Manusia pada zaman batu tua masih hidup berpindah pindah maka dapat disebut

Halo, Sobat SMP! Pernahkah kalian berkunjung ke museum-museum purbakala? Di sana kalian akan menemukan berbagai diorama dan juga contoh barang-barang peninggalan purbakala. Salah satu hal yang menarik ketika mengunjungi museum purbakala adalah banyaknya perkakas-perkakas dan juga peralatan yang terbuat dari batu. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Masa praaksara adalah sebuah masa di mana manusia belum mengenal tulisan. Masa ini ditandai dengan manusia yang masih menggunakan batu dan logam sebagai teknologinya kala itu. Jadi, masa praaksara terbagi menjadi ke dalam dua zaman, yaitu zaman batu dan juga zaman logam.

Nah, pada kesempatan kali ini kita akan mengupas lebih mendalam tentang zaman batu. Zaman batu sendiri terbagi lagi menjadi beberapa periode, seperti zaman batu tua (paleolitikum), zaman batu tengah (mesolitikum), zaman batu muda (neolitikum), dan juga zaman batu besar (megalitikum). Seperti apa penjelasan dari masing-masing zaman batu tersebut? Yuk kita simak!

Zaman batu tua (paleolitikum)

Zaman batu tua disebut juga dengan istilah paleolitikum. Alasan disebut dengan zaman batu tua karena alat-alat yang digunakan manusia purba kala itu masih berupa batu-batu besar dan juga kasar. Beberapa peralatan batu di zaman palaeolithikum misalnya kapak perimbas dan juga alat-alat serpih.

Untuk kehidupan manusia saat itu mereka masih menerapkan gaya hidup nomaden (berpindah-pindah tempat). Mereka memperoleh makanan dengan cara berburu binatang dan mengumpulkan makanan berupa biji-bijian, sayuran dan buah dari alam yang dilewatinya.

Zaman batu tengah (mesolitikum)

Beralih ke zaman batu tengah, di sini peralatan batu yang digunakan oleh manusia purba sudah mulai ada peningkatan. Peralatan batu yang semula masih besar dan kasar kini mulai dimodifikasi oleh manusia purba menjadi lebih halus dan berukuran lebih kecil. Contohnya seperti pebble (kapak Sumatra) dan juga mata panah yang terbuat dari batu.

Di masa ini, manusia diyakini sudah mulai hidup menetap. Bukti yang mendukung hal tersebut adalah dengan ditemukannya Kjokkenmoddinger (sampah sisa-sisa makanan seperti kulit kerang) dan juga Abris sous Roche (cerukan atau gua yang digunakan manusia purba sebagai tempat tinggal).

Zaman batu baru (neolitikum)

Zaman batu selanjutnya adalah zaman batu baru atau disebut juga dengan neolitikum. Berbagai peralatan juga semakin inovatif. Sebut saja kapak persegi dan juga kapak lonjong. 

Untuk kehidupan masyarakat di zaman ini juga sudah mulai berada pada fase food producing. Selain sudah menetap, mereka juga telah melakukan kegiatan bercocok tanam untuk menghasilkan makanan sendiri.

Zaman batu besar (megalitikum)

Zaman batu yang terakhir adalah zaman batu besar atau yang dikenal dengan zaman megalitikum. Salah satu ciri khas pada zaman batu ini adalah sudah mulai adanya kepercayaan dari masyarakat di masa tersebut kepada tuhan.

Disebut dengan zaman batu besar karena beberapa produk yang dihasilkan pada zaman ini berupa kebudayaan bangunan yang menggunakan batuan-batuan besar. Contohnya seperti menhir, dolmen, kubur peti batu, sarkofagus, waruga, punden berundak, dan patung-patung.

Itulah tadi beberapa zaman batu yang ada di masa praaksara. Bagaimana, apakah Sobat SMP tertarik untuk mempelajari kebudayaan pada zaman batu? Mungkin Sobat SMP bisa berkunjung ke museum purbakala dan juga situs-situs prasejarah yang tersebar di Tanah Air. Semoga informasi ini bisa bermanfaat ya, Sobat SMP!

