Jelaskan bukti bahwa Umar memiliki sifat yang tegas

MEKKAH, KOMPAS.com - Sebagai khalifah kedua khulafaur rasyidin (13-23 H atau 634-644 M), ada banyak keteladanan yang bisa kita contoh dari Umar bin Khattab.

Umar bin Khattab dilahirkan di kota Mekkah. Ia berasal dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu.

Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi, dan ibunya Hantamah binti Hasyim.

Baca juga: Masa Kekhalifahan Umar bin Khattab

Umar dikenal sebagai seorang yang istimewa, sebelum masuk Islam dia adalah orang yang sangat disegani dan dihormati penduduk Mekkah dan menjadi penentang utama Islam, tetapi setelah masuk Islam ia menjadi musuh utama para penentang Islam yang ditakuti.

Muhammad Farkhan Mujahidin dosen Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta menerangkan, keberanian Umar bin Khattab menantang orang-orang kafir Quraisy ditunjukkan dengan perkataannya yang menggetarkan.

"Siapa yang ingin istrinya menjadi janda, anaknya menjadi yatim, maka halangilah saya untuk hijrah." Maka, tak seorang pun yang berani menghalangi Umar melakukan hijrah, tulish Farkhan kepada Kompas.com, Jumat (16/4/2021).

Sikap berani dan tegas Umar bin Khattab tidak saja ditunjukkan dalam melakukan perlawanan dan ancaman kepada orang-orang kafir, tetapi juga tindakan tegas dalam memecat Khalid bin Walid sebagai panglima perang yang selalu meraih kemenangan dalam beberapa pertempuran.

Dikisahkan di dalam sejarah pertempuran di Yarmuk yang terjadi pada bulan Jumadil Akhir tahun 13 H, merupakan pertempuran terdahsyat yang sangat menentukan nasib wilayah Suriah dan Palestina.

Khalid bin Walid sebagai panglima saat itu tiba-tiba dihentikan oleh Umar bin Khattab dan digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah.

Baca juga: Sejak Zaman Umar bin Khattab, Ada Imbauan untuk Hindari Zona Merah Wabah

Hal itu dikhawatirkan Umar jika umat Islam terlalu mendewakan Khalid bin Walid yang telah berhasil memimpin pasukannya.

Khalid bin Walid dikisahkan sebagai seorang yang kelewat bernafsu di medan tempur dan tidak menimbang nyawa. Itulah salah satu faktor yang menyebabkannya dipecat.

Umar berkata kepada Khalid, "Saya memecat Anda bukan karena ragu akan kemampuan Anda, tetapi karena orang-orang telah terpesona oleh Anda, hingga Anda akan didewakan orang."

Kultus inilah yang dikhawatirkan Umar bin Khattab, karena akan menganggu keikhlasan Khalid dalam berjihad.

Meskipun belakangan diketahui bahwa hal itu diterima dengan lapang dada oleh Khalid bin Walid dengan mengatakan, “Saya berjihad bukan karena Umar, tetapi karena Allah,” sebagaimana dikutip dari buku Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin halaman 144-145 karya Joesoef Sou’yb (1979).

Khalid sadar bahwa betapa pun dirinya melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh, berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran, jika hal itu dilakukan karena Umar maka tidak akan ada nilainya di hadapan Allah.

Baca juga: Kisah Perang Salib: Sejarah Perebutan Yerusalem Selama 200 Tahun

Kesederhanaan Umar bin Khattab

Dalam kehidupan sehari-hari Umar juga menunjukkan kesederhanaan yang jarang ditunjukkan oleh pemimpin zaman sekarang.

Perilaku beliau dalam cara berpakaian menunjukkan praktik kesederhanaan hidup yang sulit dibedakan dengan orang-orang lain.

Umar memakai pakaian bertambal yang sulit membedakannya secara fisik dengan gaya hidup masyarakat umum yang dipimpinnya. Beliau juga pantang menikmati kelezatan makanan jika rakyatnya belum merasakannya.

Pada suatu hari, Umar menerima bingkisan makanan dari pembesarnya di daerah. Kepada utusan itu, Umar menanyakan, "Apa ini?"

"Makanan ini biasa dibikin oleh penduduk Azerbaijan," ujar utusan itu. "Dan sengaja dikirim untuk Anda dari 'Atabah ibn Farqad (Gubernur Azerbaijan)."

Umar mencicipinya dan rasanya enak sekali. Beliau bertanya lagi kepada utusan tersebut, "Apakah seluruh kaum Muslim di sana menikmati makanan seperti ini?"

"Tidak, makanan ini hanya untuk golongan tertentu," jawab utusan itu.

Umar menutup kembali wadah makanan itu dengan rapi, kemudian bertanya pada utusan, "Di mana untamu? Bawalah kembali kiriman ini serta sampaikan pesan Umar kepadanya:

"Takutlah kepada Allah dan kenyangkanlah kaum Muslim terlebih dahulu dengan makanan yang biasanya kamu makan."

Baca juga: Negara-negara Arab Lakukan Adaptasi Tradisi Ramadhan Selama Pandemi

Sebagai khalifah, Umar pun dikenal sangat menekankan prinsip kesederhanaan terhadap pejabat bawahannya.

Khuzaymah ibn Tsabit berkata, "Jika Umar mengangkat seorang pejabat, ia akan menuliskan untuknya perjanjian dan akan mensyaratkan kepada pejabat itu untuk: tidak mengendarai kuda (yang pada waktu itu menjadi kendaraan mewah); tidak memakan makanan yang berkualitas tinggi; tidak memakai baju yang lembut dan empuk; dan tidak pula menutup rumahnya bagi orang-orang yang membutuhkan dirinya. Jika itu dilakukan, ia telah bebas dari sanksi."

Umar bin Khattab juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang penuh dedikasi dan tanggung jawab terhadap rakyatnya.

Tidak saja kepada mereka yang kaya atau pejabat, tetapi juga kepada yang miskin. Hal ini dibuktikan dengan perhatian dan pengawasannya akan situasi dan kondisi rakyatnya.

Pernah suatu ketika beliau melihat seorang ibu yang sedang membohongi anaknya yang kelaparan dengan pura-pura menanak beras, padahal batu yang ada dalam wadah tersebut.

Melihat hal tersebut Umar mengambil gandum dan beliau pikul sendiri. Bahkan ketika pengawalnya menawarkan untuk memikulnya, Umar mengatakan, "Apakah kamu akan menjerumuskan aku ke dalam neraka karena telah menelantarkan rakyatku dan membiarkannya kelaparan?"

Tindakan dan ucapan ini menjadi bukti tanggung jawab Umar yang benar-benar memahami tugas dan kewajiban pemimpin dan hak-hak rakyat yang harus didahulukan, bukan sebaliknya.

Baca juga: Selama Ramadan, Arab Saudi Izinkan 50.000 Jemaah Umrah di Mekah

*Artikel ini ditulis berdasarkan kisah yang diceritakan dosen UNS, Muhammad Farkhan Mujahidin, kepada Kompas.com

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Jakarta -

Kisah sahabat Nabi, Umar bin Khattab, khalifah ke-2 setelah Abu Bakar Ash Shiddiq dikenal mempunyai watak keras dan tegas. Selama untuk membela Islam dan kebenaran tak ada yang dia takuti di dunia ini.

Baca juga: Kisah Sahabat Nabi: Mereka yang Jadi Saksi Awal Mula Lantunan Adzan



Sifat keras itu bahkan sejak masih mendampingi Rasulullah SAW. Seperti apa kisah sahabat nabi tentang Umar bin Khattab yang dikenal keras ini?

Setelah Abu Bakar Ash Shidiq wafat pada 21 Jumadilakhir tahun ke-13 hijrah atau 22 Agustus 634 Masehi, Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah ke-2.

Baca juga: Kisah Sahabat Nabi: Kain Kafan Lusuh Pilihan Abu Bakar



Muncul kekhawatiran dari masyarakat Mekah saat Umar naik menjadi Khalifah menggantikan Abu Bakar Ashidiq. Mereka khawatir Umar akan lebih keras kepada mereka.

Hal itu bisa dirasakan oleh Umar. Kisah sahabat nabi berikutnya di hari ke-3 setelah dibaiat sebagai khalifah saat menyampaikan pidato pertamanya, dia pun meluruskan anggapan itu.

"Ketahuilah saudara-saudaraku, bahwa sikap keras itu sekarang sudah mencair. Sikap itu (keras) hanya terhadap orang yang berlaku zalim dan memusuhi kaum Muslimin," kata Umar seperti dikutip dari buku, Biografi Umar bin Khattab karya Muhammad Husain Haekal.

Baca juga: Kisah Umar bin Khattab yang Tak Murka Dimarahi Istrinya



"Tetapi buat orang yang jujur, orang yang berpegang teguh pada agama dan berlaku adil saya lebih lembut dari mereka semua," Umar melanjutkan.

Dia berjanji tak akan membiarkan orang berbuat zalim atau melanggar hak orang lain. Kepada orang yang berbuat zalim, Umar akan meletakkan pipi sebelah mereka di tanah dan pipi satunya akan dia injak. Sebaliknya bagi orang yang bersih dan mau hidup sederhana, Umar akan meletakkan pipinya di tanah.

Umar juga meminta rakyat tak ragu untuk menegur dia kalau salah. Bahkan menuntut jika rakyat Makkah terjebak bencana atau tentaranya jatuh ke perangkap musuh.

"Bantulah saya dalam tugas saya menjalankan amar makruf naih munkar dan bekalilah saya dengan nasihat-nasihat saudara-saudara," kata Umar menutup pidatonya.

Selesai pidato, Umar turun dari mimbar dan memimpin sholat. Selesai sholat dia pun pulang ke rumah. Kisah sahabat nabi itu pun kemudian dikenal sebagai pemimpin yang adil dengan segala kekerasan watak dan kekasarannya.




(erd/nwy)