Gereja yang mewartakan kerajaan allah dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melalui

  • Inti Pewartaan Yesus adalah membangun Kerajaan Allah. “Waktunya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat” (Markus 1:15).
  • Kerajaan Allah adalah suasana dan saat dimana Allah datang dan memerintah sebagai Raja.
  • Pewartaan Kerajaan Allah, adalah pewartaan mengenai kerahiman dan kepedulian Allah untuk menyelamatkan manusia. Suasana kedekatan, keakraban dan kesetiakawanan Allah dengan manusia itulah yang hendak dibangun oleh Yesus melalui karya pewartaan-Nya.
  • Pewartaan Kerajaan Allah akan semakin dipahami melalui pengajaran Yesus, yang menggunakan banyak perumpamaan, mukjizat serta seluruh hidup-Nya.
  • Di dalam doa yang diajarkan-Nya, Yesus menyapa Allah sebagai Bapa; Ia mengucapkan sabda bahagia, Ia dekat dengan orang-orang berdosa, miskin dan tak berdaya. Semuanya dilakukan oleh Yesus, agar para murid memahami arti Kerajaan Allah sebagai pokok pewartaan-Nya.
  • Jika dikatakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, hal itu memberikan gambaran bahwa suasana Allah yang memerintah sebagai raja telah mulai terwujud, sekaligus memerlukan proses untuk menggenapinya. Dalam hal ini, Yesus memanggil para murid-Nya, untuk membantu karya-Nya menjalankan tugas perutusan. Hal itu dilanjutkan oleh Gereja sebagai kumpulan umat beriman, sebagai penerus para murid pertama, yang dibangun oleh Yesus sebagai tempat persemaian bagi terwujudnya Kerajaan Allah. Gereja turut serta di dalam karya atau misi Kristus, yaitu mewartakan Kerajaan Allah.
  • Keikutsertaan Gereja di dalam mewartakan Kerajaan Allah tersebut dilaksanakan dengan mengacu pada tugas Kristus sendiri sebagai Imam, Nabi, dan Raja.
  • Partisipasi dalam karya Kristus sebagai Nabi, dijalankan Gereja dengan mengajar dan kesaksian.
  • Karya Imamat dilaksanakan melalui pengudusan, yaitu kegiatan liturgis dan sakramental.
  • Sedangkan karya Rajawi, dijalankan oleh Gereja melalui upaya untuk membentuk komunitas di dalam persekutuan dan pelayanan.
  • Itulah sebabnya, Gereja terpanggil untuk menyuarakan nilai-nilai Kerajaan Allah, baik cinta kasih, persaudaraan, keadilan, pertobatan serta pengampunan. Melalui berbagai kegiatan serta gerakan itulah, gereja mewartakan Kerajaan Allah, yaitu turut serta di dalam Karya dan Misi Kristus.
  • Tugas perutusan utama yang diemban Yesus di dunia ini, adalah membangun suasana yang bahagia, penuh sukacita dan kegembiraan. Suasana inilah yang menjadi suasana Kerajaan Allah, yang diwartakan dan diperjuangkan oleh Yesus.
  • Suasana bahagia dan sukacita Kerajaan Allah tersebut ditujukan bagi: orang yang miskin di hadapan Allah, orang yang berdukacita, orang yang lemah lembut, orang yang lapar dan haus akan kebenaran, orang yang murah hatinya, orang yang suci hatinya, orang yang membawa damai, orang yang dicela dan dianiaya, orang yang kepadanya difitnahkan segala yang jahat, dan orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran.
  • Perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang tersebut di atas, akan menjadi terang yang bercahaya. Dan dari terang itulah, nama Allah dimuliakan. Memuliakan nama Allah, artinya memandang dan memuji Allah yang bertahta sebagai Raja. Dalam hal ini, Kerajaan Allah adalah suasana bahagia bagi orang-orang yang dengan segala perbuatan baik, memuliakan nama Tuhan dan memandang Tuhan sebagai Raja.
  • Tugas Yesus adalah menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang, membebaskan orang-orang yang tertindas, dan penglihatan bagi orang-orang buta.
  • Tugas Yesus menyembuhkan orang-orang sakit, diteruskan oleh Gereja dengan berusaha melayani mereka yang sakit dengan mendirikan balai pengobatan dan rumah sakit.
  • Tugas Yesus membantu orang-orang buta, bisu dan tuli, diteruskan oleh Gereja dengan membangun sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan.

