Hadits bukhari Tentang berlomba dalam kebaikan

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah)

Kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini hanyalah sebagai tempat persinggahan sementara untuk menuju kehidupan yang hakiki, hidup yang kekal abadi, yaitu kehidupan di akhirat kelak. Tentu setiap kita menginginkan keselamatan dan kebahagiaan dalam kehidupan di negeri kekekalan tersebut. Keselamatan yang dimaksud adalah selamat dari siksa api neraka dan dapat menghuni negeri karamah, surga Allah l yang seluas langit-langit dan bumi. Agar selamat tentu tidak bisa dengan sekedar angan-angan dan khayalan tanpa amalan karena surga tidak bisa dibeli dengan apa pun. Dengan harta yang paling mahal sekalipun. Akan tetapi surga hanya bisa diraih dengan rahmat Allah l. Dan rahmat Allah l itu dekat dengan orang-orang beriman yang berbuat kebajikan. Allah l berfirman: “Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.” (al A’raf: 56) Benar, agar selamat kita harus menjadi orang yang beriman, yaitu orang yang beramal kebaikan, amal saleh yang ikhlas untuk Allah l dan sesuai dengan petunjuk Rasulullah n1. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri kita. Kita juga tidak tahu kapan utusan Allah l datang menjemput kita. Oleh karena itu, bersegera melakukan amalan kebaikan menjadi sebuah kemestian. Apalagi Allah l telah memerintahkan dalam kitab-Nya yang mulia: “Maka berlomba-lombalah kalian kepada amalan-amalan kebaikan.” (al-Baqarah: 148) “Bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada surga yang seluas langit-langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133) Ajakan berlomba kepada kebaikan mengandung ajakan agar seseorang berusaha dan bersemangat menjadi orang pertama yang berbuat kebaikan. Barang siapa yang ketika di dunia bersegera kepada kebaikan berarti ia adalah orang yang terdepan di akhirat menuju surga-surga. Dengan demikian, orang-orang yang berlomba/terdepan dalam kebaikan adalah hamba-hamba yang paling tinggi derajatnya. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 73) Dalam firman Allah l yang berikutnya ada perintah untuk bersegera kepada ampunan Allah l dan kepada surga-Nya, yang berarti ajakan untuk melakukan sebab-sebab yang bisa mengantarkan kepada keduanya yaitu beramal saleh. (Ruhul Ma’ani, 3/76) Bersegera kepada ampunan Allah l bisa dilakukan dengan istighfar dan dengan melakukan amalan yang akan menghapus dosa-dosa, seperti berwudhu, shalat lima waktu, mengerjakan puasa Ramadhan, dan semisalnya2. (Tafsir Al-Qur’anil Karim, surah Ali Imran, 2/166, karya asy-Syaikh Ibnu Utsaimin) Selain itu, Allah l memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar bersegera kepada surga-Nya dengan mengerjakan amal saleh yang bisa menyampaikan kepada surga. (Syarhu Riyadhis Shalihin, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 1/411) Rasul yang mulia n telah menganjurkan kita agar bersegera dalam beramal. Anjuran ini didapatkan pada sabda beliau yang tersampaikan lewat sahabat yang mulia, Abu Hurairah z: بَادِرُوْا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحْ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا “Bersegeralah kalian beramal saleh sebelum kedatangan fitnah (ujian) yang seperti potongan malam. Seseorang di pagi hari dalam keadaan beriman (mukmin) namun di sore harinya menjadi kafir; dan ada orang yang di sore hari dalam keadaan beriman namun di pagi hari menjadi kafir. Dia menjual agamanya dengan perhiasan dunia.” (HR. Muslim no. 309) Ujian syubhat dan syahwat akan datang seperti malam yang gelap gulita. Tidak ada cahaya sama sekali. Karena fitnah yang terjadi, dalam hari yang sama seseorang keluar dari Islam, pagi hari ia masih beriman namun sore hari telah kafir atau sebaliknya. Mengapa demikian? Ia menjual agamanya dengan dunia, baik berupa harta, kedudukan, jabatan, wanita, maupun selainnya. (Syarhu Riyadhis Shalihin, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 