Nama Penulis : Muhammad Rizky Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam ras yang saling berintegrasi secara turun-temurun membentuk variasi berbagai suku bangsa. Perbedaan suku berawal dari migrasinya masyarakat Proto Melayu dan masyarakat Deutro Melayu. Ras Proto Melayu bermigrasi ke Indonesia sekitar 2500 SM. Rumpun ras Proto Melayu (Melayu Tua) berasal dari Asia yaitu daerah Yunan yang terletak di Cina Selatan. Ras Deuto Melayu migrasi ke Indonesia sekitar 1500 SM. Rumpun ras Deutro Melayu (Melayu Muda) berasal dari Asia, daerah Dongson di Vietnam Utara. Ras Proto Melayu saat pertama kali tiba di Indonesia menempati wilayah pantai-pantai seperti di Sulawesi Barat, Kalimantan Barat dan Sumatera Utara. Migrasi bangsa Deutro Melayu mengakibatkan sebagian besar masyarakat Proto Melayu berpindah ke pedalaman dan hidup terisolasi, sehingga peradaban Proto Melayu tidak berkembang. Ras Melayu adalah golongan ras terbesar yang ditemukan di Indonesia, golongan ini dibagi atas ras Melayu Tua (Proto Melayu) dan ras Melayu Muda (Deutro Melayu). Pada ras Proto Melayu yang migrasi pada gelombang pertama terbagi atas beberapa suku yaitu suku Mentawai, Nias dan Batak sedangkan ras Deutro Melayu migrasi pada gelombang ke dua terdiri dari dua suku yaitu suku Minang dan Jawa. Hal ini menyebabkan terjadinya diaspora Melayu yang dilandasi dengan berbagai macam tujuan, seperti harapan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik, mengembangkan kebudayaan adat istiadat, serta berbagai alasan lainnya. Perpindahan dari satu negara ke negara lainnya inilah yang disebut dengan diaspora. Singkatnya, bangsa atau penduduk etnis manapun yang terpaksa atau terdorong untuk meninggalkan tanah air mereka. Berikut berbagai faktor pendorong terjadinya diaspora Melayu. 1. Faktor alam Faktor alam adalah bencana yang diakibatkan dari peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam seperti gempa bumi, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Dalam faktor alam ini sangat mendorong untuk melakukan diaspora di karenakan terjadi bencana pada wilayah mereka dan merasa tempat itu sudah tidak aman ditinggali, sehingga terdorong untuk melakukan diaspora/pindah ke tempat yang lebih aman dari bencana. 2. Faktor kebutuhan hidup yang harus dipenuhi 3. Faktor tradisi/budaya Manfaat diaspora(merantau) di tanah orang akan mengajarkan kita untuk lebih bersyukur karena kita diberi kesempatan untuk mengenal tempat baru, orang-orang baru, pengalaman baru dan menambah pengetahuan tentang dunia luas. Salah satu fenomena yang paling menonjol dalam sejarah diaspora Indonesia adalah diaspora suku bangsa Bugis sejak abad ke-17. Orang-orang-orang bugis membangun koloni-koloni di Kalimantan bagian timur, di Kalimantan bagian tenggara, Pontianak, Semenanjung Melayu, khususnya di berat daya Johor dan di wilayah lainnya. Cukup sekian pembahasan mengenai faktor Diaspora Melayu, informasi ini sangat berguna bagi para pembaca yang ingin mengetahui apa itu faktor pendorong diaspora melayu dan pentingnya diaspora (merantau) bagi orang melayu.
Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
A. Proses Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu ke Indonesia Gambar. Salah satu peninggalan bersejarah yang menjadi saksi keberadaan nenek moyang.Seorang sejarawan asal Belanda yang bernama Van Heine Geldern mengemukakan bahwa sejak 2000 SM (Zaman Neolitikum) sampai dengan 500 SM (Zaman Perunggu) telah terjadi perpindahan penduduk dari daratan Asia menuju daratan sebelah selatan Asia dan Indonesia. Daerah sebelah selatan Asia yang digunakan sebagai tempat tinggal membentang sangat luas yakni mulai dari Pulau Madagaskar (barat) sampai ke Pulau Paskah (Timur) kemudian ke Taiwan (utara) dan Selandia Baru (selatan). Bangsa yang mendiami pulau-pulau di selatan Asia dinamakan sebagai bangsa Austronesia. Austronesia itu sendiri berasal dari dua kata yaitu austro artinya selatan dan nesos yang berarti pulau. Sebagian penduduk yang lain (sekitar 1500 SM) mereka berpindah dari daerah Campa (Vietnam) menuju Kampuchea (Kamboja) yang kemudian melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaka. Pendapat ini mendapat dukungan dari hasil penemuan yang berupa beliung batu yang memiliki bentuk persegi. Di Indonesia, beliung batu ditemukan di daerah Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi bagian selatan. Ini merupakan hasil penemuan yang sama di Asia. Di Asia, beliung batu juga ditemukan di daerah Myanmar, Vietnam, Kamboja, Malaysia dan daerah Cina Selatan (Yunan). Perpindahan penduduk sekitar 500 SM (Zaman Perunggu) diikuti dengan adanya perpindahan budaya masyarakat terutama terkait alat dan benda-benda. Alat dan benda-benda tersebut antara lain genderang (neraka) dan kapak sepatu yang merupakan barang dari daerah Dongson sehingga kita namakan sebagai kebudayaan Dongson. Kebudayaan Dongson dilestarikan oleh penduduk Austronesia yang mendiami pulau-pulau selatan Asia dari Pulau Madagaskar hingga Australia. Nah, disini nenek moyang Indonesia sendiri pindah dari daerah Yunan kemudian menyebar di sekitar Sungai Salween dan Sungai Mekong yang kaya air. Keadaan demografi yang demikian menyebabkan nenek moyang Bangsa Indonesia memiliki kemampuan dalam bercocok tanam, berdagang dan berlayar. Pelayaran nenek moyang Bangsa Indonesia kemudian berlanjut ke perairan nusantara secara berkelompok menggunakan perahu bercadik yang kemudian menetap di pulau-pulau Nusantara. Bangsa Austronesia yang menetap di bumi nusantara ini kemudian dinamakan sebagai Bangsa Melayu. Bangsa melayu secara umum dibedakan menjadi dua golongan yaitu: Bangsa melayu tua (Proto Melayu) merupakan bangsa austronesia yang pertama kali ke nusantara sekitar 1500 SM. Kebudayaan mereka kita sebut sebagai budaya batu yang sudah maju karena alat-alatnya berasal dari batu yang telah dihaluskan. Hal ini berbeda dengan manusia purba yang alat-alatnya masih berupa batu kasar atau belum dihaluskan. Bangsa melayu tua (Proto Melayu) berhasil berlayar dan menetap di bumi nusantara melalui dua jalur yaitu: a) Jalan barat yaitu dari daerah Yunan (Cina Selatan) berpindah melalui Selat Malaka (Malaysia) kemudian masuk ke b) Jalan utara (timur) yaitu dari Yunan (Cina Selatan)berpindah melalui Formosa (Taiwan) kemudian masuk ke Filipina dilanjutkan penyebrangan ke Pulau Sulawesi dan masuk ke Pulau Papua. Mereka biasanya membawa alat yang berupa kapak lonjong. 2. Bangsa Melayu Muda (Deutero Melayu) Bangsa Melayu Muda (Deutero Melayu) merupakan bangsa austronesia yang datang dari Yunan ke nusantara sekitar 500 SM. Mereka berpindah dari Yunan menuju Teluk Tonkin (msih daerah Yunan) kemudian ke Vietnam, lalu melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaka kemudian berlayar ke Pulau Sumatra dan pada akhirnya masuk ke Pulau Jawa. Bangsa melayu muda memiliki kebudayaan yang lebih maju daripada bangsa melayu tua. Hal ini dibuktikan dengan kemampuannya dalam membuat peralatan dan barang-barang yang telah bisa membuatnya dari bahan besi dan perunggu seperti kapak corong, kapak sepatu dan nekara. Selain itu, mereka juga mengembangkan kebudayaan megalitikum seperti dolmen (meja batu), menhir (tugu batu), sarkofagus (keranda mayat), punden berundak-undak dan kubur batu. Yang termasuk keturunan bangsa melayu muda antara lain suku Jawa, suku Melayu dan suku Bugis. B. Keberadaan Bangsa Primitif di Indonesia Sebelum kedatangan bangsa melayu di bumi nusantara, di nusantara sendiri sebenarnya sudah ada yang mendiami yaitu bangsa primitif. Dinamakan sebagai bangsa primitif karena kebudayaan masyarakat pada saat itu masih sangat sederhana. Adapun yang termasuk sebagai bangsa primitif yaitu: 1. Manusia Pleistosin (purba) Kehidupan manusia Pleistosin (purba) masih sangat tergantung dengan situasi alam. Ini diperlihatkan dari cara mereka hidup yang selalu berpindah-pindah. Teknologinya pun masih sangat sederhana. 2. Suku Wedoid Suku Wedoid hidupnya masih sederhana. Mereka hidup dengan mengumpulkan hasil makanan dari alam. Keturunan suku ini masih ada hingga saat ini dan kita bisa melihatnya di suku Sakai di Siak dan suku Kubu di antara perbatasan Jambi dan Palembang. 3. Suku Negroid Suku ini di Indonesia sudah tidak ada, tapi kita bisa menjumpainya di suku Semang (Semenanjung Malaysia) dan suku Negrito (Filipina). Mereka hidup terisolir dan jauh dari perkembangan serta kemajuan jaman. Daftar Pustaka Wardaya.2009.Cakrawala Sejarah.Surakarta:PT. Widya Duta Grafika. |