Perhitungan tahun Hijriah berdasarkan pada a periode rotasi bumi

Pergerakan matahari dan bulan terhadap rotasi bumi menjadi rujukan sistem waktu di bumi, dimana pergerakan bulan menjadi dasar sistem penanggalan Hijriah (lunar system). Pemaknaan penanggalan Hijriah melalui proyeksi posisi bulan (Ethnoastronomy) dan pergerakan pasang surut (Ethnooceanography) sebagai nilai-nilai kearifan lokal telah lama diketahui dan diaplikasikan oleh masyarakat Indonesia timur. Suku Sama menerapkannya pada konstruksi rumah dan bagan tancap, Suku Muna/Buton dan Bugis dalam manajemen pelayaran, sedangkan masyarakat di Pulau Tidore mengaplikasikannya pada penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal. Bentuk aplikasi mereka tersebut belum pernah dilakukan kajian ilmiah, sehingga perlu untuk dikaji melalui suatu penelitian. Penelitian ini memiliki empat tujuan utama yaitu; 1) Menentukan variasi tunggang air melalui nilai amplitudo konstituen harmonik pergerakan pasang surut dari pengelompokkan data berdasarkan sistem penanggalan Masehi dan Hijriah; 2).Membuktikan karakteristik pasang surut berdasarkan Ethnooceanography dan Ethnoastronomy dari masyarakat Tidore dan Suku Pelaut; 3) Mencari dasar secara ilmiah (oseanografi) bagian dari karakteristik pergerakan vertical pasang surut dari Suku Sama dlam menentukan tunggang air dan cara Joguru Kesultanan Tidore menentukan awal bulan baru Hijriah dan 4). Membangun solusi penentuan awal bulan Hijriah bagi masyarakat di Indonesia berdasarkan karakteristik pergerakan pasang surut. Perhitungan konstituen harmonik pasang surut, data sebaiknya tersusun berdasarkan penanggalan Hijriah. Susunan data awal yang dimulai dengan fase bulan baru (penanggalan Hijriah) menghasilkan deviasi amplitudo relatif stabil dan membentuk pola yang sama sepanjang tahun. Perhitungan tunggang pasang surut dengan Metode Suku Sama (MSS) sangat effektif, hanya menggunakan dua data pengukuran yang hasilnya sama dengan perhitungan menggunakan nilai konstituen harmonik; Tunggang air atau Likkas Silapas (LS) selain bulan Sya’ban berada di bawah nilai tunggang air rata-rata atau Mean Highest Water Level (MHWL) dan pengukuran tunggang air dengan MSS tidak dapat diterapkan untuk pengukuran pasang surut di fase bulan baru. Selisih tinggi air atau Likas boe (LB) bulan Sya’ban relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bulan lainnya; adanya kesamaan penggunaan nilai 1/3 (33 %) dari persamaan perhitungan tunggang air dengan menggunakan MSS dan dengan menggunakan selisih rasio amplitudo; Tunggang air rata-rata atau Mean Hightest Water Level (MHWL) tidak memberi pengaruh nyata tiap bulan Hijriah (Fhit < 0.5), sedangkan tunggang air tinggi tertinggi (Hight Hightest Water Level) atau HHWL memberi pengaruh yang nyata (Fhit > 0.5); Tunggang air HHWL di Bulan Sya’ban, Dzulhijjah dan Djumadil awal lebih berpengaruh nyata pada nilai tunggang air dibandingkan bulan lainnya. Cara suku pelaut (Metode Manzillah) effektif dalam mengidentifikasi waktu dalam penanggalan Hijriah dan variasi tingi air (peak) melalui penentuan posisi bulan terhadap “Rasi bintang 7 (RB7). Metode Manzillah mempunyai dasar ilmiah iii untuk menentukan variasi tinggi pergerakan pasang surut dalam periode bulan dan tahun Hijriah, makin jauh bulan dari ekuator langit (RB7) dengan deklinasi negatif (Dec -) maka tinggi air pasang surut peak I < peak II (siklus harian) pergerakan pasang surut dan sebaliknya jika deklinasi positif (Dec +) maka peak I > peak II dan posisi bulan di sekitar ekuator langit (peak I  peak II). Penentuan awal bulan baru dengan Metode Joguru (MJ) merupakan hasil “Ijtihad” akibat bulan sabit tipis (Hilal) di awal bulan baru Ramadhan dan Syawal tidak pernah terlihat di wilayah Tidore dan sekitarnya. Ada korelasi yang kuat (R2 = 0.87 – 0.85) antara variasi tinggi air tiap peak I dan II terhadap awal masuknya bulan baru Hijriah; Koefesien determinasi (R2) untuk parameter Gaussian dan slackwater memberi karakter hari masuknya bulan baru Hijriah, dengan makin bergesernya hari menuju bulan baru, maka makin kecil nilai koefesien determinasinya; Waktu terjadinya slackwater (tsw) dan median menjadi indikator penentu masuknya awal bulan baru Hijriah (Ramadhan dan Syawal). Menggantikan indikator awal bulan Hijriah dari Hilal (first new cresent) yang tidak nampak di Tidore ke slackwater merupakan pendekatan ilmiah untuk menentukan awal bulan baru Hijriah dengan memindahkan waktu pemantauan sebesar 3 jam (45o) sebelum matahari tenggelam; Waktu pemantauan dengan Metode Joguru (slackwater) harus dilakukan setelah shalat Ashar dengan waktu kritis sebesar 54 menit; Perbandingkan waktu masuknya bulan Ramdhan dan Syawal dari Metode Joguru dengan data referensi mempunyai kesesuaian (akurasinya 100 %); Ada indikasi wilayah Indonesia menjadi batas penanggalan Hijriah. Metode Joguru memberi solusi penentuan awal bulan baru hijriah di Indonesia yaitu; Metode Joguru dijadikan metode baku (referensi baru) dalam penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal untuk wilayah yang tidak pernah menyaksikan hilal sekaligus dapat melakukan sidang isbat secara terpisah dengan sidang isbat untuk wilayah Indonesia barat; Metode Joguru segera diaplikasikan kembali penggunaannya oleh Kesultanan Tidore, dimana informasi lain yang dihasilkan dapat menentukan lokasi optimum pemantauan Hilal diwilayah barat Indonesia dengan merujuk titik ikat waktu ijtimak dengan indikator waktu slackwater (tsw) terhadap waktu shalat Ashar; Lokasi pemantuan Hilal optimum yang merujuk dari Metode Joguru harus menjadi dasar referensi lokasi dan waktu terlihatnya Hilal guna mengambil keputusan saat sidang isbat penentuan awal bulan baru Ramadhan dan Syawal di wilayah Indonesia barat; Pendekatan referesi waktu pengukuran jam matahari yang merujuk pada waktu shalat fardhu dapat diaplikasikan untuk kriteria ketampakan Hilal (tinggi bulan) dari pemantauan Hilal di lokasi lain.