1/418) Al-Imam an-Nawawi t menyatakan, hadits di atas berisi anjuran untuk bersegera mengerjakan amal saleh sebelum datang waktu yang menyebabkan seseorang tidak bisa mengerjakannya. Waktu yang seseorang tidak bisa mengerjakannya karena fitnah yang besar dan bertumpuk-tumpuk, seperti tumpukan gelapnya malam yang gulita tanpa cahaya sedikitpun. (al-Minhaj, 2/314) Amalan Rasulullah n menunjukkan kepada kita bagaimana beliau selalu bersegera berbuat kebaikan, tidak menundanya. Abu Sirwa’ah Uqbah ibnul Harits z berkata, “Suatu hari aku pernah shalat ashar di belakang Nabi n ketika di Madinah. Beliau mengucapkan salam kemudian bangkit dengan segera dari tempatnya dan berlalu dengan melangkahi leher orang-orang hingga sampai ke rumah salah satu istri beliau. Orang-orang pun terkejut dengan bersegeranya beliau meninggalkan tempat shalatnya (menuju rumah istrinya). Tidak lama kemudian, beliau keluar kembali menemui mereka. Beliau melihat keheranan mereka terhadap apa yang beliau lakukan tadi. Beliau pun menjelaskan: ذَكَرْتُ شَيْئًا مِنْ تِبْرٍ عِنْدَنَا، فَكَرِهْتُ أَنْ يَحْبِسَنِي فَأَمَرْتُ بِقِسْمَتِهِ “Tadi aku mengingat ada sepotong emas (atau perak) di tempat kami. Aku tidak suka harta tersebut menahanku3. Aku pun memerintahkan agar dibagi-bagikan.” (HR. al-Bukhari no. 851) Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah n bersabda: كُنْتُ خَلَّفْتُ فِي الْبَيْتِ تِبْرًا مِنَ الصَّدَقَةِ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُبَيِّتَهُ “Di rumah aku meninggalkan sepotong emas/perak dari harta sedekah. Aku tidak suka bermalam dalam keadaan harta itu masih bersamaku.” (no. 1430) Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bersegeranya Rasulullah n kepada kebaikan. Ini adalah pengajaran kepada umat beliau agar tidak menunda-nunda kebaikan karena mereka tidak tahu kapan kematian menjemput sehingga terluputlah kebaikan. Seseorang sepantasnya menjadi seorang yang cendekia. Hendaknya ia beramal untuk kehidupan setelah matinya dan tidak meremehkan persiapan untuk mati. Jika dalam urusan dunia seseorang bersegera mengambil kesempatan maka tentu dia wajib berbuat demikian dalam urusan akhirat, bahkan lebih utama. Allah l berfirman: “Bahkan mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia, dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (al-A’la: 16—17) Ibnu Baththal t mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa kebaikan sepantasnya segera dikerjakan, karena penyakit dapat menghadang, penghalang dapat mencegah, dan tidak aman dari kedatangan kematian secara tiba-tiba. Apalagi perbuatan menunda-nunda (mengatakan nanti… nanti) adalah tidak terpuji.” (Fathul Bari, 3/377) Para sahabat Rasul n juga memberikan teladan kepada kita dalam semangat bersegera kepada kebaikan, bersegera kepada surga Allah l yang amat luas. Ketika perang Uhud, ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah n: أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فَأَيْنَ أَنَا؟ قَالَ: فِي الْجَنَّةِ. فَأَلْقَى تَمَرَاتٍ كُنَّ فِي يَدِهِ ثُمَّ قَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ “Apa pendapat Anda jika aku terbunuh, di manakah tempatku?” “Di surga,” jawab Rasulullah. Orang itu pun membuang beberapa butir kurma yang ada di tangannya. Ia kemudian maju berperang hingga terbunuh. (HR. al-Bukhari dan Muslim) Kita juga melihat bersegeranya kaum wanita dari kalangan sahabat Rasulullah n kepada kebaikan dan cepatnya mereka menunaikan titah Rasul mereka. Di saat Rasulullah n menyampaikan khutbah Id, beliau turun dari tempatnya berkhutbah kemudian menuju tempat para wanita. Beliau memberikan wejangan khusus untuk mereka dan memerintahkan mereka bersedekah. Mulailah para wanita yang hadir ketika itu melepas perhiasan mereka. Di antaranya ada yang melepas anting dan cincinnya lalu melemparkannya ke baju Bilal yang dibentangkan guna menadahi harta sedekah. (HR. al-Bukhari no. 1431 dan Muslim no. 2054)

Wallahu a’lam bish-shawab.

