Salah satu ciri orang yang sabar dan ikhlas adalah ketika terkena musibah bersikap

Rep: Ahmad Islamy Jamil Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --

Dunia sejatinya adalah tempat bagi manusia menjalani berbagai macam ujian dan cobaan dari Allah SWT. Sebagai orang yang beriman kepada-Nya, kita pun diperintahkan untuk senantiasa bersabar dan bertawakal selama menjalani ujian-ujian tersebut. Pesan Allah itulah yang dibahas secara terperinci oleh Ustaz Djazuli Ruhan Basyir dalam kajian rutin yang digelar Majelis Taklim Babussalam di Masjid at-Taqwa Kompleks Taman Bunga Wiladatika Cibubur, Depok, Jawa Barat, Selasa (4/4). Pada kesempatan itu, dia menjelaskan bahwa ada tiga macam ujian yang dihadapi manusia di dunia ini, yaitu ujian kesulitan, kesenangan, dan kesalahan. Ujian kesulitan dapat muncul dalam bentuk kekurangan harta, kelaparan, penyakit, dan musibah-musibah lainnya. Sementara, ujian kesenangan dapat berupa harta yang banyak, istri yang cantik, dan kedudukan sosial yang tinggi. "Di antara ketiga ujian itu, ujian kesulitan adalah yang paling ringan. Mengapa demikian? Karena ujian tersebut tidak hanya dialami oleh orang-orang beriman, tetapi juga orang kafir," ujar Dzajuli. Dia mengatakan, banyak manusia yang berhasil menjalani ujian kesulitan dengan baik, meskipun mereka tidak beriman kepada Allah SWT. Tetapi, sedikit sekali orang kafir yang mampu melewati ujian kesalahan disebabkan tidak adanya petunjuk yang mereka dapatkan dari Allah SWT. Akibatnya mereka terus mengulangi kesalahan dan dosa yang sama dari waktu ke waktu. "Begitu juga halnya dengan ujian kesenangan. Tidak sedikit manusia yang terlena oleh berbagai kesenangan dunia yang mereka rasakan sehingga mereka pun lupa kepada Allah SWT," katanya. Dzajuli menjelaskan, dalam surah at-Taghabun ayat 11 disebutkan bahwa setiap musibah yang datang adalah ujian bagi kaum mukmin. Sementara, pada ayat 15 surah itu dikatakan, harta dan anak-anak juga bisa menjadi ujian bagi orang-orang beriman. Dalam menghadapi berbagai ujian tersebut, ada beberapa sikap yang harus dilakukan seorang mukmin. Pertama, tetap merasa yakin atau optimistis bahwa akan datang pertolongan Allah kepada kita. Kedua, segera mengucapkan innaa lillaahi wainnaa ilaihi rajiuun setiap kali mendapat musibah. Sikap selanjutnya adalah bertawakal kepada Allah. Dzajuli menuturkan, tawakal menjadi salah satu syarat bagi seseorang mendapat pertolongan Allah. Untuk itu, ada empat hal yang mesti kita perhatikan saat bertawakal. Pertama, jangan menyandarkan hati kepada selain Allah. "Jika kita menyandarkan hati kepada selain Allah saat menghadapi satu masalah atau musibah, pertolongan Allah akan semakin jauh dari kita," ujarnya. Kedua, dalam bertawakal, jangan melakukan ikhtiar dengan mudarat yang lebih besar daripada manfaat. Berikutnya, menyelesaikan segala urusan dengan cara-cara yang syar'i, bukan dengan cara yang haram. "Misalnya, ketika seorang istri menghadapi suatu masalah dengan suaminya, dia dianjurkan untuk melakukan shalat hajat, meminta pertolongan kepada Allah supaya diberikan jalan keluar yang terbaik. Bukan malah mencari pelarian dengan curhat atau menceritakan persoalan rumah tangganya dengan lelaki lain," kata Djazuli mencontohkan. Terakhir, ketika bertawakal, kita harus berserah diri sepenuhnya kepada Allah dari awal hingga berakhirnya urusan. "Dengan berserah diri kepada Allah, kita akan menjadi tenang sehingga dapat menerima apa pun hasil ikhtiar dengan lapang dada. Karena itu, jangan setengah-setengah dalam memasrahkan diri kepada Allah," ujar Dzajuli. Wakil Koordinator MT Babussalam Indra Ummu Ihsan mengatakan, saat ini usia majelis taklim yang ia kelola sudah lebih dari 14 tahun. Sejak berdirinya hingga sekarang, komunitas itu rutin menggelar kajian Islam setiap Selasa. Dalam sebulan, pertemuan yang diadakan MT Babussalam bisa berlangsung empat hingga lima kali. Untuk Selasa pertama, kata Indra, yang tampil sebagai pemateri adalah Ustaz Djazuli Ruhan Basyir. Adapun topik yang dibahas dalam setiap pertemuan pertama itu seputar tafsir Alquran. Selanjutnya, untuk Selasa kedua, MT Babussalam menghadirkan Ustaz Firanda Andirja sebagai penceramah. Adapun topik yang dibahas dalam setiap pertemuan kedua tersebut tentang sejarah Nabi SAW (sirah nabawiyah). "Untuk kajian pada Selasa pertama dan kedua, pertemuan diadakan di Masjid at-Taqwa Kompleks Taman Bunga Wiladatika Cibubur," kata Indra. Berikutnya, untuk Selasa ketiga, yang tampil sebagai pemateri adalah Ustaz Najmi Umar Bakar. Setiap pertemuan ketiga itu, topik yang dibahas adalah seputar fikih. Sementara, untuk Selasa keempat, MT Babussalam menghadirkan Ustaz Badrusalam sebagai penceramah. Adapun topik yang dibahas pada pertemuan keempat itu adalah mengenai hadis Nabi SAW.

