Kasus Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota TNI

JAKARTA, KOMPAS.com - Beredarnya Surat Telegram Panglima TNI mengenai prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum yang mengharuskan melalui izin komandannya tengah menjadi sorotan publik.

Publik menyoroti aturan ini karena dianggap memberikan keistimewaan bagi prajurit TNI.

Sebab, aturan ini membuat Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan aparat penegak hukum lainnya kini tak bisa dengan bebas memanggil prajurit TNI guna melakukan pemeriksaan terhadap suatu perkara.

"Surat Telegram TNI tentu merupakan upaya untuk memberikan keistimewaan bagi aparat TNI agar kebal terhadap proses hukum yang berlaku," ujar peneliti Kontras Rozy Brilian, dalam keterangan tertulis, Kamis (25/11/2021).

Baca juga: Telegram Panglima, Pemeriksaan Prajurit TNI di KPK-Polri-Kejaksaan Harus Izin Komandan

Rozy mengatakan, selama ini proses pelanggaran hukum yang dilakukan oleh prajurit TNI masih jauh dari sistem yang transparan dan akuntabel.

Lahirnya peraturan baru ini pun dikhawatirkan dapat menunjukkan upaya perlindungan dari kesatuan terhadap anggotanya dan menebalkan impunitas di tubuh TNI.

Di samping itu, surat telegram ini juga dikhawatirkan berbahaya bagi mental prajurit TNI yang akan dengan mudahnya melakukan berbagai pelanggaran.

"Surat telegram tersebut juga akan menjadi preseden buruk, sebab institusi lain akan melakukan hal serupa untuk lari dari pertanggungjawaban hukum," kata Rozy.

Adapun surat telegram ini bertandatangan dan berstempel Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letnan Jenderal TNI Eko Margiyono mewakili Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, tertanggal 5 November 2021.

Baca juga: Kontras Nilai Telegram Panglima Terkait Proses Hukum Anggota TNI Inkonstitusional

Surat ini keluar tak lepas adanya sejumlah peristiwa pemanggilan prajurit TNI oleh Korps Bhayangkara yang tidak sesuai prosedur.

Untuk itu, aturan ini dibuat bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman, meminimalkan permasalahan hukum, dan terselenggaranya ketaatan prajurit TNI.

Setidaknya terdapat empat poin yang diatur dalam surat telegram Panglima TNI ini, meliputi:

1. Pemanggilan yang dilakukan kepada prajurit TNI oleh Polri, KPK, aparat penegak hukum lainnya dalam rangka untuk memberikan keterangan terkait peristiwa hukum harus melalui Komandan/Kepala Satuan.

2. Pemanggilan terhadap prajurit TNI yang tidak sesuai dengan prosedur, agar Komandan/Kepala Satuan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum yang dimaksud.

Baca juga: Soal Aturan Pemeriksaan TNI, Polri Kedepankan Equality Before The Law

3. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di satuannya dengan didampingi Perwira Hukum atau Perwira Satuan.

4. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di kantor aparat penegak hukum yang memanggilnya dengan didampingi Perwira Hukum.

Bila oknum TNI melakukan suatu kesalahan, akan ada sanksi untuk TNI yang bermasalah. Sebab saat ini, telah sering kali ditemukan, ada saja oknum dari anggota TNI melakukan kesalahan.

Hukum di Negara ini berlaku untuk semua, termasuk juga berlaku bagi para anggota TNI. Untuk anggota bermasalah, nanti akan ada sanksi pidana militer sesuai dengan jenis permasalahannya itu.

Permasalahan yang sering dilakukan oknum anggota TNI ada berbagai macam. Antara lain kekerasan, namun langkah hukum jika anggota TNI melakukan kekerasan. Ada pula pelanggaran lantas.

Siapa yang berhak menilang TNI pelanggar lantas, tentu semua sudah diatur dalam hukum militer. Jadi, bila Anda bermasalah dengan oknum TNI atau ada oknum bermasalah, tidak perlu takut untuk melaporkannya.

Sanksi Untuk TNI yang Memiliki Masalah

Sanksi diberikan kepada oknum TNI sesuai dengan KUHPM. Oknum akan diberi sanksi, asalkan ada laporan tindak pidana. Maka dari itu, perlunya Anda untuk mengetahui cara melaporkan anggota TNI bermasalah.

1. Hukuman mati

Jenis hukuman ini merupakan yang paling berat dan juga termasuk sanksi pokok bersifat khusus. Tujuannya untuk melindungi kepentingan umum terhadap kejahatan yang marak terjadi akhir-akhir ini.

Hukuman mati di dalam lingkungan peradilan militer ini, sama halnya seperti hukuman mati di peradilan umum. Pelaksanaannya dilakukan menurut undang-undang yang berlaku dan tidak di muka umum.

2. Pidana penjara

Jenis sanksi untuk TNI ini di militer agak sedikit berbeda dengan penjara di umum. Dalam peradilan militer, tersangka yang sudah dijatuhi hukuman harus menjalankan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Militer.

Namun, hal itu apabila tersangka tidak dipecat atau diberhentikan dari dinas militer. Sementara, apabila tersangka dipecat, maka dia harus menjalankan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Umum.

Nantinya, antara terpidana militer dan juga terpidana umum akan berada di tempat berbeda. Hal tersebut dilakukan karena adanya perbedaan sifat pelaksanaan. Antara Lembaga Pemasyarakatan Umum dengan di Lembaga Pemasyarakatan Militer.

Bagi terpidana sipil, Lembaga Pemasyarakatan Umum ditujukan agar mereka dapat kembali bergaul dalam masyarakat sekitar. Maka dari itu sistem pembinaannya, haruslah berintikan aturan pergaulan di masyarakat.

Sementara di LPM, jika tersangka telah selesai menjalani hukuman, akan dikembalikan lagi kepada kesatuannya. Maka dari itu sistem pembinaanya mengacu ke disiplin militer, diwajibkan untuk patuh dan taat pada atasan.

Sebenarnya, penjatuhan sanksi penjara terhadap oknum militer merupakan suatu bentuk perampasan kemerdekaan. Namun, pada dasarnya sebetulnya hukuman penjara ini lebih mengutamakan tindakan pembinaan daripada balas dendam.

Selama terpidana diaktifkan kembali dalam dinas militer, usai menjalankan hukumannya. Sebab diharapkan setelah menjalankan hukuman ini, terpidana dapat menjadi anggota militer berguna dan juga.

3. Pidana kurungan

Sanksi untuk TNI yang bermasalah selanjutnya adalah pidana kurungan. Di dalam KUHPM, apabila seseorang telah dinyatakan bersalah, maka akan dijatuhi hukuman penjara sebagai pidana utama tidak lebih dari 3 bulan.

Hakim berwenang untuk memutuskan bahwa pidana dijalankan sebagai kurungan. Dalam pidana kurungan, terpidana akan diberikan pekerjaan di dalam Rumah Pemasyarakatan. Pekerjaannya lebih ringan dibandingankan dengan terpidana yang dijatuhi hukuman penjara.

4. Pidana tutupan

Jenis pidana ini disediakan khusus untuk politisi yang melakukan tindak kejahatan akibat menganut ideologi tertentu. Namun sayang, di dalam prakteknya, ketentuan tersebut tidak pernah diterapkan.

Padahal sudah dijelaskan, bahwa pada saat mempergunakan KUHPM, semua ketentuan umum yang terdapat di KUHP wajib diterapkan. Namun sayangnya, justru KUHPM malah mengadakan hukuman tersendiri.

5. Pidana tambahan

Ada pula sanksi pidana tambahan antara lain pemecatan terpidana dari dinas militer. Selanjutnya ada penurunan pangkat, pencabutan hak-hak yang sebelumnya telah disebutkan di dalam pasal.

6. Pidana desersi

Desersi dalam waktu damai, diancam pidana penjara maksimum 2 tahun 8 bulan. Sementara desersi dalam waktu perang, akan diancam pidana penjara maksimum 8 tahun 6 bulan.

Desersi ke musuh dalam waktu perang, akan dijatuhi hukuman penjara sumur hidup atau bisa juga sementara maksimum 20 tahun. Hal itu diatur dalam pasal-pasal yang terdapat dalam KUHPM.

Seperti yang telah diketahui, saat ini tidak hanya masyarakat umum saja yang sering kali bermasalah, namun juga oknum TNI. Ada beberapa sanksi untuk TNI yang bermasalah salah satunya pidana penjara.

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

Rinaldi Chandra



Metode ilmiah yang dilakukan melalui penyelidikan dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahan tertentu sehingga dapat diperoleh suatu pemecahan bagi permasalahan itu. Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum, dengan jalan menganalisanya. Penulis menggunakan jenis penelitian deksirptif ini karena penulis ingin memperoleh gambaran yang jelas dan memberikan data yang akurat tentang penyelesaian perkara tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh anggota TNI. Pasal 9 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, diakitkan dengan Pasal 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), maka Peradilan Militer mengadili tindak pidana didasarkan pada subyeknya, yaitu prajurit (militer) atau yang dipersamakan.



Military Criminal (Tindak pidana yang dilakukan oleh militer), Soldier (military)


DOI: //dx.doi.org/10.32493/palrev.v1i2.5328

  • There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2020 Fakultas Hukum Universitas Pamulang


This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Fakultas Hukum Universitas Pamulang

Jl. Raya Puspiptek No.11, Serpong, Tangerang Selatan, 15310- Indonesia

Tel / fax : (021) 7412566 / (021) 7412566

e-Mail:

 

  Ciptaan disebarluaskan di bawah lisensi Attribution-ShareAlike 4.0 International (CC BY-SA 4.0).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA