Mengeluarkan air mani tapi tidak mimpi basah apakah harus mandi wajib?

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb.

Ustaz, jika seseorang bermimpi junub, tetapi tidak keluar mani, apakah sah jika ia melakukan shalat, baik yang fardhu maupun sunah tanpa mandi terlebih dahulu? Ataukah ia wajib mandi janabah terlebih dulu? Dan, jika ia ingin berpuasa, tetapi mandinya setelah shalat Subuh apakah masih sah puasanya? Dan, ketika mandi ada air yang masuk ke lubang hidung dan telinganya, apakah puasanya masih bisa diteruskan?

Warsito - Semarang

Waalaikumussalam wr wb.

Ummu Salamah, Ummul Mukminin RA, berkata, “Ummu Sulaim istri Abu Thalhah datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran, apakah wanita wajib mandi jika bermimpi?” Rasulullah SAW bersabda, “Iya, apabila ia melihat air (mani).” (HR Bukhari dan Muslim).

Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang mendapatkan dirinya basah sementara dia tidak ingat telah mimpi. Beliau menjawab, “Dia wajib mandi.” Dan, beliau juga ditanya tentang seorang laki-laki yang bermimpi tetapi tidak mendapatkan dirinya basah, beliau menjawab, “Dia tidak wajib mandi.” Lalu, Ummu Sulaim bertanya, “Perempuan juga mendapatkan itu (mendapatkan dirinya basah) apakah ia juga wajib mandi?” Nabi SAW menjawab, “Iya, kaum perempuan adalah saudara kandungnya kaum laki-laki.” (HR Tirmizi, Abu Daud, dan Ahmad).

Berdasarkan hadis-hadis di atas, para ulama sepakat bahwa seseorang yang bermimpi, tapi tidak keluar mani maka tidak wajib baginya mandi janabah. Dalam kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah mengatakan, jika seseorang bermimpi, tetapi tidak mendapati adanya mani yang keluar maka tidak wajib baginya mandi. Ibnu Mundzir menegaskan, “Para ulama yang saya ketahui sepakat (ijmak) tentang hal ini.”

Hal itu tidak memengaruhi ibadah puasanya jika seseorang ingin berpuasa di siang harinya. Bahkan, jika ia pun diwajibkan mandi karena bermimpi sampai keluar mani ataupun karena berhubungan suami istri, tetapi baru mandi setelah terbitnya fajar atau setelah waktu Subuh, puasanya tetap sah.

Dari Aisyah istri Nabi SAW, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah mendapati waktu fajar (waktu Subuh) pada Ramdahan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian, beliau mandi dan tetap berpuasa.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan, Aisyah dan Ummu salamah (istri-istri Nabi SAW) meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah mendapati waktu fajar (waktu Subuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau mandi dan tetap berpuasa. (HR Bukhari).

Dan, masuknya setetes air ke dalam lubang hidung atau telinga ketika mandi tidaklah membatalkan ibadah puasa, apalagi jika itu tidak disengaja untuk memasukkannya dan tidak sampai ke lambungnya. Memang ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai memasukkan air ke dalam lubang hidung atau yang dinamakan dengan istinsyaq karena ada hadis Nabi SAW yang menegaskan agar tidak berlebih-lebihan dalam ber-instinsyaq ketika berpuasa.

Dari Laqith bin Shabirah, ia berkata, “Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang wudhu.” Beliau bersabda, “Sempurnakanlah wudhu, sela-selalah jari-jemari dan bersungguh-sungguhlah ketika be-ristinsyaq (memasukkan air dalam hidung), kecuali jika engkau sedang berpuasa.” (HR Tirmizi, Abu Daud, al-Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Jumhur ulama berpendapat, jika seseorang berlebih-lebihan dalam ber-istinsyaq, lalu masuk air ke dalam badannya tanpa sengaja, batallah puasanya. Sedangkan, sebagian ulama berpendapat itu tidak membatalkan. TApi, jika air yang masuk itu banyak maka berdasarkan hadis di atas dan pendapat jumhur ulama, hal itu dapat membatalkan puasa karena hidung juga merupakan tempat masuknya sesuatu ke dalam perut atau lambung seseorang karena lubang hidung itu sama seperti mulut bersambung dengan tenggorokan.

Begitu juga ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, apakah sesuatu yang masuk lewat lubang telinga dapat membatalkan puasa atau tidak? Sebagian berpendapat, itu dapat membatalkan puasa karena sama dengan lubang hidung sebagai tempat masuknya sesuatu ke dalam tubuh seseorang. Sedangkan, sebagian lain berpendapat hal itu tidak membatalkan puasa selama sesuatu yang masuk itu tidak sampai ke tenggorokan.

Dan pendapat yang kuat adalah bahwa telinga itu sama dengan mata, ia bukan tempat masuk makanan atau minuman yang normal ke tenggorokan atau lambung. Oleh karena itu, tidaklah membatalkan sesuatu yang masuk lewat telinga selama tidak sampai ke tenggorokan.

Wallahu a’lam bish shawwab.

