Material yang berasal dari letusan gunung berapi yang membuat tanah menjadi subur adalah….

Material yang berasal dari letusan gunung berapi yang membuat tanah menjadi subur adalah….

Ilustrasi apakah abu vulkanik dapat menyuburkan tanah (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Usai erupsi Gunung Semeru, muncul pertanyaan 'apakah abu vulkanik dapat menyuburkan tanah?'. Simak penjelasannya berikut!

Suara.com - Erupsi Gunung Semeru pada Sabtu (4/12/2021) kemarin menyisakan abu vulkanik yang begitu banyak. Lantas, apakah abu vulkanik dapat menyuburkan tanah?

Pasca erupsi, material muntahan berupa pasir dan abu vulkanik menimbuni permukaan tanah, paling parah di Kecamatan Candipuro dan Pronojiwo, Lumajang. Pertanyaannya, apakah abu vulkanik dapat menyuburkan tanah?

Gunung Semeru menjadi satu dari gunung berapi aktif di Pulau Jawa. Karena letusan berulang, tanah di sekitar gunung berapi biasanya memiliki lapisan abu vulkanik yang berurutan. Apakah abu vulkanik dapat menyuburkan tanah?

Simak ulasan selengkapnya untuk menjawab pertanyaan apakah abu vulkanik dapat menyuburkan tanah.

Baca Juga: Mengenal Apa Itu Lahar Dingin, Ancaman Berikutnya Setelah Awan Panas

Apakah Abu Vulkanik Dapat Menyuburkan Tanah?

Dalam jurnal sains berjudul Applying Volcanic Ash to Croplands – The Untapped Natural Solution, disebutkan tanah dengan lapisan abu vulkanik seperti ini dapat ditemukan di dekat 127 gunung berapi aktif dan tidak aktif yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi bagian utara, dan Maluku.

Endapan abu vulkanik (nama ilmiah: Tephra) memang pada awalnya menjadi masalah bagi manusia, ternak, dan tanaman. Abu sering dianggap sebagai pengganggu, tidak banyak digunakan sebagai amandemen tanah di lahan pertanian, dan belum diselidiki secara memadai sebagai alternatif pengganti basal yang dihancurkan.

Namun, dengan praktik pengelolaan lahan yang tepat, abu vulkanik bisa menjadi sumber daya untuk memperbaiki tanah dan menangkap karbondioksida di atmosfer.

Kandungan Abu Vulkanik untuk Kesuburan Tanah

Baca Juga: Jangan Asal! Ini 7 Cara Membersihkan Abu Vulkanik di Dalam Rumah, Jangan Pakai Sapu!

Artikel berjudul How Mount Agung’s Eruption Can Create the World’s Most Fertile Soil yang dilansir dari laman The Conversation, menyebutkan kandungan abu vulkanik yang dapat menyuburkan tanah.
Tephra (nama ilmiah dari abu vulkanik) mengandung mineral primer yang memiliki kandungan nutrisi yang melimpah. Seiring waktu, pelapukan kimia dan biologis, abu vulkanik akan melepaskan nutrisi dan abu akan meningkatkan luas permukaannya, memungkinkan mereka untuk menahan lebih banyak nutrisi dan air.

Jakarta -

Bencana alam meletusnya gunung api memang menyebabkan sejumlah kerugian, terutama bagi penduduk yang menjadi korban. Akan tetapi, erupsi gunung api sebetulnya juga memiliki sejumlah manfaat.

Misalnya, erupsi bisa menghasilkan berbagai batuan berharga yang dapat dimanfaatkan untuk membuat perhiasan, senjata, dan sebagainya. Contoh lainnya, aktivitas vulkanik dapat menghasilkan energi geotermal sebagai sumber energi alternatif, seperti di Islandia, Kenya, dan Filipina.

Selain itu, letusan gunung api juga dapat berkontribusi pada bidang pertanian lho. Bagaimana penjelasannya?

Mengutip dari BGS Natural Environment Research Council UK, tanah vulkanik dapat menjadi lokasi yang tepat untuk bertani. Ketika gunung api meletus, elemen letusannya mengandung unsur seperti magnesium dan potasium yang baik untuk kesuburan tanah.