Ringkasan Buku Guru K13

Mau mendengarkan inspirasi renungan harian dengan pendekatan pribadi? Kunjungi dan subscribe kanal YouTube Risalah Immanuel? Upload setiap hari jam 6 sore WITA!

Perikop injil Matius 13:44-52 menceritakan bagaimana Tuhan Yesus mengajarkan Kerajaan Allah dengan aneka perumpamaan. Perumpamaan-perumpamaan yang dipakai oleh Yesus untuk pengajaran memperlihatkan bahwa Kerajaan Allah itu ditujukan kepada siapa saja, meliputi semua orang dari beraneka ragam kehidupan.

Perumpamaan pertama bahwa Kerajaan Allah diumpamakan harta terpendam di ladang ditujukan kepada pengalaman kehidupan para petani. Perumpamaan pembeli ladang ditujukan pada pengalaman pelaku pasar yang memperoleh pengertian tentang Kerajaan Allah dan penuh sukacita membelinya. Perumpamaan yang ketiga tentang pedagang mutiara ditujukan untuk pengalaman orang yang sedang mencari, mendapatkannya dan akhirnya mengorbankan segala sesuatu untuk memilikinya. Dan yang terakhir perumpamaan tentang pukat yang menyentuh pengertian Kerajaan Allah bagi pengalaman para nelayan. Dengan pengajaran Kerajaan Allah menggunakan perumpamaan-perumpamaan tersebut, Tuhan Yesus mengajarkan pengertian Kerajaan Allah dalam pengalaman masing-masing seturut ragam kehidupannya. Oleh karena itu, Kerajaan Allah bukanlah sebagai tempat megah Tuhan yang jauh dari hidup sehari-hari, melainkan lebih sebagai pengalaman kuasa Tuhan merajai pikiran, hati dan pilihan-plihan kehidupan setiap saat yang dapat dimengerti melalui aneka macam situasi dan keadaan. Pengalaman akan Allah yang meraja atau menguasai hidup, apabila ditemukan dalam perjalanan hidup seseorang, maka akan membawa sukacita, penghargaan tinggi, syukur, penuh hikmat, komitmen yang memancarkan kuasa keilahian dan buah-buah kebaikan.

Peka terhadap pesan-pesan insani manusiawi sekitar akan membantu pengalaman umat beriman untuk mengenali hadirnya kuasa Tuhan. Peka terhadap pengalaman kuasa Tuhan membantu umat beriman memperoleh hikmat dan pengertian Kerajaan Allah yang menyentuh perasaan, pikiran dan hati seseorang sehingga akan menghasikan suka cita, syukur dan penuh hikmat dalam pilihan dan keputusan-keputusan.

Di samping membiasakan diri peka terhadap pesan insani pada peristiwa atau keadaan sekitar dan terhadap kuasa Tuhan, umat beriman pada zaman sulit seperti sekarang ini perlu terus memohon dan meneguhkan iman, pengharapan, kasih serta keterbukaan kepada Tuhan. Melalui iman, pengharapan, kasih dan keterbukaan tersebut, Kerajaan Allah menjadi bagian dari pengalaman dan pengertian hidup beriman umat sehingga memberikan hikmat pada setiap pilihan/putusan di tengah masyarakat yang sedang beradaptasi dengan tatanan-tatanan baru kehidupan.

Penulis : Andreas Yumarma

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


A.    Pewartaan Yesus Tentang Kerajaan Allah

Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus kerapkali memakai perumpamaan, yaitu cerita yang diambil dari kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan suatu kebenaran, khususnya tentang Kerajaan Allah. Dengan perumpamaan itu, para pendengar lebih mudah menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh Yesus. Perumpamaan membuat orang tertantang untuk mencari dan menemukan pesan yang berkaitan dengan Kerajaan Allah. Perumpamaan-perumpamaan Yesus me­ngenai Kerajaan Allah mau menyampaikan hal-hal berikut:

1.      Kerajaan Allah Sudah Dekat

Yesus mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, bahkan sudah datang, terutama dalam diri Yesus. Ketika Yesus berkeliling Palestina untuk mewartakan Kabar Baik, sebenarnya Kerajaan Allah mulai tampak di tengah-tengah umat­Nya (lih. Luk 10: 23-24).       

