Jangan ada Dusta diantara kita artinya

Jangan ada Dusta diantara kita artinya
Jangan ada dusta diantara, begitulah sepotong kalimat yang bermakna menyindir atau bisa menjadi thaushiyah bagi kita yang mendengarnya. Mengapa demikian ? Jawabnya bahwa salah satu dari biang kerusakan terjadi dimuka bumi karena ada dusta diantara kita. Dusta yang dilarang agama ternyata mempunyai makna positif bagi kehidupan manusia itu sendiri. Yaitu memberikan sejumlah kebaikan, bahkan membawa kebaikan dan berkah dalam kehidupan kita. Sehingga kalaupun orang melakukannya maka pasti dia akan mengalami berbagai macam kesulitan hidup, terutama tidak dipercayai orang (distrust). Belum lagi dusta pasti merusak martabat harga diri dan keluarga sekaligus bisa merusak masa depan kita.

Dusta dalam prespektif moral termasuk salah satu, perbuatan yang dibenci Allah dan sesama. Karenanya bagi orang-orang beriman oleh Allah diperintahkan untuk berbuat jujur, untuk mengantisipasi dusta. Perhatikan firman Allah :”Hai orang-orang beriman; bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (QS. Al-Taubah : 119). Orang benar berarti jujur, berarti juga tidak berdusta atau berbohong. Kepada orang-orang beriman diminta untuk berbuat benar, alias tidak berdusta untuk menjaga dan  merawat keimanannya agar berbuah pada prilaku yang baik. Dan prilaku yang baik tersebut pasti memberi jaminan akan ketenangan hidup.

Jadi ayat tersebut diatas sesungguhnya adalah upaya membangun kesadaran orang beriman untuk berbuat benar/jujur melalui jalan Takwa kepada Yang Maha Kuasa. Dengan demikian maka apa disebut dusta atau berbohong itu akan sirna dengan sendirinya. Ketika dusta telah sirna, maka akan datang kejujuran, dan ketika jujur bersemi dalam dalam kepribadian maka akan lahir prilaku-prilaku mulia yang pelakunya menajdi orang-orang mulia pula. Disinlah sebabnya, mengapa kita orang beriman diperintahkan untuk bertakwa dan berbuat benar/ jujur. Subhanallah, begitu indah dan berkahnya orang bertakwa dan berbuat benar/ jujur. Sayangnya tidak semua orang mau menjalaninya. Mengapa? Boleh jadi mereka beranggapan bahwa takwa dan berbuat benar itu membuat orang-orang tidak maju, bahkan kaya raya. Lalu apakah arti maju dan kaya raya dicapai melalui dusta/bohong itu? Ingat pepatah : Sepandai pandainya tupai meloncat, akhirnya jatuh juga.

Kita terkadang kagum dengan, orang-orang maju dan kaya raya, ternyata ketahuan setelah ditangkap KPK, polisi dan jaksa. Mungkin kita berguman kenapa terjadi hal yang demikian itu. Itulah sepandai-pandainya orang membungkus dusta, akhirnya terbongkar/tertangkap juga. Kalau mereka bisa bertahan lama karena pandai membungkus dusta, itu hanya mempertinggi tempat jatuh saja, dan jatuhnya pasti kejurang yang membinasakan.

Penderitaan seperti ini sebenarnya bisa dihindari bila kita berlaku benar/jujur. Karena kejuuran membawa kepada kebaikan sebagaimana hadits Rasul: Iyyakum bi al sidqi fainna alsidqu yahdi ila al bir…..(Bahwasannya kebenaran/kejujuran itu membawa jalan ke surga…HR Muttafaq alaih). Oleh karenanya “Jangan ada dusta diantara kita”, Insya Allah kita selamat dunia-akhirat.

Artikel

Membangun sebuah keluarga haruslah dilandasi dengan kejujuran. Dengan kata lain, jangan ada dusta diantara kita. Adanya kejujuran dari seluruh anggota keluarga dipastikan akan menjadikan keluarga tersebut ceria dan bahagia. Keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.

Sebaliknya, kalau sebuah keluarga dibangun di atas ketidak jujuran dijamin lambat laun akan terjadi percekcokan antar anggota keluarga tersebut dan ujung-ujungnya bisa terjadi perceraian.

Dalam buku "Sang Pengantin & Generasi Cinta," Agus Mustofa menyatakan bahwa membangun rumah tangga harus dimulai dari kejujuran. Jika pun cinta belum tumbuh, masih bisa ditumbuhkan, asalkan dilandasi dengan kejujuran. Jujur dalam arti positif untuk terus membina rumah tangga yang memang diharapkan menjadi bahtera kehidupannya.

Bila kita tidak jujur, sebenarnya pasangan kita juga akan merasakannya. Bisa dilihat dari sinar mata, raut muka, dan bahasa tubuhnya. Sehingga akan menjadi ganjalan ketika kita dan pasangan berinteraksi dalam sehari-harinya.

Ganjalan hati akan memunculkan sikap yang tidak tulus. Baik dari kita, maupun dari pasangan kita. Ketidakjujuran akan menimbulkan rasa was-was. Rasa was-was bakal memunculkan kecurigaan. Dan kecurigaan akan menghasilkan pertengkaran.

Hal seperti itu pernah dialami oleh temannya istri saya. Sebut saja namanya Rina. Rina membangun keluarga sekitar sepuluh tahunan. Berputra satu seusia kelas dua SD. Sudah punya rumah dan kendaraan sendiri. Aktivitas keseharian suami istri ini sebagai guru, tapi berbeda tempat dinasnya.

Suatu saat, Rina membuka handphone suaminya. Ada WA yang bernada mencurigakan dari seorang wanita. Dia memanggil suaminya dengan kata-kata mesra. "Papa," begitu salah satu WAnya. Maka, Rina meminta penjelasan dari sang suami. Namun, penjelasan dari suaminya dirasa kurang memuaskan.

Semenjak adanya peristiwa di atas, hubungan antara suami dan istri ini naik turun. Mulai ada rasa kecurigaan antara keduanya. Bahkan mulai ada kekerasan dalam keluarga tersebut. Padahal mereka awalnya saling mencintai. Lambat laun cintanya mulai memudar. Dan akhirnya mereka pisah ranjang. Bercerai. Maka, anak semata wayangnya harus menanggung akibatnya.

Lain ceritanya dengan apa yang dialami oleh temannya, Rina. Namanya Ifa. Ifa dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Padahal Ifa sudah mempunyai teman dekat yang digadang-gadang kelak menjadi suaminya. Sayang, ketika disampaikan kepada kedua orang tuanya tidak mendapatkan restu.

Namun, setelah berjalan beberapa bulan, Ifa malah dijodohkan dan kemudian dinikahkan dengan seseorang pilihan kedua orang tuanya. Sebagai anak yang berbakti, Ifa dengan terpaksa menerima laki-laki itu menjadi suaminya. Hidup berumah tangga dengan orang yang awalnya tidak dicintai, lama-kelamaan juga tumbuh cinta. Bahkan sekarang sudah berputra tiga.

Semua hal itu, "karena anggota keluarga kami dibangun di atas kejujuran," kata Ifa kepada teman-temannya di kemudian hari.

Kejujuran memang selalu membawa berkah. Kebiasaan jujur dan transparan akan menjadi rem untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam berumah tangga. Dorongan kita untuk menyimpang, akan sulit menemukan peluang jika kita selalu jujur dan transparan kepada pasangan.

Dalam sebuah hadits, nabi SAW pernah bersabda "Wajib bagi kalian untuk jujur, karena sesungguhnya jujur itu membawa pada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Dan seseorang senantiasa jujur dan memilih kejujuran sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan takutlah kalian dari dusta, karena sesungguhnya dusta itu membawa kepada kedurhakaan, dan durhaka itu membawa ke neraka. Dan seseorang senantiasa berdusta dan memilih berdusta sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari Muslim).

Wallahu a’lam

Referensi:

- Mustofa, Agus. 2012. Sang Pengantin & Generasi Cinta. Surabaya: Padma Press.

Profil Penulis:

Muh. Maksum, S.Ag., S.Pd., terlahir di Kota Ponorogo pada 11 Oktober 1974. Guru IPA di MTsN 1 Ponorogo terhitung mulai tanggal 01 Juli 2021 hingga sekarang.

Sebelumnya pernah mengabdi di MTs Darul Huda Ponorogo sejak 2005 – 2021 dan di MTs dan MA Al-Mukarrom Ponorogo pada tahun 2000-2005.

Buku tunggal yang telah diterbitkan: Belajar Biologi Tingkatkan Iman (2020) serta Zaid dan Zaidah Kumpulan Pentigraf Islami (2021). Buah karya penanya dalam antologi: Allah Tak Pernah Meninggalkanmu (2020), Goresan Pena Angkatan 4, Warna-Warni Karya Alumni Sagusabu Daring 4 (2020), Guru Indonesia Merdeka Berkarya (2020), Ayah Pejuang Keluarga (2021), Literasi Masyarakat (2021), Colourful Ramadan (2021), Agar Ramadan Tak Sekadar Lapar dan Haus (2021), Untuk Apa Saja Masa Mudamu? (2021), dan Lestarikan Lingkungan Sejahterakan Kehidupan (2021).

Penulis bisa dihubungi di alamat: Kendal, RT 01 / Rw 01 Blembem Jambon Ponorogo, Email: [email protected] atau WA 082334730274.