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Referensi: Modul PJJ IPS kelas VII semester genap terbitan Direktorat SMP tahun 2020

Jakarta -

Detikers, tahukah kamu kalau sebelum memasukin zaman modern seperti sekarang, manusia pernah berada di zaman Paleolitikum atau zaman Batu Tua, lho. Apa itu zaman Paleolitikum? Yuk, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Zaman Paleolitikum atau dikenal juga dengan zaman Batu Tua adalah masa peradaban yang terjadi sebelum zaman Logam dan masih menggunakan perkakas yang terbuat dari batu kasar yang belum diasah dan sederhana. Diperkirakan zaman ini berlangsung 600 ribu tahun yang lalu.

Selain alat perkakas yang masih sederhana, zaman Paleolitikum juga memiliki ciri-ciri, yaitu memiliki mata pencarian mengumpulkan makanan (food gathering), hidup berpindah-pindah (nomaden), dan belum mengenal cocok tanam.

Seperti dikutip dari buku Sejarah Nasional Indonesia oleh M. Junaedi Al Anshori nenek moyang kita di zaman Paleolitikum hidup secara nomaden karena untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti berburu binatang di hutan, menangkap ikan di sungai, atau mencari dan mengumpulkan makanan hasil alam.

Keberadaan zaman Paleolitikum di Indonesia dibuktikan dengan penemuan benda peninggalan berupa alat perkakas di Pacitan dan Ngandong, Jawa Timur. Dengan begitu, peninggalan zaman ini diberi nama kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

Hasil Kebudayaan Zaman Paleolitikum

Dikutip dari Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia: Kehidupan Masyarakat Praaksara Indonesia, kita akan membahas tuntas hasil kebudayaan atau peninggalan zaman Paleolitikum, yaitu kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

1. Kebudayaan Pacitan

Alat peninggalan yang ditemukan di daerah Pacitan adalah kapak genggam (Chopper) atau dikenal juga dengan kapak perimbas. Disebut kapak genggam karena bentuknya menyerupai kapak, tetapi tidak bertangkai sehingga penggunaannya dengan cara digenggam.

Kapak genggam ini ditemukan pertama kali oleh Von Koenigswald pada 1935. Selain kapak genggam, para arkeolog juga menemukan alat-alat berbentuk kecil yang disebut dengan serpih.

Berbagai alat-alat ini diperkirakan digunakan oleh manusia purba jenis Meganthropus.

2. Kebudayaan Ngandong

Tidak berbeda jauh dengan kebudayaan Pacitan, di daerah Ngandong dan Sidorejo ini ditemukan peninggalan berupa alat yang berasal dari tulang binatang dan tanduk rusa, serta kapak genggam dari batu.

Tidak hanya itu, para arkeolog juga menemukan alat seperti ujung tombak yang bergerigi pada sisinya. Berdasarkan penelitian alat-alat ini diperkirakan berfungsi untuk mengorek ubi dan umbi keladi dari dalam tanah, serta menangkap ikan.

Selain alat dari tulang hewan, di daerah Sangiran yang berdekatan dengan Surakarta, juga ditemukan alat-alat berbentuk kecil yang disebut flakes. Berdasarkan hasil penemuan, ada beberapa flake yang terbuat dari batu indah, seperti Chalcedon.

Setelah diteliti lebih dalam, berbagai alat perkakas ini digunakan oleh Pithecanthropus Erectus, Pithecanthropus Robustus, dan Meganthropus Palaeojavanicus.

Selanjutnya, digunakan juga oleh berbagai jenis homo (manusia), di antaranya Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.

Nah, itu dia detikers perkenalan kita dengan ciri-ciri dan budaya peninggalan zaman Paleolitikum.