Pewartaan Kerajaan Allah yang sudah dekat itu terungkap dalam perumpama­an tentang Pohon Ara (lih. Mrk 13: 28-32). Dekatnya Kerajaan Allah membawa nada ancaman dalam perumpamaan tentang orang yang menghadap hakim (lih. Luk 12: 57-58) untuk menuntut kembali pinjaman dari orang yang berhutang (berdosa), maka harus segera membereskan perkara itu (bertobat) supaya jangan terlambat; penghakiman terakhir sudah diambang pintu.

Berdekatan dengan perumpamaan tentang pohon ara adalah perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (lih. Luk 16: 1-8). Perumpamaan ini antara lain man mengatakan bahwa orang harus cerdik, sebab Kerajaan Allah sudah diambang pintu untuk mengadakan pertanggungjawaban. Dekatnya Kerajaan Allah berarti juga dekatnya penghakiman Allah.

Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (lih. Luk 13: 6-9) mau menggambarkan bahwa Allah itu sesungguhnya sabar, tetapi jika pada waktunya orang tidak menghasilkan buah pertobatan (bdk Luk 3: 8-9), maka penghakiman akan mendatangi orang itu.

Penghakiman Allah akan datang secara tiba-tiba dan tidak disangka-sangka (lih. Mat24: 50). Hal ini diilustrasikan dalarn perumpamaan tentang pencuri yang datang pada waktu ma lain di saat yang tidak diketahui (lih. Mat 24: 43-44). Kedatangan Kerajaan Allah dan penghakiman yang tidak tersangka-sangka itu terungkap dalam perumpamaan tentang gadis yang bijaksana dan gadis yang bodoh.

2.      Kerajaan Allah berarti Allah Mulai Memerintah

Kerajaan Allah berarti Allah yang memerintah sebagai raja. Allah yang memerintah dilukiskan oleh Yesus sebagai Bapa. Allah itu sungguh-sungguh Bapa yang baik hati dan suka mengampuni. Dalam perumpamaan domba yang hilang (lih. Luk 15: 3-7), Yesus menggambarkan Allah yang suka mengampuni. Dalam perumpamaan orang-orang upahan di kebun anggur (lih. Mat 20:1-5), Allah digam­barkan sebagai “Bapa keluarga” yang baik hati terhadap orang-orang yang tidak berjasa. Orang yang dimaksud adalah “pemungut cukai, pelacur, dan orang ber­dosa” yang bertobat dan atas dasar kebaikan Allah menerima pemerintahan-Nya.

Dalam perumpamaan anak yang hilang atau Bapa yang mengasihi anak yang hilang (lih. Luk 15: 11-32) mau menunjukkan balas kasih dan kasih Allah terhadap orang berdosa dan sukacita-Nya karena mereka bertobat. Perumpamaan ini juga sekaligus berisi kritik terhadap orang Farisi (yang dilambangkan anak yang sulung) yang membanggakan jasanya, tetapi tidak mengerti sikap hat] Bapa. Ketiga per­umpamaan dalam Luk 15: 1-32 (domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang) mau menekankan sukacita Allah yang menyambut orang berdosa yang bertobat ke dalam Kerajaan-Nya.

3.      Kerajaan Allah Menuntut Sikap Pasrah (Iman) Manusia Kepada Allah

Allah meraja dengan kasih. Oleh sebab itu, manusia dituntut sikap pasrah, dan sikap iman kepada Allah. Allah menjadi harapan, sandaran, dan andalan bagi manusia. Manusia tidak boleh mengandalkan hal-ha1 lain, seperti harta, kekuasaan, bahkan dirinya sendiri.

Yesus menentang orang-orang Farisi karena mereka terlalu mengandalkan jasa jasa dan kekuatan diri mereka. Yesus memuji orang-orang miskin dan men­derita sebagai yang “berbahagia”, karena dalam kemiskinannya itu mereka hanya mengandalkan Allah dan mempercayakan diri pada Allah. Yesus tentu saja tidak mendukung kemiskinan, bahkan Ia memperjuangkan kesejahteraan lahir batin bagi umat. Yesus mengecam ketidakadilan yang dilakukan oleh para petinggi peme­rintahan dan agama.

