Orang yang tidak memiliki kewarganegaraan disebut dengan

KOMPAS.com - Status sebagai warga negara dijamin dan menjadi hak bagi setiap orang. Di Indonesia, hukum kewarganegaraan ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 Pasal 28D.

Asas kewarganegaraan lebih lanjut akan menentukan seperangkat hak-hak dan kewajiban yang melekat pada diri seseorang dalam sebuah negara. Negaralah yang memberi batasan dan persyaratan kewarganegaraan tersebut.

Dua Asas Penentuan Kewarganegaraan

Dalam Pasal 1 Konvensi Den Haag Tahun 1930, diakui kebebasan negara untuk membentuk ketentuan mengenai kewarganegaraannya. Sehingga, muncul dua asas penentuan status kewarganegaraan yaitu: 

  • Asas ius sanguinis adalah penentuan status kewarganegaraan berdasarkan keturunan atau law of the blood.
  • Asas ius soli adalah penentuan status kewarganegaraan berdasarkan tempat di mana ia dilahirkan atau law of the soil.

Meski regulasi telah mengalami proses yang cukup panjang, tetapi hingga saat ini masalah kewarganegaraan atau citizenship masih harus terus dibenahi.

Salah satu masalah kewarganegaraan yang hingga kini masih perlu pembenahan adalah apatride dan bipatride. Apa itu apatride dan bipatride?

Baca juga: Kenapa Seseorang Dapat Dikatakan Bipatride?

Apatride

Apatride adalah istilah yang digunakan untuk orang yang tidak memiliki kewarganegaraan.

Apatride muncul dari orang tua yang berasal dari negara yang menganut ius soli dan dilahirkan di negara yang menganut asas ius sanguinis.

Contohnya adalah ketika seorang anak lahir di negara Jepang yang menerapkan asas ius sanguinis atau berdasarkan keturunan, tetapi ia merupakan anak dari pasangan suami istri yang memiliki kewarganegaraan Kanada yang menerapkan asas ius soli atau berdasarkan tempat kelahiran. Maka, anak tersebut menjadi apatride.

Negara Jepang tidak memberikan kewarganegaraan karena ia bukan keturunan warga negara Jepang. Negara Kanada tidak memberikan kewarganegaraan karena ia tidak lahir di wilayah Kanada.

Bipatride

Bipatride adalah istilah yang digunakan untuk orang yang memiliki status kewarganegaraan ganda.

Bipatride muncul dari orang tua yang berasal dari negara yang menganut asas ius sanguinis dan dilahirkan di negara yang menganut ius soli.

Contohnya adalah ketika seorang anak lahir di negara Australia yang menerapkan asas ius soli atau berdasarkan tempat kelahiran, tetapi ia merupakan anak dari pasangan suami istri yang berkewarganegaraan Belanda yang menerapkan asas ius sanguinis atau berdasarkan keturunan. Maka, anak tersebut menjadi bipatride.

Anak tersebut mendapat status kewarganegaraan Australia karena lahir di wilayah Australia. Anak tersebut juga mendapatkan kewarganegaraan Belanda karena keturunan warga negara Belanda.

Baca juga: Perbedaan Naturalisasi Kewarganegaraan Biasa dan Istimewa

Cara Mengatasi Apatride dan Bipatride

Untuk mengatasi apatride dan bipatride, dunia internasional perlu mengadakan persetujuan internasional demi menyamakan peraturan perundang-undangan nasional mengenai kewarganegaraan.

Apatride dan bipatride dipandang sebagai hal yang buruk oleh dunia internasional. Orang yang apatride tidak mendapatkan perlindungan dari negara manapun jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Orang yang bipatride dapat dideportasi oleh suatu negara jika terjadi konflik antarnegara.

Oleh karena itu, terdapat tiga cara untuk mengatasi apatride dan bipatride, yaitu:

  • Menerapkan asas kombinasi dengan menerapkan salah satu asas tetapi tidak mengabaikan asas yang lain.
  • Meninjau perjanjian internasional mengenai kewarganegaraan dengan kodifikasi atau menghimpun dan menyusun secara sistematis berbagai hukum internasional.
  • Mengadakan perjanjian bilateral atau antarnegara mengenai status kewarganegaraan.

Referensi

  • Isharyanto. 2015. Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia: Dinamika Pengaturan Status Hukum Kewarganegaraan dalam Perspektif Perundang-undangan. Yogyakarta: CV Absolute Media
  • Sudiantara, Yosephus. 2021. Kewargaan Negara Indonesia. Semarang: SCU Knowledge Media
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

 

Kewarganegaraan seseorang merupakan suatu hal yang sangatlah penting. Dalam kearganegaraan ini memegang peranan dalam bidang hukum publik. Dalam hubungan antara negara dan perseoranganlah memperlihatkan betapa pentingnya status kewarganegaraan seseorang. Apakah seseorang termasuk warga negara atau warga asing besar konsekuensinya dalam kehidupan publik ini. Kewarganegaraan merupakan keanggotaan suatu negara, secara sederhana dapat diumpamakan negara merupakan suatu perkumpulan atau organisasi tertentu. Penentuan kewarganegaraan dibagi menjadi 2 yaitu ius soli dan ius sanguinis.Ius soli merupakan kewarganegaraan yang diperoleh seseorang berdasarkan tempat kelahiran sedangkan ius sanguinis merupakan kewarganegaraan yang diperoleh berdasarkan keturunan. Adanya suatu kewarganegaraan merupakan hal yang sangatlah penting karena adanya perlindungan hukum oleh negara terhadap warga negaranya baik yang berada di dalam maupun di luar negeri. Tanpa adanya kewarganegaraan maka seseorang tidak dapat memperoleh perlindungan dari negara. Seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan disebut dengan apatride. Oleh karena itu sebuat status kewarganegaraan sangatlah penting. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah Untuk mengetahui dan memahami hak-hak apa saja yang diperoleh kembali ketika seseorang mendapatkan kembali status kewarganegaraan yang hilang. Serta Untuk mengetahui dan memahami syarat dan tata cara untuk memperoleh kembali status kewarganegaraan yang hilang. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) danpendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu dari perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Bahan hukum sekunder diperoleh dari semua publikasi tentang hukum meliputi buku-buku, dan jurnal-jurnal hukum. Bahan non hukum djperoleh dari laporan-laporan penelitian non hukum dan jurnal-jurnal non hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik permasalahan yang dibahas. Dari penelitian tersebut, penulis mendapatkan kesimpulan: Status Kewarganegaraan bagi seseorang dalam hal ini masyarakat yang secara umum disebut sebagai warga negara merupakan suatu hal yang sangatlah penting. Terkait dalam hal ini pada dasarnya negara memberikan hak kepada seluruh warga negara dalam segala aspek bidang. Hal ini berdasarkan Ketentuan Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hak-hak warga negara yang diberikan oleh negara semata-mata untuk kepentingan dan juga kesejahteraan warga negara, hal ini sejalan dengan tujuan bangsa Indonesia yang tertuang didalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa pemerintah negara indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Terkait dalam hal ini pada dasarnya ketika seseorang kehilangan status kewarganegaraannya dapat mendapatkan kembali status kewarganegaraan Indonesia dengan cara mengajukan permohonan secara Pewarganegaraan dengan mentaati segala prosedur, tata cara serta syarat yang dimaksud dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.Terkait dalam hal ini syarat bagi seseorang untuk dapat mendapatkan kembali status kewarganegaraannya, jika merujuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia, pada Pasal 43 sampai dengan Pasal 47. Adapun saran dari penulis dalam skripsi iniSecara umum Pemahaman orang-orang Indonesia tentang Undang-Undang khususnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, masih sangat minim dan kemungkinan saja orang dengan status Indonesia melakukan perbuatan yang dapat menghilangkan haknya sebagai warga negara Indonesia. Untuk itu sosialisasi akan Undang-Undang khususnya undang-Undang kewarganegaraan harus lebih ditingkatkan. Mengingat status kewarganegaraan merupakan suatu hal yang bersifat mendasar bagi seorang warga negara. Bagi Para pihak yang berkaitan dengan pelaksana atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap hak asasi seseorang yang tercantum dalam konstitusi, yakni Pasal 28 D ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa status kewarganegaraan adalah hak setiap orang, maka pemulihan kembali status kewarganegaraan Indonesia atas seseorang harus segera mungkin dilakukan.