Lapisan tipis abu vulkanik dapat menjadi pupuk alami dan meningkatkan hasil pertanian beberapa tahun setelah letusan gunung api.

Kemudian ditambahkan dari World Atlas, erupsi gunung api bisa membentuk lapisan tanah subur. Letusan gunung api akan menyebabkan abu vulkanik yang beterbangan ke area yang dekat maupun jauh dari gunung tersebut. Akan tetapi, bergantung pada komposisi magma gunung api tertentu, abu vulkanik yang dihasilkan juga akan punya nutrisi tanah yang berbeda.

Dan pada saat letusan terjadi, elemen terbesar yang dilepaskan adalah silika dan oksigen. Unsur-unsur lainnya adalah sulfur dioksida, karbon dioksida, dan hidrogen klorida.

Faktor lainnya yang dapat meningkatkan kesuburan tanah vulkanik adalah potongan batuan seperti feldspar yang punya banyak kandungan mineral. Biasanya, batuan ini mengandung magnesium, kalium, dan besi. Sederet mineral ini biasanya ditemukan dalam pupuk.

Para ahli geologi maupun ilmuwan tanah juga menemukan, tanah vulkanik tersusun utamanya oleh basalt. Unsur lainnya seperti fosfor dan kalsium juga berkontribusi secara signifikan terhadap kesuburan tanah.

Jadi, unsur-unsur dalam erupsi gunung api dapat menjadi pupuk dan meningkatkan hasil pertanian beberapa tahun kemudian. Bagaimana menurut detikers?

Simak Video "Eksklusif! Gambar Suasana di Ibu Kota Tonga Terkini"


[Gambas:Video 20detik]
(nah/lus)

Material yang berasal dari letusan gunung berapi yang membuat tanah menjadi subur adalah….
Lahan pertanian di kawasan lereng Gunung Bukit Tunggul, Kabupaten Bandung Barat. Sisa material vulkanik letusan Gunung Sunda Purba di zaman Prasejarah menghasilkan lahan-lahan yang subur di kawasan utara Bandung. (Foto: Arsip Kantor Komunikasi Publik Unpad)*

[Kanal Media Unpad] Sebagai negara yang berada di kawasan Cincin Api, Indonesia rentan mengalami erupsi gunung api. Namun, di balik erupsi yang memorak-porandakan wilayah di sekitarnya, ada berkah yang akan menjadi sumber penghidupan masyarakat di masa datang.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Mahfud Arifin, Ir., M.S., menjelaskan, endapan material erupsi gunung api dalam jangka waktu tertentu akan mengalami pelapukan. Pelapukan itu akan menghasilkan tanah subur yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.

“Mineral yang terkandung (dalam letusan gunung api) akan melapuk dan mengeluarkan berbagai nutrisi yang subur bagi kebutuhan tanaman,” ungkap Prof. Mahfud.

Proses ini dipelajari Prof. Mahfud dari fenomena erupsi Krakatau tahun 1883 lampau. Pada 1983 atau 100 tahun pasca-erupsi Krakatau terjadi, ia dan tim ahli tanah dari Institut Pertanian Bogor melakukan studi mengenai struktur tanah di kawasan yang tertimbun material erupsi.

Hasilnya, erupsi Krakatau tersebut membentuk tanah subur setebal 25 sentimeter. Salah satu ciri dari tanah subur tersebut adalah berwarna hitam. Warna hitam menandakan bahwa tanah mengandung nutrisi yang dilepaskan dari hasil pelapukan mineral primer. Nutrisi berupa kalsium, magnesium, natrium, hingga kalium merupakan mineral yang sangat dibutuhkan tanaman.

Dari hasil studi tersebut, diperoleh simpulan bahwa untuk menjadikan kawasan bekas endapan material erupsi gunung api yang subur memerlukan evolusi yang cukup lama. Pembentukan tanah hitam nan subur di kawasan erupsi Krakatau setebal 25 sentimeter memerlukan waktu pelapukan hingga 100 tahun.

“Diperkirakan dalam waktu 100 tahun, daerah erupsi Gunung Semeru kemudian bisa menjadi daerah yang sangat subur, dengan tanah hitam yang tebal dan subur untuk tanaman pertanian,” kata Prof. Mahfud.