Catatan Kaki:

1 Ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti sunnah Rasulullah n) ini adalah dua syarat diterimanya amalan. Dengan keduanyalah sebuah amalan dikatakan amalan yang baik, sebagaimana firman Allah l: “Yang menciptakan kematian dan kehidupan guna menguji kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalannya.” (al-Mulk: 2) Al-Fudhail ibnu Iyadh t mengatakan, “(Yang paling baik amalannya) yaitu yang paling ikhlas dan paling benar.” Orang-orang yang mendengar ucapan al-Fudhail ini bertanya, “Wahai Abu Ali (kuniah al-Fudhail), apa maksud paling ikhlas dan paling benar itu?”

Beliau menjawab, “Paling ikhlas adalah amal tersebut ikhlas karena mengharapkan wajah Allah l. Paling benar adalah sesuai dengan sunnah Rasulullah n. Apabila sebuah amalan hanya ikhlas namun tidak sesuai dengan sunnah Rasul, niscaya tidak akan diterima. Demikian pula apabila amalan tersebut sesuai dengan sunnah Rasul namun tidak ikhlas, tidak pula diterima. Yang diterima hanyalah amal yang ikhlas lagi benar.” (I’anatul Mustafid, 2/127)

2 Ada beberapa dalil yang menunjukkan bahwa amalan-amalan yang kami sebutkan akan menghapuskan dosa pelakunya. Di antaranya hadits Abu Hurairah z bahwasanya Rasulullah n bersabda: الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ، إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَاِئرُ

“Shalat lima waktu, Jum’at yang satu ke Jum’at berikutnya, dan Ramadhan yang satu ke Ramadhan berikutnya, adalah penghapus dosa-dosa yang dilakukan di antara waktu tersebut, apabila dijauhi dosa-dosa besar (yakni, selama dosa besar tidak dilakukan, pen.).” (HR. Muslim no. 551)

3 Maksudnya, beliau khawatir harta itu menyibukkan pikiran beliau dari menghadap kepada Allah l. (Fathul Bari, 2/435)

Khutbah Jum’at Masjid Nabawi tanggal 01-08-1435 H / 30-05-2014 M

oleh : Syeikh Abdul Bari Al-Tsubaiti  -hafidhzahullah- Imam dan Khatib Masjid Nabawi

Khutbah pertama

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah,,,amma ba’du :

Allah ta’ala berfirman :

وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ

dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. (QS.Al-Muthaffifin :26).

Seorang muslim sejati selalu berlomba-lomba dalam ketaatan, dan selalu bersegera dalam kebaikan, karena umur itu pendek dan ajal itu terbatas, seorang yang pandai dan berakal selalu bersegera sebelum datangnya halangan dan rintangan ; sungguh tidaklah sama antara yang bersegera menuju kebaikan dan yang berlambat-lambat, juga antara yang berlomba-lomba kepada keutamaan dan yang memberatkan diri kepadanya.

Berlomba-lomba yang terpuji memperkaya kehidupan, dan menjadikan seorang muslim berambisi untuk mengangkat dirinya dan menanjak dengan ilmu dan amalnya agar berusaha menuju kesempurnaan.

