Menjadi seorang dokter, mungkin merupakan salah satu cita-cita favorit banyak anak-anak. Dulu, ketika ditanya, “sudah besar mau jadi apa?” Pasti jawabannya ingin jadi dokter, agar bisa menyembuhkan orang sakit. Show Begitu sudah beranjak besar dan memutuskan ingin melanjutkan kuliah, dokter menjadi jurusan perkuliahan yang diminati calon mahasiswa. Berprofesi sebagai seorang dokter, membawa stetoskop, mengobati orang yang sakit, dan gajinya yang besar membuat pekerjaan ini banyak diincar. Apalagi keberadaan dokter selalu dibutuhkan, baik di kota-kota besar hingga pelosok daerah. Malahan dokter yang mau ditempatkan di wilayah terpencil, pemerintah Indonesia menjanjikan langsung diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Akan tetapi, karena tugasnya yang berat dan sungguh mulia, menjadi seorang dokter bukan saja hanya soal bekerja. Butuh ketulusan, kesabaran, dan keikhlasan dalam melayani dan merawat orang sakit. Tidak hanya bagi masyarakat kalangan mampu, tapi juga masyarakat miskin yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Kalau kamu mau jadi dokter, berikut beberapa hal yang harus kamu ketahui dan persiapkan, antara lain: Baca Juga: Ini Pekerjaan Tanpa "Ngantor" yang Bikin Kaya 1. Apa alasanmu menjadi seorang dokter?
Menjadi dokter bukanlah sekadar kuliah dan belajar saja, sebab profesi ini membutuhkan sesuatu yang lebih dari kedua hal tersebut. Kamu tidak bisa menjadi dokter hanya karena ingin terlihat keren dan berkelas, atau bahkan hanya karena sekedar ingin memiliki titel saja. Profesi dokter merupakan panggilan jiwa, di mana kamu terpanggil untuk menjadi seseorang yang bermanfaat dan bisa menolong orang lain. Kamu harus memiliki kemauan besar untuk melayani sesama, bahkan dalam kondisi yang buruk sekalipun. Jangan hanya membayangkan rumah sakit besar atau klinik yang nyaman, sebab dokter harus siap untuk mengabdi di mana saja. Lalu, apakah kamu sudah punya alasan yang tepat untuk menekuni profesi yang satu ini? Penting untuk memiliki alasan yang tepat sejak awal, agar kamu tidak hanya sekadar menjadi dokter tanpa tujuan yang jelas. Cobalah untuk bertanya pada diri sendiri tentang hal ini, seperti: apa yang ingin kamu capai dalam hidup ini? Apakah kamu punya kemampuan yang baik untuk menjadi dokter? Apa motivasimu terjun ke profesi ini? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan membuat kamu lebih mudah untuk menjawab, apakah kamu benar-benar ingin menjadi seorang dokter atau tidak. 2. Butuh proses panjang dan biaya besar
Kalau mau jadi dokter, tidak bisa diraih dalam waktu singkat, 3-4 tahun saja untuk kuliah sebagaimana jurusan lain. Kamu harus paham bahwa untuk menjadi seorang dokter, butuh proses yang panjang. Apalagi hingga dokter spesialis. Untuk menyelesaikan pendidikan dokter saja, kamu membutuhkan waktu sekitar 5 tahun. Lulus dan menjadi sarjana kedokteran bukanlah akhir dari perjalanan ini. Kamu masih harus memulai berbagai ujian lainnya, termasuk koass yang bisa memakan waktu sekitar 1,5 tahun. Kemudian beberapa tes lanjutan untuk bisa mendapatkan gelar dokter. Lalu, apakah kamu sudah siap dengan semua proses panjang ini? Proses panjang ini disertai dengan biaya kuliah yang besar. Mungkin saja dua kali lipat dari jurusan biasa. Kebutuhan biaya tersebut diperlukan, termasuk untuk biaya pelatihan yang harus dibayar selama menjalani proses pendidikan. Baca Juga: Contoh Surat Peringatan (SP) dan Aturan yang Benar untuk Karyawan 3. Harus siap mental dan cakap menghadapi situasi darurat
