Kordoba, Kairo dan juga kota-kota lainnya berperan sebagai pusat pengkajian ilmu pengetahuan karena para khalifah dan sarjana-sarjana muslim adalah pencinta ilmu. Mereka tidak memusuhi ilmu pengetahuan bahkan berpendapat mempelajari ilmu pengetahuan adalah salah satu perintah agama. Tuhan berfirman bahwa jika manusia ingin yakin tentang kebenaranNya, maka kajilah jagat raya dan segala isinya yang diciptakan, yang semuanya bergerak dalam satu sistem alam semesta yang teratur. Namun memasuki abad pertengahan kemajuan peradaban Islam mengalami kemunduran dan pusat-pusat lembaga riset dan perpustakaan yang penuh dengan kreatifitas para ilmuan muslim pindah dari Timur ke Barat, setelah kaum muslimin menganggap “pemakruhan” mempelajari sains yang tidak khas mempelajari agama saja. Mereka kehilangan ruh Islam, sebab justru agama sendiri menyuruh umatnya mempelajari sains. Satu dari sekian sains yang cukup urgen dan berumur tua adalah ilmu astronomi.

Oleh karena itu, keilmuan alam dan peradaban Islam sedikit demi sedikit memudar, seakan dimakan zaman, sampai akhirnya secara umum telah banyak yang hancur dan musnah. Semua itu diibaratkan posil-posil yang berharga ditengah hamparan sejarah sains Islam atau peradaban Islam masa lampau, sebelum gelombang modernisasi melanda dunia. Runtuhnya peradaban Islam terjadi hampir bersamaan dengan lahirnya peradaban Barat modern, peradaban muda, penuh vitalitas dan energy yang luar biasa, membuat perkembangan pesat dan kemajuan yang menyapu semua dunia. Pada gilirannya peradaban Islam yang dulu pernah berkuasa, seolah tidak berdaya dihadapan paradaban Barat Eropa.

Tulisan ini berusaha untuk mengungkap hasil-hasil peradaban Islam klasik dalam kaitannya dengan keilmuan sains dan terlebih khusus ilmu Astronomi hasil dari peradaban Islam dulu yang dikembangkan oleh para ilmuwan Muslim. Lebih dari itu, sains Islam secara mandiri menelaah watak fenomena benda-benda langit, dan menemukan rumusan akan pergerakan tata surya, menemukan teori peta bumi, menemukan pergerakan kalender dan lain sebagainya, pada akhirnya penemuan-penemuan tersebut sangat menguntungkan terhadap beberapa jadwal ibadah dalam agama islam yang ada keterkaitannya dengan kelender tanggal. Tidak luput pula akan disampaikan dalam tulisan ini sedikit akan peran pentingnya ilmu pengetahuan dalam membangun peradaban, sera akal dan urgensinya.

II.KONSEP ISLAM TENTANG ILMU PENGETAHUAN ALAM

a.Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Menurut Islmail al Faruqi, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah mengislamkan disiplin-disiplin ilmu atau lebih tepat menghasilkan buku-buku pegangan pada level universitas dengan menuangkan kembali disiplin ilmumodern dengan vision Islam. Dengan demikain ilmu pengetahuan akan membatu menjalankan peran fungsi manusia sebagaimana yang Allah inginkan, terhindar dari sekuler-materialis, rasionalis-empirik yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan keislaman.

Menurut Ziauddin Sardar Islamisasi ilmu pengetahuan penting untuk membangun word view (pandangan dunia) dengan titik pijak utama membangun epistemologi Islam baru dan tidak hanya mensintesiskan ilmu modern dengan Islam. Adapun prinsip-prinsip dari Islamisasi ilmu pengetahuan menitiktekankan pada fondasi epistemology yang bertumpu pada; pertama, tauhidyang merupakan inti dari ajaran Islam. Kedua, kesatuan alam, maksudnya adalah apa yang Allah ciptakan tidak akan mungkin ada campur tangan pihak lain dan tidak ada kesia-siaan (Q.S. al-Baqarah: 22). Ketiga adalah kesatuan kebenaran, bahwa suber hukum Islam berupa Al Quran merupakan kebenaran subtantif, absolute dan tidak akan bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang benar. Keempat adalah kesatuan hidup, ilmu pengetahuan alam harus menjalankan satu kesatuan peran dan fungsi manusia, yaitu sebagai khalifah dan sebagai hambaNya. Kelima yaitu kesatuan umat manusia, artinya semua umat manusia dalam segala heterogensinya sama di hadapan Tuhan, juga barometer penilaian terhadap mereka hanya ketakwaannya. Oleh karena itu datangnya Islam dengan kemajuan ilmu pengetahuannya untuk semua tatanan social secara total.

b.Peran Akal dalam Islam

Manusia dinyatakan sebagai makhuluk yang berakal. Akal merupakan potensi besar intern dalam diri manusia. Namun akal dapat berperan setelah dia mengenal realitas kehidupan dalam rangka memahami isi kandungannya, maka salah satu fungsi akal adalah memahami obyek-obyek realitas-realitas itu berupa realitas empirik dan non empirik. Yang empirik masuk dalam ilmu pengetahuan alam, sedangkan yang non empirik mengenal dan memahaminya melalui jalur teks yang diturunkan dari langit.

Peran fungsi manusia mengenal ilmu pengetahuan begitu penting, terkait dengan kemudahan dalam membantu kehidupan dan menjalankan tugasnya di muka bumi ini. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan maka manusia harus memberdayakan potensi akal yang dimilikinya. Dengan ini maka sesungguhnya Islam menempatkan akal pada posisi sangat penting. Ia adalah sumber daya untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Al Ghazali mendefinisikan akal sebagai berikut:

1.Akal adalah sifat yang membedakan manusia dengan hewan.

2.Hakekat akal adalah ilmu pengetahuan yang dapat membedakan baik buruk.

3.Akal adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dan percobaan observasi.

4.Akal adalah kekuatan gharizah atau tabiat untuk mengetahui akibat dari segala sesuatu dan mencegah nafsu serta menundukkannya.

Dengan ini maka jelaslah sudah bahwa sesungguhnya Islam menempatkan akal pada posisi sangat penting yang dimiliki manusia. Ia adalah sumber daya untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Islam begitu mendukung terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu, tidak terkecuali Astronomi yang memiliki keterkaitan kuat dengan peribadatan dalam agama Islam. Tertuang dalam Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan apa yang ada di langit dan bumi dengan kemampuan daya pikirnya, akal (Q.S. 3: 190-191). Maka sungguh tidak dibenarkan kalau ada yang menyatakan ilmu mempelajari alam semesta adalah makruh, justru yang ada adalah sebaliknya.

c.Kedudukan dan Peran Ilmu Pengetahuan Alam

Astronomi merupakan salah satu dari ilmu pengetahuan alam (Kauniyah), yang mempelajarinya juga dianjurkan dalam Islam. Peran fungsi mempelajari ilmu kauniyah adalah:

1.Ilmu alam berperan dalam mengenal kekuasaan Allah. Sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh ilmuwan Thomas Carlyle “Di dalam labolatorium pengetahuan dengan seluruh sains dan ensiklopedinya, kita akan menemukan secara tepat keberadaan Tuhan.”

2.Studi akan fenomena alam dan keajaibannya akan menciptakan daya syukur dan pemanfaatan alam lebih optimal guna keberlangsungan kehidupan manusia. Tipe manusia seperti inilah yang al Quran menyebutnya sebagai Ulul Albab, cendekiawan muslim taat kepada Allah (Q.S. 2:164 dan 197).

Maka sesungguhnya tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan alam dan agama. Agama mencoba memperkenalkan penyabab terjauh dari segala sesuatu, yaitu Allah. Sedangkan ilmu pengetahuan umum (alam) mencari penyebab-benyebab terdekat. Seorang agamawan jika ditanya kenapa hujan turun? Ia akan menjawab Allah yang menurunkannnya, namun berbeda halnya jika pertanyaa itu ditujukan kepada ilmuan, ia akan memberi jawaban yang berbeda, hujan turun karena ada proses matahari menyinari air yang ada di permukaan bumi, kemudian terjadi meyiblinan, air menguap naik ke langit, terjadi pemadatan kendungan air, ketika tidak kuat menahan berat ia akan jatuh kembali ke bumi karena tarikan gravitasi dan terjadilah hujan.

Ilmu pengetahuan alam ketika mencoba mencari jawaban kenapa terjadi ini dan itu tentang fenomena alam semestra, penyebab-penyabab tersebut jika terus di cari dan ditelusuri maka akan berhenti pada satu penyebab yang tidak tersebabkan lagi, dan itulah yang di kenal dengan sebutan Tuhan. Maka ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum adalah satu kesatuan untuk membuktikan akan keberadaan Allah dan sekaligus menunjukkan akan kekuasaanNya. Maka tidak heran kalau di dalam al Quran sering menggelitik manusia untuk memperhatikan langit dan bumi.