Yesus tidak menyapa berbahagia kepada orang-orang yang saleh dan taat pada Taurat seperti kaum Farisi, sebab mereka mengandalkan dirinya sendiri. Yesus menyapa orang miskin dan menderita, sebab mereka hanya mengandalkan Allah. Baca perumpamaan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah (Luk 18: 9-14).

4.      Kerajaan Allah itu Suatu Karunia

Kerajaan Allah adalah karunia dari Allah, bukan hanya jasa manusia. Dengan kata lain, pemerintahan Allah tidak ditegakkan atau diwujudkan hanya oleh daya upaya manusia. Kerajaan Allah sebagai karunia Allah ini diilustrasikan dalam perumpamaan “benih yang tumbuh” (Mrk 4: 26-29); “ragi” (Mat 13: 33 dst), “biji sesawi” (Mat 13: 31-32), dan “penabur” (Mrk 4: 1-9).

Titik perbandingan dalam perumpamaan-perumpamaan tersebut terletak pada keajaiban bahwa “benih” itu tumbuh, menjadi pohon besar, dan menghasilkan buah berlimpah, walaupun banyak rintangan. Demikianlah juga tentang Kerajaan Allah, biarpun banyak rintangannya (penabur), KerajaanAllah dengan kekuatannya sendiri (benih dan ragi) akan diwujudkan dan menghasilkan buah berlimpah. Kerajaan Allah sebagai karunia Allah harus diperjuangkan clan dikembang­kan oleh manusia sebagai nilai yang paling tinggi. Karena itu, manusia yang telah memperolehnya patut bergembira dan bersedia memperjuangkan dan mengem­bangkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diilustrasikan dalam perumpama­an tentang “harta yang terpendam dan mutiara yang berharga” (Mat 13: 44-46). Fokus perumpamaan ini terletak dalam ayat 44 yaitu kegembiraan menemukan “harta terpendam”. Dengan usaha yang tidak mengenal lelah, akhirnya harta itu ditemukan sehingga mendatangkan kegembiraan luar biasa bagi yang empunya. “Harta terpendam” ini menggambarkan sesuatu yang sangat bernilai, yakni Ke­rajaan Allah. Orang dengan gembira hati mengorbankan segala sesuatu demi Kerajaan Allah yang paling berharga dan bemilai.

B.     Perbuatan-Perbuatan Yesus Dalam Rangka Memperjuangkan Kerajaan Allah

Yesus memaklumkan dan memperjuangkan Kerajaan Allah dengan perkataan dan perbuatan. Perkataan dan perbuatan tersebut dalam hidup Yesus merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan (lih. Mat 11: 4-6). Perkataan atau sabda Yesus menjelaskan atau menerangkan perbuatan-perbuatan Yesus supaya per­buatan itu dapat ditangkap maksudnya, sedangkan perbuatan-perbuatan mewujud­nyatakan perkataan-perkataan Yesus, sehingga kata-kata Yesus bukanlah kata­kata kosong, tetapi kata-kata yang penuh kuasa dan arti. Maka dalam kesempatan ini akan dijelaskan mengenai perjuangan Yesus melalui perbuatan.

1.      Yesus Mengadakan Mukjizat-Mukjizat

Yesus mewartakan Kerajaan Allah tidak hanya dengan sabda-sabda-Nya, tetapi juga melalui mukjizat-mukjizat. Mukjizat yang dimaksudkan adalah kejadian atau perbuatan luar biasa yang bagi orang percaya menangkapnya sebagai per­nyataan kekuasaan Allah Penyelamat. Dengan mukzijat itu, Allah menyatakan kekuasaan penyelamatan-Nya.

Mukjizat hanya sebagai tanda bagi orang yang percaya, yaitu tanda kemurahan hati Tuhan (Yesus), sedangkan bagi yang tidak percaya adalah suatu pertanyaan. Mukjizat-mukjizat Yesus itu mau menunjukkan:

a.      Yesus menghubungkan mukjizat-mukjizat-Nya dengan pemberitaan tentang Kerajaan Allah. Di luar itu, Yesus tidak pernah membuat mukjizat. Itulah sebabnya, Yesus menolak membuat tanda/mukzijat di hadapan pejabat atau orang banyak untuk melegitimasikan diri-Nya sebagai yang berasal dari Allah (Mat 16: 1; Luk 11: 16-29).

b.      Dasar dan motif mengadakan mukjizat adalah pemberitaan tentang Kerajaan Allah. Pemberitaan tentang Kerajaan Allah hanya ditujukan kepada orang miskin dan tertindas. Karena itu, mukjizat-mukjizat Yesus justru teriuju ke­pada orang yang malang, sakit dan di bawah kuasa kejahatan. Mukjizat-muk­jizat itu menyatakan bahwa Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus dan yang membebaskan orang dari kuasa jahat, benar-benar bagi mereka.

c.       Mukjizat-mukjizat Yesus mempunyai arti mesianis. Artinya, mukjizat-muk­jizat Yesus mau menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dinanti-nanti­kan. Mukjizat-mukjizat yang dikerjakan Yesus merupakan tanda dari Kerajaan Allah yang sudah datang. MeIalui penyembuhan orang sakit dan pengusiran roh-roh jahat menajdi nyata bahwa zaman Mesias sudah dimulai. Hal ini juga menjadi jelas ketika Yohanes bertanya apakah Yesus adalah Mesias yang dinantikan. Yesus memberi jawaban dengan berkata : “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar : Orang buta melihat, orang bisu mendengar, orang mati dibangkitkan, orang kusta menjadi tahir dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat 11:4-5).

d.     Mukjizat-mukjizat Yesus menyatakan solidaritas Allah dengan manusia yang miskin dan menderita serta kerasukan roh jahat. Allah menyatakan diri setia kawan dengan orang yang sakit dan kerasukan setan. Dengan demikian, mukjizat Yesus juga menjadi tanda bahwa Yesus datang untuk menampakkan kebaikan hati Allah, supaya yang menderita tidak menderita, supaya yang dibawah kuasa setan dibebaskan dan yang sakit disembuhkan.

2.      Yesus Bergaul dengan Semua Orang : Tanda Cinta-Nya yang Universal

Yesus dekat dengan semua orang, maka Ia j uga sangat terbuka terhadap semua orang. la bergaul dengan semua orang. la tidak mengkotak-kotakkan dan membuat kelas-kelas di antara manusia. Yesus tidak pernah hanya dekat dengan sekelompok orang clan menyingkirkan kelompok yang lainnya. Yesus akrab dengan semua orang (lih. Yoh 7: 42-52) dan penguasa, bahkam penjajah (lih. Mrk 7: 1-10) yang beritikad baik. Yesus pun akrab dengan para pegawai pajak yang korup (lih. Luk 19: 1-10), dengan wanita tuna susila (lih. Luk 7: 36-50), dan para penderita penyakit berbahaya yang dikucilkan.

Pergaulan Yesus dengan orang-orang yang berdosa dan najis sering dipandang oleh kaum Farisi amat tidak sesuai dengan adat sopan santun dan peraturan agama yang berlaku pada saat itu.

3.      Yesus Membebaskan Orang-Orang dari Beban Legalisme

Yesus sering dikecam oleh lawan-lawannya sebagai orang yang suka berpesta pora, suka makan dan minum, tidak berpuasa, dan tidak menghiraukan banyak ketentuan hukum Taurat lainnya.

Yesus memaklumkan bahwa Allah itu Pembebas. Allah ingin memungkin­kan manusia mengembangkan diri secara lebih utuh dan penuh. Segala hukum, peraturan, dan perintah harus diabdikan kepada tujuan memerdekaan manusia. Maksud terdalam setiap hukum adalah membebaskan (atau menghindarkan) manu­sia dari segala sesuatu yang dapat menghalangi manusia berbuat baik. Begitu pula, tujuan hulcum Taurat.

Sikap Yesus terhadap hukum Taurat dapat diringkas dengan mengatakan bahwa Yesus selalu memandang hukum Taurat dalam terang hukum kasih. Yesus menolak hukum Taurat yang sudah dimanipulasi dan ditafsirkan secara keliru.

4.      Yesus Memanggil Pengikut-PengikutNya

Untuk mewartakan Kerajaan Allah, Yesus memanggil dan mengutus murid­murid-Nya. Mereka dituntut memiliki keterlibatan yang radikal. Orang-orang yang dipanggil Yesus harus:

a.      Segera meninggalkan segala-galanya;

b.      Belajar dan hidup dekat dengan Yesus;

c.       Siap diutus;

d.     Siap menderita.

C.    Nilai-Nilai Duniawi dan Nilai-Nilai Kerajaan Allah

1.      Uang/Harta dan Kerajaan Allah

Uang, harta, dan kekayaan pasti mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya. Namun, kita yang harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan kekayaan tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai nilai-nilai yang lebih luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi dan bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.

Nafsu (ambisi) untuk mengumpulkan uang atau kekayaan agaknya berten­tangan dengan usaha mencari Kerajaan Allah. Betapa sulitnya orang kaya masuk dalam Kerajaan Allah, seperti halnya seekor unta masuk ke dalam lubang jarum (bdk. Mrk 10: 25). Maksudnya, Yesus mendorong agar orang tidak terbelenggu uang/harta dan kekayaan. Yesus mendorong agar orang kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang miskin dan menderita clan suka membatu mereka dengan kekayaannya.

Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya sekedar derma, melainkan usaha nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.

2.      Kekuasaan dan Kerajaan Allah

Kekuasaan itu sangat bernilai. Namun, orang tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun Kerajaan Allah terhalang. Ada dua cara yang sangat berbeda dalam mengerti dan melaksanakan kekuasaan. Yang satu adalah penguasaan, yang lain adalah pelayanan. Kekuasaan dalam Kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.

Kebanyakan pemimpin Yahudi (imam-imam kepala, tua-tua, ahli kitab, dan orang Farisi) kebanyakan adalah penindas. Kekuasaan sering membuat mereka menguasai dan menindas orang lain (terlebih yang lemah) dengan memanipulasi hukum taurat.

Yesus tidak menentang hukum Taurat sebagai hukum. Tetapi, Yesus menentang cara orang menggunakan hukum dan sikap mereka terhadap hukum. Para ahli kitab dan orang-orang farisi telah menjadikan hukum sebagai beban, padahal seharusnya merupakan pelayanan (bdk. Mat 23:4; Mrk 2:27). Yesus juga menolak setiap hukum dan penafsiran yang digunakan untuk menindas orang. Menurut Yesus, hukum harus berciri pelayanan, belas kasih, clan cinta. Dalam Kerajaan Allah, kekuasaan, wewenang, dan hukum melulu fungsional.

3.      Kehormatan/gengsi dan Kerajaan Allah

Kehormatan atau gengsi adalah nilai yang sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan sering dianggap lebih penting daripada segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh diri atau berkelahi sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. Kedudukan dan gengsi/harga diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan keutamaan. Akibat adanya gengsi clan kedudukan inilah masyarakat dapat terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki status sosial tinggi dan ada kelompok yang melmiliki status sosial rendah. Sebenarnya, siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.

Yesus mengatakan: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Allah)? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini; kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga” (Mat 18: 1-4,. Anak adalah perumpamaan mengenai “kerendahan” sebagai lawan dari kebesaran, status, gengsi, dan harga diri. Ini tidak berarti bahwa hanya orang-orang dalam kel as tertentu yang akan diterima dalam Keraj aan Allah. Setiap orang dapat masuk ke dalamnya jika la man berubah dan menjadi sepenti anak kecil (Mat 18: 3;, menjadikan dirinya kecil seperti anak-anak kecil (Mat 18: 4).

Kerajaan yang diwartakan dan dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyara­kat yang tidak membeda-bedakan lebih rendah atau lebih tinggi. Setiap orang akan dicintai dan dihormati, bukan karena pendidikan, kekayaan, asal usul, ke­kuasaan, status, keutamaan, atau keberhasilan-keberhasilan lain, tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan Allah sebagai citra-Nya.

4.      Solidaritas dan Kerajaan Allah

Perbedaan pokok kerajaan di.tnia dan Kerajaan Allah bukan karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda. Kerajaan dunia sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif (suku, agama, ras, keluarga, dan sebagai­nya) dan demi kepentingan sendiri. Sementara, Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup semua umat manusia. “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5: 43-44). Dalam kutipan ini, Yesus memperluas pengertian “saudara”. Saudara tidak hanya teman, tetapi juga mencakup musuh: “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah untuk orang yang mencdci kamu” (Luk 6: 27-28). “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka” (Luk 6: 32).

Solidaritas kelompok (mengasihi orang yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut Yesus. Solidaritas yang dikehendaki oleh Yesus adalah soli­daritas terhadap semua orang tanpa memandang bulu, termasuk juga musuh.