Mengayun budak dalam tradisi melayu diadakan setelah anak berusia

Ayun budak adalah Suatu bentuk tradisi yang dilakukan ibu-ibu ketika akan menidurkan anaknya dalam sebuah ayunan disertai lagu-lagu berisi nasehat, petuah dan doa. Melalui tradisi ini masyarakat dapat menyampaikan maksud dan tujuan kepada anaknya yang masih bayi, dan doa kepada Allah SWT berupa harapan kepada anaknya semoga kelak anaknya berbakti kepada orangtua, masyarakat, bangsa, dan agama.

Pelaksanaan tradisi ayun budak secara umum diperuntukkan pada anak yang berusia kurang dari satu tahun, oleh karena pelaksanaan ini ada yang berupa niat dan nazar maka pelaksanaan ayun budak ini harus dilaksanakan, tidak tergantung kepada waktu, tetapi tergantung kesempatan dan kemampuan orang tua.

Ayunan terbuat dari rotan dan dibalut dengan selendang sadun (selendang batik), tali digelembungkan dengan kain selendang biasa dan diberi pita yang beraneka warna. Untuk ruangan tempat berlangsungnya upacara di dekorasi oleh  naposo nauli bulung (pemuda dan pemudi). Sementara itu anaknya yang sudah diayun ia mengaku sering sakit-sakitan, kemudian sang anak diperlihatkan kepada mak Sapur bahwa anak ini minta diayun.”

pada zaman dahulu sistem pertanian masyarakat Bangun Purba berpindah-pindah, di ladang dibuatlah rumah kecil (sopo-sopo) sebagai tempat beristirahat sementara, sebelum turun ke ladang untuk bekerja anak ditidurkan terlebih dahulu di rumah mungil tersebut. Di dalam ayunan sambil ditimang-timang dengan kalimat yang membisikkan kasih sayang dan harapan kepada anak kelak sesudah dewasa. Cara ini dilaksanakan oleh seorang ibu selama turun ke ladang. Setelah usai panen tanda kesyukuran kepada Allah SWT dipanggillah kaum keluarga sambil makan bersama sekaligus mengayun anak seperti halnya di ladang diulang kembali. Kebiasan seperti ini sering dilakukan oleh seorang petani padi yang penennya hanya satu kali dalam satu tahun, belumlah merasa puas bagi seorang petani yang berhasil panennya tidak melaksanakan hal seperti ini. Jika anaknya tidak ada yang yang kecil lagi, maka yang dilaksanakan mereka hanyalah berupa sedekah yang bersifat syukuran biasa. Pada akhirnya pelaksanaan seperti ini bukan saja dilaksanakan oleh para petani, tetapi juga dilaksanakan oleh masyarakat yang bukan petani.


Page 2

» SKI IX MTs BUKU SISWA 2013 A

» Menghargai dan menghayati Memahami dan menerapkan

» Menghargai dan menghayati Mengolah, menyaji dan menalar

» Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Peta Konsep

» Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7: Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:

» Sejarah Islam di Nusantara Ibrah Mutiara Hikmah

» Uji Kompetensi Cara berkembangnya Islam di Nusantara

» Sosial perkawinan Pendidikan dan Pengajaran Tasawuf Kesenian

» Ibrah Mutiara Hikmah SKI IX MTs BUKU SISWA 2013 A

» Gujarat India Persia Arab

» China Alur perjalanan para pedagang Arab dalam berdakwah di Indonesia

» Mutiara Hikmah Uji Kompetensi Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

» Tujuan Pembelajaran Peta Konsep Kegiatan Menelusuri Kerajaan Islam Nusantara Kerajaan Islam di Jawa a.

» Cikal-bakal Demak Demak di bawah Pati Unus Demak di bawah Sultan Trenggono Peran Wali Songo

» Sejarah Puncak kejayaan Masa kekuasaan Sultan Haji Penghapusan kesultanan

» Masa awal Sultan Agung

» Terpecahnya Mataram Peristiwa Penting

» Kerajaan Islam di Sumatera, Malaka dan Aceh Dinasti Meurah Silu

» Sejarah Awal mula Masa kejayaan Kemunduran

» Gelar-Gelar yang Digunakan dalam Kerajaan Aceh Kerajaan Islam di Sulawesi

» Pendiri Gowa dan Tallo dan raja terkenalnya Kerajaan Islam di Maluku a. Ternate dan Tidore Letak Ternate dan Tidore Kehidupan Politik

» Kehidupan Ekonomi Prestasi Kerajaan Ternate Silsilah raja-raja Kerajaan Tidore Penyebab kemunduran bahkan keruntuhan

