Perbedaan PENDIDIKAN kewarganegaraan Indonesia dengan negara lain

jelaskan siapa yang merumuskan sila pertama sampai sila ke lima dalam pancasila​

pasal mengenai lshislatif​

10. Memperlakukan manusia/orang lain sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan mengakui persamaan derajat, … hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan sebagainya berarti kita sudah melaksanakan Pancasila, terutama sila​

mohon jawab a dan b dan juga kolom warna biru besok harus di kumpul ​

hubungan sila ke 2 dan ke 3​

hubungan sila ke 1 dan ke 2​

penerapan nilai-nilai Pancasila secara berurutan dari periode lama periode baru dan periode reformasi adalah​

berikanlah contoh hak dilingkungan1.rumah2.sekolah3.masyarakatdalam bidang politik,​

B. Tulislah Dampak atau akibat yang terjadi pada sikap-sikap berikut. 1. Tian tidak pernah ikut ibu dan ayah ke gereja.2.Pak roni tidak mau ikut kegia … tan kerja bakti di masyarakat. 3. Todi tidak memberikan hak pilihnya saat pemilihan ketua kelas. 4.Lia Bersikap acuh pada teman-teman yang berbeda ekonomi dengan dirinya. 5.dani suka berbicara kasar dengan orang yg lebih tua. ​

Sebutkan dan jelaskan nilai-nilai Pancasila yang bersifat tetap, tidak berubah selama Negara Indonesia berdasarkan Pancasila!

Full PDF PackageDownload Full PDF Package

This Paper

A short summary of this paper

34 Full PDFs related to this paper

Download

PDF Pack

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting di dalam melahirkan generasi-generasi penerus bangsa. Apalagi di zaman globalisasi ini, di mana generasi muda dituntut untuk memiliki pengetahuan serta kemampuan yang luas. Untuk melahirkan generasi yang berkualitas, tentunya tidak terlepas dari sistem pendidikan yang diterapkan oleh setiap negara.

Karena setiap negara tentunya memiliki sistem pendidikan yang berbeda-beda, di mana menurutnya paling cocok untuk diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia pastinya juga berbeda dengan sistem pendidikan yang diterapkan di negara lain. Namun, tidak menutup kemungkinan ada sistem pendidikan Indonesia memiliki kesamaan dengan beberapa negara lain.

Perbedaan Sistem Pendidikan Di Indonesia Dan Negara Lain

Indonesia dan negara lain memiliki perbedaan yang mencolok dalam sistem pembelajaran yang diterapkan. Seperti halnya dalam menetapkan pendidikan usia dini. Di mana pendidikan ini sangatlah baik untuk melatih perkembangan motorik anak. Namun, di Indonesia lebih menekankan kepada belajar membaca, menulis, dan berhitung untuk anak usia dini. Sedangkan di luar negeri, pendidikan usia dini lebih menekankan kepada bermain dan berinteraksi untuk mengeksplorasi lingkungannya.

Kemudian dari sisi waktu belajar, di mana waktu belajar di Indonesia sangatlah padat dalam waktu yang lama. Diketahui bersama, bahwa siang hari mayoritas pelajar Indonesia menghabiskan waktunya untuk belajar. Sedangkan di luar negeri, pelajar hanya melakukan belajar di kelas sekitar 30 – 40% saja dan selebihnya dihabiskan untuk bermain dan berinteraksi dengan teman-temannya.

Lalu untuk tugas yang diberikan guru, inilah yang sangat membedakan Indonesia dengan negara lain. Sebagian besar negara di luar Indonesia tidak memberikan tugas atau pekerjaan rumah. Namun di Indonesia, hampir setiap sekolah akan selalu memberikan tugas yang harus dikerjakan di rumah. Tujuannya baik yakni untuk menambah pengetahuan pelajar, namun hal ini justru bisa membuat mereka bosan dan tertekan.

Dari sisi ujian akhir, diketahui bersama bahwa Indonesia menerapkan ujian akhir sebagai penentu kelulusan. Sedangkan di luar negeri, hasil akhir ditentukan berdasar pada akumulasi pembelajaran yang sudah dilakukan setiap harinya. Dan untuk wajib belajar, setiap anak sudah dikenalkan dengan pendidikan sejak usianya masih kecil.

Namun di luar negeri, pendidikan baru mulai dikenalkan pada anak saat usianya menginjak 7 tahun. Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa untuk mengenalkan pendidikan anak secara baik adalah ketika usianya sudah 7 tahun.

Kemiripan Sistem Pendidikan Indonesia Dan Selandia Baru

Sistem pendidikan di Indonesia juga memiliki kemiripan dengan negara lain, seperti Selandia Baru. Di mana Selandia Baru menerapkan sistem pendidikan dari jenjang usia dini, menengah, sampai ke pendidikan tinggi. Sistem pendidikan yang diterapkan oleh Selandia Baru ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan pelajar dalam berorientasi.

Sehingga nantinya dapat fokus untuk menajamkan kecerdasan karakter pelajar. Selain itu juga untuk meningkatkan kemampuan praktikal pelajar yang akan sangat dibutuhkan di masa mendatang.

Melalui perbedaan maupun adanya persamaan antara sistem pembelajaran di Indonesia dengan luar negeri, pada intinya setiap anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Begitu pun juga dengan negara yang memiliki tanggung jawab atas pendidikan masyarakatnya.

Oleh karena itu, peran dari tenaga pengajar, orang tua, dan pemerintah sangatlah penting di dalam mendukung pendidikan yang baik pada setiap anak.

MAKALAH

Pendidikan Kewarganegaraan (KWN)

Pendidikan Kewarganegaraan Di Indonesia dan Berbagai Negara

Perbedaan PENDIDIKAN kewarganegaraan Indonesia dengan negara lain

Disusun Oleh Kelompok I :

Eta Aprilia (15129098)

Rima Mulyani (15129110)

Sherra Dwi Haryanti

15 BKT 07

Dosen Pembimbing :

Dra. Asnidar. a

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

 Pendidikan kewarganegaraan sangat penting diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya di perguruan tinggi. Dimana pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang strategis dalam mempersiapkan warga  Negara yang cerdas, bertanggung jawab dan beradab. Berdasarkan rumusan “Civic International” (1995), disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture, untuk keberhasilan  pengembangan danpemeliharaan pemerintahan demokrasi (Mansoer 2005).

 Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional serta surat keputusan Direktur Jenderal Tinggi Departemen Pendidikan Nasional No 43/DIKTI/Kep/2006, tentang rambu-rambu  pelaksanaan kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi terdiri atas mata kuliah pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian tersebut wajib diberikan di semua fakultas dan  jurusan diseluruh perguruan tinggi di Indonesia. Pada Hakekatnya pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.  

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun masalah-masalah yang telah penulis rumuskan:

1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan?

2.      Bagaimana perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dan negara lain?

3.      Apakah visi dan misi pendidikan kewarganegaraan di Indonesia?

4.      Apa saja urgensi pendidikan kewarganegaraan bagi pengembangan kepribadian?

5.      Apa saja ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan-tujuan dari pembuatan makalah ini, sebagai berikut:

1.                           Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan.

2.                           Untuk mengetahui perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dan di negara lainnya.

3.                           Untuk menjelaskan visi dan misi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi.

4.                           Untuk menjelaskan mengenai urgensi pendidikan kewarganegaraan bagi pengembangan kepribadian

5.                           untuk mengetahui apa saja ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu pendidikan yang bertujuan untuk memdidikan para generasi muda agar mampu menjadi warga negara yang demokratis, berbudi pekerti luhur dan  berwawasan kebangasaan, dan partisipatif dalam pembelaan negara. Dalam hal ini  pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu alat pasif untuk membangun dan memajukan sistem demokrasi suatu bangsa.

Secara umum pengertian  pendidikan kewarganegaraan dapat diartikan sebagai langkah demokrasi yang  bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis.

Pandangan Pakar Tentang Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan berbagai istilah atau nama. Mata kuliah tersebut sering disebut sebagai

civic education, Citizenship Education,dan bahkan ada yang menyebutnya sebagai

democrcy education. Tetapi pada umumnya pendapat  para pakar tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Beberapa pandangan para pakar tentang pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut:

1.      Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah The Citizendan Civics,  pada tahun 1886, merumuskan pengertian Civics dengan The sciens of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state. Dari definisi tersebut, Civics dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi, politik) dan antara individu- individu dengan negara.

2.      Stanley E. Dimond berpendapat bahwa civics adalah citizenship mempunyai dua makna dalam aktivitas sekolah. Yang pertama, kewarganegaraan termasuk kedudukan yang berkaitan dengan hukum yang sah. Yang kedua, aktivitas politik dan pemilihan dengan suara terbanyak, organisasi pemerintahan, badan pemerintahan, hukum, dan tanggung jawab.

3.      Edmonson (1958) mengemukakan bahwa civics adalah kajian yang  berkaitan dengan pemerintahan dan yang menyangkut hak dan kewajiban warga negara.

4.      Menurut Merphin Panjaitan, Pendidikan Kewarganegaraan adalah  pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokrasi dan partisipatif melalui suatu  pendidikan yang dialogial. Sementara Soedijarto mengartikanPendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis

5.      Menurut Muhammad Numan Soemantri, Civic Education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan prilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokrasi. Dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat- syarat objektif untuk hidup bernegara

6.      Menurut Azyumardi Azra, pendidikan kewarganegaraan, civics education dikembangkan menjadi pendidikan kewargaan yang secara substantif tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan  bernegara, tetapi juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia, global society.

7.      Soedijarto mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan  politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem  politik yang demokratis. Dari definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian civic education (Pendidikan Kewarganegaraan) karena bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar sekolah. Unsur-unsur ini harus dipertimbangkan dalam menyusun program Civic Education yang diharapkan akan menolong para peserta didik (mahasiswa) untuk:

a.       Mengetahui, memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional.

b.       Dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung  jawab dalam berbagai macam masalah seperti masalah pribadi, masyarakat dan negara

Dalam dunia pendidikan di negara kita mempunyai 12 sasaran bina aspek yaitu :
1. Pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME

2. Yang berbudi pekerti luhur

3. Yang berkepribadian

4. Berdisiplin

5. Yang bekerja keras

6. Yang tangguh

7. Yang mandiri

8. Yang bertanggung jawab

9. Yang cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani

10. Yang mampu menumbuhkan dan mempertebal rasa cinta tanah air

11. Yang mampu menumbuhkan dan mempertebal semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial

12. Yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta sikap dan perilaku yang inofatif dan kreatif

PKN tidak dibatasi oleh lingkup tempat dan waktu. Hanya saja penyampaian PKN itu disesuaikan dengan profesi yang ingin dimiliki oleh peserta didik.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA DAN  BERBAGAI NEGARA

A.    PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA

-       Sebelum Proklamasi Kemerdekaan

                 Pelajaran civics sebelum kemerdekaan atau pada zaman Hindia-Belanda dikenal dengan nama Burgerkunde. Meskipun pada waktu itu bangsa Indonesia dijajah, namun konsep tentang pendidikan politik maupun pelaksanaannya lewat pendidikan formal dan non-formal tetap berlangsung. Oleh guru-guru sekolah partikelir, sedangkan non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh pergerakan nasional. Oleh tokoh nasional sekaligus proklamator, Bung Karno dan Bung Hatta.

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan

            Perkembangan Ikn-PKn sesudah Proklamasi kemerdekaan digambarkan oleh Nu’man Somantri (1976: 34-35) sebagai kewarganegaraan (1957), civics (1961), Pendidikan Kewargaan Negara (1968), Pendidikan Kewargaan Negara (1972), Pendidikan Kewarganegaraan (1989), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

-          Kecenderungan Pengembangan PKn di Masa Era Reformasi

            P4 dipermasalahkan subtansinya, karena tidak memberikan gambaran yang tepat tentang nilai pancasila sebagai satu kesatuan, dan P4 dalam realitasnya merupakan tafsiran tumggal rezim orde baru untuk kepentingan memelihara kekuasaan, sehingga berakibat pendangkalan terhadap makna Pancasila. Begitu pula Pancasila sebadai asas tunggal tidak diperlukan lagi, karena tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia yang multikultural atau Bhinneka. Pengalaman pahit ini, hendaknya menjadi pelajaran  bagi para pengembang kurikulum PKn maupun para pengambil kebijakan agar tidak mengulangi kesalahan kedua kalinya.

            IKn-PKn sebagai pemberdayaan warga negara akan selalu relevan dalam masyarakat demokratis sampai kapanpun. Oleh karena itu Orientasi IKn-PKn akan memperkuat civil society. Suatu masyarakat yang terorganisir yang berdasarkan kesukarelaan, swasembada dalam ekonomi, berswadaya dalam politik, memiliki kemandirian tinggi dalam behadapan dengan negara dan memiliki keterikatan terhadap norma-norma atau nilai-nilai hukun yang diikuti oleh warganya (Muhammad AS Hikam, 1996: 3).

B.     PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI NEGARA ASING

1.    Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Amerika Serikat

             Di Amerika Serikat, peranan sekolah menjadi sangat penting dalam menanaman pendidikan kewarganegaraan. Pada saat sistem pendidikian umum di negara A.S tumbuh, PKn diberikan tempat utama di kurikulum sekolah, sejak tahun 1890-an, mata pelajaran ini dinamai ‘ilmu sosial’ telah dibentuk untuk menjalankan peran utamanya pada persiapan kewarganegaraan.

             Studi kasus terhadap PKn di A.S memberikan perhatian yang utama untuk ilmu sosial. Studi kasus ini meneliti apa yang dipelajari anak usia 14-15 tahun terbagi menjadi empat bidang, yaitu: (i) demokrasi, lembaga politik, dan hak-hak dan tangggung-jawab warga negara, (ii) identitas nasional, (iii) perbedaan dan kepaduan sosial; dan (iv) hubungan antara sistem politik dan ekonomi.

             Pada tingkat pra-Universitas, topik-topik yang dikembangkan diantaranya landasan dan konsep dasar pemerintahan Amerika, cabang-caban pemerintahan, proses politik, organisasi dan partisipasi ekonomi nasional, kebijaksanaan luar negeri dan pertahanan keamanan, wilayah dan saling ketergantungannya, pemerintah pusat dan lokal, kajian ilmu pengetahuan politik, hak dan kemerdekaan pribadi serta esensi warga negara yang efektif, demokrasi dan tanggung jawab.

2. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Inggris

             Di negara bagian Wales, mata pelajaran PKn dinamakan “Pendidikan Pemahaman Masyarakat” dan Irlandia Utara PKn dinamakan “Pendidikan Pemahaman Yang Saling Menguntungkan” dan Pendidikan Warisan Budaya”.

             Di masa lalu PKn menjalankan berbagai tujuan, antara lain pada zaman Ratu Victoria mempromosikan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan status sosial pada tahun 1920-an, PKn mempromosikan pentingnya memahami masyarakat daerah nasional; dan pada tahun 1990-an serta 1970-an PKn mempromosikan keinginannya untuk membantu kewarganegaraan di dunia. Pada akhir tahun 1980-an dan pada awal 1990-an PKn menitikberatkan pada hak, kewajiban dan kesetian warga negara yang mencerminkan retorika dan kebijakan pemerintah konservatif. Pemerintah konservatif menuntut setiap individu untuk secara aktif melaksanakan kewajiban mereka, bukan menyerahkan pelaksanaannya kepada pemerintah.

3. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Australia

             Di Australia mata pelajaran PKn terintegrasi dalam mata pelajaran lainnya sehingga sangat sulit untuk melepaskan mata pelajaran ini dari komponen pembelajaran lainnya. Baru-baru ini pemerintah federal mengumumkanbahwa mereka aka melakukan survei dasar tentang pembahasan siswa dalam mata pelajaran PKn sebagai bagian dari program Discovery Democracy.

             Beberapa masalah serius senantiasa dihadapi sekolah-sekolah di Australia dalam mengimplementasikan pendidikan kewarganegaraan. Masalah tersebut meliputi persaingan prioritas dan kurangnya struktur kurikulum.

             Pelajaran kewarganegaraan di Australia dikonsepkan sebagai sekumpulan pengalaman belajar berbasis sekolah yang membantu menyiapkan para siswa untuk menjadi warga negara yang baik.

             Ada beraneka perspektif berkenaan dengan PKn. Ada pihak yang berpendapat bahwa PKn penting unntuk mempersiapkan warga negara melalui pembelajaran tentang sejarah dan pemerintahan. Sedangkan pihak yang lain berpendapat bahwa PKn adalah usaha untuk mempersiapkan warga negara melalui partisipasi aktif dalam bermacam kegiatan sekolah dan kemasyarakatan.

             Banyak warga Australia dewasa menyakini pentingnya mempelajari tentang pemerintahan, hak-hak dan tangggung jawab dan aspek-aspek kewarganegaraan lainnya.

4. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Hongkong

             Mata Pelajaran yang berhubungan dengan kewarganegaraan umumnya mengulas struktur pemerintahan hongkong, tanpa banyak membicarakan tentang politik. Hal ini disebabkan oleh iklim politik yang telah dibahas sebelumnya, yaitu menghindari politik sejauh mungkin. Sebagian hal ini juga disebabkan oleh peraturan tertulis yang melarang pembicaraan politik di kelas.

             Perubahan-perubahan kurikulum menggambarkan PKn sebagai mata pelajaran sekolah yang berbeda dan bagaimana materi PKn ada dalam beberapa mata pelajaran lain selama dekade terakhir. Hasilnya adalah bahwa topik yang berkaitan dengan PKn memang dimasukkan, namun tidak teroganisir dan terpisah-pisah.

             Departemen pendidikan yang mulai menerbitkan buletin bulanan PKn dan Civic Education newsletter 3 kali setahun. Departemen pendidikan mendirikan sebuah “rencana kerja PKn” untuk melaksanakan pengimplementasian PKn di sekolah. Rencana ini diperkenalkan ke sekolah-sekolah dan sekolah menengah pada tahun 1993 dan 1995. Menurut 3 survei utama yang dilakukan Departemen Pendidikan pada tahun 1986, 1987 dan 1991, banyak dari rekomendasi PKn yang diadopsi oleh mayoritas sekolah di Hongkong (Bray dan Lee, 1993).

             Tiga survei yang dilakukan Departemen Pendidikan pada tahun 1986, 1987, 1990 untuk mengevaluasi pengimplementasian PKn di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa sekolah mendukung pengembangan PKn, dan ada kepedulian yang terus tumbuh terhadap PKn di sekolah-sekolah, karena:

-          Meningkatnya masalah  prilaku siswa pada beberapa tahun belakang yang menghawatirkan publik sehingga menuntut diadakannya pendidikan moral dan PKN.

-          Rendahnya partisipasi pemilihan pada pemilihan Dewan Distrik, Dewan Urban, Dewan Regional dan Dewan Legislatif, yang merefleksikan apatisme politik.

-          Adanya kepedulian publik tentang bagaimana seharusnya para siswa diajari. Untuk menghadapi perubahan sosial dan politik, karena tahun 1997 semakin mendekat.

-          Adanya kritik dari pejabat-pejabat cina tentang kurangnya unsur-unsur sosialisme dan patriotik dalam kurikulum hongkong

-          Adanya kebutuhan untuk memperkuat PKn untuk memperlengkapi siswa dengan pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab mereka, terutama berkaitan dengan penurunan usia untuk ikut pemilihan umum menjadi usia 18 tahun.

            Karena semakin dekatnya tanggal penyerahan Hongkong kepada Cina, maka terdapat peningkatan permintaan publik akan PKn, sebagian datang dari kelompok oporsisi pro Cina. Sebagian lagi berasal dari bahan-bahan pendidikan lain yang menyatakan bahwa PKn dibutuhkan untuk mempertinggi pendidikan demokrasi dan HAM. Untuk pertama kalinya pemerintahan Hongkong menerbitkan sebuah dokumen resmi yang mencantumkan nasionalisme dan patriotisme.

5. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Portugal

            Peraturan pendidikan Portugis (hukum 46/86 tanggal 14 Oktober) mengeluarkan pernyataan bahwa PKn adalah tujuan utama sekolah dalam konteks Portugis.

            Relevansi sosial PKn di Portugis diterjemahkan kedalam kurikulum usulan yang menjelmakan suatu usaha terfokus untuk mengembangkan kapasitas siswa untuk mengetahui, secara kritis memikirkan dan bertindak dalam isu demokrasi, identitas nasional, kohesi dan keberagaman sosial serta permasalahan ekonomi dan daerah.

            Menurut Campos ada 3 kepedulian dasar yang menjadi asal muasal dimasukkannya PKn ke dalam program sekolah, yaitu:

(i)                 persiapan untuk menghadapi masalah kehidupan.

(ii)               penekanan pada nilai-nilai dan

(iii)              usaha untuk memajukan perkembangan siswa.

            Penitikberatan pada nilai-nilai melibatkan berbagai pendekatan (pendidikan moral, klarifikasi nilai dan pendidikan karakter) yang walaupun memiliki banyak perbedaan teori dan ideologi, namun tetap memiliki fokus yang sama pada dimensi etika PKn penitik-eraan pada pendekata berorientasi isi terhadap PKn telah diadopsi oleh Cunha (1993, 1994), seorang Penasehat Pendidikan Karakter dan Marques (1989, 1990, 1994) yang telah mensintesa proposal Kolhberg dan Giligan menasehatkan bahwa pendidikan karakter di sekolah seharusnya memajukan keadilan, perhatian dan kebaikan. Oliveira-Formosinho (1986) dan Lourenco (1991, 1992) menganjurkan sebuah pendekatan Kolhbergian yang agar ketat, yang berorientasi pada isu-isu keadilan. Valente (1989a, b) menyatakan bahwa klarifikasi nilai adalah suatu alat bagi sekolah untuk memajukan kesempatan berfikir kritis.

            Komisi Reformasi sistem pendidikan Portugis telah menentukan beberapa tujuan PPS berkenaan dengan perkembangan proses-proses psikologis :

(i)   Berfikir komprehensif, (ii) kemampuan memahami berbagai sudut pandang dan mengintegrasikan sudut pandang tersebut dalam dialog dan keputusan, (iii) kemampuan untuk berempati, (iv) pengembangan diri, (v) pembangunan nilai-nilai universal yang memadu pikiran dan moral diluar konvensi semata

            Reformasi ini telah berjalan dan saat ini mempengaruhi semua tingkat pendidikan dasar dan menengah. Namun mata pelajaran khusus dan PKn hanya diimplementasikan secara eksperimental di sekelompok kecil sekolah. Beberapa  kecendrungan positif reformasi ini adalah :

o   Sekarang kurikulum menitik-beratkan tujuan pada bidang kognitif dan afektif

o   Isi kurikulum untuk kelas 5-9 memasukkan tema-tema PPS, dan saran tentang     strategi dan metodologi pengajaran yang peka terhadap tujuan PKn, menunjukkan bahwa penyebaran lintas kurikulum telah tercapai (Mourao, Pais dan Nunes, 1994)

o   Pengalaman strategi pengajaran PKn yang inovatif menghasilkan hasil yang positif namun tetap ada beberapa kesulitan dalam pengimplementasikannya (Ramalho, 1992; Branco, 1993).

            Namun  kesimpulan utama dari tinjauan riset yang ada adalah adanya kebutuhan yang kuat untuk melakukan lebih banyak penyelidikan dibidang ini.

6.     Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Jepang

Konteks kelahiran pendidikan kewarganegaraan di jepang dapat ditelusuri terutama setelah Perang Dunia kedua (1945).  Pendidikan Kewarganegaraan Jepang setelah PD kedua dapat digambarkan dalam tiga periode, yakni:

·         Pertama, periode tahun 1947-1955, berorientasi pada pengalaman.

·         Kedua, periode tahun 1955-1985, berorientasi pada pengetahuan.

·         Ketiga, periode tahun 1985-sekarang, berorientasi pada kemampuan.

Periode pertama, Pendidikan Kewarganegaraan sebagian besar diterapkan ke dalam studi sosial. Studi sosial mengadopsi metode – metode pemecahan masalah, seperti penelitian dan diskusi, dan mengajarkan kehidupan sosial dan masyarakat secara umum. Pada periode yang kedua, Pendidikan Kewarganegaraan didasarkan atas prinsip intelektualisme yang berkembang dalam disiplin akademis. Sasaran pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada periode kedua ini terdiri atas empat unsur, yaitu untuk mengembangkan :

1.      Pengetahuan dan pemahaman

2.      Keterampilan berpikir dan ketetapan

3.      Keterampilan dan kemampuan

4.      Kemauan, minat, dan sikap warga negara

Pada periode ketiga, pendidikan jepang ditekankan pada pengembangan prindip hubungan timbal balik. PKn dalam periode ketiga bertujuan mempersiapkan setiap individu untuk dapat terlibat secara aktif dalam masyarakat dan menggunakan budaya umum dalam setiap hal. Pada periode ketiga ini, PKn jepang sebagian besar diterapkan sebagai “kewarganegaraan (civics)” dalam sekolah tingkat atas dan sebagai “studi sosial” dalam sekolah tingkat menengah. Landasan pengembangan pendidikan kewarganegaraan di jepang tidak dapat dilepaskan dari konsep warganegara dan kewarganegaraan (citizenship).

VISI DAN MISI PENDIDIKAN KEWAGANEGARAAN

Visi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembanan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa menetapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memililki visi intelektual, religius,  berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya.

Misi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiwa memantapkan kepribadiannya , agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengenbankan ilmub pengetahuan , teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral. Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan berbagai istilah atau nama. Mata kuliah tersebut sering disebut sebagai civic education, Citizenship Education,dan bahkan ada yang menyebutnya sebagai democrcy education. Tetapi pada umumnya pendapat  para pakar tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama.

URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BAGI PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

Setiap kali kita mendengar kata kewarganegaraan, secara tidak langsung otak merespon dan mengaitkan kewarganegaraan dengan pelajaran kewarganegaraan pada saat sekolah, dan mata kuliah kewarganegaraan pada saat kita kuliah. Bisa jadi kata kewarganegaraan di dalam memori otak tersimpan kuat karena setiap tahun dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas ada pelajaran kewarganegaraan yang harus dipelajari, dan ternyata saat kuliah juga ada. Dan di dalam bangku perkuliahan kita akan mempelajari lebih dalam seberapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan Kewarganegaraan menjadi mata pelajaran setelah terpecah dari PPKn ataupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pada awalnya di gabung menjadi satu, karena isi dari Pendidikan Kewarganegaraan sendiri besumber dari Pancasila itu sendiri. Selanjutnya di pecah menjadi mata pelajaran sendiri karena Pendidikan Kewarganegaraan dianggap penting untuk di ajarkan kepada siswa dan dalam Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan materi kewarganegaraan yang lebih luas dan tidak hanya bersumber langsung dari Pancasila. Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan bagi sebagian mahasiswa tidak ubahnya mempelajari Pancasila tahap dua, atau bahkan tidak jauh berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila dan Sejarah Bangsa. Beberapa materinya memang berkaitan ataupun sama. Itulah mengapa Pendidikan kewarganegaraan selalu “dianak tirikan” dalam percaturan dunia pendidikan. Menurut orang kebanyakan, lebih penting belajar matematika daripada PKn.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.

Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang di mana pada masanya nanti bibit ini akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembenahan, pembekalan, penentuan, dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang, diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara.

Negara yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari masyarakat, membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat loyalitas yang tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat tercipta rasa persatuan dan kesatuan serta rasa turut memiliki. Masyarakat harus disadarkan untuk segera mengabdikan dirinya pada negaranya, bersatu padu dalam rasa yang sama untuk menghadapi krisis budaya, kepercayaaan, moral dan lain-lain. Negara harus menggambarkan image pada masyarakat agar timbul rasa bangga dan keinginan untuk melindungi serta mempertahankan Negara kita. Pendidikan kewarganegaraan adalah sebuah sarana tepat untuk memberikan gambaran secara langsung tentang hal-hal yang bersangkutan tentang kewarganegaraan pada mahasiswa.

Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Dalam konteks Indonesia, pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas. Pendidikan itu mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas nasional.

Seperti yang pernah diungkapkan salah satu rektor sebuah universitas, “tanpa pendidikan kewarganegaraan yang tepat akan lahir masyarakat egois. Tanpa penanaman nilai-nilai kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan.”

Beliau menambahkan bahwa ada tiga fenomena pasca perang dunia II,yaitu :

  • Fenomena pertama, saat bangsa-bangsa berfokus kepada nation-building atau pembangunan institusi negara secara politik. Di Indonesia, itu diprakarsai mantan Presiden Soekarno. Pendidikan arahnya untuk nasionalisasi.
  • Fenomena kedua, terkait dengan tuntutan memakmurkan bangsa yang kemudian mendorong pendidikan sebagai bagian dari market-builder atau penguatan pasar dan ini diprakarsai mantan Presiden Soeharto.
  • Fenomena ketiga, berhubungan dengan pengembangan peradaban dan kebudayaan. Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia sudah menampakkan fenomena tersebut dengan menguatkan pendidikannya untuk mendorong riset, kajian-kajian, dan pengembangan kebudayaan.

Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Sehingga dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang tata Negara, menumbuhkan kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa, maka takkan sulit untuk menjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia.

Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan antara lain agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM, agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai, agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya menyelesaikan konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai universal, agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi, agar mahasiswa mampu memberikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan kebijakan  publik, agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban).

Pendidikan Kewarganegaraan lah yang mengajarkan bagaimana seseorang menjadi warga negara yang lebih bertanggung jawab. Karena kewarganegaraan itu tidak dapat diwariskan begitu saja melainkan harus dipelajari dan di alami oleh masing-masing orang. Apalagi negara kita sedang menuju menjadi negara yang demokratis, maka secara tidak langsung warga negaranya harus lebih aktif dan partisipatif. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa harus memepelajarinya, agar kita bisa menjadi garda terdepan dalam melindungi negara. Garda kokoh yang akan terus dan terus melindungi Negara walaupun akan banyak aral merintang di depan.

Kita semua tahu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan bagaimana warga negara itu tidak hanya tunduk dan patuh terhadap negara, tetapi juga mengajarkan bagaimana sesungguhnya warga negara itu harus toleran dan mandiri. Pendidikan ini membuat setiap generasi baru memiliki ilmu pengetahuan, pengembangan keahlian, dan juga pengembangan karakter publik. Pengembangan komunikasi dengan lingkungan yang lebih luas juga tecakup dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun pengembangan tersebut bisa dipelajari tanpa menempuh Pendidikan Kewarganegaran, akan lebih baik lagi jika Pendidikan ini di manfaatkan untuk pengambangan diri seluas-luasnya.

Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan mudah terpengaruh secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Memiliki sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh karena itu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat penting untuk kita pelajari.
Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting manfaatnya, maka di masa depan harus segera dilakukan perubahan secara mendasar konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya. Tujuannya adalah agar membangun kesadaran para pelajar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakan sebaik-baiknya dengan cara demokratis dan juga terdidik.

GARIS BESAR DAN RUANG LINGKUP MK PENDIDIKAN KWN

Berdasar pada pengertian Ilmu Kewarganegaraan sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, tampak bahwa Ilmu Kewarganegaraan dapat dipandang sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan sebagai bagian dari Ilmu Politik. Sebagai bagian dari Ilmu Politik, yang menjadi ruang lingkup Civics adalah demokrasi politik. Isi atau materi demokrasi politik (Marian D. Irish), adalah:

1.            Konteks ide demokrasi, yang mencakup: teori-teori tentang demokrasi politik, teori majority rule, minority rights, konsep-konsep demokrasi dalam masyarakat, teori demokrasi dalam pemerintahan, pemerintahan yang demokratis.

2.            Konstitusi Negara, yang mencakup: sejarah legal status, nation building, identity, integration, penetration, participation, and distribution.

3.            Input dari system politik, yang mencakup: arti pendapat umum terhadap kehidupan politik, studi tentang political behavior.

4.            Partai Politik dan Pressure Group, yang mencakup: system kepartaian, fungsi partai politik, peranana pressure group, public relation.

5.            Pemilihan Umum, yang mencakup: maksud pemilu dalam distribusi kekuasaan, system pemilu.

6.            Lembaga-lembaga decision maker, yang mencakup: legislator dan kepentingan masyarakat, peranan policy maker Presiden.

7.            Presiden sebagai Kepala Negara/Administrasi Negara, yang mencakup: kedudukan Presiden menurut konstitusi, control lembaga legislative terhadap Presiden dan birokrasi, pemerintahan di bawah konstitusi.

8.            Lembaga Yudikatif, yang mencakup: system peradilan dan administrasi peradilan, hakim dan kedudukan seseorang dalam pengadilan,  hubungan badan legislative, eksekutif, dan yudikatif.

9.            Output dari system politik, yang mencakup: hak individu dan kemerdekaan individu dalam konstitusi, kebebasan berbicara, pers dan media massa, kebebasan akademik, perlindungan yang sama, cara penduduk Negara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan.

10.          Kemakmuran umum dan pertahanan Negara, yang m,encakup: tugas Negara dan warga Negara dalam mencapai kemerdekaan umum, hak-hak memiliki harta kekayaan, politik pajak untuk kemakmuran umum, politik luiar negeri dan keselamatan nasional, hubungan internasional.

11.          Perubahan social dan demokrasi politik, yang mencakup: demokrasi politik dan pembangunan masa sekarang, mengefektifkan dan mengisi demokrasi politik, tantangan perkembangan sains teknologi.

Sebagai ilmu yang berdiri sendiri, menurut Achmad Sanusi, focus studi Ilmu Kewarganegaraan adalah mengenai kedudukan dan peranan warga Negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi Negara yang bersangkutan. Titik tolak Ilmu Kewarganegaraan ada pada individu-individu sebaghai kesatuan mikro. Variable-variabel yang relevan dengan individu sebagai kesatuan mikro adalah kontinum tingkah laku, potensi, kesempatan, hak dan kewajiban, cita-cita, aspirasi, kesadaran usaha dan kegiatan, kemampuan, peranan hasil dan potensi kehidupan bermasyarakat dan bernegara sepanjang ketentuan Pembukaan UUD 1945. Menurut Numan Somantri, objek studi Ilmu Kewarganegaraan adalah warga Negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, social, ekonomi, agama, kebudayaan, dan Negara, tingkah laku, tipe pertumbuhan berpikir, potensi, hak dan kewajiban,k cita-cita, aspirasi, kesadaran, p[artisipasi dan tanggung jawab. Dikaitykan dengan kedudukannya sebagai mata kuliah pada program studi, Soedibjo (1990) berpendapat bahwa materi Ilmu Kewarganegaraan mencakup segala pengetahuan tentang kedudukan, peranan, hak dan kewajiban warga Negara Indonesia sesuai dengan dasar filsafat Pancasila, Pembukaan dan Btang Tubuh UUD 1945. Materi-materi yang dimaksud, antara lain:

1.            Pengertian Ilmu Kewarganegaraan

2.            Sejarah perkembangan Civics di Amerika Serikat

3.            Sejarah perkembangan Civics di Indonesia

4.            Objek studi, metode, sistematika dan tujuan Ilmu Kewarganegaraan

5.            Ruang lingkup Ilmu Kewarganegaraan

6.            Pengertian Negara, unsure-unsur Negara, cara timbul dan lenyapnya Negara.

7.            Pengertian warga Negara, orang asing, penduduk, rakyat dan bangsa.

8.            Azas-azas kewarganegaraan, bipatride-apatride, hak opsi, hak repudiasi.

9.            Kewarganegaraan Republik Indonesia

10.          Hak-hak azasi dan hak-hak serta kewajiban warga Negara berdasar pancasila dan UUD 1945

11.          Peranan rakyat dalam pemerintahan dan pembangunan suatu bangsa

12.          Kepentingan pribadi dan kepentingan umum

13.          Wilayah Negara Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif.

DAFTAR PUSTAKA

Galih dan Ratna. 2010. Latar Belakang Dan  Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi Indonesia.

Yogaslaviana. 2008. Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan Di jenjang Perguruan Tinggi.

http://yogaslavianarmy.wordpress.com/2008/05/04/urgensi-pendidikan-kewarganegaraan-di-jenjang-perguruan-tinggi.

Ariskriswanto..2009..Urgensi.Pendidikan.Kewarganegaraan