Seperti kita tahu bahwa bumi berputar pada porosnya. yang disebut rotasi bumi. Arah rotasi bumi selalu sama, yaitu dari barat ke timur. Oleh karena itu, matahari terbit di timur dan terbenam di barat. Perputaran bumi pada porosnya menyebabkan terjadinya siang dan malam. Siang hari terjadi karena bagian bumi terkena cahaya matahari, sedangkan malam hari terjadi karena bagian bumi tidak terkena cahaya matahari. Selain itu bumi juga mengelilingi matahari (revolusi bumi) Bumi memerlukan waktu 365 1/4 hari untuk satu kali evolusi. Satu kali evolusi berarti satu tahun. Para ahli sepakat, untuk mempermudah perhitungan, bahwa satu tahun terdiri dari 365 hari. Akan tetapi, setiap empat tahun sekali ada tahun kabisat. Tahun kabisat terdiri dari 366 hari.

Bumi memiliki satelit yaitu bulan, yang beredar mengelilingi bumi. Peristiwa itu disebut revolusi bulan. Bulan melakukan tiga gerak sekaligus, yaitu bulan berputar pada porosnya (rotasi), bulan berevolusi, dan bulan bersama bumi beredar mengelilingi matahari. Saat bulan mengitari bumi satu kali, bulan juga berputar pada porosnya satu kali. Jadi, waktu rotasi bulan sama dengan waktu revolusi bulan sehingga permukaan bulan yang tampak dari bumi selalu sama. Bulan beredar mengelilingi bumi pada orbitnya. Bulan dapat tetap pada orbitnya karena gaya gravitasi bulan dan bumi. Waktu yang dibutuhkan bulan untuk melakukan satu kali revolusi adalah 29,5 hari. Gaya tarik-menarik bulan, bumi, dan matahari yang disebut gravitasi akan berpengaruh terhadap pasang surut air laut. Gerakan bulan mengelilingi bumi (revolusi bulan) dimanfaatkan oleh manusia untuk menandai waktu dari hari ke hari. Sistem penanggalan yang digunakan ada dua jenis, yaitu kalender Masehi atau tahun syamsiah dan kalender Hijriah atau tahun komariah. Tahun Masehi berdasarkan revolusi bumi dan tahun Hijriah berdasarkan revolusi bulan.