Simak Video "Sosok Keluarga Kura-kura yang Keliling Indonesia dengan Karavan"



(pal/pal)

Zaman Batu Tua atau Paleolitikum (Yunani:παλαιός (palaios) — purba dan λίθος (lithos) — batu) adalah zaman yang memiliki ciri khas berupa perkembangan alat-alat batu. Zaman ini mencakup sekitar 95% masa prasejarah teknologi manusia.[1] Zaman ini dimulai dari penggunaan alat batu pertama oleh hominin sekitar 3,3 juta tahun yang lalu hingga akhir Pleistosen sekitar 11.650 tahun yang lalu.[2] Zaman Paleolitikum digantikan oleh zaman Mesolitikum, walaupun masa transisinya berbeda-beda di setiap wilayah.

Jika divisualisasikan kondisi manusia paling awal. Mereka telanjang, tanpa api, tanpa rumah, tanpa peralatan dan senjata, ahkan tanpa bahasa, dan tanpa apa-apa kecuali tangan dan Otak mereka untuk mencari makan dan melindungi diri dari binatang di sekitar mereka. Tidak ada manusia liar yang hidup begitu rendah seperti manusia paling awal ini, Manusia paling awal ini memulai segalanya tanpa kebudayaan. Mereka harus memprolehnya melalui usaha-usaha tanpa bantuan yang mereka lakukan sendiri.[3]

Alat dan senjata pertama manusia aualah segaia sesuatu yang berada di tangan mereka, Sebuah cabang pohon bisa menjadi tombak; tongkat kayu yang besar bisa menjadi alat pemukul; sementara bebatuan yang diambil secara sembarangan bisa menjadi peluru ketika dilemparkan atau digunakan sebagai alat pukul untuk memecah kacang dan menghancurkan tulang-tulang besar. Akhirnya, manusia menemukan bahwa alat yang dibentuk bisa digunakan dengan lebih baik daripada alat tanpa bentuk, dan kemudian manusia mulai menyumbing batu api menjadi kapak batu, pisau, mata tombak, alat bor, dan lain-lain, Obyekobyek semacam ini dinamakan paleolith (batu tua), dan periode ketika obyek-obyek ini dibuat karenanya dikenal sebagai paleolitikum atau Jaman Batu Tua Jaman Batu Tua ini tampaknya mulai di tahapan interglacial ketiga dan mungkin berlangsung lebih dari seratus ribu tahun.[3]

Tidak dibutuhkan ketrampilan untuk menyumbing batu api di sepanjang satu Sisi atau dua Sisi batu, hingga batu tersebut berbentuk simeteris. Tetapi latihan menjadikannya sempurna, dan Jaman paleolitikum sebagian besar menunjukkan kemajuan berarti dalam pembuatan obyek-obyek, tidak hanya alat batu, tetapi juga peralatan dari tulang, gading mamoth, dan tanduk rusa kutub. Beragam jenis peralatan berbeda, diadaptasi untuk penggunaan khususnya, diproduksi secara bertahap. Lebih lanjut tentang peralatan yang telah disebutkan, kita menemukan alat penusuk, baji, gergaji, alat bor, alat pahat, tombak berduri, dan bahkan peralatan yang begitu rapi sepeåi pelontar tombaki Tulang dan kayu juga digunakan sebagai gagang senjata dan peralatan sehingga senjata dan peralatan bisa digunakan dengan lebih efektif. Manusia paleolitikum belajar membuat api. Tetapi bagaimana caranya, kita tidak tahu. Mungkin ia menggesekkan sepotong pirit besi dengan batu api dan kemudian menimbulkan percikan api yang jatuh ke tumpukan daun atau lumut kering, Beberapa manusia liar masih melakukan hal ini, walaupun lebih sering mereka membuat api dengan cara menggosokkan dua potong kayu bersama-sama. Penemuan api membuat manusia bisa memasak makanan, daripada memakannya mentah-mentah, Mereka juga menggunakan api untuk mengasapi daging sehingga bisa disimpan untuk waktu yang lama Api juga digunakan untuk melindungi diri di malam hari dari binatang-binatang buas dan untuk membuat rumah gua mereka menjadi nyaman, Lebih lanjut, penggunaan api memungkinkan manusia membakar tanah liat menjadi gerabah dan melelehkan logam, tetapi langkah-langkah besar ini tidak berlangsung di jaman paleolitikum.[3]