"Untuk kajian pada Selasa ketiga dan keempat, pertemuan diselenggarakan di masjid lain yang masih berada di kawasan Cibubur. Dan jika ada Selasa kelima, kami juga menghadirkan Ustaz Azhar bin Seff untuk membahas adabul mufrad atau adab bertutur kata dalam Islam," ujar Indra.

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Tak terperikan kesedihan yang merundung hati Ummu Salamah. Sang Suami Abu Salamah baru saja meninggal di pangkuannya. Abu Salamah menderita luka-luka hebat selepas kepulangannya dari Perang Uhud. Ia harus menjanda dan membesarkan anak-anaknya yang telah yatim.

Rasulullah SAW pun datang bertakziyah agar meredakan lara di hati Ummu Salamah. Rasulullah SAW berpesan agar Ummu Salamah bisa tabah dan tegar dalam menghadapi musibah. “Siapa yang ditimpa suatu musibah, maka ucapkanlah sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah, 'inna lillahi wa inna ilaihi raji'un' (sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita akan dikembalikan),” sabda Rasulullah SAW.

Rasulullah pun menasihatinya. Orang yang bersabar dan ikhlas ketika ditimpa suatu kehilangan, maka Allah SAW akan memberikan ganti yang lebih baik dari itu. Rasulullah SAW pun sempat mendoakan Ummu Salamah, “Ya Allah, berilah ketabahan atas kesedihannya, hiburlah dia dari musibah yang menimpanya, dan berilah ia pengganti yang lebih baik untuknya.”

Benar saja, setelah Ummu Salamah menyelesaikan idahnya dan menjanda, ia mendapatkan ganti yang lebih baik atas kehilangan suaminya. Rasulullah SAW sendiri yang ternyata datang melamarnya. Ummu Salamah dinikahi Rasulullah SAW pada Syawal. Siapakah figur suami yang lebih baik dari Rasulullah SAW?

Demikianlah hakikat orang yang tabah dan sabar ketika ditimpa suatu musibah. Seseorang harus meyakini dan menyadari, segala sesuatu yang dimilikinya di dunia ini pada hakikatnya adalah milik Allah. Manusia hanya “dipinjamkan” dan diberi amanah untuk memelihara dan merawatnya. Manusia diperbolehkan memanfaatkannya dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT. Suatu saat nanti, barang pinjaman tersebut akan diambil oleh Sang Empu. Dialah Allah SWT.

Tak ada alasan untuk berduka kerena kehilangan suatu barang yang sejatinya bukanlah miliknya. Tak ada pula alasan berbangga karena dititipkan Allah SWT harta benda. Lihatlah tukang parkir, kendati mobil dan motornya banyak terparkir di halamannya, ia tak pernah sombong. Ketika orang yang punya mobil dan motor mengambil titipannya, ia tak pernah bersedih. Karena ia yakin, mobil dan motor tersebut bukanlah miliknya.

Ketika Allah mengambil apa yang telah ia titipkan kepada manusia, tak ada alasan bagi manusia untuk bersedih. Malah, sepatutnya ia bersyukur karena telah lunas amanahnya dalam memelihara titipan Allah dan semakin sedikit hisabnya di akhirat kelak.

Bagi Ummu Salamah, sungguh berat baginya atas kepergian suami tercinta. Siapa yang tak akan berduka di kala orang yang disayangi telah pergi untuk selamanya. Namun, itulah dunia. Ada pertemuan tentu ada pula perpisahan.

Allah berjanji, siapa hambanya yang bersyukur dengan suatu nikmat, maka nikmat tersebut akan ditambah (QS Ibrahim [14] :7). Demikian pula, siapa yang bersabar akan kehilangan sesuatu, maka Allah akan mengganti dengan yang lebih baik.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba tertimpa musibah lalu dia mengucapkan, ‘Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un’ lalu berdo’a, ‘Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan berilah ganti yang lebih baik darinya’, melainkan Allah benar-benar memberikan pahala dan memberinya ganti yang lebih baik darinya.” (HR Muslim).

Jadi, sebesar apa pun musibah berupa kehilangan harta benda atau orang yang dicinta, yakinlah dengan sabar dan ikhlas pasti akan diberikan pahala dari Allah SWT. Kemudian, Allah berjanji untuk memberikan ganti yang lebih baik dari itu, jika orang yang ditimpa musibah benar-benar sabar dan ikhlas kepada Allah.

Inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW. Tidak ada kerugian bagi orang beriman dalam kondisi apa pun ia berada. “Sungguh ajaib urusan orang beriman itu, apa pun yang datang kepadanya semuanya berujung kebaikan. Jika ia diberikan kenikmatan ia bersyukur, itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kesusahan ia bersabar, maka itu baik baginya,” jelas Rasulullah SAW dalam sabdanya. (HR Muslim).

sumber : Dialog Jumat Republika

Ilustrasi Musibah. ©2021 Merdeka.com/Pexels.com-cottonbro

SUMUT | 28 September 2021 13:00 Reporter : Ibrahim Hasan

Merdeka.com - Kehidupan manusia memang tak bisa lepas dari ujian dan cobaan. Sudah sebuah kewajaran bagi keberadaan umat manusia. Namun musibah yang datang tidak serta-merta sebagai hal yang buruk. Datangnya musibah juga dapat mengandung hikmah di balik terjadinya. Seorang yang menjalani musibah cenderung beranggapan bahwa musibah adalah penderitaan dalam kehidupan.

Baik itu musibah, teguran, hingga bencana, merupakan sebuah cobaan dari Allah SWT. Tinggal bagaimana cara menghadapi musibah dalam islam untuk kemudian diterapkan. Menyikapi kondisi tertimpa musibah tidak sembarangan. Semuanya sudah termaktub sebagai pedoman cara menghadapi musibah dalam islam.

Praktik cara menghadapi musibah dalam islam yang benar akan menjadikan terjadinya musibah menjadi konteks mendapatkan keberkahan. Mulai dari berserah diri, hingga menjadikannya sebuah pelajaran.

Oleh karenanya, berikut merdeka.com rangkum cara menghadapi musibah dalam islam yang dapat dipraktikkan untuk membantu meringankan penderitaan, melansir dari laman Kementerian Agama RI, Selasa, 28/09/2021.

2 dari 3 halaman

©2021 Merdeka.com/Pexels.com-ahmed akacha

1. Sabar menghadapi musibah

Sabar menurut Imam Suyuthi dalam Tafsir al-Jalalain adalah menahan diri terhadap apa-apa yang Anda benci. Sabar menjadi cara menghadapi musibah dalam islam yang harus diterapkan.

Sikap ini lah yang wajib dimiliki saat seseorang menghadapi musibah. Selain itu, disunnahkan ketika terjadi musibah mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun ).

Allah SWT berfirman, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (QS al-Baqarah:155-156)

Dengan demikian, musibah dan bersabar sudah dijadikan satu ikatan yang harus diterapkan pada manusia. Meninggalkan sikap sabar dengan berputus asa atau berprasangka buruk tidak akan memberikan kebaikan di masa depan.

Pasalnya putus asa merupakan sifat berburuk sangka kepada Allah. Berprasangka buruk kepada manusia saja dilarang, apalagi kepada sang pencipta.

2. Selalu berikhtiar

Ikhtiar ialah tetap melakukan berbagai usaha untuk memperbaiki keadaan. Ikhtiar menjadi sebuah upaya lahiriah dalam mempraktikkan cara menghdapi musibah dalam islam. Seorang muslim tidak boleh hanya diam saja, atau pasrah berpangku tangan menunggu bantuan datang.