Mengalir ruh saling berlomba-lomba dalam jiwa orang-orang yang memiliki semangat yang tinggi, dan yang paling tinggi diantara mereka adalah para Nabi shalawatullahi wasalamuhu ‘alaihim, Nabi Musa ‘alaihissalam menangis ketika dilampaui oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam karena iri, dikatakan kepadanya : apa yang membuatmu menangis? Ia menjawab : (saya menangis karena seorang anak laki-laki diutus setelahku, -akan tetapi- pent. masuk surga dari ummatnya lebih banyak dari ummatku) (HR.Bukhari). Rasul kita shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia pernah bersabda : (saya berharap menjadi Nabi yang terbanyak pengikutnya pada hari kiamat).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa membangkitkan semangat saling berlomba-lomba kepada para sahabatnya, agar mereka menaiki tangga yang menyampaikan mereka kepada tujuan, serta menggambarkan kepada mereka tujuan-tujuan yang tinggi dalam hadits-hadits yang tak terhitung jumlahnya ; diantaranya : sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

(Tidak ada saling berlomba diantara kalian kecuali pada dua perkara : Seorang laki-laki yang Allah Azza wa Jalla karuniakan kepadanya hafalan Al-Qur’an dan ia membacanya dalam shalat siang dan malam, serta mengikuti isinya, kemudian seorang laki-laki lain berkata : jika Allah mengaruniakan kepadaku seperti apa yang ia karuniakan kepada Fulan, maka aku akan mengerjakan seperti apa yang dikerjakan oleh Fulan, dan seorang laki-laki yang Allah karuniakan kepadanya harta dan ia berinfak dan bersedekah, kemudian berkata laki-laki lain seperti apa yang diucapkan yang tadi.) (HR.Thabrani).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda : barangsiapa yang shalat dengan membaca sepuluh ayat maka tidak dicatat kedalam golongan orang-orang yang lalai, dan barangsiapa yang shalat dengan membaca seratus ayat maka akan dicatat termasuk golongan orang-orang yang ta’at, dan barangsiapa yang shalat dengan membaca seribu ayat maka akan dicatat termasuk dari golongan muqantharin. (HR.Abu dawud) arti muqantharin adalah : mereka yang mendapatkan pahala yang berlimpah-limpah.

Diantara hal yang dianjurkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ; berlomba-lomba menuju shaf pertama ; dalam hadits : seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan masuk kedalam undian, sungguh mereka akan masuk kedalam undian, dan seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala pada bersegera menuju shalat berjama’ah, sungguh mereka akan berlomba-lomba kepadanya, dan seandainya mereka mengetahui besarnya pahala shalat isya dan subuh berjama’ah sungguh mereka akan mendatanginya walaupun dalam keadaan merangkak. (HR.Bukhari dan Muslim).

Adapun dua sahabat yang mulia ; ummat terbaik setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam Abu Bakar dan Umar maka sungguh telah melompat jauh semangat mereka dalam medan perlombaan, dan mereka telah mencapai derajat yang tinggi dengan amalan-amalan mereka, dan tidak akan ada seorang pun yang akan mampu mecapai derajat mereka berdua. Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suatu saat pernah menyuruh kami bersedekah, dan kebetulan waktu itu aku sedang memilik harta, maka aku mengatakan, hari ini aku akan mendahului Abu Bakar jika aku dapat mendahuluinya sehari saja, ia berkata : maka aku datang dengan separuh hartaku, maka Rasulullah bertanya : apa yang engkau sisakan untuk keluargamu? Aku mengatakan : seperti itu juga, kemudian Abu Bakar datang dengan semua harta miliknya, maka Rasulullah bertanya kepadanya : apa yang engkau sisakan untuk keluargamu? Ia menjawab : aku sisakan untuk mereka Allah dan RasulNya. Saya berkata :  demi Allah saya tidak akan mampu untuk mendahuluinya kepada sesuatu apapun selamanya. (HR.Tirmidzi dan ia mengomentari hadits ini hasan dan sahih).

Berkobar bara semangat saling berlomba dalam kehidupan para sahabat -semoga Allah meridhoi mereka semuanya- ; yang membuat mereka betul-betul memanfaatkan waktu, dan menginvestasikan umur mereka, hingga menjadi tinggi kedudukan  ilmu dan amal mereka, bahkan mereka menjadi pemilik keutamaan dan keterdahuluan; bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam : akan masuk ke dalam surga dari ummatku  tujuh puluh ribu orang tanpa hisab, maka berkata seorang sahabat : wahai Rasulullah berdoa’lah kepada Allah agar menjadikan aku diantara mereka. Rasulullah berdo’a : ya Allah jadikanlah ia diantara mereka. Kemudian berdiri seorang laki-laki lain dan berkata : wahai Rasulullah berdoa’lah kepada Allah agar menjadikan aku diantara mereka. Rasulullah menjawab : engkau telah didahului oleh Ukkasyah.(HR.Muslim).

Ketika Perang Uhud, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memancing semangat saling berlomba diantara para sahabatnya, beliau berkata : siapa yang ingin mengambil pedang ini dengan haknya? Maka berdiri sahabat Abu Dujanah Simak bin Kharasyah dan berkata : saya yang akan mengambilnya wahai Rasulullah dengan haknya, apakah haknya? Rasulullah menjawab : jangan engkau membunuh seorang muslim dengan pedang ini dan jangan engkau lari dengannya dari orang kafir. Perawi berkata : maka Rasulullah memberikan kepadanya. (dikeluarkan oleh Al-Hakim di dalam mustadrak.) Abu Dujanah adalah seorang sahabat pemberani.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendidik para sahabatnya untuk selalu bersegera menuju kebaikan dan berlomba-lomba dalam keta’atan dan amal-amal kebaikan ; dari sahabat Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu berkata : datang orang-orang fakir kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : orang-orang kaya telah pergi dengan harta mereka dengan derajat yang tinggi dan nikmat yang abadi, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka memiliki kelebihan harta yang mereka mampu melaksanakan haji, umrah,berjihad dan bersedekah dengannya. Rasulullah berkata : maukah aku beritahukan sesuatu jika kalian melakukannya kalian akan menyusul orang-orang yang mendahului kalian dan tidak akan ada yang meyusul kalian seorangpun dari belakang kalian, dan kalian akan menjadi yang terbaik dari orang-orang yang ada di tengah-tengah kalian, kecuali orang yang beramal sepertinya ; kalian bertasbih, bertahmid dan bertakbir setiap selesai shalat tiga puluh tiga kali.(HR.Bukhari dan Muslim).

Saling berlomba dalam kebaikan akan tampak pengaruhnya di akhirat nanti, dan akan terus sampai ke surga ; para penghafal Al-Qur’an akan terus menanjaki derajat-derajat surga sesuai dengan jumlah bacaan dan tartilnya  (dikatakan kepada penghafal Al-Qur’an : bacalah dan teruslah naik  dan bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia, karena sesungguhnya tempatmu adalah pada ayat terakhir yang engkau baca) (HR.Tirmidzi dengan sanad yang hasan dan sahih).

Perlombaan yang terpuji ini akan melahirkan sifat untuk selalu maju, memperkuat ambisi, dan menambah banyak pertumbuhan dan keberhasilan, seorang muslim akan merasakan tawar dengannya sesuatu yang pahit, dan akan membuat mereka menganggap dekat sesuatu yang jauh, dan membuat mereka lupa segala rintangan, dan dengan saling berlomba seseorang akan terangkat  ke derajat yang tinggi ketika dibangun di atas niat yang ikhlas dan benar, serta bersih dari kotoran-kotoran hati yang dapat merusak amalan, dan menjadikannya debu yang beterbangan.

Adapun jika semangat saling berlomba ini mati, maka ia akan menjadikan umat ini menjadi masyarakat yang loyo dan lemah, yang dipenuhi dengan sifat malas dan terbelakang, juga akan melahirkan para pengangguran  serta membuat generasi lemah dan patah semangat.

Disisi lain Agama Islam melarang saling berlomba-lomba pada hal yang tercela, yang sumbernya saling berlomba-lomba dalam hal dunia, dan karena mengikuti hawa nafsu, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : Demi Allah bukan kefakiran yang aku takutkan atas kalian, akan tetapi yang aku takutkan adalah jika dilapangkan kepada kalian dunia sebagaimana telah dilapangkan untuk orang-orang sebelum kalian, hingga kalian saling berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba padanya, dan akan membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka. (HR.Bukhari dan Muslim).

Berlomba-lomba dalam masalah dunia menjadi tercela ketika membuat engkau lalai dari Allah dan kampung akhirat, dan membawamu kepada kejelekan dan kemungkaran, serta menuntunmu untuk meninggalkan kewajiban , mengambil yang haram, atau mengambil hak-hak orang lain ; hal ini akan membuat perkelahian antara sesama saudara dan kerabat dekat, juga sebab terputusnya silaturrahmi dan permusuhan, maka akan semakin banyak percekcokan, dan akan semakin sering terjadi pertengkaran, Al-Hasan rahimahullah berkata : siapa yang menyaingimu dalam masalah agama maka bersainglah dengannya, dan siapa yang menyaingimu dalam masalah dunia maka lemparkanlah dunia itu di lehernya.

Sifat hasad adalah penyebab utama persaingan yang membinasakan, yang dapat merobohkan bangunan persaudaraan dalam islam, dan dapat menghilangkan rasa aman dari kaum muslimin; karena seorang yang hasad ia mengharapkan hilangnya nikmat dari saudaranya, bahkan ia bisa menjadi penyebab hilangnya nikmat tersebut dengan kekuatannya.

Dan termasuk saling berlomba yang tercela; apa yang terjadi antara orang-orang yang setingkat dalam keutamaan dan kedudukan agama dan dunia, terkadang seseorang mencela orang lain dengan menyebutkan kejelekan-kejelekannya, dan menutup mata dari kebaikan-kebaikannya disebabkan adanya permusuhan dan kebencian Allah ta’ala berfirman :

وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ

dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya (QS.Al-A’raaf : 85).

dan kadang-kadang saling berlomba berakhir kepada saling menjauh, menghina, mendzalimi, memusuhi dan melampaui batas kepada orang lain.

Saling berlomba yang tercela juga kadang terjadi dalam hal perdagangan, oleh karena itu islam mengatur persaingan dalam bisnis perdagangan dengan kaidah-kaidah dan hukum-hukum syariat, serta memperkokoh nilai-nilai, norma-norma dan akhlak, islam mengharamkan penimbunan barang -agar terjual mahal- dengan segala bentuknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : (tidak menimbun barang kecuali dia salah)(HR.Muslim).

Islam juga mengharamkan segala bentuk penipuan, kecurangan,dan pemalsuan, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda : barangsiapa yang berbuat curang kepada kami maka bukan dari golongan kami (HR.Muslim).

Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam juga memberikan hak untuk memilih bagi orang yang lemah akalnya sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhuma bahwasanya ada seorang laki-laki dilaporkan kepada Nabi shallallahu ‘alaih wasallam karena ia sering ditipu dalam jual beli, maka Rasulullah berkata kepadanya : jika kamu berjual beli maka katakanlah : “tidak ada tipuan” (HR.Bukhari dan Muslim).

Khutbah kedua

      Termasuk saling berlomba yang tercela adalah ; saling berlombanya saluran-saluran televisi dalam menyesatkan manusia dan menggoda mereka dengan hal-hal yang diharamkan, yang mana syaithan membuat indah jeleknya perbuatan mereka, mereka saling berlomba pada hal yang jelas merupakan kerugian yang nyata, pada hal yang merusak akal, mengotori fitrah dan menghancurkan akhlak.

      Juga termasuk saling berlomba yang tercela adalah ; boros, angkuh dalam pesta-pesta pernikahan serta tidak menghargai nikmat, juga kemungkaran-kemungkaran dalam pesta-pesta tersebut tanpa ada rasa penjagaan diri dari pengawasan Allah, pengawasan akal dan hikmah, juga tanpa mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di berbagai belahan dunia dari kemiskinan, kesulitan dan himpitan keadaan.

      Juga termasuk saling berlomba yang tercela adalah ; kegiatan-kegiatan yang tidak benar di lapangan olahraga ; yang menyebabkan saling bertengkar, dan bermusuhan serta saling mengejek dan saling membenci ; sehingga keluar dari tujuan olahraga dan maksudnya.

      Allah ta’ala berfirman :

سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

      Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS.Al-hadid : 21).

 
Selesai,,,

Penerjemah: Ust. Iqbal Gunawan, Lc

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA