Jelaskan 3 aktivitas Nabi Muhammad ketika masa remaja

Dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa dalam diri Nabi Muhammad terdapat suri teladan yang baik (uswah hasanah). Karena itu, setiap Muslim harus mengetahui kisah hidup atau biografi Nabi Muhammad agar bisa meneladaninya dengan baik dan benar. 

Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir yang ditugaskan Allah untuk menyampaikan risalah langit kepada umat manusia. Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad adalah penyempurna dari agama yang dibawa para nabi dan rasul sebelumnya. Beliau menyebarkan agama Islam kepada umatnya dengan penuh perjuangan. 

Nabi Muhammad mengalami hidup yang berliku—meski menjadi manusia istimewa dan pilihan Allah. Terlebih ketika menyebarkan ajaran Islam. Beliau menghadapi berbagai macam rintangan, tentangan, penolakan, halangan, dan bahkan upaya pembunuhan. Kendati demikian, beliau menghadapi itu semua dengan penuh kasih sayang. Karena Nabi Muhammad diutus Allah ke dunia itu, tidak lain dan tidak bukan, adalah sebagai rahmat bagi semesta Allah. Tanpa terkecuali satu makhluk pun.

Kelahiran 
Ada banyak pendapat dan riwayat terkait dengan dengan biografi Nabi Muhammad, terutama tentang hari kelahiran Nabi Muhammad. Namun menurut riwayat yang paling masyhur, Nabi Muhammad lahir pada Tahun Gajah—tahun di mana Raja Abrahah dari Yaman dan pasukan bergajahnya menyerang Ka'bah. Persisnya, tanggal 12 Rabi’ul Awwal atau bertepatan dengan 29 Agustus 580 Masehi di Makkah. Pendapat ini didasarkan pada sebuah riwayat Imam Ibnu Ishaq dari Sayyidina Ibnu Abbas: "Rasulullah dilahirkan di hari Senin, tanggal 12 di malam yang tenang pada bulan Rabi'ul Awwal, Tahun Gajah." 

Diriwayatkan bahwa banyak kejadian ajaib dan luar biasa terjadi, baik pada saat-saat sebelum dan sesaat setelah Nabi Muhammad lahir. Pada malam menjelang kelahiran Nabi, pintu-pintu surga dibuka lebar, pintu-pintu neraka ditutup rapat, ribuan malaikat turun ke bumi, bulan terbelah, bintang-bintang bersinar terang, dan burung-burung yang penuh cahaya memenuhi rumah Sayyidah Aminah—ibunda Nabi Muhammad.

Sementara sesaat setelah Nabi Muhammad lahir, jin tidak bisa lagi mengintip berita langit, arsy bergetar hebat, seluruh langit dipenuhi cahaya sehingga menjadi terang, Istana Kisra berguncang begitu dahsyat sehingga menyebabkan 14 balkonnya roboh, api abadi yang disembah umat Majusi padam, Gereja di sekitar Buhaira roboh, dan bahkan Ka’bah juga ikut bergetar selama tiga hari karena bahagia menyambut kehadiran Nabi Muhammad.


Perihal Nama Muhammad
Nabi Muhammad bukan lah pemberian manusia. Ia adalah nama yang disampaikan Allah kepada ibundanya Sayyidah Aminah dan kakeknya Abdul Muthalib melalui malaikat dan isyarat mimpi. Dalam satu riwayat, seperti tercantum dalam al-Sirah al-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, Sayyidah Aminah didatangi malaikat ketika sedang mengandung. Kepada Sayyidah Aminah, malaikat tersebut menginformasikan bahwa anaknya yang berada dalam kandungan itu adalah pemimpin umat dan meminta agar menamainya Muhammad.

Begitu juga dengan sang kakek, Abdul Muthalib. Dia mendapatkan inspirasi nama Muhammad dari mimpinya. Jadi, pada saat cucunya lahir, Abdul Muthalib membawanya ke dalam Ka’bah dan bertawaf. Setelah itu, ia keluar dan melewati kerumunan massa. Mereka kemudian bertanya kepada Abdul Muthalib perihal nama cucunya itu. Maka dijawablah kalau nama cucunya adalah Muhammad. 

Orang-orang kembali bertanya mengapa dinamakan Muhammad. Sebuah nama yang terdengar asing di telinga masyarakat Arab pada saat itu. Karena tidak seorang pun dari nenek moyang dan bangsa Arab yang sebelumnya menggunakan nama itu.

"Sesungguhnya aku sangat ingin semua penduduk bumi memujinya," jawab Abdul Muthalib. Secara bahasa, Muhammad berarti yang dipuji atau terpuji.


Masa Anak-anak
Nabi Muhammad adalah yatim-piatu sejak kecil. Beliau ditinggal wafat ayahnya—Sayyidina Abdullah- ketika masih di dalam kandungan. Sang ayahanda jatuh sakit dan kemudian wafat dalam perjalanan balik ke Makkah, setelah sebulan berdagang di Syam. Dia kemudian dimakamkan di Madinah.

Sementara sang ibunda, Sayyidah Aminah, wafat ketika Nabi Muhammad berusia enam tahun. Merujuk buku Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik (Martin Lings, 2012), Nabi Muhammad hidup bersama sang ibunda selama tiga tahun, atau hingga beliau berusia enam tahun. Saat usia satu hingga tahun, beliau hidup bersama dengan ibu susuannya, Sayyidah Halimah as-Sa’diyah di kampung Bani Sa’d. 

 
Keluarga Arab kota memiliki kebiasaan untuk menitipkan anak mereka yang baru lahir kepada perempuan desa atau gurun untuk disusui. Hal ini dilakukan agar anak mereka terhindar dari penyakit yang ada di wilayah perkotaan, agar anaknya memiliki tubuh yang sehat, dan agar anak-anak mereka fasih dalam berbahasa Arab.


Begitu pun dengan Sayyidah Aminah. Ia menitipkan anaknya, Nabi Muhammad, kepada Halimah as-Sa’diyah beberapa saat setelah melahirkannya. Dengan demikian, Nabi Muhammad menghabiskan masa anak-anaknya—masa balita—di Kampung Bani Sa’d. Kehadiran Nabi Muhammad membawa keberkahan tersendiri bagi Halimah dan keluarganya. Setelah ada Nabi, kehidupan Halimah dan keluarganya menjadi lebih sejahtera karena hewan ternaknya menjadi gemuk-gemuk dan beranak banyak.  


Pada usia enam tahun, Nabi Muhammad kembali hidup dan tinggal bersama sang ibunda. Namun tidak berselang lama, beliau ditinggal wafat yang ibunda. Nabi kemudian diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Tidak lama kemudian, kakeknya wafat dan Nabi diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. 


Pada saat usia delapan tahun, Nabi Muhammad mulai bekerja menggembala kambing milik orang kaya Makkah. Disebutkan Nizar Abazhah dalam Bilik-bilik Cinta Muhammad (2018), setidaknya ada tiga alasan mengapa Muhammad kecil akhirnya memutuskan untuk bekerja menggembala kambing. Pertama, membantu meringankan beban ekonomi Abu Thalib. Kedua, Kedua, menggembala kambing tidak butuh modal. Ketiga, Nabi Muhammad senang berada di padang yang luas karena di sana beliau bebas merenungkan segala sesuatu secara mendalam tanpa ada yang mengganggunya. Beliau menjadi penggembala kambing kurang lebih selama empat tahun.


Masa Remaja
Pada saat usia 12 tahun, beliau diajak Abu Thalib untuk ikut dalam kafilah dagang ke Syam. Sejak saat ini, beliau semakin menekuni dunia perdagangan. Hingga suatu ketika seorang saudagar kaya Makkah, Sayyidah Khadijah, membuka lowongan kerja bagi siapa saja untuk menjajakan barang dagangannya. Abu Thalib mendengar hal itu dan kemudian menawarkannya kepada Nabi Muhammad. Beliau menerima tawaran tersebut.

Tugas pertama Nabi Muhammad adalah berniaga ke negeri Syam. Beliau ditemani Maisaroh—budak Sayyidah Khadijah—dengan membawa barang dagangannya berupa kain-kain. 

Berkat kerja keras, sikap jujur, dan amanah, Nabi Muhammad berhasil menjajakan barang dagangannya. Semuanya laku terjual dan untung banyak. Setelah mendengarkan cerita dari Maisaroh, Sayyidah Khadijah terkesima dengan sikap dan perangai Nabi Muhammad dalam mendagangkan barangnya.  

Merujuk buku Muhammad A Trader, Nabi Muhammad sudah menjadi pemimpin kafilah dagang ke luar negeri pada saat usianya baru 17 tahun. Ia berdagang hingga ke 17 negari lebih. Di antaranya Syam, Yordania, Bahrain, Busra, Irak, Yaman, dan lainnya. 

Dalam Sirah Nabawiyyah, al-Mubarakfury menjelaskan bahwa Nabi Muhammad menggandeng as-Saib bin Abus-Saib sebagai partner saat awal-awal memulai bisnis. Bagi Nabi, Abus-Saib adalah rekan terbaiknya dalam bisnis. Tidak pernah berselisih dan tidak curang. Demikian biografi Nabi Muhammad dari kelahiran hingga masa remajanya.

Penulis: A Muchlishon Rochmat

Editor: Kendi Setiawan

You're Reading a Free Preview
Pages 4 to 6 are not shown in this preview.

Supaya tidak menyesali masa emas waktu remaja, sebagaimana sepenggal bait syair yang dinukil al-Jâhidh dari Abu `Atâhiyah: “Seandainya masa muda bisa kembali walau hanya sehari.” (al-Tibyân wa al-Tabyîn, 56).

Sebuah keniscayaan membaca kembali sirah Nabi Muhammad SAW ketika remaja, dengan semangat untuk mengambil pelajaran di dalamnya. Dari usia 11 hingga 25 tahun, Rasulullah SAW mengalami beberapa peristiwa sarat makna, bagi setiap remaja yang mau meneladaninya.

Pertama, pengalaman berniaga. Kalau pada masa kecil beliau sudah terbiasa mandiri membantu pamannya(Abu Thalib) dengan cara menggembalakan kambing penduduk Mekah, menginjak remaja tepatnya pada usia 12 tahun, beliau memiliki pengalaman berdagang dengan pamannya ke luar negeri.

Setidaknya, dari pengalaman Rasulullah ini, bukan saja mengajarkan kemandirian , tapi juga bisnis, dan latihan produktif sejak remaja. Fungsi lain yang tidak kalah penting, beliau belajar menjalin komunikasi dengan baik, membangun jaringan, serta pengalaman geografis yang sangat berharga. Pengalaman ini di kemudian hari, saat diutus menjadi nabi, sangat menguntungkan dalam menjalankan roda dakwah.

Kedua, pengalaman militer. Menginjak umut 20 tahun, di Mekah ada peristiwa perang Fijar antara Bani Kinanah [bersama Qurays] dan Bani Qais (Nûr al-Yaqîn, 12) yang terjadi pada bulan-bulan yang dimuliakam.

Di situ Rasulullah ikut serta berperang dengan paman-pamannya dengan menggunakan senjata panah (`Uyûn al-Atsar, 59). Pengalaman militer ini sangat berharga bagi remaja seusia beliau. Tidak mengherankan jika saat di madinah nanti beliau sangat piawai dalam menangani urusan-urusan kemiliteran.

Ketiga, perngalaman diplomasi. Di tahun yang sama pasca kembali dari peperangan Fijar, dihelat perjanjian yang menambah pengalaman Nabi Muhammad dalam masalah diplomasi dan negoisasi di kediaman Abdullah bin Jad`ân. Perjanjian itu diabadikan sejaran dengan istilah Hilfu al-Fudhul. Sedemikian terkesannya nabi, sampai-sampai beliau berkomentar, “Perjanjian itu lebih aku sukai daripada unta merah[kendaraan elit waktu itu], dan sekiranya aku diundang pada momen yang sama pada hari ini, tentu aku memenuhinya.” (al-Bidâyah wa al-Nihâyah, 2/293).

Pengalaman tersebut bukan saja membuat beliau berpengalaman dalam urusan diplomasi dan negoisasi, di sisi lain, pernyataan beliau yang demikian respek dengan perjanjian tersebut, menandakan beliau lebih suka cara-cara yang damai dan persuasif dalam memecahkan problem daripada cara-cara kekerasan dan depresif.

Keempat, pengalaman bisnis lebih intensif. Saat berusia 25 tahun, beliau diamanahi Khadijah untuk mendagangkan dagangannya ke negeri Syam. Khadijah merasa yakin kepada beliau karena, di Mekah ia dikenal sebagai pemuda yang amanah dan jujur dalam berbicara (Nûr al-Yaqîn, 15). Kedua modal itulah yang ternyata membuatnya mendapat keuntungan yang luar biasa melebihi orang-orang biasanya.

Dari situ kita bisa melihat bahwa sistem perdagangan yang diterapkan nabi, kala itu, adalah sistem perdagangan berbasis akhlak mulia. Di samping itu, al-Hafidh Ibnu Katsir dalam al-Bidâyah (2/294) menjelaskan rahasia kesuksesan nabi dalam berdagang. Keuntungan bisa melimpah ruah karena, di samping dagangan yang dibawa dari Mekah habis, beliau juga membeli barang-barang dari Syam yang kemudian dijual di Mekah, dan itu pun laris.

Kelima, menikahi Khadijah. Di usianya yang keduapuluhlima tahun, beliau nikah dengan Khadijah. Uniknya, pada waktu itu –tidak seperti pada umumnya- beliaulah yang dilamar oleh Khadijah. Kalau kita kontekstualisasikan pada kehidupan sekarang, siapa coba yang tidak tertarik dengan pemuda yang berakhlak mulia, tampan, kuat, mandiri, memiliki pengalaman yang banyak di masa mudanya, dan pedagang sukses? Tentu saja siapa pun mau menerimanya.

Saat itu mahar yang diberikan Rasulullah menurut Ibnu Hisyam, sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Katsir (al-Bidâyah, 2/294) sebanyak 20 unta. Jika harga unta standar ialah 15 juta, maka bila dikonversikan, mahar beliau ketika itu sebanyak 300 juta. Bayangkan! Itu baru maharnya, apalagi biaya lainnya.

Dari masa remaja Rasulullah SAW –sebagaimana pemaparan singkat di atas- dapat diambil pelajaran penting bagi para remaja.

Pertama, kemandirian. Kedua, keuletan dan ketangkasan. Ketiga, membangun jaringan dan wawasan geografis. Keempat, akhlak mulia. Kelima, jika sudah mampu menikah, maka segera menjalankannya. Intinya ketika, remaja beliau tidak pernah menyia-nyiakan waktu, dan senantiasa bekerja keras tidak berleha-leha.

Pada akhirnya, Nabi adalah sebaik-baik contoh bagi remaja yang ingin menggapai kesuksesan di dunia dan akhirat. Rahasianya adalah beliau selalu berada di atas koridor akhlak yang agung (baca: QS. Al-Qalam[68]: 4).

Beliau mampu mengharmonikan secara baik antara interaksi dengan Allah SWT dan dengan manusia dalam bingkai akhlak mulia. Wallâhu a`lam. (Aza)