Kendati demikian, dalam jangka waktu yang pendek, endapan material erupsi gunung api juga bisa menjadi berkah. Endapan material tersebut kerap ditambang menjadi bahan bangunan.

Tidak heran jika gunung api secara sosiokultural sangat lekat dengan aktivitas manusia. Wilayah lereng gunung api acapkali padat dengan permukiman penduduk. “Walaupun sering meletus, masyarakat selalu merapat karena tanahnya subur untuk pengembangan pertanian,” ucapnya.

Perbedaan Kesuburan

Material yang berasal dari letusan gunung berapi yang membuat tanah menjadi subur adalah….
Prof. Dr. Mahfud Arifin, Ir., M.S. (Foto: Arsip Kantor Komunikasi Publik Unpad)*

Ada fenomena menarik dari jajaran gunung api di Indonesia. Gugusan gunung api yang membujur dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga Sulawesi dan Maluku memiliki karakteristik masing-masing. Selain dapur magma yang berbeda, bahan baku dari material vulkaniknya pun berbeda.

Prof. Mahfud menjelaskan, makin ke timur, bahan baku material vulkanik makin kaya unsur nutrisinya. Hal ini menyebabkan tanah hasil endapan material vulkanik di wilayah timur jauh lebih subur dibandingkan dengan wilayah barat.

“Tanah hasil erupsi Gunung Toba, misalnya.  Itu tidak sesubur mineral hasil erupsi Gunung Merapi atau Semeru,” kata Prof. Mahfud.

Secara alamiah, makin ke timur, sifat bahan vulkanik bersifat basaltik atau basa. Sementara sifat bahan vulkanik di wilayah barat bersifat andesit atau asam. Material basaltik lebih kaya unsur nutrisinya, sehingga menjadi lebih subur dibandingkan dengan material andesit.

Selain itu, faktor ketinggian lahan juga menjadi penentu kesuburan. Daerah bekas erupsi dengan ketinggian di atas 1.000 mdpl lebih subur dibandingkan daerah dengan ketinggian yang lebih rendah.

Prof. Mahfud menjelaskan, wilayah dengan ketinggian di atas 1.000 mdpl mengalami proes pelapukan material vulkanik yang lambat akibat faktor temperatur yang rendah. Proses pelapukan yang lambat menjadikan warna tanah menjadi lebih hitam karena mengandung banyak nutrisi.

Sementara di wilayah sebaliknya memiliki suhu yang tinggi sehingga proses pelapukan menjadi lebih cepat dan menghasilkan warna tanah yang lebih cokelat. Tingkat kesuburannya lebih rendah dari tanah yang berwarna hitam.

Hal ini ditemukan Prof. Mahfud dari karakteristik tanah di wilayah Jatinangor. Tanah di Jatinangor merupakan hasil endapan erupsi Gunung Tangkubanparahu dan Gunung Tampomas yang terjadi beberapa ratus tahun lalu.

“Tapi tanah di Jatinangor cokelat tidak hitam seperti tanah di Lembang yang sama-sama hasil erupsi Gunung Tangkubanparahu. Kenapa? Karena Jatinangor ketinggiannnya rendah sehingga pelapukannya lebih cepat,” paparnya.

Perlu Dilestarikan

Mengingat proses pelapukan yang lama, pemanfaatan lahan subur dari bekas erupsi harus dikelola sebaik mungkin. Jangan sampai, tanah tersebut hilang dengan cepat karena pengelolaan yang tidak baik.

Prof. Mahfud menjelaskan, di beberapa wilayah, tanah vulkanik berada pada lereng curam. Kondisinya mudah tererosi apabila masyarakat melakukan eksploitasi tanpa melestarikannya. Pengolahan tanah harus disertai dengan teknik konservasi tanah dan air, antara lain pembuatan terasering, urugan, hingga pengaturan jarak tanam.

Tanah yang tidak dikelola dengan teknik konservasi akan rentan mengalami erosi. Padahal dari hasil studi di Gunung Krakatau saja, untuk mendapatkan tanah subur setebal 25 sentimeter memerlukan waktu pelapukan mencapai 100 tahun.

“Kalau kena erosi terus, dalam beberapa tahun ke depan akan cepat hilang. Makanya harus disertai teknik konservasi tanah dan air,” kata Prof. Mahfud.*