Manusia Jaman Batu Tua tidak diragukan lagi melewatkan sebagian besar waktu mereka di ruang terbuka, dengan mengikuti hewanhewan buruan dari satu tempat ke tempat Iainnya, dan, ketika malam datang, mereka berkemah di bawah bintang-bintang. Mereka membangun gubuk juga. Beberapa gambar mereka menunjukkan struktur kasar gubuk mereka dengan sebuah tonggak tunggal di bagian tengah dan kadang-kadang dengan beberapa tiang penyangga di Sisi Iainnya Pada umumnya mereka bertempat tinggal di bawah tepian bebatuan dan di gua, seperti yang dilakukan manusia liar saat ini. Gua-gua kapur, yang sering sangat dalam dan lapang, jumlahnya sangat banyak di Eropa barat. Gua-gua tersebut tampaknya telah dihuni selama beberapa generasi selama berabad-abad. Kumpulan besar abu dan arang, peralatan batu, tulang binatang, dan kadang-kadang tulang manusia menutupi lantai gua yang cukup dalam. Obyek-obyek ini sering ditemukan terperangkap dalam stalaktit yang dibentuk oleh air mengandung kapur yang jatuh dari atap gua. Apa yang dulunya menjadi rumah manusia gua kini menjadi sebuah museum, yang sedang menunggu penyelidikan oleh para ahli untuk mengungkap cerita masa lalu.[3]

Manusia Paleolitikum pada awalnya pasti hidup bergantung pada suplai alam seperti beri liar, kacang-kacangan, umbi-umbian, daundaunan, madu, telur unggas liar, kerang, dan tempayak dan juga bergantung pada binatang-binatang kecil yang mereka bisa bunuh dengan lemparan batu dan tongkat kayu. Ketika peralatan mereka berkembang dan ketrampilan mereka meningkat, mereka menjadi pemburu ikan, penjerat hewan dan pemburu hewan-hewan besar. Mereka membunuh dan memakan mamoth berbulu, kuda nil, bison Eropa, rusa kutub, dan terutama kuda stepa, yang saat itu berkembang dalam kumpulankumpulan besar di seluruh Eropa barat. Ada sebuah Situs Paleolithik di Prancis yang diperkirakan mengandung tulang-tulang seratus ribu kudag Kulit dari binatang buruan dijadikan alat pelindung dan pakaian, seperti yang kita ketahui dari penemuan alat pengerik kulit yang terbuat dari batu api dan jarum dari tulang.[3]

Beberapa penghuni gua ini adalah seniman berbakatu Mereka menghiasi peralatan batu dan tulang dengan ukiran, figur-figur yang terbuat dari tanah liat, patung-patung yang terbuat dari batu dan gading, dan menutup dinding gua tempat tinggal mereka dengan berbagai lukisan berwarna merah, kuning, coklat, dan warna-warna cerah Iainnya. Subyek lukisan itu pada umumnya adalah binatang, walaupun beberapa representasi bentuk manusia juga telah dltemukan, Lukisanlukisan paleolitikum terbaik sungguh mengagumkan, melampaui usaha-usaha manusia liar modern. Manusia yang membuat lukisan ini jelas pengamat dekat kehidupan binatang, Para penghuni gua rupanya telah memiliki bentuk kasar agarna, Mayat-mayat yang dikubur di dalam gua kadang-kadang dikelilingi dengan persembahan berupa makanan, peralatan, dan ornamen-ornamen, yang pastinya ditujukan untuk si mayat agar bisa digunakan di alam lain setelah kematiannya.[3]

Ada aspek-aspek lain kebudayaan paleolitikum tentangnya hanya sedikit atau tidak ada yang bisa dipelajari dengan pasti. Kita hanya bisa menduga, dari apa yang diketahui tentang orang liar saat ini, bahwa di periode yang sangat lampau ini orang-orang mulai bekerja sama dalam berburu dan membela diri melawan binatang dan manusia lain yang jadi musuhnya, Setiap kelompok anggotanya sedikit beberapa ratus individu yang paling besar karena populasi masih sangat jarang. Pemerintahan tidak diragukan lagi telah ada, tetapi apakah dipimpin oleh para tetua atau oleh para sesepuh komunitas kecil kami tidak tahu. Mungkin bentuk keluarga juga telah muncul, dan laki-laki dan wanita mulai hidup bersama lebih kurang secara permanen di bawah beberapa bentuk perkawinan, Kehidupan sosial manusia sangat kuno, demikian juga agama, seni dan kebudayaan materialnya.[3]

Beberapa perkembangan kebudayaan ditemukan di Indonesia sekitar Pacitan, Jawa Timur (ditemukan oleh von Koenigswald) dan Ngandong, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden atau berpindah-pindah tempat dalam kumpulan kecil/koloni untuk mencari makanan. Pekerjaan kaum perempuan adalah mengumpulkan dedaunan, ubi, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Sedangkan, tugas kaum laki-laki adalah memburu binatang untuk dimakan.

Peninggalan yang ditemukan antara lain berupa peralatan batu seperti flakes (alat penyerpih berfungsi misalnya untuk mengupas, menguliti), chopper (kapak genggam/alat penetak), selain itu terdapat pula peralatan dari tulang.[4]

Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan, biasa disebut chopper (alat penetak/pemotong). Dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara menggunakannya dengan cara menggenggam bagian kapaknya. Pembuatannya dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanya sebagai tempat menggenggam.

Alat-alat peninggalan Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong juga dapat ditemukan di beberapa lokasi lain. Sebagai contoh, alat-alat batu dan tulang dapat ditemukan di Sidorejo, Ngawi.[5] Alat penyerpih atau flakes dapat ditemukan di Sangiran, Sragen.[5] Selain di Jawa Tengah dan Jawa Timur, peralatan yang mirip dengan peninggalan kedua kebudayaan tersebut juga dapat ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kepulauan Maluku.[5]

Spesies manusia purba yang telah ada pada zaman ini adalah Meganthropus paleojavanicus dan Pithecanthropus erectus (Pithecanthropus mojokertensis, Pithecanthropus robustus).[6]

  1. ^ Christian, David (2014). Big History: Between Nothing and Everything. New York: McGraw Hill Education. hlm. 93. 
  2. ^ Toth, Nicholas; Schick, Kathy (2007). "Handbook of Paleoanthropology". Handbook of Paleoanthropology: 1943–1963. doi:10.1007/978-3-540-33761-4_64. [pranala nonaktif permanen] In Henke, H.C. Winfried; Hardt, Thorolf; Tatersall, Ian. Handbook of Paleoanthropology. Volume 3. Berlin; Heidelberg; New York: Springer-Verlag. p. 1944. (PRINT: ISBN 978-3-540-32474-4 ONLINE: ISBN 978-3-540-33761-4)
  3. ^ a b c d e f g Webster, Hutton (2021). World History: Sejarah Dunia Lengkap. Yogyakarta: IndoLiterasi. hlm. 10–14. ISBN 978-602-0869-902.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  4. ^ "Ruang Sejarah: Revolusi Kebudayaan Prasejarah: Dari Kebudayaan Kapak Hingga Nekara". Ruang Sejarah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-22. Diakses tanggal 2019-04-22. 
  5. ^ a b c Media, Kompas Cyber (2021-04-19). "Kebudayaan Ngandong: Peninggalan dan Persebaran Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2021-12-03. 
  6. ^ "Ruang Sejarah: Sejarah, Ciri-Ciri dan hasil kebudayaan Zaman Palaeolitikum". Ruang Sejarah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-22. Diakses tanggal 2019-04-22. 

 

Artikel bertopik sejarah ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Paleolitikum&oldid=21304959"