Konflik politik Kerajaan Demak terjadi setelah wafatnya Sultan Trenggono pada tahun 1546 telah mengantarkan putra Sultan Trenggono, Sunan Prawoto menjadi raja Demak IV sebagai penerus kekuasaan. Pengangkatan Sunan Prawoto menjadi raja Demak IV mengakibatkan rasa kecewa terhadap Arya Penangsang. Arya Penangsang merasa lebih berhak menduduki tahta sebagai raja Demak IV karena sebelum Sultan Trenggono dilantik menjadi raja Demak III, terjadi sebuah pristiwa pembunuhan Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang oleh Sunan Prawoto. Peristiwa pembunuhan Pangeran Sekar Seda Lepen menjadi pangkal persengketaan di Kerajaan Demak. Arya Penangsang berusaha menuntut balas atas kematian ayahnya dan merebut kembali kekuasaan di kerajaan Demak. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yakni (1) bagaimana latar belakang terjadinya konflik politik di Kerajaan Demak; (2) bagaimana proses terjadinya konflik politik di Kerajaan Demak; (3) bagaimana akhir konflik politik di Kerajaan Demak. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis latar belakang terjadinya konflik politik di Kerajaan Demak; (2) untuk menganalisis proses terjadinya konflik politik di Kerajaan Demak; (3) untuk menganalisis akhir dari konflik politik di Kerajaan Demak. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah karena tujuan penelitian ini adalah untuk melihat masa lampau yang sebagian seluruh aktivitas manusia di dalamnya berupa urutan kejadian dan latar waktu tertentu. Metode sejarah mempunyai empat langkah, yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi politik serta menggunakan teori konflik kepentingan. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa latar belakang konflik politik Kerajaan Demak karena dendam Arya Penangsang terhadap Sunan Prawoto, sehingga Arya Penangsang berkeinginan membunuh semua keturunan Sultan Trenggono. Konflik ini berjalan melalui jalur peperangan yang di pilih oleh Arya Penangsang untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono. Akhir dari konflik politik Kerajaan Demak dengan terbunuhnya Arya Penangsang sebagai orang yang berambisi menguasi Kerajaan Demak. GridKids.id - Kids, apa kamu tahu kapan Kerajaan Demak runtuh dan apa penyebabnya? Ternyata ada dua faktor yang menyebabkan Kerajaan Demak runtuh, lo.
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam yang hadir pertama kali di tanah Jawa pada 1475 hingga 1568. Pendiri kerajaan ini ialah Raden Patah dengan sejumlah bantuan ulama di Jawa pada saat itu. Meski begitu, kerajaan Demak tak berlangsung lama, karena pada abad ke-16 Masehi, kerajaan ini mengalami sejumlah krisis yang berdampak runtuhnya kerajaan Demak. Kerajaan Demak runtuh terjadi setelah Sultan Trenggana meninggal pada 1546 Masehi. 1. Adanya Dendam Arya Penangsang Setelah meninggalnya Sultan Trenggana, Kerajaan Demak mengalami krisis politik yang disebabkan perebutan kekuasaan tertinggi antara Arya Penangsang dan Sunan Prawoto. Saat itu, Sunan Prawoto diangkat menjadi raja Demak untuk menggantikan Sultan Trenggana pada 1546. Baca Juga: Perkembangan Masuknya Kerajaan Islam di Sulawesi, Bagaimana Sejarahnya? Hal tersebut tak berjalan mulus, karena pengangkatan Sunan Prawoto diprotes oleh Arya Penangsang atau sepupu Sunan Prawoto. Saat itu, Arya Penangsang berpandangan bahwa yang berhak didapuk menjadi raja Demak adalah dirinya. Selain itu, Arya Penangsang sangat dendam pada Sunan Prawoto yang sudah mengakhiri nyawa ayahnya yaitu pangeran Surowiyoto. Saat itu, Sunan Prawoto mengakhiri nyawa pangeran Surowiyoto agar Sultan Trenggana menjadi raja Demak. Oleh sebab itu, Arya Penangsang membalaskan dendam sang ayah beberapa waktu sebelumnya. 2. Runtuhnya kerajaan Demak
Akibat perbuatan Sunan Prawoto oleh Arya Penangsang memperoleh kecaman dari Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya sekaligus menantu Sultan Trenggana. Joko Tingkir beserta Ki Gede Pemanahan dan Ki Panjawi melakukan sejumlah upaya agar merebut kekuasaan Kerajaan Demak dari Arya Penangsang. Hingga pada akhirnya, Joko Tingkir, Ki Gede Pamanahan dan Ki Panjawi berhasil melumpuhkan Arya Penangsang di Jipang Panolan. Pada 1568, Joko Tingkir menjadi Sultan Demak dan memindahkan ibu kota Demak ke wilayah yang bernama Pajang. Baca Juga: Tradisi Menarik Lebaran di Aceh yang sudah Dilakukan Sejak Zaman Kerajaan Dengan adanya pemindahan ibu kota tersebut menjadi titik keruntuhan kerajaan Demak.
-----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia. Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam Jawa yang berdiri pada perempat akhir abad ke-15 di Demak. Demak sebelumnya merupakan kadipaten yang tunduk pada Majapahit yang telah melemah saat itu untuk beberapa tahun sebelum melepaskan diri. Menurut cerita tradisional Jawa, kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah, anak raja Majapahit terakhir dan seorang putri raja dari negeri Tiongkok.[4][5] Kesultanan Demak Nagari Kasultanan Demak Peta rentang operasi militer yang dilakukan oleh Kesultanan Demak (serta sekutunya seperti Kesultanan Cirebon), termasuk ekspedisi ke Melaka Portugis, hingga pada masa pemerintahan Trenggana (1518-1546) • 1478–1504 • 1505-1518 • 1518-1521 • 1521-1546[b] • 1546-1547 • 1547-1554 • Pendirian • Dibunuhnya Arya Penangsang • Perpindahan kekuasaan ke Pajang
Demak memainkan peran penting dalam mengakhiri pemerintahan Majapahit dan penyebaran Islam di Jawa.[6] Sepanjang setengah awal abad ke-16, Demak berada pada puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Trenggana. Pada masanya, ia melakukan penaklukkan ke pelabuhan-pelabuhan utama di Pulau Jawa hingga ke pedalaman yang mungkin belum tersentuh Islam.[4] Salah satu pelabuhan yang ditaklukkan Demak adalah Sunda Kelapa, yang pada waktu itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Sunda. Hubungan aliansinya dengan Imperium Portugal sejak 1511 menjadi ancaman bagi Demak. Pada 1527, pasukan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin oleh Fatahillah melancarkan serangan sukses ke Sunda Kelapa sehingga Portugal dikalahkan dan Sunda mundur ke pedalaman. Fatahillah kemudian mengganti nama pelabuhan tersebut menjadi Jayakarta.[7] Di luar Jawa, Demak memiliki kekuasaan atas Jambi dan Palembang di Sumatra bagian timur.[8] Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran ketika Trenggana terbunuh dalam perang melawan Panarukan pada 1546. Sunan Prawoto kemudian naik takhta menggantikannya, tetapi dibunuh pada 1547 oleh suruhan Arya Panangsang, penguasa Jipang yang ingin menjadi raja Demak.[9] Perang perebutan takhta segera terjadi dan berakhir dengan dibunuhnya Arya Penangsang oleh Joko Tingkir, penguasa Pajang, sebagai hukuman. Joko Tingkir kemudian memindahkan kekuasaan Demak ke Pajang, tempat kekuasaannya. Dengan demikian Kerajaan Demak berakhir dengan didirikannya Kesultanan Pajang.[10][7] Demak bermula dari pemukiman yang bernama Bintoro. Pemukiman ini aslinya adalah hutan yang dibuka oleh Raden Patah setelah ia berguru pada Sunan Ampel dan menjadi menantunya. Di hutan tersebut, terdapat rumput gelagah yang baunya wangi. Karena itu, tempat tersebut juga dikenal dengan nama Glagahwangi.[11] Ada beberapa usul mengenai asal usul nama Demak. Menurut Poerbatjaraka, namanya berasal dari bahasa Jawa yaitu delemak yang berarti "rawa". Menurut Hamka, namanya berasal dari bahasa Arab yaitu dimak yang berarti "mata air" (atau "air mata"). Menurut sejarawan lainnya, yaitu Sutjipto Wiryosuparto, namanya berasal dari sebuah kata dalam bahasa Kawi yang berarti "hadiah" atau "pusaka".[12]
Pada masa pemerintahan Wikramawardhana dari Majapahit, selama tahun 1405 hingga 1433, serangkaian ekspedisi angkatan laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh Cheng Ho, seorang laksamana Tiongkok Muslim, tiba di Jawa.[13] Ekspedisi ini mendukung berdirinya Kesultanan Melaka pada paruh pertama abad ke-15,[14] kemudian membantu berdirinya komunitas Muslim Tionghoa, Arab, dan Melayu di pantai utara Jawa seperti Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel. Dengan demikian Islam mulai mendapatkan pijakan di pantai utara Jawa. Asal usul Kerajaan Demak tidaklah jelas. Cerita tradisional Jawa yang lebih populer menceritakan bahwa Demak didirikan oleh Raden Patah, anak raja Majapahit terakhir dan seorang putri raja Tiongkok yang disebut "Putri Cina",[4][15] meskipun ceritanya dianggap tidak dapat dipercaya oleh sejarawan seperti T.G.Th. Pigeaud dan H. J. de Graaf. Terlepas dari itu, mereka menyimpulkan bahwa nenek moyang para penguasa Demak tampaknya merupakan seorang pendatang Muslim asal Tiongkok yang pertama kali mendarat di Gresik dan kemudian menetap di Demak.[16] M.C. Ricklefs menulis bahwa kota Demak tampaknya didirikan pada perempat akhir abad ke-15 oleh seorang Muslim, kemungkinan besar seorang Tionghoa yang mungkin bernama Cek Ko-po. Anaknya mungkin adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya namai sebagai "Pate Rodim".