Dengan demikian, beriman kepada ketentuan Allah tidaklah berarti kita hanya diam termenung meratapi nasib, tanpa berupaya mengubah apa yang ada pada diri kita. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS ar-Ra’du: 11)

Rasulullah SAW pun memberi petunjuk bahwa segala bahaya wajib untuk dihilangkan. Contohnya ketiadaan logistik, robohnya masjid, rusaknya tempat tinggal, rusaknya sekolah, dan sebagainya. Nabi SAW bersabda, ”Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri dan bahaya bagi orang lain.” (HR Ibnu Majah)

3. Perbanyak berdoa dan berzikir
Memperbanyak doa dan zikir bagi orang yang tertimpa musibah merupakan cara menghadapi musibah dalam Islam. Orang yang mau berdoa dan berzikir lebih mulia di sisi Allah daripada orang yang tidak mau atau malas berdoa dan berzikir.

Rasululah SAW menuntunkan doa bagi orang yang tertimpa musibah, “Allahumma ajurnii fii mushiibatii wa-akhlif lii khairan minhaa.” (Ya Allah, berilah pahala dalam musibahku ini, dan berilah ganti bagiku yang lebih baik daripadanya.) (HR Muslim)

Sedangkan zikir akan membuat hati orang yang sedang gelisah atau stress menjadi tentram. Zikir dianalogikan sebagai air es sejuk yang dapat mendinginkan tenggorokan pada saat cuaca panas terik di padang pasir. Allah SWT berfirman, “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’du: 28). Hal inilah mengapa doa dan zikir menjadi cara menghadapi musibah dalam islam.

Zikir yang dianjurkan misalnya bacaan istighfar,”Astaghfirullahal ‘azhiem”. Sabda Nabi SAW, “Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberinya jalan keluar bagi kesempitannya, akan membebaskannya dari kesedihan, dan akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (HR. Abu Dawud).

3 dari 3 halaman

©2021 Merdeka.com/Pexels.com-alexander zvir

4. Mengetahui hikmah di balik musibah
Mengetahui hikmah atau rahasia di balik musibah akan menjadi  ketangguhan mental yang sempurna bagi orang yang terkena musibah. Hikmah musibah di antaranya ialah diampuninya dosa-dosa. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah tertusuk duri atau lebih dari itu, kecuali dengannya Allah akan menghapus sebagian dosanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Contohnya adalah Muslim yang mati kecelakaan pesawat atau tertimpa tembok, tergolong orang yang mati syahid. Sabda Nabi SAW, “Orang-orang yang mati syahid itu ada lima golongan; orang yang terkena wabah penyakit tha’un, orang yang terkena penyakit perut (disentri, kolera, dsb), orang yang tenggelam, orang yang tertimpa tembok/bangunan, dan orang yang mati syahid dalam perang di jalan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Di hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda, “Allah akan mengampuni bagi orang yang mati syahid setiap-tiap dosanya, kecuali utang.” (HR Muslim).

Cara menghadapi musibah dalam islam ini sama halnya sebuah introspeksi diri akan hal yang telah terjadi. Menjadikan orang yang terkena musibah semakin waspada dan berhati-hati.

5. Iman dan lapang dada pada ketentuan Allah
Kewajiban mengimani bahwa musibah apapun itu seperti kecelakaan pesawat, gempa bumi, banjir, wabah penyakit telah ditetapkan Allah SWT dalam Lauhul Mahfuzh. Oleh karenanya menerima ketentuan Allah, termasuk musibah haruslah dengan lapang dada.  

Allah SWT berfirman, “Tiada salah satu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS al-Hadid: 22)

“Kita pun wajib menerima taqdir Allah ini dengan rela, sesuai sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tirmidzi, “Sesungguhnya besarnya pahala itu seiring dengan besarnya cobaan. Sesungguhnya Allah jika mencintai satu kaum, maka Allah memberi cobaan kepada mereka. Maka barangsiapa yang ridha (terhadap cobaan itu), maka dia mendapat ridha Allah. Barangsiapa yang murka, maka dia mendapat murka Allah,” tulis KH. M. Shiddiq Al-Jawi.

Menghadapi cobaan dengan cara yang beriman dan lapang dada ternyata menjadi cara menghadapi musibah dalam islam yang menjadikan esensi tertimpa musibah menjadi berkah.

(mdk/Ibr)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA