Pembrontakan DI TII berkaitan dengan penolakan Kartosuwirdjo terhadap hasi perundingan Renville Benarkah pernyataan tersebut jelaskan dasar pendapat Anda?

KOMPAS.com - Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, kemerdekaan tak langsung dirasakan rakyat.

Belanda berusaha menguasai kembali Indonesia setelah Jepang kalah di Perang Dunia II.

Sejumlah perlawanan senjata dan diplomasi dilakukan Indonesia agar bisa merdeka. Salah satunya lewat Perjanjian Renville.

Dilansir dari Encyclopaedia Britannica (2015), Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Republik Indonesia dengan Belanda akibat sengketa kedaulatan Indonesia.

Baca juga: Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Perjanjian Renville terjadi pada 17 Januari 1948. Namanya diambil dari lokasi tempat perjanjian ditandatangani yakni Kapal Amerika Serikat Renville yang sedang bersandar di Pelabuhan Jakarta.

Latar belakang Perjanjian Renville

Perjanjian Renville dibuat karena Belanda dan Indonesia terus bersengketa. Sebelumnya sudah ada Perjanjian Linggarjati yang menyepakati wilayah de facto Republik Indonesia Serikat (RIS).

Namun Perjanjian Linggarjati tak menyelesaikan konflik Indonesia dengan Belanda. Indonesia menuduh Belanda mengingkari perjanjian, begitu pula sebaliknya.

Pembrontakan DI TII berkaitan dengan penolakan Kartosuwirdjo terhadap hasi perundingan Renville Benarkah pernyataan tersebut jelaskan dasar pendapat Anda?
C.J. (Cees) Taillie Iring-iringan tentara saat Agresi Militer Belanda I pada 1947.

Belanda meneruskan operasi militernya, bahkan bergerak ke Jawa dan Madura yang merupakan wilayah RIS. Langkah Belanda ini dikenal dengan Agresi Militer Belanda I.

Baca juga: 15 November 1946, Indonesia Hanya Meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura

Indonesia berusaha menanganinya dengan meminta pertolongan internasional. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) berusaha menengahi.

Negara yang terlibat tergabung dalam Good Offices Committee (GOC) atau Komisi Tiga Negara (KTN). Indonesia menunjuk Australia, Belanda menunjuk Belgia, dan Amerika Serikat ditunjuk berdasarkan keinginan Indonesia dan Belanda.

Amerika Serikat mempertemukan Indonesia di kapal perang Renville. Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Sjarifuddin sementara Belanda diwakili Gubernur Jenderal Van Mook.

Isi Perjanjian Renville

Perjanjian Renville kemudian menyepakati gencatan senjata. Belanda juga mendapat tambahan wilayah kekuasaan.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Berakhirnya Perundingan Linggarjati

Selain itu, kedaulatan Belanda atas Indonesia diakui sampai selesai terbentuknya Republik Indonesia Serikat.

Bagi Indonesia, Perjanjian Renville hanya memberikan janji referendum di wilayah kekuasaan Belanda di Jawa, Madura, dan Sumatera.

Rakyat di wilayah jajahan Belanda dijanjikan boleh memilih bergabung dengan RIS atau membentuk negara sendiri. Berikut isi Perjanjian Renville:

  1. Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera.
  2. Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS.
  3. Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk.
  4. Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera.
  5. Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook.
  6. Tentara Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerak kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur).
  7. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan kepalanya Raja Belanda.
  8. Akan diadakan plebisit atau semacam referendum (pemungutan suara) untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS.
  9. Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.

Baca juga: Biografi Soepomo, Perumus Pancasila dan UUD 1945

Dampak Perjanjian Renville yang merugikan

Perjanjian Renville membuat wilayah Indonesia semakin sedikit. Belanda menguasai wilayah-wilayah penghasil pangan dan sumber daya alam. Selain itu, wilayah Indonesia terkungkung wilayah yang dikuasai Belanda.

Belanda mencegah masuknya pangan, sandang, dan senjata ke wilayah Indonesia. Indonesia mengalami blokade ekonomi yang diterapkan Belanda.

Adam Malik dalam bukunya Mengabdi Republik: Angkatan 45 (1978) menilai bagi Indonesia, Perjanjian Renville jauh lebih buruk dan merugikan.

Pembrontakan DI TII berkaitan dengan penolakan Kartosuwirdjo terhadap hasi perundingan Renville Benarkah pernyataan tersebut jelaskan dasar pendapat Anda?
Global Security Peta Indonesia setelah Agresi Militer Belanda I dan Perjanjian Renville

Baca juga: Hari Bela Negara, Saat Bukittinggi Jadi Ibu Kota Pemerintahan Darurat RI

Efek yang paling dirasakan Indonesia adalah keharusan tentaranya pindah dari wilayah yang mereka kuasai sebelumnya.

Ribuan tentara dari Divisi Siliwangi di Jawa Barat berbondong-bondong pindah ke Jawa Tengah akibat Perjanjian Renville.

Divisi ini dijuluki Pasukan Hijrah oleh rakyat Yogyakarta yang menyambut kedatangan mereka. Peristiwa itu dikenal sebagai Long March Siliwangi.

Kondisi politik Indonesia juga bertambah kacau setelah Perjanjian Renville. Dikutip dari Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948) karangan Pramoedya Ananta Toer, rakyat kecewa terhadap perjanjian itu.

Baca juga: Telusuri Rute Gerilya Para Pahlawan, Siswa SMA “Long March” Yogyakarta-Bandung

Sebagai bentuk penolakan atas keputusan itu, sejumlah partai menarik dukungan dari pemerintah. Perdana Menteri Amir Sjarifuddin mundur dari jabatannya pada 23 Januari 1948.

Selain itu, setelah Perjanjian Renville disepakati, Belanda langsung mendeklarasikan pemerintahan federal di Sumatera. Padahal sebagian Sumatera adalah wilayah Indonesia.

Pada akhirnya, Belanda yang sudah diuntungkan dengan Perjanjian Renville, malah mengingkari perjanjian ini.

Pada 18 Desember 1948 pukul 06.00, pesawat DC-3 Dakota milik Belanda menerjunkan pasukan dari udara menuju ibu kota Indonesia di Yogyakarta.

Serangan Belanda terhadap Ibu Kota Indonesia dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pemindahan Ibu Kota ke Yogyakarta

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Pembrontakan DI TII berkaitan dengan penolakan Kartosuwirdjo terhadap hasi perundingan Renville Benarkah pernyataan tersebut jelaskan dasar pendapat Anda?

habibbintanguh1 habibbintanguh1

Jawaban:

Dl/Tll merupakan pemberontakan yang bermotif agama Islam, tujuan dari pemberontak ini adalah untuk mendirikan agama Islam. Pemimpin dari pemberontakan ini adalah sekarmaji, Marijan Kartosuwiryo, Kartosuwiryo bersama para pengikutnya termasuk golongan yang menolak Perundingan Renville. Karena dalam perjanjian itu, pemerintah Indonesia setuju untuk meninggalkan Jawa barat. Atas dasar itu Kartosuwiryo menanggap daerah Jawa barat sebagai daerah de facto Nll.

Puncak aksi Dl/Tll terjadi pada 7 Agustus 1949. Dalam menumpas gerakan ini, pemerintah awalnya melakukan dengan jalur perdamaian, namun gagal. Hingga pada 1957 TNI mulai menyusun rencana operasi yang dikenal dengan Rencana Pokok 21. Inti dari Rencana ini adalah menahan supaya pengaruh Dl/Tll tidak memasuki daerah daerah, sehingga dalam pelaksanaannya TNI juga melibatkan rakyat. Operasi dimulai dari wilayah Banten menuju ke Timur. Startegi ini kemudian disebut dengan Operasi Pagar Betis. Penumpasan Dl/Tll berhasil dilakukan secara menyeluruh pada masa Demokrasi Terpimpin.

Sehingga kesimpulannya adalah bahwa pemberontakan Dl/Tll berkaitan dengan penolakan Kartosuwiryo terhadap hasil perundingan Renville adalah benar.

  • Semoga berhasil
  • Semoga sukses