Membangun Argumen tentang Kompatibel Islam dan TANTANGAN MODERNISASI

(1)

TUGAS KELOMPOK 1 MK Pendidikan Agama Islam Dosen : Dr. Nur Asikin S.HI, MH Lokal 1B Matematika

MAKALAH

“Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi”

Disusun Oleh :

1. INDAH CAHYANI NPM: 1740604004

2. ZAIDA AINURFITRI NPM: 1740604032

3. SULASTRI HANDAYANI NPM: 1740604046

Kelompok 1

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah tentang “BAGAIMANA ISLAM MENGHADAPI TANTANGAN MODERNISASI”. Kami juga berterima kasih kepada Ibu Nur Asikin selaku pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini.

Harapan kami, makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kepada pembaca dan yang terpenting yaitu kepada kami sendiri mengenai “BAGAIMANA ISLAM MENGHADAPI TANTANGAN MODERNISASI”. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata yang sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritikan dan saran serta usulan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan mohon kritikan dan sarannya yang membangun.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………...……….……… i

DAFTAR ISI ………..………...……….……… ii

BAB I PENDAHULUAN ………...………. 1

A. Latar Belakang...………....… 1

B. Rumusan Masalah...……….…... 1

C. Tujuan ...…….……... 2

D. Manfaat...……….…... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

A. Islam Dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi...………... 3

B. Memahami Konsep Islam Tentang Iptek, Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya Dan Pendidikan ………..….. 5

C. Diperlukannya Prespektif Islam Dalam Implementasi Iptek, Ekonomi, Politik, Sosial-Budayadan Pendidikan ………..………...…... 12

D. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Dan Filosofis Tentang Konsep Islam Mengenai Iptek, Politik Sosial-Budaya Dan Pendidikan …………...……….. 15

E. Membangun Argumen Tentang Kompatibel Islam Dan Tantangan Modernisasi ... 16

F. Esensi Dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam Dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi ………...………...………….. 18

BAB III PENUTUP ... 22

A. Kesimpulan...……….….. 22

B. Saran...……….….. 23

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama "ditantang" untuk bisa hidup secara eksistensial. Agama pun diharapkan memiliki signifikansi moral dan kemanusiaan bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Secara realistik, tugas semacam itu masih dibenturkan dengan adanya kehadiran modernitas yang terus- menerus berubah dan menari-nari di atas pusaran dunia sehingga menimbulkan gesekan bagi agama.

Dalam penampakan dunia yang sangat kompleks ini, peran agama tidak bisa dipandang sebelah mata. Kehidupan yang sangat dinamis ini merupakan realitas yang tidak bisa dihindarkan dan perlu direspon dalam konstruksi pemahaman agama yang dinamis pula. Tarik-menarik antara tradisi (agama) dan modernitas menjadi wacana yang masih hangat untuk selalu diperdebatkan. Ada kesan bahwa agama itu bertolak belakang dengan modernitas.

Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan. Islam yang diakui pemeluknya sebagai agama terakhir dan penutup dirangkaikan petunjuk Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia, mengklaim dirinya sebagai agama yang paling sempurna. Peradaban Islam dipahami sebagai akumulasi terpadu antara normanitas Islam dan historitas manusia di muka bumi yang selalu berubah-ubah. Maka setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan dengan tingkat pemikiran manusia zaman ini. Nasib agama Islam di zaman modren ini sangat ditentukan sejauh mana kemampuan umat Islam merespon secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era modern ini.

Secara teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah (transenden). Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang memberikan kacamata pada manusia dalam memahami realitas. Secara sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, realitas sosial kemanusiaan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan kami angkat dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana islam dalam menghadapi tantangan modernisasi?

2. Bagaimana konsep islam tentang iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya dan pendidikan?

3. Bagaimana prespektif islam dalam implementasi iptek, ekonomi, politik, sosial-budayadan pendidikan?

(5)

5. Bagaimana membangun argumen tentang kompatibel islam dan tantangan modernisasi?

6. Bagaimana esensi dan urgensi kontekstualisasi pemahaman islam dalam menghadapi tantangan modernisasi?

C.

Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah diatas dapat di simpulkan tujuannya yaitu: 1. Mengetahui bagaimana islam dalam menghadapi tantangan modernisasi

2. Mengetahui bagaimana konsep islam tentang iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya dan pendidikan.

3. Mengetahui bagaimana prespektif islam dalam implementasi iptek, ekonomi, politik, sosial-budayadan pendidikan.

4. Mengetahui bagaimana sumber historis, sosiologis, dan filosofis tentang konsep islam mengenai iptek, politik sosial-budaya dan pendidikan.

5. Mengetahui bagaimana membangun argumen tentang kompatibel islam dan tantangan modernisasi.

6. Mengetahui bagaimana esensi dan urgensi kontekstualisasi pemahaman islam dalam menghadapi tantangan modernisasi.

D. Manfaat

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi

Modernisasi selalu terkait dengan liberalisme dan Hak Asasi Manusia. Dua hal ini adalah anak kandung modernisasi yang tidak bisa ditolak kelahirannya. Makanya ketika seseorang membicarakan tentang modernisasi, maka pastilah akan membicarakan tentang liberalisme. Dan di sisi lain juga membicarakan tentang HAM yang secara konseptual dikaitkan dengan barat yang modern.

Dengan demikian bicara modernisasi juga mesti dikaitkan dengan barat. Liberalisme sebagai bagian dari proyek modernisasi tentunya merupakan tantangan yang sangat serius kepada agama. Sebab agama dianggap sebagai perwujudan dari tradisionalisme yang momot dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan yang sangat kentara. Oleh karena itu ketika masyarakat ingin meninggalkan dunia tradisionalnya, maka yang pertama diambil adalah liberalisme atau kebebasan untuk melakukan sesuatu dalam konteks pragmatisme.

Liberalisme kemudian tidak hanya menjadi gaya hidup yang menghinggapi kebanyakan orang yang ingin dianggap modern akan tetapi juga menjadi pedoman unggul di dalam semua perilakunya. Ajaran agama yang momot dengan ajaran yang membatasi kebebasan lalu ditinggalkan dan dianggap sebagai penghalang kemajuan. Agama dianggap sebagai penyebab ketidakmajuan sebuah masyarakat. Agama dianggap sebagai candu masyarakat, agama dianggap sebagai kabar angin dari langit dan sebagainya.

Liberalisme juga memasuki kawasan pemikiran agama. Ada banyak pemikiran tentang penafsiran agama. Ada banyak anak muda yang berusaha untuk menafsirkan agama dengan konteks sosial yang sedang terjadi. Begitu kentalnya pemahaman tantang konteks sosial ini, maka teks yang selama ini dianggap penting bahkan seperti ditinggalkan. Jika ada teks yang dianggapnya sudah tidak relevan dengan zaman, maka teks itu harus ditinggalkan. Begitulah mereka menafsirkan ajaran agama dalam framework yang mereka kembangkan.

(7)

harus mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat. Kehidupan yang serba permisif juga menjadi trennya. Lalu menolak apa saja yang datang dari barat. Semua yang dari barat harus ditolak dan disingkirkan.

Tidak ada kebaikan sedikitpun yang datang dari barat. Sikap ini mendasari terjadinya berbagai sikap keras atau fundamental di dalam agama. Sikap mengutuk barat dengan seluruh budayanya adalah sikap yang melazimi terhadap sikap dan tindakan kaum fundamentalis. Barat harus diperangi dengan segala kekuatan. Tidak ada alasan untuk tidak memerangi barat yang dianggap sebagai perusak moral dan terjadinya dekandensi moral di kalangan umat Islam. Pornografi dan pornoaksi, narkoba dan tindakan permisiveness yang melanda masyarakat dewasa ini harus ditimpakan kepada pengaruh barat yang tidak bisa dilawan. Maka tidak ada kata lain yang patut digunakan kecuali “lawan”. Meskipun tidak imbang perlawanan tersebut, akan tetapi kaum fundamentalis lalu mengembangkan perlawanan melalui teror dan sebagainya.

Kemudian, sikap yang diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah menerima dengan sikap kritis. Ada anggapan bahwa ada budaya barat yang positif dan ada budaya barat yang negatif. Makanya, di dalam tindakan yang diambil adalah dengan mengambil budaya barat yang positif dan membuang budaya barat yang negatif. Handphone adalah produk budaya barat yang lebih banyak positifnya. Dengan HP maka jarak tidak lagi menghalangi orang untuk berkomunikasi satu dengan lainnya. Bisa orang berbicara tentang hal-hal yang santai sampai urusan bisnis internasional dihandle dengan teknologi HP tersebut.

Namun demikian, tidak selamanya HP itu positif. Kalau yang disimpan di dalam HP adalah perkara kemungkaran, maka yang terjadi adalah kejelekan. Akan tetapi kalau yang disimpan di dalam HP tersebut adalah ayat AL Quran, dan AL Quran itu dibaca pastilah HP memiliki sifat menguntungkan atau bermanfaat.

(8)

B. Memahami Konsep Islam tentang IPTEK, Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya dan Pendidikan

Kata ilmu diambil dari bahasa Arab, alima-ya”lamu-ilman artinya mengetahui, pengetahuan. Secara etimologis, ilmun artinya jelas, terang, baik proses perolehannya maupin kajiannya. Kata ilmun dalam Al-Quran di ungkap sebanyak 854 kali. Kata ini digunakan untuk mengetahui objek pengetahuan dan proses untuk mendapatkannya sehingga diperoleh suatu kejelasan. Pengetahuan diperoleh manusia dengan cara memperdayakan panca indra terhadap segala objek.

Dengan demikian, pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui manusian melalui tangkapan pancaindra dan hati (al-qalb). Adapun llmu dalam arti sains atau ilmu pengetahuan atau disebut juga pengetahuan ilmiah adalah suatu sistem pengetahuan yang menyangkut suatu bidang pengalaman tertentu dan disusun sedemikian rupa dengan metodologi tertentusehingga menjadi satu kesatuan. Masing- masing sistem diperoleh sebagai hasil penyelidikan dan pengkajian yang dilakukan secara teliti dengan menggunakan metode- metode tertentu.

Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu dan disiplin ilmu lainnya. Semua disiplin ilmu dipandang penting dan mulia di sisi Allah. Demikian juga, mulialah orang yang mempelajari, menguasai, dan mengembangkannya. Orang yang menguasai disiplin ilmu disebut ‘alim (jamak: ‘ulama).orang yang berilmu oleh Allah SWT akan dianugerahi kedudukan istimewa. Perhatikan firman Allah berikut:

(9)

Dalam pandangan islam, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat urgen bagi kehidupan uamat manusia. Tanpa menguasai IPTEK manusia akan tetap dalam lumpur kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Penguasaan manusia terhadap IPTEK dapat mengubah eksistensi manusia dari yang semula manusia sebagai abdullah

menjadi khalifatullah. Oleh karena itu islam menetapkan bahwa hukum mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi adalah wajib. Tanpa menguasai iptek umat manusia akan mengalami banyak hambatan dan kesuliatan dalam menjalani kehidupan di jagat ini.

Pada zaman modern seperti sekarang ini, ukuran maju tidaknya suatu bangsa justru diukur dari penguasaan bangsa itu terhadap iptek. Jika suatu bangsa itu menguasai iptek, maka bangsa tersebut dikategorikan sebagai bangsa yang maju. Sebaliknya, jika suatu bangsa itu tertinggal dalam penguasaan iptek, maka bangsa itu dipandang sebagai bangsa yang belum maju atau biasa disebut bangsa tertinggal atau disebut bangsa berkembang. Supaya bangsa Indonesia masuk ke dalam kelompok bangsa yang maju, maka kita wajib berusaha sekuat tenaga untuk menguasai iptek dan mengejawantahkan iptek untuk kemaslahatan umat manusia.

1. Bidang Seni

Seni merupakan ekspresi kesucian hati. Hati yang bening melahirkan karya seni yang beradap, sedangkan hati yang kotor tentu melahirkan karya seni yang tidak beradap. Hidup dengan seni menjadikan hidup menjadi indah, damai, dan nyaman. Adapun hidup tanpa seni, menyebabkan hidup menjadi kering, gersang, dan tidak nyaman. Seni itu indah dan keindahan adalah sifat Tuhan. Cinta kepada keindahan berarti cinta kepada Tuhan ini disebabkan Tuhan mencintai keindahan. Dengan cintanya kepada Tuhan, Manusia dapat mewujudkan keindahan dalam kehidupannya.

(10)

2. Bidang Ekonomi

Segala bentuk transaksi yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan pemasaran barang dan jasa yang mendatangkan keuntungan finasial itu merupakan kegiatan ekonomi. Menurut AM Saefudin (1997) ada enam pokok prekonomian, yaitu:

a. Barang dan jasa yang di produksi.

b. Sistem produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut.

c. Sistem distribusi yang berlaku diantara para pelaku ekonomi. d. Efesiensi dalam menggunakan faktor- faktor produksi.

e. Antisipasi terhadap fluktuasi pasar mulai dari inflasi, resesi, depresi,dan lain-lain.

f. Ikhtiar manajemen produksi dan distribusi agar efesien.

Prinsip ekonomi konvensional berbeda dengan prinsip ekonomi islam. Ekonomi konvensional berprinsip “berkorban sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya”. Prinsip ekonomi tersebut dipergunakan oleh pedagang dan pengusaha semata-mata untuk mencari keuntungan. Dengan modal seadanya pedagang dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan yang sebesar-besarnya atau dengan alat sekecil-kecilnya. Pedagang dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan secra maksimal.

Dalam islam, ekonomi ialah berkorban secara tidak kikir dan tidak boros dalam rangka mendapatkan keuntungan yang layak. Dengan demikian, pengorbanan tidak boleh sekecil- kecilnya ataupun tertentu saja, melainkan pengorbanan yang tepat harus sesuai dengan dengan keperluan yang sesungguhnya sehingga mutu produksi dapat terjamin.

(11)

ekonomi dunia ada yang berkiblat ke sosialis dan ada yang berkiblat ke liberalis yang melahirkan sistem kapitalis. Sistem ekonomi Islam tidak kapitalis tetapi juga tidak sosialis. Islam mempunyai sistem tersendiri yang berbeda dari kedua sistem.

3. Bidang Politik

Politik dalam Islam disebut siyāsah, merupakan bagian integral (tak terpisahkan) dari fikih Islam. Salah satu objek kajian fikih Islam adalah siyāsah atau disebut fikih politik. Fikih politik secara global membahas masalah-masalah ketatanegaraan (siyāsah dusturiyyah), hukum internasional (siyāsah dauliyyah), dan hukum yang mengatur politik keuangan negara (siyāsah māliyyah).

a. Siyāsah dusturiyah (hukum tata negara). Materi yang dikaji tentang cara dan metode suksesi kepemimpinan, kriteria seorang pemimpin, hukum mewujudkan kepemimpinan politik, pembagian kekuasaan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), institusi pertahanan keamanan, institusi penegakan hukum (kepolisian) dan lain-lainnya.

b. Siyāsah dauliyyah (hukum politik yang mengatur hubungan internasional). Objek kajiannya adalah hubungan antar-negara Islam dengan sesama negara Islam, hubungan negara Islam dengan negara non-muslim, hubungan bilateral dan multilateral, hukum perang dan damai, genjatan senjata, hukum kejahatan perang dan lain-lain.

c. Siyāsah māliyah (hukum politik yang mengatur keuangan negara). Kontens yang dibahas adalah sumber-sumber keuangan negara, distribusi keuangan negara, perencanaan anggaran negara dan penggunaannya, pengawasan dan pertanggungjawaban penggunaan keuangan negara dan pilantropi Islam.

Kesalahpahaman terhadap islam sering muncul dari ranah politik. Tidak sedikit orang menilai bahwa islam disebarkan tiada lain dengan politik kekerasan bukan dengan cara dakwah dan kultural. Perang, jihad, negara Islam disalahpahamisebagai metodologi dan tujuan akhir.

4. Bidang Pendidikan

(12)

dalam kehidupan untuk kemajuan umat manusia. Untuk mewujudkan tujuan luhur tersebut, menurut An-Nahlawi, Islam mengemukakan tiga metode yaitu:

a. Paedagogis psikologis yang lahir dalam dirinya. Pendorongnya adalah rasa khauf dan cinta kepada Allah, serta ketaatan untuk melaksanakan syariat-Nya karena ingin menghindarkan kemurkaan dan azab-Nya serta mendapat pahala-Nya.

b. Saling menasihati antar-individu dan masyarakat agar menepati kebenaran dan menetapi kesabaran. Masyarakat, yang cinta kepada syariat Allah dan segala kehormatannya, tidak akan pernah membiarkan kemungkran dan tidak akan pernah membenarkan pengabaian salah satu pokok-pokok ajaran Islam seperti salat, zakat, puasa, haji dan jihad.

c. Menggunakan jalur kekuasaan untuk mengamankan hukum bagi masyarakat muslim sehingga keamanan berjalan stabil dan masyarakat menikmati keadilan hukum.

Ketiga metode tersebut saling mendukung dalam merealisasikan nilai-nilai Islami di dalam kehidupan individu dan masyarakat. Kehidupan serupa ini, oleh An-Nahlawi dinyatakan akan lebih mungkin mencapai kesempurnaan, kemajuan budaya, kesenangan, kegotong-royongan, ketentraman, dan istikamah.

Kata manusia dalam Al- Quran menggunakan tiga kata yang mempunyai makna tersendiri yaitu:

a. Basyar

Menunjuk bahwa manusia sebagai makhluk biologis. Sebagai makhluk biologis manusia memerlukan sandang, pangan, papan, perlu menikah, berkeluarga dan keperluan lainnya serta berbagai kebutuhan materi. Nabi Muhammad sendiri dinyatakan dalam Al- Quran sebagai manusia biasa (basyar) yang mempunyai kebutuhan seperti manusia lainnya yaitu butuh sandang, pangan, papan, keluarga dan lain-lain. Hanya saja Nabi Muhammad saw. dipilih Tuhan sebagai utusan (Rasulullah) untuk menyampaikan risalah Tuhan. Itulah sebabnya, nabi digelari al-Musthafayang artinya manusia suci pilihan Tuhan.

b. Insān

(13)

agama adalah fitrah manusia dan jati diri manusia. Dengan agama, manusia hidup sesuai dengan fitrahnya sekaligus terpenuhi kebutuhan rohaninya. Sebaliknya, tanpa agama kehidupan manusia menjadi kering kerontang, gersang dan hampa karena tidak terpenuhi kebutuhan rohaninya. Tanpa terpenuhi kebutuhan rohani, hidup manusia tak ada ubahnya laksana binatang yang tak mempunyai akal. Yang diperjuangkannya hanyalah untuk bisa makan, minum, tidur dan menikah.

c. An-nās

An-nās menunjuk manusia sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial artinya bahwa manusia tidak akan mampu mencapai tujuan hidupnya tanpa keterlibatan orang lain.

Tujuan pendidikan dikatakan berhasil manakala proses pendidikan dilakukan dengan cara yang benar secara Qurani dan menyentuh ketiga ranah yang ada dalam diri manusia yaitu akal, hati, dan jasmani. Menurut Ibnu Sina manusia terdiri dari dua unsur. Pertama, al-jism artinya jasmani manusia. Dalam bahasan sebelumnya disebut manusia sebagai makhluk biologis atau dapat disebut makhluk jasmani. Kedua an-nafs. An-nafs mempunyai dua daya, yaitu daya untuk berpikir namanya al- aql, berpusat di kepala, dan daya untuk merasa namanya al-Qalb, berpusat di‟

hati. Pendidikan yang benar harus menyentuh ketiga aspek tersebut sehingga muncullah istilah Tarbiyah al-„Aqliyyah melahirkan kecerdasan intelektual, at-Tarbiyyah al-Qalbiyyah (pendidikan hati) melahirkan kecerdasan spiritual dan emosional, dan at-Tarbiyah al-Jasmaniyah artinya pendidikan jasmani melahirkan kesehatan jasmani. Dalam pribahasa bahasa Arab disebutkan bahwa “Akal yang sehat terdapat dalam jasmani yang sehat”. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa ketiga aspek tersebut saling mendukung dan saling melengkapi, tidak bisabekerja sendiri-sendiri.

