Landasan hukum yang mengatur tata cara pembuatan kesepakatan kerja bersama

Terbentuknya system hubungan industrial disuatu Negara sangat dipengaruhi dan didasarkan pada falsafah bangsa dan Negara tersebut, sehingga system hubungan industrial di setiap Negara  tidak akan sama karena didasarkan pada falsafah Negara masing-masing. Hubungan industrial di Indonesia adalah suatu system yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa yang tersiri dari unsure pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasrkan kepada nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.

Kondisi yang diinginkan dari system hubungan industrial di Indonesia adalah terciptanya suasana hubungan kerja yang harmonis, dinamis dan berkaeadilan, dalam rangka mewujudkan hubungan kerja yang harmonis,dinamis dan berkeadilan tersebut diatas maka para pelaku proses produksi barang dan jasa wajib memahami dan mengetahui secara jelas hak dan kewajiban masing-masing dengan cara menumbuhkembangkan rasa saling pengertian, saling menghargai dan saling mempercayai.

Seperti diketahui, tidak semua hak dan kewajiban yang ada dalam hubungan kerja diatur secara rinci oleh ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, pada dasarnya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan hanya mengatur ketentuan hubungan kerja secara umum. Oleh karena itu perlu pengaturan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak secara rinci yang dituangkan dalam perjanjian kerja bersama.

Perjanjian kerja bersama merupakan salah satu sarana yang strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial di perusahaan. Apabila dilihat dari sisi pembuatannya dilakukan melalui perundingan secara musyawarah untuk mufakat antara serikat pekerja/buruh dengan pengusaha/manajemen, yang mengatur hak dan kewajiban didalam pelakasanaan proses produksi barang maupun jasa, mengatur tata tertib dan bagaimana menyelesaikan keluh kesah dan perselisihan hubungan industrial yang terjadi, serta memberikan jaminan kepastia hukum dalam melakukan tugas masing-masing. Oleh karena itu, tujuan pem,buatan perjanjian kerja bersama adalah untuk mempertegas dan memperjelas hak dan kewajiban,menetapkan secara bersama mengenai syarat-syarat kerja yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sehingga dapat mendorong terciptanya hubungan industrial yang harmonisa,dinamis dan berkeadilan.

Sejak diraifikasinya Konvensi ILO No.87 Tahun 1948 melalui Keputusan Presiden No.83 Tahun 1998 dan ditetapkannya UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/buruh sangat mempengaruhi perkembangan jumlah serikat pekerja/serikat buruh, dan dimungkinkan dalam suatu perusahaan terbentuk lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, sehingga ketentuan pembuatan perjanjian kerja bersama mengalami perubahan.

Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian kerja bersama (PKB) ditetapkan dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada bab XI, Hubungan Industrial, Bagian Ketujuh, Perjanjian Kerja Bersama dari pasal 116 sampai dengan pasal 135 dan ketentuan pelaksanaannya ditetapkan dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP 48/MEN/IV/2004 tanggal 8 April 2004 yang pengaturannya secara garis besar dapat disampaikan sebagai berikut :

1.  PKB dibuat oleh SP/SB atau beberapa SP/SB yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha dan harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.

2.  Penyusunan PKB dilaksanakan secara musyawarah, dimulai dengan menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya memuat :

a.   tujuan pembuatan tata tertib;

b.   Susunan tim perunding;

c.   lamanya masa perundingan;

d.   materi perundingan;

e.   tempat perundingan;

f.    tata cara perundingan;

g.   cara penyelesaian apaila terjadi perundingan;

h.   sahnya perundingan;

i.    biaya perundingan

3.   …(selengkapnya)

Artikel Lainnya

Landasan hukum yang mengatur tata cara pembuatan kesepakatan kerja bersama

Dasar hukum pembuatan Perjanjian Internasional :Pasal 11 UUD 1945 tidak membedakan bentuk perjanjian. Sebaliknya pada Surat Presiden 2826 membedakan antara perjanjian yang penting yaitu treaty dan perjanjian dalam bentuk agreement atau persetujuan. Pengesahan perjanjian dilakukan oleh Presiden dengan Undang-Undang sedangkan pengesahan persetujuan cukup melalui Keppres.Dalam isi Surat Presiden membagi dalam tiga bagian yaitu :1. soal-soal politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri Negara seperti halnya perjanjian-perjanjian persahabatan, perjanjian-perjanjian persekutuan (aliansi), perjanjian-perjanjian tentang perubahan wilayah tapal batas. jadi setiap perjanjian yang berisi materi dalam butir tersebut diatas harus disahkan dalam bentuk Undang-Undang. Contoh dari perjanjian-perjanjian tersebut antara lain :v  Perjanjian Persahabatan RI-Saudi Arabia 1971 disahkan dengan UU No. 9 tahun 1971, LN No. 70/1971.v  Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara disahkan dengan UU No. tahun 1976.v  Perjanjian RI-Singapura mengenai Penetapan Garis Batas Laut Wilayah disahkan dengan UU No. 7 tahun 1973, LN No. 59/1973 tanggal 8 Desember 1973v  Perjanjian RI-Malaysia mengenai Garis Batas Laut Wilayah disahkan dengan UU No. 2 tahun 1971, LN No. 16/1971 tanggal 10 Maret 1971Dalam prakteknya sampai sekarang ini penentuan tapal batas landas kontinen dengan negara-negara tetanggahanya dibuat dalam persetujuan dan bukan dalam perjanjian. Ini berarti pengesahannya cukup dengan Keppres saja. Misalnya :v  Persetujuan RI-Malaysia mengenai Penentuan Batas Landas Kontinen, disahkan dengan Keppres No. 89 tahun 1969, LN No. 54/1969 tanggal 5 November 1969.v  Persetujuan RI-Thailand tentang Penentuan Batas Landas Kontinen, disahkan dengan Keppres No. 21 tahun 1972, LN No. 16/1972.v  Persetujuan RI-India tentang Penentuan Batas Landas Kontinen, disahkan dengan Keppres No. 51 tahun 1974, LN No. 47/1974 tanggal 25 September 1974v  Persetujuan RI-Australia tentang Penentuan Batas-batas Dasar Laut tertentu, disahkan dengan Keppres No. 42 tahun 1971 LN No. 43/1971 tanggal 1 juli 19712. Ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya sehingga mempengaruhi haluan politik luar negeri Negara, dapat terjadi bahwa ikatan-ikatan sedemikian dicantumkan dalam perjanjian kerjasama ekonomi dan teknik atau pinjaman keuangan.Berlainan dengan butir (1), pelaksanaan butir (2) ini dapatlah dikatakan sama sekali tidak sesuai dengan apa yang tercantum di dalamnya karena kerjasama ekonomi, teknik, pinjaman keuangan tersebut pada umumnya dibuat dalam bentuk persetujuan dan bukan dalam perjanjian. Selanjutnya diantara perjanjian kerjasama ekonomi, perjanjian kerjasama teknik dan bantuan keuangan tersebut ada pula yang disahkan dengan undang-undang dan yang disahkan dengan keputusan presiden.Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik yang disahkan dengan UU misalnya Perjanjian Kerjasama antara PN Pertamina dengan perusahaan-perusahaan minyak PT Caltex Indonesia, PT Stanvac Indonesia dan PT Shell Indonesia. Semua perjanjian terseubt disahkan dengan UU No. 1 tahun 1963. Namun menggolongkan kerjasama ini dalam kategori perjanjian tidak tepat karena perusahaan-perusahaan minyak sama sekali bukan merupakan subyek hukum internasional. Pembuatan perjanjian tersebut kiranya merupakan subyek hukum internasional. Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik yang disahkan dengan Keppres misalnya :v  Perjanjian Dasar Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Malaysia, disahkan dengan Keppres No. 34 tahun 1974, LN No. 36/1974 tanggal 6 Juli 1974v  Persetujuan Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI – Rumania, disahkan dengan Keppres No. 68 tahun 1972, LN No. 47/1972 tanggal 6 Desember 1972.v  Persetujuan Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Korea, disahkan dengan Keppres No. 53 tahun 1971v  Persetujuan KerjasamaTeknik, Ilmiah dan Kebudayaan RI-Tanzania, disahkan dengan Keppres No. 10 tahun 1966.v  Persetujuan Kerjasama di Bidang Penelitian Ilmiah dan Pengembangan Teknologi RI-Australia, disahkan dengan Keppres No. 58 tahun 1996

1. UU No 13 thn 2003 pasal 116 sampai 135, tentang Ketenagakerjaan

2. Kepmenakertrans No. Kep 48 / Men / IV / 2004, tentang Tata cara pembuatan & pengesahan PP serta pembuatan & pendaftaran PKB

3. Permenakertrans No. Per 08 / Men / III / 2006, tentang Perubahan Kepmenakertrans No 48/Men/IV/2004

4. Permenakertrans No. Per 01 / Men /1985, tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama

5. Surat Edaran Menaker No. SE.04 / M / BW / 1996, tentang Larangan Diskriminasi Bagi Pekerja Wanita Dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Kesepakatan Kerja Bersama (PKB)

Related Articles by Categories