» Masuknya agama Islam di maluku melalui jalur perdagangan

» Ibrah Kerajaan Islam di Jawa

» Mutiara Hikmah Rangkuman Kerajaan Islam di Sulawesi

» Kerajaan Islam di Maluku Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

» Tujuan Pembelajaran Peta Konsep Kegiatan Memahami Tulusnya Para Penyebar Islam

» Biografi Walisongo SKI IX MTs BUKU SISWA 2013 A

» Maulana Malik Ibrahim SKI IX MTs BUKU SISWA 2013 A

» Sunan Giri Sunan Bonang Sunan Ampel

» Sunan Drajat Sunan Muria

» Sunan Gunung Jati Sunan Kudus Sunan Kalijaga

» Wayang Sebagai Simbol dan Media Dakwah

» Ibrah Walisongo SKI IX MTs BUKU SISWA 2013 A

» Mutiara Hikmah Rangkuman Uji Kompetensi

» Pendidikan Muhammad Arsyad al-Banjari a. Biografi

» Silsilah keturunan Riwayat masa kecil Pendidikan

» Menikah dan menuntut ilmu di Mekkah

» Luqtah al-Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an- Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, Risalah Qaul al-Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Kitab Bab an-Nikah. Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi Kanzu al-Ma

» Pengajaran dan bermasyarakat Ibrah Abdur Rauf Singkel

» Mutiara Hikmah Rangkuman Muhammad Arsyad al-Banjari

» Pengalaman Organisasi SKI IX MTs BUKU SISWA 2013 A

» Peran KH Hasyim Asyari dalam perkembangan Islam di Indonesia Sekilas tentang Nahdlatul Ulama

» Semangat tinggi dalam menghadapi berbagai rintangan dihadapinya KH. Hasyim Asyari a. Biografi Silsilah Keluarga Pendidikan Ibrah

» KH. Ahmad Dahlan Mutiara Hikmah

» KH. Hasyim Asyari SKI IX MTs BUKU SISWA 2013 A

» Uji Kompetensi Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Menunjukkan kepedulian terhadap tradisi dan

» Kegiatan Menelusuri Tradisi Islam Nusantara Pengertian tradisi Islam Nusantara Qasidah Hadrah

» Adat Melayu Adat Minang Adat Bugis Adat Madura

» Adat Sunda SKI IX MTs BUKU SISWA 2013 A

» Perbedaan seni budaya lokal dari tradisi Islam dan yang bukan dari tradisi Islam

» Adat Melayu Adat Minang Adat Bugis Adat Madura Adat Sunda

» Ibrah Mutiara Hikmah Adat Nusantara a. Adat Jawa Perbedaan seni budaya lokal dari tradisi Islam dan yang bukan dari tradisi Islam

» Uji Kompetensi Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Peta Konsep

» Kegiatan memahami tradisi dan upacara adat kesukuan Nusantara Cara mengapresiasi tradisi dan upacara adat kesukuan Nusantara Cara melestarikan tradisi dan upacara adat kesukuan Nusantara

» Cara merubah tradisi dan upacara adat kesukuan yang negatif di Nusantara

» Manfaat tradisi dan upacara adat kesukuan di Nusantara

Show more

Mengayun budak dalam tradisi melayu diadakan setelah anak berusia

Judul Buku
:
Lagu Ayun Budak; Rampai Budaya Melayu Riau
Penulis
:
Irwan Effendi & Muslim Nasution
Penerbit :
BKPBM dan Adicita, Yogyakarta
Cetakan
:
Pertama, Juni 2008
Tebal
:
vii + 32 halaman
Ukuran
:
14,5 x 20,5 cm

Masyarakat Melayu memiliki banyak sekali upacara-upacara tradisional yang masih dipertahankan hingga sekarang. Upacara tradisional Melayu itu meliputi keseluruhan siklus kehidupan manusia sejak dalam kandungan, kelahiran, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, berumah tangga, hingga meninggal dunia. Semua itu diatur sedemikian rupa oleh adat yang telah disepakati sejak zaman nenek moyang orang Melayu dan diwariskan secara turun temurun hingga sekarang.

Biasanya upacara tradisional untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Melayu diadakan dengan mengundang kerabat dekat dan tetangga dengan jamuan makan bersama. Berbagai macam upacara adat yang terdapat di dalam masyarakat Melayu merupakan cerminan bahwa semua perbuatan telah diatur oleh tata nilai luhur. Tata nilai luhur tersebut diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Kenyataan bahwa masyarakat Melayu menghormati budayanya, tampak dalam pelaksanaan Ayun Budak. Ayun Budak adalah upacara yang dilakukan untuk bayi yang baru berusia beberapa hari dan digabungkan dengan upacara aqiqah, sehingga kegiatan mencukur rambut bayi dan menepung-tawari bayi selalu mengawali acara ini. Hal inilah yang oleh Irwan Effendi dan Muslim Nasution melalui bukunya Lagu Ayun Budak: Rampai Budaya Melayu Riau disebut bahwa Ayun Budak merupakan salah satu tradisi Melayu yang sarat akan makna dan nilai religius.

Dalam buku setebal 32 halaman ini, Irwan Effendi dan Muslim Nasution mengurai dengan sederhana dan belajar dari apa yang dilakukan oleh masyarakat Melayu dalam upacara Ayun Budak. Intinya, kehadiran buku ini bermaksud menemukan tema budaya dari setiap tahap upacara tradisional masyarakat Melayu yang berhubungan dengan kelahiran anak beserta lagu-lagu yang dinyanyikannya.

Menurut buku ini, Ayun Budak berasal dari dua kata; ayun dan budak. Ayun atau ayunan adalah wadah yang tergantung pada seutas tali yang kemudian didorong sehingga bergerak ke dua arah. Sedangkan budak dalam bahasa Melayu berarti anak-anak. Secara istilah, Ayun Budak dapat diartikan sebagai suatu acara mengayun anak-anak atau bayi (budak) secara beramai-ramai disertai nyanyian lagu-lagu berisi nasehat, petuah, dan doa. Lagu-lagu itu biasanya dilantunkan oleh ibu-ibu dan remaja putri. Ayunan yang digunakan dalam acara Ayun Budak biasanya lebih besar dari ayunan biasa dan dihiasi dengan kertas, pita, dan kain beraneka warna (hlm. 3).

Sejauh ini, belum diketahui secara pasti dari mana, oleh siapa, dan sejak kapan tradisi Ayun Budak mulai berkembang dalam masyarakat Melayu. Menurut beberapa informasi, sebagaimana juga dilansir dalam buku ini, tradisi Ayun Budak pertama kali dipraktekkan oleh Haji Sulaiman (kakek dari salah satu penulis buku ini, Irwan Effendi) sepulang dari lawatan ke Negeri Kedah, Malaysia. Tentunya informasi itu, menurut penulis buku ini, hanya tersebar di daerah Haji Sulaiman kini bermukim. Namun yang pasti, Ayun Budak hingga kini masih dilakukan dan ditemui di Riau dan Sumatra Utara. Bahkan, menurut penulis, upacara serupa juga dijumpai di negeri jiran Malaysia (hlm. 4).

Melalui buku yang diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM) bekerjasama dengan Penerbit Adicita ini, penulis mengurai latar belakang tradisi Ayun Budak dalam masyarakat Melayu ke dalam beberapa poin pertanyaan yang meliputi; bagaimana masyarakat Melayu khususnya di Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau melaksanakan upacara tradisional Ayun Budak yang berhubungan dengan aqiqah anak? Apakah upacara tradisional yang mereka laksanakan itu telah mengalami akulturasi budaya dengan budaya lokal lainnya? Dan apa makna dari setiap rangkaian upacara tradisional tersebut?

Dalam lembar demi lembar buku ini, pertanyaan-pertanyaan di atas terjawab dengan uraian makna dan tujuan pelaksanaan Ayun Budak di masyarakat Melayu, yang menurut buku ini, antara lain; pertama, sebagai ungkapan kegembiraan dan rasa syukur kepada Tuhan atas lahirnya putra atau putri dengan selamat dan sehat sebagai anggota keluarga baru. Ungkapan syukur dari ayah dan ibu bayi itu terlihat dari ungkapan lirik-lirik lagu yang dinyanyikan dan kemudian disambut dengan jawaban oleh para tamu undangan, seperti lirik lagu di bawah ini:


Dengan Bismillah Rabbi kami mulai

Alhamdulillah selawatkan Nabi
Dengan Takdir Rabbi Ilahi Rabbi
Sampailah Maksud yang dicintai

Seorang anak Rabbi cinta yang lama
Sekaranglah sudah kami terima
Titiklah titik Rabbi diberi nama
Kami ayunkan bersama-sama

Jawab…
Dipanggil kami Rabbi orang sekalian
Oleh ibumu bapakmu tuan
Sesudah diberi Rabbi minum dan makan
Menyatakan syukur kepada Tuhan

Syukur kepada Rabbi Allah ta’ala
Karena mendapat intan kumala
Memberi sedekah Rabbi beberapa pula
Dengan sekedarnya adalah pula

Adapun makna dan tujuan lagu Ayun Budak kedua, yaitu menjadi media penyampaian nasehat kepada si bayi maupun hadirin. Dan ketiga, Ayun Budak melalui lagu-lagunya bertujuan menghaturkan doa kepada Sang Khalik. Doa itu dilakukan oleh kedua orang tua bayi dan diiringi lantunan lagu jawaban oleh semua hadirin, seperti:


Ibu bapakmu Rabbi mari dengarkan

Anak diayunkan kami nyanyikan
Bersama-sama Rabbi kita doakan
Harapan Allah minta perkenalkan

Adapun anak Rabbi masa kecilnya
Harum-haruman ibu bapaknya
Sehingga sampai Rabbi sudah umurnya
Satu tahun genap bilangan

Sedangkan makna dan tujuan yang keempat, adalah bahwa Ayun Budak dan prosesinya dapat memupuk silaturahmi sesama warga masyarakat (hlm. 4-5). Hal ini sebagaimana terlihat di larik lagu:


Dipanggil kami Rabbi kaum kerabat

Serta sekalian handai sahabat
Sekalian jiran Rabbi kawan terdekat
Semuanya datang dengan selamat

Jauh dan dekat Rabbi datang sekalian
Besar dan kecil laki-laki perempuan
Setengahnya datang berjalan sampan
Setengahnya datang berpayung sampan

Inilah kami Rabbi datang bertamu
Mengunjungi engkau hilir dan hulu
Mengayun engkau Rabbi maksud begitu
Karena hajat ibu bapakmu

Wahai anak Rabbi pikir olehmu
Besarnya hajat ibu bapakmu
Jika besar Rabbi sudah umurmu
Jasa mereka balas olehmu

Baris-baris lirik lagu Ayun Budak di atas menunjukkan ungkapan orang tua bayi yang menyambut para tamu undangan dalam upacara aqiqah anak. Sedangkan dari lirik lagu jawaban termaktub sejenis percakapan formal yang metaforis dengan pemaknaan yang menegaskan iktikad (keinginan) baik dari para tamu undangan. Nuansa dialogis itu berlangsung dalam lagu Ayun Budak yang menyerupai pantun berbalas, yang biasanya dalam masyarakat Melayu digunakan untuk ritual keagamaan, perkawinan, adat-istiadat, ataupun aktivitas sosial lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, tampaklah bahwa pelaksanaan upacara tradisional Ayun Budak memuat makna filosofi yang diwariskan dari nenek moyang orang Melayu. Upacara tradisional itu sarat dengan pesan-pesan moral dan harapan baik bagi sang bayi bila kelak ia tumbuh dewasa. Oleh karenanya, dalam masyarakat Melayu, tidak ada elemen yang digunakan sebagai pelengkap setiap upacara yang tidak memuat arti tertentu; setiap elemen adalah simbol dari makna yang diwakilinya. Sekalipun dirasa rumit dan sangat detail oleh beberapa orang, tradisi Melayu ternyata masih dipertahankan oleh masyarakatnya. Kesetiaan masyarakat Melayu terhadap tradisinya secara umum memberi kesan adanya sifat mengikuti apa yang dilakukan orang tua dengan maksud menjaga identitas diri sebagai orang Melayu. Bentuk pewarisan tradisi tersebut pada hakekatnya adalah untuk melanggengkan nilai-nilai luhur yang termuat di balik setiap tindakan, termasuk upacara Ayun Budak.

Sebagai hasil kreatif seni bahasa, lagu Ayun Budak lahir dari pemikiran yang berlangsung dari situasi kelisanan. Tradisi kelisanan dalam masyarakat Melayu di Riau, misalnya, akan mempengaruhi bentuk dan struktur lagu Ayun Budak. Dalam budaya yang hampir seluruhnya bersifat lisan, semua pesan yang diterima biasanya disimpan dalam ingatan untuk kemudian digunakan kembali ketika ada acara Ayun Budak. Karena keterbatasan daya simpan otak manusia, maka digunakan bentuk-bentuk linguistik atau bahasa yang mudah dihafal, mudah diingat, dan mudah disampaikan, sebagaimana larik lagu-lagu Ayun Budak dalam buku ini.

Oleh karena itu, tanpa memahami situasi kelisanan dan muatan pesan dari setiap detail tindakan serta makna upacara Ayun Budak, kekhawatiran akan terkikisnya eksistensi, sekaligus esensi, upacara tradisional dalam masyarakat Melayu tersebut mungkin cukup beralasan. Nah, kehadiran buku yang mengurai prosesi Ayun Budak dan dilengkapi dengan lagu-lagu beserta foto-foto yang ilustratif ini, jelas membuat pemahaman kita tentang khazanah budaya Melayu makin mendalam. Kedua penulisnya harus dihargai atas upayanya melebarkan dan memperkenalkan kekayaan khazanah budaya Melayu. Karenanya, buku ini sayang diabaikan, terutama bagi mereka yang memerlukan bahan rujukan atau karya pembanding tema budaya Melayu Riau.

(Tasyriq Hifzhillah/resensi/01/09-08)

Read: 10259