[17][18] Ekspedisi dan penaklukkanDi bawah Pati UnusDemak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka.[19] Di bawah TrengganaTrenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), juga menaklukkan hampir seluruh Pasundan/Jawa Barat (1528 - 1540) serta wilayah-wilayah bekas Majapahit di Jawa Timur seperti Tuban (1527), Madura (1528), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527 - 1529), Kediri (1529), Malang (1529 - 1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1529 - 1546). Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra), yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putra Sunan Gunung Jati diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.[20] KemunduranSuksesi raja Demak ketiga tidak berlangsung mulus, terjadi persaingan panas antara Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya Pangeran Surowiyoto oleh Sunan Prawoto (anak Trenggana). Peristiwa ini terjadi di tepi sungai saat Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis sholat Jum'at. Sejak peristiwa itu Surowiyoto dikenal dengan sebutan Sekar Sedo Lepen yang artinya sekar gugur di sungai. Pada tahun 1546 Trenggana wafat dan tampuk kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto, anak Trenggana, sebagai raja Demak keempat, akan tetapi pada tahun 1547 Sunan Prawoto dan isterinya dibunuh oleh Rungkud pengikut Pangeran Arya Penangsang, putra Pangeran Surowiyoto. Pangeran Arya Penangsang adalah Adipati Jipang pada waktu itu, Adipati Arya Penangsang adalah murid terkasih dari Sunan Kudus. Diceritakan bahwa Pengikut Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri, penguasa Jepara atau Kalinyamat (Suami Ratu Kalinyamat). Hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi Pangeran Arya Penangsang, salah satunya adalah menantu Sultan Trenggono Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya. Puncak dari peristiwa ini Arya Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya anak angkat Joko Tingkir yang tergabung dalam Pasukan Pajang saat menyerang Jipang. Dengan terbunuhnya Arya Penangsang, maka berakhirlah era Kesultanan Demak. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang atau Kesultanan Pajang. Tomé Pires pada abad ke-16 mencatat bahwa komoditas utama yang menjadi ekspor Demak adalah beras, rempah-rempah, dan buah-buahan. Tujuan ekspor komoditas tersebut adalah Melaka dan Maluku yang diangkut dengan jung dan penjajap. Pires juga mencatat bahwa Demak telah menjadi tempat penimbunan padi yang berasal dari daerah-daerah pertanian di sekitarnya. Peranannya dalam menjadi pusat kegiatan ekonomi pertanian semakin penting setelah keruntuhan Juwana pada 1513. Selain itu, perbudakan juga disebut Pires sebagai salah satu komoditas Demak, tetapi tidak diketahui apakah perdagangan budak masih terjadi pada masa itu. Demak juga melakukan kegiatan impor berupa hewan-hewan dan pakaian dari Melaka, Gujarat, dan Benggala.[21] Sistem perekonomian Demak juga didukung dengan penggunaan mata uang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sebuah Berita Tiongkok dari awal abad ke-15 menyebutkan bahwa mata uang tembaga dari Tiongkok umum digunakan sebagai mata uang di Jawa. Pires juga mencatat demikian, dan selain itu mencatat bahwa mata uang Portugis juga dikenal dan disukai oleh orang Jawa. Terdapat juga mata uang lokal Jawa, yang disebut Pires sebagai tumdaya atau tael.[22]
Cikal bakal lembaga adat kesultanan Demak diawali dari tugas keluarga besar Raden Suminto Joyo Kusumo sejak tahun 1986 untuk mengurus Makam Astana Gedhong Kenep, untuk memperlancar tugas tersebut Yayasan Keraton Glagahwangi Dhimak didirikan pada tahun 1999. Karena Makam Astana Gedhong Kenep pada tahun 2006 dimasukan sebagai cagar budaya, maka didirikan Paguyuban Ahli Waris Sinuhun Agung Cokro Joyokusumo alias Pangeran Dhimak pada 22 maret 2007.[23] Lembaga adat kesultanan Demak lahir ketika Raden Sumito dikukuhan sebagai Sultan Demak oleh Perkumpulan Sultan Raja Nusantara dan dianugrahi gelar Duli Yang Maha Mulia Kanjeng Sri Suryo Alam pada tanggal 7 oktober 2009 di Kuala Lumpur, Malaysia. Eksistensi kesultanan Demak sebagai lembaga adat diakui oleh Pemprov Jateng dengan memanfaatkan kewenangan yang diperoleh berdasarkan Permendagri No. 39 tahun 2007 untuk membantu proses pelestarian budaya Jawa.[24] Lembaga adat kesultanan Demak lahir pada tanggal 7 oktober 2009 di Kuala Lumpur, Malaysia Beberapa kiprah kerajaan Demak sebagai lembaga adat yang bertugas melestarikan budaya Jawa adalah
|