(14)

secara ilmiah. Sebaliknya, pendidikan yang benar secara ilmiah, akan benar pula secara Qurani. Antara keduanya tidak boleh bertentangan.

C. Diperlukannya Prespektif Islam dalam Implementasi IPTEK, Ekonomi, Politik, Sosial-Budayadan Pendidikan

Iptek dalam kacamata Islam tidak bebas nilai, baik secara ontologis, epistemologis maupun aksiologis.Dalam kacamata Islam sumber ilmu itu terbagi dua yaitu:

1. Ayat qur`aniyah

Dari sumber yang pertama ini munculah berbagai disiplin ilmu, misalnya, teologi, mistisisme, ilmu hukum, politik, ekonomi, perdata, pidana dan lainya. Ayat-ayat qur`aniyah adalah wahyu Tuhan yang Allah berikan kepada Rasulullah, termaktub dalam mus af untuk kemaslahatan umat manusia.ḫ

2. Ayat kauniah

Ayat-ayat kauniah adalah alam semesta sebagai ciptaan allah yang diteliti dengan paradigma ilmiah dan menggunakan akal yang juga ciptaan allah. Sumbernya adalah alam ciptaan allah, instrumennya adalah akal manusia ciptaan allah pula. Dari penelitian akal manusia terhadap rahasia alam ciptaan allah ini, maka lahirlah ilmu-ilmu eksakta. Anda masih ingat eksakta adalah bidang ilmu yang bersifat konkret yang dapat diketahui dan diselidiki berdasarkan percobaan serta dapat dibuktikan dengan pasti. Implementasi ilmu eksakta menghasilkan teknologi. Teknologi dalam tataran aksiologi jelas tidak bebas nilai.

Demikian juga, seni yang tidak bebas nilai. Dalam tataran epistemologi seni tidak bebas nilai sebab seni hakikatnya adalah ekspresi jiwa yang suci. Kesucian jiwa menghasilkan karya seni yang jernih, suci, dan indah. Adapun hati yang kotor melahirkan ekspresi seni yang kotor pula, jorok, dan tidak beradab. Secara aksiologi seni identik dengan tekonologi yaitu tidak bebas nilai. Artinya, seni bukan untuk seni. Seni adalah keindahan, kesucian, dan sarana untuk kembali kepada Tuhan. Jika Anda terpesona melihat indahnya karya seni, atau mendengar merdunya seni baca Al-Quran, serta merta keluarlah dari mulut Anda ucapan “Sub āllāhTabārakallāhuḫ

A sanal Khāliqīn”. Artinya, „Mahasuci Allah, Mahaberkah Allah, Allah sebaik-baikḫ

(15)

Dalam bidang ekonomi juga terdapat riba yang harus di perhatikan oleh masyarakat islam. Seorang pakar ekonomi islam yaitu Syafi’i Antonio menjelaskan jenis- jenis riba, yaitu:

1. Riba qardh adalah Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).

2. Riba Jāhiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokokknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

3. Riba Nasī`ah. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya

4. Riba dalam nasī`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan satu waktu dan yang diserahkan waktu berbeda.

Dalam masalah politik, perlu Anda sadari bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memang bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Sungguhpun demikian, negara menjamin penduduknya untuk memeluk suatu agama dan melaksanakan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. NKRI adalah negara demokrasi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Sistem demokrasi menjadi pilihan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kedaulatan di tangan rakyat dan demokrasi merupakan sarana untuk kedaulatan yang diamanahkan kepada wakil-wakil rakyat di parlemen. Demikian juga kedaulatan rakyat diamanahkan kepada para para eksekutif untuk menjalankan roda pemerintahan. Untuk meraih kepercayaan rakyat, partai politik seyogyanya menjalankan fungsinya dengan baik dan tidak melanggar norma-norma Ilahi dan aturan main yang ditentukan. Kekuasaan harus diraih dengan berbagai cara, tetapi tidak menghalalkan segala cara yang diharamkan. Kehidupan demokrasi akan terasa menjadi berkah dan mendatangkan kemaslahatan bagi segenap rakyat jika dibingkai dengan nilai-nilai keilahian. Demokrasi akan menjadi bencana manakala para pelakunya menjauhkan diri dari nilai-nilai Ilahi. Contohnya yang terjadi di beberapa negara Afrika, Timur Tengah, Eropa Timur, Asia Selatan dan lain-lainnya. Nilai-nilai Ilahiah yang terkandung dalam fikih siyāsah (disebut prinsip-prinsip siyāsah) sepertinya tidak lagi dijadikan etika dalam perpolitikan mereka. Prinsip-prinsip siyāsah antara lain:

1. Al-Amānah

(16)

mengambilnya. Setiap yang diberi amanah akan dimintai pertanggungjawabannya. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban menyangkut kepemimpinannya dan rakyat yang dipimpinnya” (Muttafaq Alaih).

2. Al-Adalah

Kekuasaan harus didasarkan atas prinsip keadilan. Kekuasaan dalam pandangan Islam bukanlah tujuan, tetapi sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan kekuasaan, menurut al- Mawardi adalah menjaga agama, mewujudkan kesejahteraan, dan keadilan umat. Kekuasaan harus dijalankan di atas landasan keadilan dan untuk menegakkan keadilan agar tujuan utama kekuasaan tercapai yaitu kesejahteraan umat.

3. Al-Hurriyyah

Al-Hurriyah artinya kemerdekaan dan kebebasan. Kekuasaan harus dibangun di atas dasar kemerdekaan dan kebebasan rakyat yakni kemerdekaan dalam berserikat, berpolitik, dan dalam menyalurkan aspirasinya. Adapun kebebasan adalah kebebasan dalam berpikir dan berkreasi dalam segala aspek kehidupan.

4. Al-Musāwāh

Al-Musāwāh secara etimologis artinya „kesetaraan , „kesamaan . Siyāsah‟ ‟

harus dibangun di atas fondasi kesamaan dan kesetaraan. Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara dan juga berkedudukan sama di hadapan hukum. Tidak boleh ada diskriminasi karena gender, ras, agama dan kesukuan dalam politik, ekonomi, budaya, hukum dan lain-lain. Negara harus menjamin semua warga untuk merdeka dalam berpolitik dan bebas dalam kehendak dan tindakan menuju kemaslahatan.

5. Tabadul al-Ijtima

(17)

bagi semua lapisan masyarakat yang membutuhkannya. Tidak mungkin urusan lapangan kerja diserahkan kepada pemerintah saja. Lapangan kerja akan semakin luas manakala melibatkan pihak swasta.

D. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, dan Filosofis tentang Konsep Islam mengenai IPTEK, Politik Sosial-Budaya dan Pendidikan

Kemajuan dalam pendidikan dan penguasaan Iptek berimplikasi terhadap kemajuan politik, ekonomi, dan budaya. Hal ini secara historis dapat Anda lacak ketika dunia Islam unggul dalam Iptek. Pada masa keemasan Islam, kekuasaan politik umat Islam semakin luas dengan ekspansinya ke berbagai wilayah dan penguasaan dalam politik ini membawa kemajuan dalam kehidupan ekonomi umat Islam saat itu. Kesejahteraan yang merata juga mendorong kemajuan umat Islam dalam penguasaan Iptek. Akibatnya, dunia Islam menjadi sangat kuat secara politik dan ekonomi yang didasari penguasaan terhadap Iptek secara sempurna pada saat itu. Zaman keemasan Islam itu terjadi pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria (dan kemudian berkembang pula di Spanyol) serta zaman kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad, Irak.

Akar-akar kemajuan yang dicapai umat Islam memang telah diletakan dasar-dasarnya oleh Rasulullah. Beliau mengajarkan kepada para sahabat bahwa menguasai ilmu itu adalah wajib. Kewajiban yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan. Kalau perlu, menurut Nabi Muhammad, kita belajar untuk dapat menguasai ilmu, meskipun harus pergi ke negeri Cina. Secara teologis, Allah telah menetapkan bahwa yang akan mendapat kemajuan pada masa depan adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan iman. Dalam sejarah, kita dapat menyaksikan kemajuan Iptek umat Islam membawa kemajuan bagi umat Islam dalam bisang ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan. Umat Islam makmur secara materi dan rohani, juga makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran.

(18)

yang menguasai Iptek dan beriman dengan iman yang benar, tentu akan lebih maju daripada mereka.

Ibnu Athailah menyatakan: “Sesungguhnya Allah memberikan kemajuan materi kepada orang-orang yang Allah cintai dan kepada orang-orang yang tidak Allah cintai, tetapi Allah tidak memberikan iman kecuali kepada orang yang Allah cintai”. Sikap Anda sebagai mahasiswa tidak boleh menutup diri. Sebenarnya, kemajuan yang dicapai umat Islam pada zaman silam, antara lain, disebabkan adanya interaksi antara sesama ilmuwan muslim, dan antara ilmuwan muslim dan tradisi intelektual non-muslim, misalnya para filsuf Yunani. Filsafat Islam berkembang dengan sangat cepat karena interaksi dan adaptasi dengan pemikiran rasional di kalangan mereka. Begitu juga ilmu-ilmu lainnya saling mempengaruhi bagi pembentukan dan penguatan perkembangan ilmu-ilmu di tengah masyarakat Islam.

E. Membangun Argumen tentang Kompatibel Islam dan Tantangan Modernisasi

Modern mengandung arti maju dan berkemajuan dalam segala aspek kehidupan: ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Modern adalah perubahan sikap dan pandangan dari tradisional ke rasional, dari primordial ke logis dan nalar. Modernisasi merupakan proses terjadinya pemoderenan untuk kemajuandalam segala bidang kehidupan melalui akselerasi pendidikan dan aktualisasi teknologi. Modernisasi telah mengubah wajah dunia dari kusam menjadi bersinar, dari yang lamban menjadi serba cepat, dari yang tradisional menjadi rasional, dari yang primordial menjadi nalar. Terdapat beberapa karakteristik dalam ajaran islam, yaitu:

1. Rasional

(19)

2. Sesuai dengan Fitrah Manusia

Tidak ada satu pun ajaran Islam yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Orang beragama (ber-Islam) berarti ia hidup sesuai dengan fitrah. Sebaliknya, orang yang tidak beragama berarti menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah. Orang yang menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah, maka ia hidup dalam ketakutan, kegalauan, ketidakpastian, dan kebimbangan. Akhirnya, dalam menjalani hidup tidak ada kenikmatan dan kenyamanan. Sekadar contoh agar Anda paham. Makrifatullah dan Tauhidullah adalah fitrah manusia karena sesudah bermakrifat dan bertauhid kepada Allah, orang akan mengabdi hanya kepada Allah, meminta tolong hanya kepada Allah, dan memohon perlindungan hanya kepada Allah. Jika orang masih beribadah kepada selain Allah, minta tolong dan perlindungan kepada selain Allah, maka akan terjadi kegalauan dalam batinnya, kecemasan, keraguan dan kemunafikan, dan sakit secara rohani. Orang yang hidup dalam kondisi tidak sehat rohaninya, maka ia tidak akan mendapatkan ketenangan dan kenikmatan.

3. Tidak Mengandung Kesulitan

Ajaran Islam itu mudah dan masih dalam batas-batas kekuatan kemanusiaan. Tidak ada aspek ajaran Islam yang dalam pelaksanaannya di luar kemampuan manusia. Allah sendiri menyatakan, “Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan dalam beragama.” (QS Al-Baqarah/2: 185).

4. Tidak mengandung banyak Taklif

Ajaran Islam tidak mengandung banyak taklif (beban). Kerangka dasar ajaran Islam hanya tiga pilar, yaitu: akidah, syariat dan hakikat (atau biasa disebut akhlak). Landasan ketiga pilar tadi adalah iman, Islam, dan ihsan. Secara keilmuan, ketiga pilar tadi dapat dipisahkan yaitu dari akidah lahir ilmu akaid, ilmu tauhid atau ilmu kalam. Dari syariat lahir ilmu syariat atau ilmu fikih (hukum Islam). Adapun dari hakikat lahir ilmu tasawuf atau disebut juga ilmu hakikat atau ilmu akhlak. Ketiga pilar tadi dalam aktualisasinya tidak bisa dipisahkan, tetapi harus terintegrasi.

5. Bertahap

(20)

F. Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi

Perlu untuk disadari bahwa modernisasi akibat kemajuan Iptek telah mengubah pola pikir, pola pergaulan, dan pola kehidupan secara masif. Industrialisasi dalam memproduksi barang dan jasa di satu sisi meningkatkan kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang diperlukan masyarakat, tetapi di sisi lain membawa dampak terhadap wujudnya stratifikasi sosial yang tidak seimbang, yakni kapitalis (pemodal) dan pekerja atau buruh. Dalam proses modernisasi ini, sering kali kaum buruh menjadi lemah ketika berhadapan dengan kaum pemodal. Ketidakharmonisan antara dua pihak ini sering kali menjadi pemicu terjadinya adagium di masyarakat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

industrialisasi membuka lapangan kerja yang sangat signifikan bagi masyarakat yang memiliki kualifikasi pedidikan yang memadai, tetapi industrialisasi juga menyingkirkan sebagian masyarakat yang minus pendidikan atau memiliki pendidikan yang tidak memadai. Terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkannya, industrialisasi telah menambah tumbuhnya kelas masyarakat menengah ke atas secara ekonomi. Petumbuhan kelas menengah ini berdampak pula terhadap perbaikan ekonomi secara global dan tumbuh suburnya sektor riil di tengah masyarakat. Kemajuan dalam bidang teknologi-komunikasi, misalnya, telah mengubah pola hidup masyarakat dalam segala aspeknya termasuk pola keberagamaannya. Perilaku keagamaan masyarakat, yang semula menganggap bahwa silaturahmi penting dan harus bertatap muka, bersua bertemu, dan berhadapan secara fisik, berubah menjadi silaturahmi cukup hanya melalui mendengar suara lewat telepon, sms, facebook, atau twitter. Gelombang informasi ini sangat deras dan pengaruhnya begitu terasa dalam segala aspek kehidupan manusia. Gelombang informasi telah menandai lahirnya generasi baru dalam masyarakat. Kemajuan E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi.

(21)

memang agama yang secara potensial memiliki kemampuan menghadapi semua itu. Islam yang kafah memiliki doktrin yang jelas dalam teologis dan dalam waktu yang bersamaan Islam memiliki fleksibilitas hukum dalam mengembangkan dan memahami persoalan-persoalan masa kini. Peristiwa hukum, misalnya, harus dilihat secara kontekstual dan tidak secara tekstual.

Islam dipahami secara rasional tidak sekedar dogma. Islam sebagai agama rasional adalah agama masa depan, yaitu agama yang membawa perubahan untuk kemajuan seiring dengan kemajuan kehidupan modern. Sebaliknya, Islam yang dipahami secara tekstual dan dogmatis akan sulit eksis dan sulit beradaptasi dengan lingkungan kemajuan yang semakin cepat perubahannya. Islam kontekstual akan menjadi solusi dan pemandu dalam memecahkan berbagai problem kehidupan umat manusia. Islam yang dipahami secara tekstual akan menjadi penghambat kemajuan, padahal Islam merupakan ajaran yang berkarakter rasional, fleksibel, adaptable, dan berwawasan ke masa depan.

Menurut Kuntowijoyo, ada lima program reinterpretasi untuk memerankan kembali misi rasional dan empiris Islam yang bisa dilaksanakan saat ini dalam rangka menghadapi modernisasi.

1. Program pertama adalah perlunya dikembangkan penafsiran sosial struktural lebih daripada penafsiran individual ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu di dalam Al-Quran.

2. Program kedua adalah mengubah cara berpikir subjektif ke cara berpikir objektif. Tujuan dilakukannya reorientasi berpikir secara objektif ini adalah untuk menyuguhkan Islam pada cita-cita objektif. Kuntowijoyo memberikan contoh ketentuan zakat. Secara subjektif, tujuan zakat memang diarahkan untuk pembersihan jiwa kita. Akan tetapi, sisi objektif tujuan zakat adalah tercapainya kesejahteraan sosial.

(22)

lebih faktual sesuai dengan kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan kultural. Dengan cara itu, kita dapat mengembangkan konsep yang lebih tepat tentang fuqarā` dan masākīn itu pada kelas sosial dan sebagainya. Dengan demikian, kalau kita berhasil memformulasikan Islam secara teoretis, banyak disiplin ilmu yang secara orisinal dapat dikembangkan menurut konsep-konsep Al-Quran.

4. Program keempat adalah mengubah pemahaman yang ahistoris menjadi historis. Selama ini pemahaman kita mengenai kisah-kisah yang ditulis dalam Al-Quran cenderung sangat bersifat ahistoris, padahal maksud Al-Quran menceritakan kisah-kisah itu adalah justru agar kita berpikir historis.

(23)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Modernitas yang melanda dunia Islam, dengan segala efek positif-negatifnya,menjadi tantangan yang harus dihadapi umat Islam di tengah kondisi keterpurukannya.Umat Islam dituntut bekerja ekstra keras mengembangkan seagala potensinya untukmenyelesaikan permasalahannya. Tajdid sebagai upaya menjaga dan melsetarikan ajaranIslam menjadi pilihan yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh umat Islam. Upayatajdid harus terus dilakukan, tidak boleh berhenti meski memerlukan cost yang besar.Sejalan dengan perkembangan budaya dan pola berpikir masyarakat yang materialistisdan sekularis, maka nilai yang bersumberkan agama belum diupayakan secara optimal.Agama dipandang sebagai salah satu aspek kehidupan yang hanya berkaitan denganaspek pribadi dan dalam bentuk ritual, karena itu nilai agama hanya menjadi salah satubagian dari sistem nilai budaya; tidak mendasari nilai budaya secara keseluruhan. Fungsisosial agama adalah memberi kontribusi untuk mewujudkan dan mengekalkan suatu ordesosial (tatanan kemasyarakatan). Secara sosiologis memang tampak ada korelasi positifantara agama dan integrasi masyarakat; agama merupakan elemen perekat dalam realitasmasyarakat yang pluralistik.

(24)

Dengan demikian, kaum Muslim klasik telah dengan bebasmenggunakan bahan-bahan yang datang dari dunia Hellenis tanpa mengalami Hellenisasi,kaum Muslim saat sekarang juga sebenarnya dapat menggunakan bahan-bahan modernyang datang dari Barat tanpa mengalami pembaratan (Westernisasi).Inti dari modernisasi yang kemudian menjadi esensial dan sejalan dengan ajaranagama Islam adalah rasionalisasi yakni usaha untuk menundukkan segala tingkah laku. kepada kalkulasi dan pertimbangan akal. Rasionalisasi pada selanjutnya akan mendorongummat Islam untuk bisa bersikap kritis dan meninggalkan taqlid yang dikecam dalamIslam.Dengan demikian, pada dasarnya modernisasi bukanlah sebuah esensi yangbertentangan dengan ajaran dasar agama Islam.

B. Saran

1. Dalam mempelajari makalah ini, diharapkan tidak hanya sekedar diketahui namun benar-benar dipahami dan menjadi pegangan bagi para mahasiswa mahasiswi agar dapat menerapkan menjalankan sesuai syariat islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Hajar, Nopian Artika. 2015. Bagaiman Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi. https://dokumen.tips/documents/bagaimana-islam-menghadapi-tantangan-modernisasi.html. 23 Oktober 2017. Pukul; 18.20