Ustaz Bachtiar Nasir

Pertanyaan

Apa hukum seorang laki-laki yang memegang kemaluannya sebelum keluar dan mencegahnya dari ejakulasi sehingga tidak ada yang keluar, apakah dia wajib mandi? Jika dia melakukan hal yang sama, akan tetapi beberapa saat kemudian keluar beberapa tetes kecil, apa hukumnya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama: Jika seseorang merasakan mani telah keluar saat syahwat tanpa jimak, lalu dia memegang kemaluannya dan tidak ada yang keluar darinya, maka dia tidak wajib mandi berdasarkan pendapat jumhur ulama. Berbeda dengan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad rahimahullah.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, "Jika seseorang merasa mani hendak keluar, lalu dia memegang kemaluannya, sehingga tidak ada yang keluar, maka dia tidak diwajibkan mandi. Ini merupakan pendapat mayoritas ahli fiqih. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengaitkan kewajiban mandi dengan melihat adanya air mani. Berdasarkan sabdanya, "Jika engkau melihat air mani dan jika keluar air mani, maka mandilah." Maka hukum tidak tetapi kecuali dengannya. (Al-Mughni, 1/128)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Seandainya seseorang mencium isterinya, lalu dia merasa mani akan keluar, kemudian dia menggenggam kemaluanya sehingga tidak ada yang keluar sedikitpun, dan tidak diketahui ada yang keluar setelah itu, maka dia tidak wajib mandi karenanya menurut mazhab kami. Pendapat ini pula yang dipakai oleh mayoritas ulama kecuali Imam Ahmad, dia berkata, menurut salah satu pendapatnya yang lebih terkenal, wajib mandi. Dia berkata, 'Tidak mungkin mani dapat kembali lagi.' Dalil kami adalah sabda Rasulullah shallallahu  alaihi wa sallam, 'Mandi junub itu karena keluar air (mani)." Juga karena para ulama sepakat bahwa orang yang merasakan terjadinya hadats seperti suara di dalam perut atau angin, lalu tidak ada yang keluar darinya, maka dia tidak harus berwudhu lagi. Demikian pula halnya masalah ini." (Al-Majmu, 2/159)

Pendapat jumhur ulama adalah yang lebih kuat berdasarkan dalil-dalil yang mereka sebutkan.

Penting kami ingatkan bahwa perbuatan ini, yaitu menahan keluarnya mani, sangat berbahaya.

Syekh Ibnu Utsaiin rahimahullah berkata, "Apakah mungkin mani dapat berpindah tanpa keluar?" Ya, mungkin. Yaitu juga kemaluannya digenggam agar tidak keluar hingga syahwatnya kendur. Perkara ini, walaupun dikatakan sebagai contoh oleh para ahli fikih, akan tetapi dia sangat berbahaya sekali. Para ahli fikih tersebut sekedar memberikan contoh sebagai gambaran, tidak membicarakan halal haramnya. Sebagian ulama berkata, "Tidak wajib mandi jika maninya telah berpindah. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, dan inilah yang benar."

(Asy-Syarhul Mumti, 1/280)

Adapun jika maninya keluar, maka wajib mandi, walaupun keluarnya setetes.

Dari sini diketahui bahwa tidak ada perbedaan di antara ulama tentang wajibnya mandi junub bagi mereka yang keluar mani, jika keluarnya memancar diiringi syahwat. Hal ini dapat terjadi pada mereka yang menggenggam kemaluannya saat mani hendak keluar, kemudian akhirnya maninya keluar juga setetes atau dua tetes, walaupun setelah beberapa saat. (Lihat Al-Mughni, 1/268)

Al-Lajnah Ad-Daimah pernah ditanya tentang keluarnya setetes mani yang diiringi syahwat.

Mereka menjawab, "Jika mani keluar dengan memancar serta diiringi syahwat, walau keluarnya setetes dan tanpa jimak maka wajib mandi, tidak cukup berwudu, tapi harus mandi junub." (Fatawa Lajnah Daimah, 5/303)

Lihat soal 12317, 6010.

Kedua: Jika terjadi jimak, maka dia wajib mandi walaupun tidak keluar mani, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَغَابَت الْحَشَفَةُ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ ، أَنْزَلَ أَوْ لَمْ يُنْزَلْ (حسنه الألباني في صحيح الجامع 379 )

"Jika dua kemaluan telah bertemu dan masuk kedalam, maka dia telah wajib mandi, keluar mani atau tidak keluar." (Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Jami, no. 379)

Lihat soal: 7529

Wallahua'lam.

Apakah harus mandi wajib ketika keluar air mani tapi tidak mimpi basah?

Mimpi basah yang memang benar-benar basah, keluar mani di alam nyata, itu yang mewajibkan mandi". Selain itu, jika seseorang mengeluarkan air mani ketika bangun tidur meskipun tidak bermimpi berhubungan intim maka tetap saja wajib mandi besar.

Keluar air bening apakah harus mandi wajib?

Air madzi termasuk najis ringan (najis mukhaffafah), tetapi jika keluar, seseorang tidak diwajibkan untuk mandi besar dan hal ini juga tidak membatalkan puasa. Namun apabila air madzi terkena pada tubuh, maka wajib mencuci tubuh yang terkena air madzi.

Apakah kalau keluar air mani tidak boleh shalat?

Jika seseorang mengeluarkan mani dan tidak paham kewajiban mandi besar sebelum melakukan sholat atau ibadah lainnya, maka yang bersangkutan berkewajiban tetap mengganti sholat yang telah ditinggalkan selama berhadas besar itu. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.