1. Tahun Masehi

Tahun Masehi didasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari. Satu kali revolusi bumi memerlukan waktu 365 1/4 hari. Jadi, satu tahun Masehi sebenarnya terdiri dari 365 1/4 hari. Untuk mempermudah perhitungan, satu tahun Masehi ditetapkan 365 hari. Sisa 1/4 hari dijumlahkan hingga mencapai satu hari. Satu hari itu ditambahkan dalam tahun Masehi setiap empat tahun sekali, yaitu pada bulan Februari. Dengan demikian, setiap empat tahun sekali, satu tahun Masehi memiliki 366 hari. Satu tahun Masehi dibagi menjadi 12 bulan.

Perhatikan tabel berikut:

                                     Nama–Nama Bulan pada Tahun Masehi

No

Nama Bulan

Julah Hari

1.

Januari

31 hari

2.

Pebruari

28 atau 29 hari

3.

Maret

31 hari

4.

April

30 hari

5.

Mei

31 hari

6.

Juni

30 hari

7.

Juli

31 hari

8.

Agustus

30 hari

9.

September

31 hari

10.

Oktober

30 hari

11.

Nopember

31 hari

12.

Desember

30 hari

Jumlah

365 atau 366 hari

Dalam tahun Masehi, orang mengenal istilah tahun biasa dan tahun kabisat. Tahun biasa berjumlah 365 hari, sedangkan tahun kabisat jumlah harinya 366 dan bulan Februari memiliki 29 hari.Ada dua syarat mengetahui tahun kabisat.

  1. Untuk angka tahun biasa, tahun kabisat adalah tahun yang angkanya habis dibagi 4. Contohnya, tahun 2000, 2004, dan 2008.
  2. Untuk angka tahun abad, tahun kabisat adalah tahun yang angkanya habis dibagi 400. Contohnya, tahun 1200, 1600, dan 2000.

2. Tahun Hijriyah


Tahun Hijriah didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Satu kali revolusi bulan memerlukan 29 1/2 hari. Tahun Hijriah terdiri atas 12 bulan. Jadi, dalam satu tahun Hijriah sama dengan 29 1/2 × 12 = 354 hari. Untuk mempermudah dalam perhitungan hari, orang mengubah jumlah hari dalam satu bulan menjadi 29 atau 30 hari. Jumlah hari dalam satu bulan dilakukan secara bergantian.


                                  Nama–Nama Bulan pada Tahun Hijriah

No

Nama Bulan

Julah Hari

1.

Muharam

30 hari

2.

Safar

29 hari

3.

Rabiul awal

30 hari

4.

Rabiul akhir

29 hari

5.

Jumadil awal

30 hari

6.

Jumadil akhir

29 hari

7.

Rajab

30 hari

8.

Syaban

29 hari

9.

Ramadhan

30 hari

10.

Syawal

29 hari

11.

Zulkaidah

30 hari

12.

Zulhijah

29 atau 30 hari

Jumlah

354 atau 355

Dalam tahun Hijriah, orang mengenal tahun biasa dan tahun kabisat. Tahun biasa mempunyai hari berjumlah 354, sedangkan tahun kabisat bejumlah 355 hari. Satu hari tersebut ditambahkan pada bulan Zulhijah. Pada kalender Hijriah ditentukan 11 tahun kabisat dalam periode 30 tahun. Untuk mengetahui suatu tahun tergolong tahun biasa atau tahun kabisat pada kalender Hijriah, yaitu membaginya dengan 30. Setelah dibagi 30 yang menjadi perhatian adalah angka yang merupakan sisa pembagian. Kemudian, angka tersebut dicocokkan dengan angka yang ada pada Tabel berikut:

                                     Angka Tahun Kabisat pada Tahun Hijriah

Tahun Ke

Tahun Ke

Tahun Ke

1

11

(21)

(2)

12

22

3

(13)

23

4

14

(24)

(5)

15

25

6

(16)

(26)

(7)

17

27

8

(18)

(28)

9

19

29

(10)

20

30

Keterangan:

  • Angka yang dikurung menunjukkan tahun kabisat.
  • Angka yang tidak dikurung menunjukkan tahun biasa.
  • Setelah tahun ke-30, perhitungan diulang kembali. Jadi, tahun ke-31 sama dengan tahun-1, tahun ke-32 sama dengan tahun-2, dan seterusnya.

Apakah tahun 1428 H termasuk tahun biasa atau tahun kabisat? Caranya jika 1428 di bagi 30 hasilnya 47, sisa 18. Pada Tabel diatas, angka 18 menunjukkan tahun kabisat. Jadi, tahun 1428 H termasuk tahun kabisat dengan jumlah hari 355.