III.PENGERTIAN ILMU ASTRONOMI

Manusia telah begitu lama ‘berkenalan’ dengan langit, ribuan tahun yang lalu. Perjalanan panjang yang ditempuh manusia untuk sampai pada era astronomi modern. Kini aspek ilmu pengetahuan tentang langit terkumpul dalam cabang keilmuan astronomi. Astronomi dipahami sebagai cabang ilmu pengetahuan yang dikembangkan berbasis pengamatan. Objek langit yang dikaji dalam astronomi mencakup tata surya, seperti komet, bulan, meteor, matahari, planet dan asteroid, bisa juga dalam lingkup galaksi, bintang-bintang dan gugusan bintang.

Sedangkan dalam Ensiklopedi menyatakan bahwa astronomi adalah pengetahuan tentang benda langit dan alam semesta, merupakan salah satu cabang pengetahuan ekskta tertua. Satuan astronomi adalah jarak menengah antara matahari dan bumi, 150 juta kilometer. Satuan ini digunakan sebagai satuan panjang bagi ukuran di dalam tata surya. Tahun astronomi ialah jumlah tepat waktu yang diperlukan bumi mengelilingi matahari, dinyatakan dalam hari, jam, menit, dan sekon. Berbeda dengan waktu sipil, atau kelender, yang dinyatakan dengan bilangan bulat.

Dari berbagai pengertian, kemudian muncullah klasifikasi ilmu yang mengambil objek langit dan bintang. Yakni ilmu astronomi dan ilmu astrologi. Ilmu astronomi mempelajari benda-benda langit secara umum. Sedangkan ilmu astrologi yaitu ilmu yang mempelajari benda-benda langit dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh benda-benda langit itu terhadap kehidupan manusia, atau yang lebih dikenal dengan ilmu nujum.

IV.PERADABAN ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN ASTORONOMI

Astronomi adalah suatu ilmu praktis bagi orang-rang Arab, sebagian karena mereka harus mengetahui arah Makkah dari setiap kota Islam, supaya bisa menghadap ke Ka’bah untuk melaksanakan sholat. Dalam astronomi seperti halnya dalam pengobatan banyak yang dihasilkan oleh bakat pengamatan yang sabar dan cermat serta observasi riset.

Berkembangnya ilmu astronomi didorong oleh hasrat ingin tahu para ilmuan untuk mengetahui gejala ruang angkasa termasuk pergerakan tatasurya, tentunya seiring dengan perintah agama untuk mengkajinya. Tetapi juga peran khusus astronomi dalam kepentingan ritual agama seperti penentuan arah kiblat dan waktu solat, awal Ramahan dan penetapan puasa-puasa lainnya, memberikan pengaruh tersendiri dalam perkembangan astronomi. Tradisi keilmuan ini merupakan sintesa antara Babilonia, Arab kuno, Persia dan India sehingga memantapkan astronomi dengan pada tempat pergumulan mereka dalam melahirkan teori-teori astronomi sebagai dasar yang lebih luas dibanding sebelumnya. Ada banyak observatorium sebagai tempat pergumulan para ilmuan astronomi guna melahirkan teori-teori astronomi dan merancang istrumen untuk mendukung kerja ilmiah.

Ada banyak riset astronomi yang dimulai dengan penerjemahan buku-buku astronomi Arab kuno, Yunani, Persia, India, dan Babilonia ke dalam bahasa Arab. Buku yang pertama di terjemahkan adalah buku Miftah an-Nujum yang dikaitkan kepada Heremes pada masa dinasti Umayyah, dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Penerjemahan ini semakin giat pada masa Abassiyah terutama masa pemerintahan Harun ar-Rasyid dan Ma’mun.

Pada masa ini ilmuan Arab dan muslim di dalam Bait al-Hikmah, yaitu sebuah lembaga ilmiah yang didirikan oleh kekhalifahan al-Ma’mun pada tahun 815 M. Bait al-Hikmah berfungsi sebagai institusi akademik, perpustakaan, biro penerjemahan dan observasi pada waktu itu. dari Bait al-Hikmah ini berhasil menerjemahkan buku astronomi al-Magest karya Ptolemy dan buku-buku tentang pergerakan bintang-bintang dari bahasa Yunani ke bahasa Arab, sambil memanfaatkan secara intensif pengetahuan Persia dan India. Selanjutnya buku-buku tersebut, terutama al-Magest Ptolemy menjadi bahasan lanjutanbeberapa tahun sesudah itu oleh ilmuwan-ilmuwan Islam, diantaranya Ibnu Sina yang menelitinya di observatorium Hamadan. Abu al-Wafa menulis dengan versi yang disederhanakan untuk lebih mudah memahami karya Ptolemy yang ditulis dalam buku al-Kamil. Selanjutnya dalam Kitab al-Hay’a Jabir Ibnu Aflah mengkritik pandangan dan pikiran Ptolemy terutama ketika ia menegaskan bahwa planet-planet yang lebih dekat, yaitu Merkurius dan Venus tidak mempunyai parallax. Sekitar 3° untuk matahari. Ia juga mengemukakan pendapat bahwa kedua pelanet tersebut lebih dekat dengan bumi dari pada dengan matahari.

Para astronomi pertama Islam yang berkembang dalam pertengahan abad ke-2 H./ ke-8 M. di Bagdad mendasarkan karya astronomi mereka pada hekekatnya atas tabel astronomi Persia dan India. Karya astronomi terpenting yang masih terpeliara berasal dari Persia zaman pra-Islam ialah Zij-I Sahi atau Zij-I Sahriyari (Astronomical Table of the King) yang dihasilkan pada tahun-tahun dinasti Sassanid atau sekitar tahun 555 M. Zij atau tabel dari berbagai bangsa tidak hanya disadur samata, tetapi mereka membetulkan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya berdasarkan pengamatan dan bacaan mereka yang diteliti.

Astronomi Muslim mengkaji ilmu matematika teoritis terapan dan pengkajian dalam bidang astronomi. Oleh karena itu dunia menemukan konstribusi ilmuwan muslim dalam bidang astronomi yang kesemuanya berkisar pada kesimpulan-kesimpulan matenatis. Hasil penelitian karya ilmuwan Arab kuno, India, Persiadan Yunani menghantarkan kepada konsklusi-konsklusi baru yang lebih teliti dan akurat. Dari sini ilmuan Barat seperti Kepler, Copernicus mendasarkan teori, sehingga memberikan sumbangsih bagi kebangkitan Eropa.

Ilmuwan-ilmuwa muslim dalam melakukan pengukuran secara umum telah mengungguli bagsa-bangsa sebelumnya. Mereka juga sangat jeli dalam mengamati bintang-bintang, matahari, bulan serta pergerakannya yang memebawa kepada kemajuan astronomi. Mereka juga memberikan perhatian besar untuk mempelajari penanggalan waktu karena hubungannya yang erat dengan astronomi.

A.Astronom Muslim Abad Klasik

1.Umar Khayyaam

Seorang astronom muslim kenamaan berhasil menciptakan kalender Paus Gregory XIII pada tahun 1528 M. hasil Umar Khayyaam ini ternyata jauh lebih baik dibandingkan dengan yang dibuat oleh Paus Gregory XIII. Kalau yang disebut terakhir ini membuat perbedaan 1 hari dalam 3330 tahun, maka kelender Umar Khayyam membuat perbedaan 1 hari dalam 5000 tahun. Usaha tersebut didasarkan pada kepentingan para petani untuk mengetahui kapan menanam dan memanen gandum dan juga penting bagi para musafir serta saudagar yang membutuhkan keterangan kapan mereka melakukan perjalanan gurun pasir dan masih banyak lagi kepentingan lainnya.

Di samping itu, dikarenakan umat Islam membangun kalender berdasarkan tahun menurut perjalanan bulan (lunar) yang permulaan bulannya bergantung pada pengelihatan sesungguhnya yang terpercaya terhadap anak bulan, maka perhatian yang diberikan oleh para ilmuan muslim pada masa keemasan untuk menentukan permulaan yang tepat terhadap bulan tersebut nampak dapat difahami. Tahun Qomariyah dalam penanggalan Islam terdiri dari 354,367068 hari. Ini sama dengan lama terjadinya dua kali gerhana secara beruntun yang terbagi menurut jeumlah gerak sirkuler rembulan. Satu tahun Qomariyah terdiri dari 1 bulan yang terbagi 29 atau 30 hari dengan patokan rata-rata 29,53059. Agar setiap tahun mempunyai jumlah yang penuh, maka ditemukan tahun kabisat yang harus muncul 11 kali dalam waktu 30 tahun, yaitu memiliki angka 2, 5, 7, 10, 13, 16, 21, 26 dan 29. Perhitungan mereka menunjukkan ketelitian yang sangat tinggi. Para astronomi muslim juga sepakat untuk menamakan bulan-bulan dengan nama yang digunakan oleh bangsa Babilonia, Kanun II, Syubbath, Azar, Nisam, Ayar, Haziran, Tammuz, Ab, Ailul, Tisyrin II dan Kanun I.

2.Al-Farghani

Nama lengkapnya Abu’l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Ia merupakan salah seorang sarjana Islam dalam bidang astronomi yang amat dikagumi. Beliau adalah merupakan salah seorang ahli astronomi pada masa Khalifah Al-Ma’mun. Dia menulis mengenai astrolabe dan menerangkan mengenai teori matematik di balik penggunaan peralatan astronomi itu. Kitabnya yang paling populer adalah Fi Harakat Al-Samawiyah wa Jaamai Ilm al-Nujum tentang kosmologi. Buku ini memberi pengaruh kuat pada dunia Barat dan banyak diterjemahkan ke dalam bernacam bahasa, termasuk ke dalam Spanyol oleh de Sevilla (John of Seville) dan Gerard Cremona pada tahun 1135 M, dan juga ke dalam beberapa bahasa yang lainnya. Dia juga bekerja di observatorium di Bagdad dan berhasil membuat jadwal apogee (Apogeum) dan perigee (Perigeum) masing-masing planet dengan sistim koresponden episikel ke dalam eksentrisitas dan elip-elip yang terdapat dalam astronomi modern.

3.Al-Battani (858-929 Masehi)

Teori al-Farghani selanjutnya diteruskan oleh al-Battani, nama panjangnya adalah Abu Abdullah Muhammad, seorang pakar astronomi berbangsa Arab. Dia menentukan secara sangat teliti garis lengkung atau kemiringan (orbit di mana matahari kelihatannya bergerak), panjangnya tahun tropis, lamanya suatu musim dan tepatnya orbit matahari serta utama planet tersebut, hingga pada akhirnya al-Battani menemukan rumusan tempo masa setiap musim dengan terperinci dan terkenal dengan bukunya yang berjudul Az-Zij.

Al-Battani dengan tegas tidak menyetujui teori Ptolemy tentang sifat imobilitas apogee tata surya dengan menunjukkan bahwa yang demikian itu merupakan subyek bagi perubahan oleh siang dan malam yang terjadi lebih awal dalam setiap tahunnya secara berturut-turut, dan bahwa dengan berpegang kepada persamaan waktu merupakan subyek bagi sekuler yang lambat. Kebalikan dari Ptolemy, al-Battani membuktikan adanya variasi diameter angular yang nampak dari matahari serta kemungkinan terjadinya gerhana-gerhana yang berbentuk seperti cincin. Al-Battani mengoreksi beberapa orbit bulan dan planet-planet lain. Di samping itu ia pun mengemukakan teori baru yang kreatif untuk menentukan kondisi-kondisi jarak pengelihatan dari suatu bulan baru dan mengoreksi nilai presesi ekinok yang didapatkan Ptolemy. Ia mencatat presesi 54,5 untuk 1 tahun dan inklinasi ekliptika dengan jari jari 23° 35. Sedangkan periode yang diperlukan adalah 54,5 detik busur tiap tahun.

4.Abu al-Wafa al-Buzjani (940-998 M.)

Pada periode setelah al-Battani, muncul astronom muslim lainnya, Abu al-Wafa yang dikenal sebagai seorang ahli astronomi dan ahli matematik Arab paling terkemuka yang pernah ada. Beliau merupakan salah seorang penterjemah yang mahir dari Yunani (Greece). Beliau telah mengarang kira-kira 5 buah buku dan yang terkenal di antaranya ialah, “al-Handasah” dalam ilmu geometri.

Abu al-Wafa al-Buzjani mengemukakan teori lunar ke-3 atau di Eropa dikenal dengan variation. Teori lunar pertama dan kedua telah diketahui oleh orang Yunani. Teori Abu al-Wafa ini merupakan kelanjutan dan sekaligus penyempurna teori astronomi Ptolemy dan al-Battani.

5.Al-Khawarismi (w. setelah 846)

Mempersembahkan kepada khalifah al-Ma’mun suatu ringkasan tabel-tebel astronomi India; dan sekitar tahun 900. Dalam suatu usaha untuk menyelesaikan perbedaan antara tabel-tebel dari sumber-sumber India, Persia dan Yunani, al-Battani atau Albategnius membuat tabel-tabel yang sangat akurat. Sistim Ptolemaik tentu saja dipakai secara universal, tetapi para astronomer Arab makin menyadari kelemahan sistim itu, walaupun mereka tidak berhasil menemukan alternative yang memuaskan.

6.Ibnu Abi ar-Rijal (w. setelah 1040 M.)

Ibnu Abi ar-Rijal adalah seorang ahli astronomi dan matematik dari Andalusia. Beliau terkenal di kalangan ulama Arab dengan buku, “al-Bari’ fi Ahkam an-Nujum”. Hasil-hasil karangan beliau telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.

7.Abu ar-Raihan al-Bairuni (973-1048 M.)

Abu ar-Raihan al-Bairuniadalah seorang pakar astronomi, sejarah, matematik, geografi, kedoktoran dan farmasi bangsa Arab. Salah seorang alim ulama Islam yang terkenal. Mengikut sejarah, beliau merupakan seorang ahli sains terkenal dan orang pertama yang menyatakan bahawa bumi beredar mengelilingi poros. Beliau telah mengarang lebih dari 120 buah buku.

8.Abu Jaafar al-Khazin (W. setelah 1010 M.)

Abu Jaafar adalah salah seorang ahli astronomi Islam yang terkemuka. Beliau sangat alim di dalam matematik dan geometri (kajiukur). Beliau juga telah mengarang lebih dari empat buah buku dan di antara yang terpenting ialah “Al-Masa’il Al-Adadiah”.

Selain astronom mulim di atas masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam tulisan sederhana kali ini.

Para astronom muslim membuat klasifikasi musim; musim semi, panas, gugur, dan musim dingin dengan tanda-tanda zodiac yang dikaitkan dengan orbit matahari. Bahkan lebih dari itu, astronom muslim saat itu sudah menciptakan instrument-instrumen yang mendukung reset astronomi. Diantarnya yang terkenal adalah astrolab, walaupun namanya berbau Yunani, alat ini dikembangkan oleh orang Islam dan kenyataannya tidak ada astrolabe Yunani yang masih tersisa. Astrolabe Islam mulai dibuat pada awal sejarah Islam dan selama ribuan tahun terakhir seni astrolabe sering memadukan seni yang indah sekali dan sangat berguna yang begitu penting bagi para navigator sebelum zaman modern. Begitu pula dengan kompas sangat bermanfaat untuk menentukan arah mata angin. Kita tidak dapat membayangkan seseorang Magellan atau Colombus berlayar di tengah lautan tanpa pertolongan astrolabe dan kompas seperti halnya juga kuadrat, sekstan, turquem dan alat observasi lainnya yang ditemukan atau disempurnakan oleh astronot, ahli matemateka dan navigator muslim.

Sementara itu Ibnu Yunus berhasil menemukan pendulumyang digunakan untuk mengetahui detik-detik waktu dalam meneropong benda-benda angkasa, seperti halnya bandul dalam jam dinding. Jadi ia jauh lebih dahulu (kurang lebih enam abad) dibandingkan Galileo Galilei (1564-1642 M.) yang selama ini di anggap sebagai penemuan alat ini. Alat ini yang diciptakan untuk mengukur gerak bintang.

Para ilmuan muslim telah mengetahui banyak tentang bumi berbentuk bulat dan gerakannya mengitari matahari, dengan bukti-bukti dan argumentasi yang kuat. Al-Mas’udi mengatakan dalam Marwaj az-Zahab wa Ma’adin. Bila matahari berada di ujung negeri cina, maka ia akan terbit di ujung cina. Itu adalah sepenuhnya lingkaran bumi. Sementara itu asy-Syarif al-Idris menyebutkan dalam bukunya Nuzah al-Musytaq bahwa bumi itu bulat seperti bulatan bola. Dari keterangan ini jelaslah kiranya bahwa para ilmuwan muslim telah menemukan bola bumi dan perputarannya mengelilingi matahari sebelum ditemukan oleh Copernicus (878-955 H.) beberapa abad kemudian. Jadi salah besar jika Barat dan sejarawan sains mengatakan bahwa penemu bumi bulat adalah Copernicus. Temuan ilmuan Islam itu sekaligus membantah pendapat berseberangan dari Ptolemy yang mengatakan bumilah sebagai poros alam semesta, sementara seluruh benda langit termasuk matahari dan planet-planet berutar mengelilingi bumi.

Di Bait al-Hikmah para ilmuan Muslim mengukur dengan sangat teliti lingkaran bumi pada masa khalifahan al-Ma’mun, khalifah dari dinasti ‘Abbasiyyah yang sengat mendorong perkembangan sains. Hasil kalkulasi mereka menunjukkan lingkaran bumi ini adalah 41.248 kilometer. Sedangkan angka ukuran lingkaran bumi yang diketahui sekarang adalah 40.070 kilometer. Dari sini jelas bahwa angka yang dicapai oleh pada ilmuan musim mendekati angka sebenarnya yang dihitung berdasarkan computer dan satelit yang bekerja dengan sinar merah.

Perhitungan lain dalam bidang astronomi yaitu tentang jarah dan ukuran benda langit. Jarak yang terdekat antara bumi dengan bintang yang terdekat adalah 25 juta mil dan ukuran bintang sebagian besar menyamai ukuran matahari, bahkan lebih panas dan besar atau paling tidak menyamai ukuran matahari. Khusus untuk jarak antara benda langit dapat penulis cantumkan pendapat al-Fargani dengan perbandigan hitungan astronom modern untuk memberikan bayangan bayangan tentang dimensi kosmos yang terbatas dengan perbandingan dengan apa yang ditemukan dalam konsepsi modern tentang sistim planet. Jarak yang diberikan al-faragi untuk aposee dan perigee setiap planet dan sistim episiklus sejajar dengan ujung-ujung elip dalam astronomi modern.

Jauh sebelum Ibnu Yunus, pernah ada astronomi lain yang meneliti jarak benda langit, yaitu Ibnu Qurrah dengan melakukan penghitungan jarah bumi ke matahari dan panjang tahun matahari. Di samping itu ialah yang membuat ringkaran al-magnet danpengantarnya.

Singkatnya karya monumental pada masa Islam Klasik telah banyak menyumbangkan perkembangan kemajuan ilmu ini. Namun sayang penemuan-penemuan para saintis Islam banyak yang tidak diakui dan bahkan diputar balikkan dengan membangun opini bahwa Barat sebagai pelopor dan menemukannya pertama kali.

B.Kontribusi Ilmu Pengetahuan Islam Terhadap Peradaban Barat

Perkembangan intelektual dikalangan umat Islam memberikan sumbangan atau pengaruh yang banyak terhadap peradaban Eropa. Peradaban eropa pada abad pertengahan baik langsung maupun tidak langsung kemudian berkembang, membentuk peradaban Barat yang lebih universal. Tampa sumbangan dan pengaruh ilmu pengetahuan Islam sulit dibayangkan kemajuan Barat bisa seperti sekarang ini.

Orang Eropa sejak awal kemajuan Islam, banyak belajar dari kaum intelektual muslim. Sikap terbuka yang ditunjukkan oleh para intelektual mulim, mengakibatkan banyak orang Barat terkemuka mendatangi pusat-pusat ilmu pengetahuan untuk berguru dan menimba ilmu. Bahkan kepala-kepala gereja Kristen atau Barat, juga menghadiri kuliah-kuliah yang diberikan oleh sarjana-sarjana muslim. Universitas-universitas Islam terutama turut mempercepat proses perluasan pengaruh permikiran Islam di Eropa, mempunyai peranan dalam melebarkan pengaruh ilmu pengetahuan Islam terhadap Barat.

Pengaruh Islam terhadap Eropa Barat sudah berlangsung sejak abad ke-12. Jauh sebelum perang Salib, Halugu Khan menaklukkan Baghdad dan meruntuhkan Abbasiyah melihat peradaban Islam yang maju, ia membawa buku-buku dari perpustakaan Baghdad dan membawanya ke Samarkand, di sanalah ia mengembangkan karya ilmiah kaum Muslimin, dan menciptakan akademi-akademi serta mengankat orang-orang yang berilmu.

Para ilmuan muslim juga berhasil menciptakan metode observasi dan ekprerimentasi, salah satu di antaranya adalah Jabir Ibn Hayyan yang mengembangkan ilmu kimia, fisika, kedokteran. Kemudian di kembangkan lagi oleh Al-Razi dalam bidang kimia dan al-Hasan dalam bidang fisika. Dengan demikian muncullah metode penelitian ilmiah yang dicetuskan pertama kalinya oleh orang muslim, dan berikutnya mengalami perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk juga ilmu astronomi. Oleh karena itulah, terdapat banyak filosof dan ilmuan muslim melatarbelakangai bengkitnya renaissance hinggamenumbuhkan kemajuan peradaban Barat di Eropa.

Di lain sisi, era sekarang kaum muslimin mengalami kemunduran, antara lain disebabkan telah banyak dibakar buku-buku dalam perpustakaan Islam terutama di Spanyol oleh Kristen Eropa, namun pemikiran Islam tetap tidak punah, bahkan membidani gerakan-gerakan kesejahteraan penting di Eropa yang mengubah wajah kebudayaan Eropa dan bahkan dunia pada Umumnya. antara lain:

1.Kembangkitan kembali (renaissance) kebudayaan Yunani Klasik pada abad ke-14 mula-mula di Italia kemudian merembet ke seluruh Eropa.

2.Gerakan pembaharuan agama Kristen mulai abad ke-16 dengan reformasi yang dilakukan oleh Luther Zuwingli dan Calvin.

3.Rasionalisme pada Abad ke-17 yang dipelopori oleh Rene Descartes dan Jhon Locke, masing-masing dari Inggris dan Prancis.

4.Pencerahan (aufklarung enlightenment) pada abad ke-18 dengan tokoh-tokohnya Voltaire, D. Diderot, Baron De Montesqu’e dari Perancis, GW. Leibniz dari Jerman dan MV. Lomonossor dari Rusia.

V.KESIMPULAN DAN PENUTUP

Melihat dari masa atau waktu lahirnya para ahli falak maupun astronomi, para ilmuwan muslim lebih dulu mempelajarinya daripada para astronomis Eropa. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendapat dan teori yang berkembang di Eropa sangat dipengaruhi oleh adanya pendapat yang telah dikemukakan dan penemuan-penemuan yang telah didapatkan oleh para cendekiawan muslim.

Tentu saja, goresan tinda ini masih belum selesai untuk membahas peradaban Islam klasik dari sisi kemajuan astronomi yang pernah gemilang. Perlu banyak usaha dalam rangka mengembalikan stamina keilmuan kaum Muslimin memimpin peradaban terdepan seperti masa keemasannya dulu, sejarah emas yang lalu, hingga dunia tahu bahwa Islam dengan al-Quran dan Haditsnya bukanlah hanya omong kosong. Kaum Muslim harus ikut serta dalam kereta kemajuan modernisasi peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan di Barat. Peradaban kaum muslimin harus berupaya menyusul kembali ketertinggalannya.

Butuh kerja keras dari semua komponen untuk mewujudkan kembali kegemilangan peradaban Islam. Keterlibatan segenap disiplin ilmu pengetahuan yang kesemuanya harus pertumpu pada nilai-nilai keislaman. Eropa Barat maju karena mereka meniggalkan agamanya, namun tidak dengan kaum Muslimin, ia akan maju dengan mendekati Agamanya. Agama yang ternyata sangat relevan dengan kemajuan jaman, bahkan lebih dari itu, dengan Kitab Sucinya merupakan rumusan kunci dari Sains dan Teknologi yang ada. Kitab suci yang datang dari Tuhan yang benar tidak akan besebrangan dengan rumusan teori alam yang diciptakan Tuhan, itulah al-Quran.

Ilmu alam berperan dalam mengenal kekuasaan Allah. Sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh ilmuwan Thomas Carlyle “Di dalam labolatorium pengetahuan dengan seluruh sains dan ensiklopedinya, kita akan menemukan secara tepat keberadaan Tuhan.” Studi akan fenomena alam dan keajaibannya akan menciptakan daya syukur dan pemanfaatan alam lebih optimal guna membantu keberlangsungan kehidupan manusia sebagai hamba Allah. Tipe manusia seperti inilah yang al Quran menyebutnya sebagai Ulul Albab, cendekiawan muslim yang taat kepada Allah (Q.S. 2:164 dan 197).

Maka seyogyanyalah kaum Muslimin tidak lagi menjauh dari ilmu alam, tidak ada lagi dokotomi ilmu agama dan ilmu alam, tidak ada lagi pemisahan antara dunia dan akhirat. Kesemuanya itu haruslah penuh dengan idealisme sebuah doa yang sering dilantunkan, meminta kebaikan kehidupan di dunia dan di akhirat.

“Aku Ingin Hidup dalam Peradaban Islam yang Gemilang…!”

DAFTAR PUSTAKA


Sebutkan bukti ketentuan syariat agama islam yang berhubungan dengan astronomi

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 4

I.PENDAHULUAN

Sejak abad ke-1 H./ 7 M. sampai pada abad ke-7 H. / 13 M. pusat perkembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia berada di Timur, sampai Barat wilayah Islam. Ke kota-kota inilah para cendekiawan datang untuk belajar atau berkonsultasi. Bagdad, Kordoba dan Kairo adalah kota-kota ke khalifahan Islam. Bagdad adalah tempat kedudukan dinasti ‘Abassiyah (132 H./ 750 M. – 656 H./ 1258 M.), Kordoba ibu kota dinasti Umayyah Barat atau Spanyol (138 H./ 756 M. – 422 H./ 1031 M.) dan Kairo Ibu kota dinasti Fatimiyah (297 H./ 909 M. – 567 H./ 1171 M.).

Bagdad, Kordoba, Kairo dan juga kota-kota lainnya berperan sebagai pusat pengkajian ilmu pengetahuan karena para khalifah dan sarjana-sarjana muslim adalah pencinta ilmu. Mereka tidak memusuhi ilmu pengetahuan bahkan berpendapat mempelajari ilmu pengetahuan adalah salah satu perintah agama. Tuhan berfirman bahwa jika manusia ingin yakin tentang kebenaranNya, maka kajilah jagat raya dan segala isinya yang diciptakan, yang semuanya bergerak dalam satu sistem alam semesta yang teratur. Namun memasuki abad pertengahan kemajuan peradaban Islam mengalami kemunduran dan pusat-pusat lembaga riset dan perpustakaan yang penuh dengan kreatifitas para ilmuan muslim pindah dari Timur ke Barat, setelah kaum muslimin menganggap “pemakruhan” mempelajari sains yang tidak khas mempelajari agama saja. Mereka kehilangan ruh Islam, sebab justru agama sendiri menyuruh umatnya mempelajari sains. Satu dari sekian sains yang cukup urgen dan berumur tua adalah ilmu astronomi.

Oleh karena itu, keilmuan alam dan peradaban Islam sedikit demi sedikit memudar, seakan dimakan zaman, sampai akhirnya secara umum telah banyak yang hancur dan musnah. Semua itu diibaratkan posil-posil yang berharga ditengah hamparan sejarah sains Islam atau peradaban Islam masa lampau, sebelum gelombang modernisasi melanda dunia. Runtuhnya peradaban Islam terjadi hampir bersamaan dengan lahirnya peradaban Barat modern, peradaban muda, penuh vitalitas dan energy yang luar biasa, membuat perkembangan pesat dan kemajuan yang menyapu semua dunia. Pada gilirannya peradaban Islam yang dulu pernah berkuasa, seolah tidak berdaya dihadapan paradaban Barat Eropa.

Tulisan ini berusaha untuk mengungkap hasil-hasil peradaban Islam klasik dalam kaitannya dengan keilmuan sains dan terlebih khusus ilmu Astronomi hasil dari peradaban Islam dulu yang dikembangkan oleh para ilmuwan Muslim. Lebih dari itu, sains Islam secara mandiri menelaah watak fenomena benda-benda langit, dan menemukan rumusan akan pergerakan tata surya, menemukan teori peta bumi, menemukan pergerakan kalender dan lain sebagainya, pada akhirnya penemuan-penemuan tersebut sangat menguntungkan terhadap beberapa jadwal ibadah dalam agama islam yang ada keterkaitannya dengan kelender tanggal. Tidak luput pula akan disampaikan dalam tulisan ini sedikit akan peran pentingnya ilmu pengetahuan dalam membangun peradaban, sera akal dan urgensinya.

II.KONSEP ISLAM TENTANG ILMU PENGETAHUAN ALAM

a.Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Menurut Islmail al Faruqi, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah mengislamkan disiplin-disiplin ilmu atau lebih tepat menghasilkan buku-buku pegangan pada level universitas dengan menuangkan kembali disiplin ilmumodern dengan vision Islam. Dengan demikain ilmu pengetahuan akan membatu menjalankan peran fungsi manusia sebagaimana yang Allah inginkan, terhindar dari sekuler-materialis, rasionalis-empirik yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan keislaman.

Menurut Ziauddin Sardar Islamisasi ilmu pengetahuan penting untuk membangun word view (pandangan dunia) dengan titik pijak utama membangun epistemologi Islam baru dan tidak hanya mensintesiskan ilmu modern dengan Islam. Adapun prinsip-prinsip dari Islamisasi ilmu pengetahuan menitiktekankan pada fondasi epistemology yang bertumpu pada; pertama, tauhidyang merupakan inti dari ajaran Islam. Kedua, kesatuan alam, maksudnya adalah apa yang Allah ciptakan tidak akan mungkin ada campur tangan pihak lain dan tidak ada kesia-siaan (Q.S. al-Baqarah: 22). Ketiga adalah kesatuan kebenaran, bahwa suber hukum Islam berupa Al Quran merupakan kebenaran subtantif, absolute dan tidak akan bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang benar. Keempat adalah kesatuan hidup, ilmu pengetahuan alam harus menjalankan satu kesatuan peran dan fungsi manusia, yaitu sebagai khalifah dan sebagai hambaNya. Kelima yaitu kesatuan umat manusia, artinya semua umat manusia dalam segala heterogensinya sama di hadapan Tuhan, juga barometer penilaian terhadap mereka hanya ketakwaannya. Oleh karena itu datangnya Islam dengan kemajuan ilmu pengetahuannya untuk semua tatanan social secara total.

b.Peran Akal dalam Islam

Manusia dinyatakan sebagai makhuluk yang berakal. Akal merupakan potensi besar intern dalam diri manusia. Namun akal dapat berperan setelah dia mengenal realitas kehidupan dalam rangka memahami isi kandungannya, maka salah satu fungsi akal adalah memahami obyek-obyek realitas-realitas itu berupa realitas empirik dan non empirik. Yang empirik masuk dalam ilmu pengetahuan alam, sedangkan yang non empirik mengenal dan memahaminya melalui jalur teks yang diturunkan dari langit.

Peran fungsi manusia mengenal ilmu pengetahuan begitu penting, terkait dengan kemudahan dalam membantu kehidupan dan menjalankan tugasnya di muka bumi ini. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan maka manusia harus memberdayakan potensi akal yang dimilikinya. Dengan ini maka sesungguhnya Islam menempatkan akal pada posisi sangat penting. Ia adalah sumber daya untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Al Ghazali mendefinisikan akal sebagai berikut:

1.Akal adalah sifat yang membedakan manusia dengan hewan.

2.Hakekat akal adalah ilmu pengetahuan yang dapat membedakan baik buruk.

3.Akal adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dan percobaan observasi.

4.Akal adalah kekuatan gharizah atau tabiat untuk mengetahui akibat dari segala sesuatu dan mencegah nafsu serta menundukkannya.

Dengan ini maka jelaslah sudah bahwa sesungguhnya Islam menempatkan akal pada posisi sangat penting yang dimiliki manusia. Ia adalah sumber daya untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Islam begitu mendukung terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu, tidak terkecuali Astronomi yang memiliki keterkaitan kuat dengan peribadatan dalam agama Islam. Tertuang dalam Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan apa yang ada di langit dan bumi dengan kemampuan daya pikirnya, akal (Q.S. 3: 190-191). Maka sungguh tidak dibenarkan kalau ada yang menyatakan ilmu mempelajari alam semesta adalah makruh, justru yang ada adalah sebaliknya.

c.Kedudukan dan Peran Ilmu Pengetahuan Alam

Astronomi merupakan salah satu dari ilmu pengetahuan alam (Kauniyah), yang mempelajarinya juga dianjurkan dalam Islam. Peran fungsi mempelajari ilmu kauniyah adalah:

1.Ilmu alam berperan dalam mengenal kekuasaan Allah. Sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh ilmuwan Thomas Carlyle “Di dalam labolatorium pengetahuan dengan seluruh sains dan ensiklopedinya, kita akan menemukan secara tepat keberadaan Tuhan.”

2.Studi akan fenomena alam dan keajaibannya akan menciptakan daya syukur dan pemanfaatan alam lebih optimal guna keberlangsungan kehidupan manusia. Tipe manusia seperti inilah yang al Quran menyebutnya sebagai Ulul Albab, cendekiawan muslim taat kepada Allah (Q.S. 2:164 dan 197).

Maka sesungguhnya tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan alam dan agama. Agama mencoba memperkenalkan penyabab terjauh dari segala sesuatu, yaitu Allah. Sedangkan ilmu pengetahuan umum (alam) mencari penyebab-benyebab terdekat. Seorang agamawan jika ditanya kenapa hujan turun? Ia akan menjawab Allah yang menurunkannnya, namun berbeda halnya jika pertanyaa itu ditujukan kepada ilmuan, ia akan memberi jawaban yang berbeda, hujan turun karena ada proses matahari menyinari air yang ada di permukaan bumi, kemudian terjadi meyiblinan, air menguap naik ke langit, terjadi pemadatan kendungan air, ketika tidak kuat menahan berat ia akan jatuh kembali ke bumi karena tarikan gravitasi dan terjadilah hujan.

Ilmu pengetahuan alam ketika mencoba mencari jawaban kenapa terjadi ini dan itu tentang fenomena alam semestra, penyebab-penyabab tersebut jika terus di cari dan ditelusuri maka akan berhenti pada satu penyebab yang tidak tersebabkan lagi, dan itulah yang di kenal dengan sebutan Tuhan. Maka ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum adalah satu kesatuan untuk membuktikan akan keberadaan Allah dan sekaligus menunjukkan akan kekuasaanNya. Maka tidak heran kalau di dalam al Quran sering menggelitik manusia untuk memperhatikan langit dan bumi.

III.PENGERTIAN ILMU ASTRONOMI

Manusia telah begitu lama ‘berkenalan’ dengan langit, ribuan tahun yang lalu. Perjalanan panjang yang ditempuh manusia untuk sampai pada era astronomi modern. Kini aspek ilmu pengetahuan tentang langit terkumpul dalam cabang keilmuan astronomi. Astronomi dipahami sebagai cabang ilmu pengetahuan yang dikembangkan berbasis pengamatan. Objek langit yang dikaji dalam astronomi mencakup tata surya, seperti komet, bulan, meteor, matahari, planet dan asteroid, bisa juga dalam lingkup galaksi, bintang-bintang dan gugusan bintang.

Sedangkan dalam Ensiklopedi menyatakan bahwa astronomi adalah pengetahuan tentang benda langit dan alam semesta, merupakan salah satu cabang pengetahuan ekskta tertua. Satuan astronomi adalah jarak menengah antara matahari dan bumi, 150 juta kilometer. Satuan ini digunakan sebagai satuan panjang bagi ukuran di dalam tata surya. Tahun astronomi ialah jumlah tepat waktu yang diperlukan bumi mengelilingi matahari, dinyatakan dalam hari, jam, menit, dan sekon. Berbeda dengan waktu sipil, atau kelender, yang dinyatakan dengan bilangan bulat.

Dari berbagai pengertian, kemudian muncullah klasifikasi ilmu yang mengambil objek langit dan bintang. Yakni ilmu astronomi dan ilmu astrologi. Ilmu astronomi mempelajari benda-benda langit secara umum. Sedangkan ilmu astrologi yaitu ilmu yang mempelajari benda-benda langit dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh benda-benda langit itu terhadap kehidupan manusia, atau yang lebih dikenal dengan ilmu nujum.

IV.PERADABAN ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN ASTORONOMI

Astronomi adalah suatu ilmu praktis bagi orang-rang Arab, sebagian karena mereka harus mengetahui arah Makkah dari setiap kota Islam, supaya bisa menghadap ke Ka’bah untuk melaksanakan sholat. Dalam astronomi seperti halnya dalam pengobatan banyak yang dihasilkan oleh bakat pengamatan yang sabar dan cermat serta observasi riset.

Berkembangnya ilmu astronomi didorong oleh hasrat ingin tahu para ilmuan untuk mengetahui gejala ruang angkasa termasuk pergerakan tatasurya, tentunya seiring dengan perintah agama untuk mengkajinya. Tetapi juga peran khusus astronomi dalam kepentingan ritual agama seperti penentuan arah kiblat dan waktu solat, awal Ramahan dan penetapan puasa-puasa lainnya, memberikan pengaruh tersendiri dalam perkembangan astronomi. Tradisi keilmuan ini merupakan sintesa antara Babilonia, Arab kuno, Persia dan India sehingga memantapkan astronomi dengan pada tempat pergumulan mereka dalam melahirkan teori-teori astronomi sebagai dasar yang lebih luas dibanding sebelumnya. Ada banyak observatorium sebagai tempat pergumulan para ilmuan astronomi guna melahirkan teori-teori astronomi dan merancang istrumen untuk mendukung kerja ilmiah.

Ada banyak riset astronomi yang dimulai dengan penerjemahan buku-buku astronomi Arab kuno, Yunani, Persia, India, dan Babilonia ke dalam bahasa Arab. Buku yang pertama di terjemahkan adalah buku Miftah an-Nujum yang dikaitkan kepada Heremes pada masa dinasti Umayyah, dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Penerjemahan ini semakin giat pada masa Abassiyah terutama masa pemerintahan Harun ar-Rasyid dan Ma’mun.

Pada masa ini ilmuan Arab dan muslim di dalam Bait al-Hikmah, yaitu sebuah lembaga ilmiah yang didirikan oleh kekhalifahan al-Ma’mun pada tahun 815 M. Bait al-Hikmah berfungsi sebagai institusi akademik, perpustakaan, biro penerjemahan dan observasi pada waktu itu. dari Bait al-Hikmah ini berhasil menerjemahkan buku astronomi al-Magest karya Ptolemy dan buku-buku tentang pergerakan bintang-bintang dari bahasa Yunani ke bahasa Arab, sambil memanfaatkan secara intensif pengetahuan Persia dan India. Selanjutnya buku-buku tersebut, terutama al-Magest Ptolemy menjadi bahasan lanjutanbeberapa tahun sesudah itu oleh ilmuwan-ilmuwan Islam, diantaranya Ibnu Sina yang menelitinya di observatorium Hamadan. Abu al-Wafa menulis dengan versi yang disederhanakan untuk lebih mudah memahami karya Ptolemy yang ditulis dalam buku al-Kamil. Selanjutnya dalam Kitab al-Hay’a Jabir Ibnu Aflah mengkritik pandangan dan pikiran Ptolemy terutama ketika ia menegaskan bahwa planet-planet yang lebih dekat, yaitu Merkurius dan Venus tidak mempunyai parallax. Sekitar 3° untuk matahari. Ia juga mengemukakan pendapat bahwa kedua pelanet tersebut lebih dekat dengan bumi dari pada dengan matahari.

Para astronomi pertama Islam yang berkembang dalam pertengahan abad ke-2 H./ ke-8 M. di Bagdad mendasarkan karya astronomi mereka pada hekekatnya atas tabel astronomi Persia dan India. Karya astronomi terpenting yang masih terpeliara berasal dari Persia zaman pra-Islam ialah Zij-I Sahi atau Zij-I Sahriyari (Astronomical Table of the King) yang dihasilkan pada tahun-tahun dinasti Sassanid atau sekitar tahun 555 M. Zij atau tabel dari berbagai bangsa tidak hanya disadur samata, tetapi mereka membetulkan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya berdasarkan pengamatan dan bacaan mereka yang diteliti.

Astronomi Muslim mengkaji ilmu matematika teoritis terapan dan pengkajian dalam bidang astronomi. Oleh karena itu dunia menemukan konstribusi ilmuwan muslim dalam bidang astronomi yang kesemuanya berkisar pada kesimpulan-kesimpulan matenatis. Hasil penelitian karya ilmuwan Arab kuno, India, Persiadan Yunani menghantarkan kepada konsklusi-konsklusi baru yang lebih teliti dan akurat. Dari sini ilmuan Barat seperti Kepler, Copernicus mendasarkan teori, sehingga memberikan sumbangsih bagi kebangkitan Eropa.

Ilmuwan-ilmuwa muslim dalam melakukan pengukuran secara umum telah mengungguli bagsa-bangsa sebelumnya. Mereka juga sangat jeli dalam mengamati bintang-bintang, matahari, bulan serta pergerakannya yang memebawa kepada kemajuan astronomi. Mereka juga memberikan perhatian besar untuk mempelajari penanggalan waktu karena hubungannya yang erat dengan astronomi.

A.Astronom Muslim Abad Klasik

1.Umar Khayyaam

Seorang astronom muslim kenamaan berhasil menciptakan kalender Paus Gregory XIII pada tahun 1528 M. hasil Umar Khayyaam ini ternyata jauh lebih baik dibandingkan dengan yang dibuat oleh Paus Gregory XIII. Kalau yang disebut terakhir ini membuat perbedaan 1 hari dalam 3330 tahun, maka kelender Umar Khayyam membuat perbedaan 1 hari dalam 5000 tahun. Usaha tersebut didasarkan pada kepentingan para petani untuk mengetahui kapan menanam dan memanen gandum dan juga penting bagi para musafir serta saudagar yang membutuhkan keterangan kapan mereka melakukan perjalanan gurun pasir dan masih banyak lagi kepentingan lainnya.

Di samping itu, dikarenakan umat Islam membangun kalender berdasarkan tahun menurut perjalanan bulan (lunar) yang permulaan bulannya bergantung pada pengelihatan sesungguhnya yang terpercaya terhadap anak bulan, maka perhatian yang diberikan oleh para ilmuan muslim pada masa keemasan untuk menentukan permulaan yang tepat terhadap bulan tersebut nampak dapat difahami. Tahun Qomariyah dalam penanggalan Islam terdiri dari 354,367068 hari. Ini sama dengan lama terjadinya dua kali gerhana secara beruntun yang terbagi menurut jeumlah gerak sirkuler rembulan. Satu tahun Qomariyah terdiri dari 1 bulan yang terbagi 29 atau 30 hari dengan patokan rata-rata 29,53059. Agar setiap tahun mempunyai jumlah yang penuh, maka ditemukan tahun kabisat yang harus muncul 11 kali dalam waktu 30 tahun, yaitu memiliki angka 2, 5, 7, 10, 13, 16, 21, 26 dan 29. Perhitungan mereka menunjukkan ketelitian yang sangat tinggi. Para astronomi muslim juga sepakat untuk menamakan bulan-bulan dengan nama yang digunakan oleh bangsa Babilonia, Kanun II, Syubbath, Azar, Nisam, Ayar, Haziran, Tammuz, Ab, Ailul, Tisyrin II dan Kanun I.

2.Al-Farghani

Nama lengkapnya Abu’l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Ia merupakan salah seorang sarjana Islam dalam bidang astronomi yang amat dikagumi. Beliau adalah merupakan salah seorang ahli astronomi pada masa Khalifah Al-Ma’mun. Dia menulis mengenai astrolabe dan menerangkan mengenai teori matematik di balik penggunaan peralatan astronomi itu. Kitabnya yang paling populer adalah Fi Harakat Al-Samawiyah wa Jaamai Ilm al-Nujum tentang kosmologi. Buku ini memberi pengaruh kuat pada dunia Barat dan banyak diterjemahkan ke dalam bernacam bahasa, termasuk ke dalam Spanyol oleh de Sevilla (John of Seville) dan Gerard Cremona pada tahun 1135 M, dan juga ke dalam beberapa bahasa yang lainnya. Dia juga bekerja di observatorium di Bagdad dan berhasil membuat jadwal apogee (Apogeum) dan perigee (Perigeum) masing-masing planet dengan sistim koresponden episikel ke dalam eksentrisitas dan elip-elip yang terdapat dalam astronomi modern.

3.Al-Battani (858-929 Masehi)

Teori al-Farghani selanjutnya diteruskan oleh al-Battani, nama panjangnya adalah Abu Abdullah Muhammad, seorang pakar astronomi berbangsa Arab. Dia menentukan secara sangat teliti garis lengkung atau kemiringan (orbit di mana matahari kelihatannya bergerak), panjangnya tahun tropis, lamanya suatu musim dan tepatnya orbit matahari serta utama planet tersebut, hingga pada akhirnya al-Battani menemukan rumusan tempo masa setiap musim dengan terperinci dan terkenal dengan bukunya yang berjudul Az-Zij.

Al-Battani dengan tegas tidak menyetujui teori Ptolemy tentang sifat imobilitas apogee tata surya dengan menunjukkan bahwa yang demikian itu merupakan subyek bagi perubahan oleh siang dan malam yang terjadi lebih awal dalam setiap tahunnya secara berturut-turut, dan bahwa dengan berpegang kepada persamaan waktu merupakan subyek bagi sekuler yang lambat. Kebalikan dari Ptolemy, al-Battani membuktikan adanya variasi diameter angular yang nampak dari matahari serta kemungkinan terjadinya gerhana-gerhana yang berbentuk seperti cincin. Al-Battani mengoreksi beberapa orbit bulan dan planet-planet lain. Di samping itu ia pun mengemukakan teori baru yang kreatif untuk menentukan kondisi-kondisi jarak pengelihatan dari suatu bulan baru dan mengoreksi nilai presesi ekinok yang didapatkan Ptolemy. Ia mencatat presesi 54,5 untuk 1 tahun dan inklinasi ekliptika dengan jari jari 23° 35. Sedangkan periode yang diperlukan adalah 54,5 detik busur tiap tahun.

4.Abu al-Wafa al-Buzjani (940-998 M.)

Pada periode setelah al-Battani, muncul astronom muslim lainnya, Abu al-Wafa yang dikenal sebagai seorang ahli astronomi dan ahli matematik Arab paling terkemuka yang pernah ada. Beliau merupakan salah seorang penterjemah yang mahir dari Yunani (Greece). Beliau telah mengarang kira-kira 5 buah buku dan yang terkenal di antaranya ialah, “al-Handasah” dalam ilmu geometri.

Abu al-Wafa al-Buzjani mengemukakan teori lunar ke-3 atau di Eropa dikenal dengan variation. Teori lunar pertama dan kedua telah diketahui oleh orang Yunani. Teori Abu al-Wafa ini merupakan kelanjutan dan sekaligus penyempurna teori astronomi Ptolemy dan al-Battani.

5.Al-Khawarismi (w. setelah 846)

Mempersembahkan kepada khalifah al-Ma’mun suatu ringkasan tabel-tebel astronomi India; dan sekitar tahun 900. Dalam suatu usaha untuk menyelesaikan perbedaan antara tabel-tebel dari sumber-sumber India, Persia dan Yunani, al-Battani atau Albategnius membuat tabel-tabel yang sangat akurat. Sistim Ptolemaik tentu saja dipakai secara universal, tetapi para astronomer Arab makin menyadari kelemahan sistim itu, walaupun mereka tidak berhasil menemukan alternative yang memuaskan.

6.Ibnu Abi ar-Rijal (w. setelah 1040 M.)

Ibnu Abi ar-Rijal adalah seorang ahli astronomi dan matematik dari Andalusia. Beliau terkenal di kalangan ulama Arab dengan buku, “al-Bari’ fi Ahkam an-Nujum”. Hasil-hasil karangan beliau telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.

7.Abu ar-Raihan al-Bairuni (973-1048 M.)

Abu ar-Raihan al-Bairuniadalah seorang pakar astronomi, sejarah, matematik, geografi, kedoktoran dan farmasi bangsa Arab. Salah seorang alim ulama Islam yang terkenal. Mengikut sejarah, beliau merupakan seorang ahli sains terkenal dan orang pertama yang menyatakan bahawa bumi beredar mengelilingi poros. Beliau telah mengarang lebih dari 120 buah buku.

8.Abu Jaafar al-Khazin (W. setelah 1010 M.)

Abu Jaafar adalah salah seorang ahli astronomi Islam yang terkemuka. Beliau sangat alim di dalam matematik dan geometri (kajiukur). Beliau juga telah mengarang lebih dari empat buah buku dan di antara yang terpenting ialah “Al-Masa’il Al-Adadiah”.

Selain astronom mulim di atas masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam tulisan sederhana kali ini.

Para astronom muslim membuat klasifikasi musim; musim semi, panas, gugur, dan musim dingin dengan tanda-tanda zodiac yang dikaitkan dengan orbit matahari. Bahkan lebih dari itu, astronom muslim saat itu sudah menciptakan instrument-instrumen yang mendukung reset astronomi. Diantarnya yang terkenal adalah astrolab, walaupun namanya berbau Yunani, alat ini dikembangkan oleh orang Islam dan kenyataannya tidak ada astrolabe Yunani yang masih tersisa. Astrolabe Islam mulai dibuat pada awal sejarah Islam dan selama ribuan tahun terakhir seni astrolabe sering memadukan seni yang indah sekali dan sangat berguna yang begitu penting bagi para navigator sebelum zaman modern. Begitu pula dengan kompas sangat bermanfaat untuk menentukan arah mata angin. Kita tidak dapat membayangkan seseorang Magellan atau Colombus berlayar di tengah lautan tanpa pertolongan astrolabe dan kompas seperti halnya juga kuadrat, sekstan, turquem dan alat observasi lainnya yang ditemukan atau disempurnakan oleh astronot, ahli matemateka dan navigator muslim.

Sementara itu Ibnu Yunus berhasil menemukan pendulumyang digunakan untuk mengetahui detik-detik waktu dalam meneropong benda-benda angkasa, seperti halnya bandul dalam jam dinding. Jadi ia jauh lebih dahulu (kurang lebih enam abad) dibandingkan Galileo Galilei (1564-1642 M.) yang selama ini di anggap sebagai penemuan alat ini. Alat ini yang diciptakan untuk mengukur gerak bintang.

Para ilmuan muslim telah mengetahui banyak tentang bumi berbentuk bulat dan gerakannya mengitari matahari, dengan bukti-bukti dan argumentasi yang kuat. Al-Mas’udi mengatakan dalam Marwaj az-Zahab wa Ma’adin. Bila matahari berada di ujung negeri cina, maka ia akan terbit di ujung cina. Itu adalah sepenuhnya lingkaran bumi. Sementara itu asy-Syarif al-Idris menyebutkan dalam bukunya Nuzah al-Musytaq bahwa bumi itu bulat seperti bulatan bola. Dari keterangan ini jelaslah kiranya bahwa para ilmuwan muslim telah menemukan bola bumi dan perputarannya mengelilingi matahari sebelum ditemukan oleh Copernicus (878-955 H.) beberapa abad kemudian. Jadi salah besar jika Barat dan sejarawan sains mengatakan bahwa penemu bumi bulat adalah Copernicus. Temuan ilmuan Islam itu sekaligus membantah pendapat berseberangan dari Ptolemy yang mengatakan bumilah sebagai poros alam semesta, sementara seluruh benda langit termasuk matahari dan planet-planet berutar mengelilingi bumi.

Di Bait al-Hikmah para ilmuan Muslim mengukur dengan sangat teliti lingkaran bumi pada masa khalifahan al-Ma’mun, khalifah dari dinasti ‘Abbasiyyah yang sengat mendorong perkembangan sains. Hasil kalkulasi mereka menunjukkan lingkaran bumi ini adalah 41.248 kilometer. Sedangkan angka ukuran lingkaran bumi yang diketahui sekarang adalah 40.070 kilometer. Dari sini jelas bahwa angka yang dicapai oleh pada ilmuan musim mendekati angka sebenarnya yang dihitung berdasarkan computer dan satelit yang bekerja dengan sinar merah.

Perhitungan lain dalam bidang astronomi yaitu tentang jarah dan ukuran benda langit. Jarak yang terdekat antara bumi dengan bintang yang terdekat adalah 25 juta mil dan ukuran bintang sebagian besar menyamai ukuran matahari, bahkan lebih panas dan besar atau paling tidak menyamai ukuran matahari. Khusus untuk jarak antara benda langit dapat penulis cantumkan pendapat al-Fargani dengan perbandigan hitungan astronom modern untuk memberikan bayangan bayangan tentang dimensi kosmos yang terbatas dengan perbandingan dengan apa yang ditemukan dalam konsepsi modern tentang sistim planet. Jarak yang diberikan al-faragi untuk aposee dan perigee setiap planet dan sistim episiklus sejajar dengan ujung-ujung elip dalam astronomi modern.

Jauh sebelum Ibnu Yunus, pernah ada astronomi lain yang meneliti jarak benda langit, yaitu Ibnu Qurrah dengan melakukan penghitungan jarah bumi ke matahari dan panjang tahun matahari. Di samping itu ialah yang membuat ringkaran al-magnet danpengantarnya.

Singkatnya karya monumental pada masa Islam Klasik telah banyak menyumbangkan perkembangan kemajuan ilmu ini. Namun sayang penemuan-penemuan para saintis Islam banyak yang tidak diakui dan bahkan diputar balikkan dengan membangun opini bahwa Barat sebagai pelopor dan menemukannya pertama kali.

B.Kontribusi Ilmu Pengetahuan Islam Terhadap Peradaban Barat

Perkembangan intelektual dikalangan umat Islam memberikan sumbangan atau pengaruh yang banyak terhadap peradaban Eropa. Peradaban eropa pada abad pertengahan baik langsung maupun tidak langsung kemudian berkembang, membentuk peradaban Barat yang lebih universal. Tampa sumbangan dan pengaruh ilmu pengetahuan Islam sulit dibayangkan kemajuan Barat bisa seperti sekarang ini.

Orang Eropa sejak awal kemajuan Islam, banyak belajar dari kaum intelektual muslim. Sikap terbuka yang ditunjukkan oleh para intelektual mulim, mengakibatkan banyak orang Barat terkemuka mendatangi pusat-pusat ilmu pengetahuan untuk berguru dan menimba ilmu. Bahkan kepala-kepala gereja Kristen atau Barat, juga menghadiri kuliah-kuliah yang diberikan oleh sarjana-sarjana muslim. Universitas-universitas Islam terutama turut mempercepat proses perluasan pengaruh permikiran Islam di Eropa, mempunyai peranan dalam melebarkan pengaruh ilmu pengetahuan Islam terhadap Barat.

Pengaruh Islam terhadap Eropa Barat sudah berlangsung sejak abad ke-12. Jauh sebelum perang Salib, Halugu Khan menaklukkan Baghdad dan meruntuhkan Abbasiyah melihat peradaban Islam yang maju, ia membawa buku-buku dari perpustakaan Baghdad dan membawanya ke Samarkand, di sanalah ia mengembangkan karya ilmiah kaum Muslimin, dan menciptakan akademi-akademi serta mengankat orang-orang yang berilmu.

Para ilmuan muslim juga berhasil menciptakan metode observasi dan ekprerimentasi, salah satu di antaranya adalah Jabir Ibn Hayyan yang mengembangkan ilmu kimia, fisika, kedokteran. Kemudian di kembangkan lagi oleh Al-Razi dalam bidang kimia dan al-Hasan dalam bidang fisika. Dengan demikian muncullah metode penelitian ilmiah yang dicetuskan pertama kalinya oleh orang muslim, dan berikutnya mengalami perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk juga ilmu astronomi. Oleh karena itulah, terdapat banyak filosof dan ilmuan muslim melatarbelakangai bengkitnya renaissance hinggamenumbuhkan kemajuan peradaban Barat di Eropa.

Di lain sisi, era sekarang kaum muslimin mengalami kemunduran, antara lain disebabkan telah banyak dibakar buku-buku dalam perpustakaan Islam terutama di Spanyol oleh Kristen Eropa, namun pemikiran Islam tetap tidak punah, bahkan membidani gerakan-gerakan kesejahteraan penting di Eropa yang mengubah wajah kebudayaan Eropa dan bahkan dunia pada Umumnya. antara lain:

1.Kembangkitan kembali (renaissance) kebudayaan Yunani Klasik pada abad ke-14 mula-mula di Italia kemudian merembet ke seluruh Eropa.

2.Gerakan pembaharuan agama Kristen mulai abad ke-16 dengan reformasi yang dilakukan oleh Luther Zuwingli dan Calvin.

3.Rasionalisme pada Abad ke-17 yang dipelopori oleh Rene Descartes dan Jhon Locke, masing-masing dari Inggris dan Prancis.

4.Pencerahan (aufklarung enlightenment) pada abad ke-18 dengan tokoh-tokohnya Voltaire, D. Diderot, Baron De Montesqu’e dari Perancis, GW. Leibniz dari Jerman dan MV. Lomonossor dari Rusia.

V.KESIMPULAN DAN PENUTUP

Melihat dari masa atau waktu lahirnya para ahli falak maupun astronomi, para ilmuwan muslim lebih dulu mempelajarinya daripada para astronomis Eropa. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendapat dan teori yang berkembang di Eropa sangat dipengaruhi oleh adanya pendapat yang telah dikemukakan dan penemuan-penemuan yang telah didapatkan oleh para cendekiawan muslim.

Tentu saja, goresan tinda ini masih belum selesai untuk membahas peradaban Islam klasik dari sisi kemajuan astronomi yang pernah gemilang. Perlu banyak usaha dalam rangka mengembalikan stamina keilmuan kaum Muslimin memimpin peradaban terdepan seperti masa keemasannya dulu, sejarah emas yang lalu, hingga dunia tahu bahwa Islam dengan al-Quran dan Haditsnya bukanlah hanya omong kosong. Kaum Muslim harus ikut serta dalam kereta kemajuan modernisasi peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan di Barat. Peradaban kaum muslimin harus berupaya menyusul kembali ketertinggalannya.

Butuh kerja keras dari semua komponen untuk mewujudkan kembali kegemilangan peradaban Islam. Keterlibatan segenap disiplin ilmu pengetahuan yang kesemuanya harus pertumpu pada nilai-nilai keislaman. Eropa Barat maju karena mereka meniggalkan agamanya, namun tidak dengan kaum Muslimin, ia akan maju dengan mendekati Agamanya. Agama yang ternyata sangat relevan dengan kemajuan jaman, bahkan lebih dari itu, dengan Kitab Sucinya merupakan rumusan kunci dari Sains dan Teknologi yang ada. Kitab suci yang datang dari Tuhan yang benar tidak akan besebrangan dengan rumusan teori alam yang diciptakan Tuhan, itulah al-Quran.

Ilmu alam berperan dalam mengenal kekuasaan Allah. Sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh ilmuwan Thomas Carlyle “Di dalam labolatorium pengetahuan dengan seluruh sains dan ensiklopedinya, kita akan menemukan secara tepat keberadaan Tuhan.” Studi akan fenomena alam dan keajaibannya akan menciptakan daya syukur dan pemanfaatan alam lebih optimal guna membantu keberlangsungan kehidupan manusia sebagai hamba Allah. Tipe manusia seperti inilah yang al Quran menyebutnya sebagai Ulul Albab, cendekiawan muslim yang taat kepada Allah (Q.S. 2:164 dan 197).

Maka seyogyanyalah kaum Muslimin tidak lagi menjauh dari ilmu alam, tidak ada lagi dokotomi ilmu agama dan ilmu alam, tidak ada lagi pemisahan antara dunia dan akhirat. Kesemuanya itu haruslah penuh dengan idealisme sebuah doa yang sering dilantunkan, meminta kebaikan kehidupan di dunia dan di akhirat.

“Aku Ingin Hidup dalam Peradaban Islam yang Gemilang…!”

DAFTAR PUSTAKA


Sebutkan bukti ketentuan syariat agama islam yang berhubungan dengan astronomi

Lihat Humaniora Selengkapnya