Bekerja sebagai seorang dokter, harus siap ditempatkan di mana saja, termasuk di wilayah pelosok dan terpencil yang jauh dari pusat kota. Melayani masyarakat yang membutuhkan, seperti berkeliling kampung jemput bola untuk memberikan akses kesehatan. Naik perahu kecil menyeberangi sungai dalam keadaan cuaca buruk sekalipun. Sanggup? Seorang dokter harus punya mental sekuat baja. Tangguh menghadapi situasi dan kondisi apapun, termasuk yang paling darurat sekalipun. Sabar melayani masyarakat dengan sepenuh hati. Mengabdi untuk masyarakat. 4. Bertanggung jawab dan memiliki kemampuan yang baik
Seorang dokter akan bertanggung jawab penuh terhadap pasiennya dan ini bukan hal mudah. Sebab kamu akan menghadapi banyak pasien dengan berbagai kondisi berbeda. Kamu harus memiliki kemampuan yang baik untuk menangani semua ini, termasuk mengambil keputusan yang penting dalam kondisi paling sulit sekalipun. Semua ini bukan pekerjaan mudah, apalagi ini menyangkut keselamatan dan nyawa orang lain. Bertekad Jadi Dokter, Tapi Kepentok Biaya? Ini SolusinyaJika sudah bertekad ingin menjadi seorang dokter, tapi terbentur biaya kuliah, kamu dapat mencari beasiswa. Bisa dari pemerintah, lembaga non-profit, serta instansi swasta yang punya program bantuan beasiswa bagi masyarakat kurang mampu, namun berprestasi. Solusi lain, mengajukan kredit pendidikan yang ditawarkan beberapa bank, seperti bank-bank BUMN. Atau kamu bisa mengajukan Kredit Tanpa Agunan (KTA) maupun Kredit Multiguna (KMG) dengan agunan. Tidak perlu takut berutang, kalau itu untuk sesuatu yang produktif. Percayalah kamu akan menjadi seorang dokter yang sukses. Bukan hanya sukses dalam berkarier, tapi juga menjadi kebanggaan dan bermanfaat untuk masyarakat sekitarmu. Baca Juga: Jadi Marketing Andal Gak Gampang Loh, Kamu Harus Bisa Lakukan 10 Hal Ini Hemm… Tulisan-tulisan saya tentang belajar di FK laris manis dikunjungi. Senang? Tentu saja. Tapi yang membuat saya galau adalah ternyata banyak komentar tentang betapa galaunya para pembaca. Bahwa mereka ingin masuk FK, ingin menjadi dokter, tetapi lemah di biologi, ada yang lemah di hitung-hitungan, ada yang lemah di kimia dan fisika. Ada juga yang mengatakan ingin masuk FK tapi tidak ada biaya. Aduh saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Jujur, saya juga mengalami hal yang sama. Saya dulu masuk FK dengan harapan tidak bertemu dengan fisika. Karena saya, demi matahari pagi ini, sangat, amat, tidak paham dengan ilmu yang satu itu. Masa SMA saya lalui dengan bersusah payah untuk dapat nilai fisika yang ‘cukup’ untuk lulus. Dan memang nilai fisika saya di ujian sekolah paling rendah. Hanya dapat 6 (batas lulus 4,5). Ngapain cerita aib sendiri, Dok? Hehe… ini bukan aib. Saya bangga dengan segala proses yang saya jalani. Dan tentu saja agar para pembaca paham betapa mata saya menatap nanar saat mengisi kartu rencana studi untuk semester satu. Fisika Kedokteran. Dua semester. Aawww… Jujur, saya tidak memahami materi dan retensi saya terhadap materi fisika kedokteran ini sangat jelek. Meskipun ternyata di akhir masa pendidikan saya akhirnya mengerti kenapa fisika kedokteran ternyata sangat penting. Saya tidak suka fisika. Saya lemah di fisika. Pun saya lemah di kemampuan menghapal. Lantas apakah saya tidak ingin menjadi dokter?
Apa itu constraint? Menurut pak Rhenald Kasali, constraint berarti keterbatasan, keraguan, menyimpulkan sesuatu yang negatif. Keterbatasan pasti selalu ada. Tapi kita tidak harus tunduk dalam keterbatasan. Lihat Singapura. Negara kecil yang penuh keterbatasan. Tidak punya sumber daya alam. Tapi justru menjadi negara maju. Kenapa? Karena mereka tahu, bahwa dalam keterbatasan itu pasti tersedia celah untuk dilewati dan dimanfaatkan. Ah teori Dok. Emang ada buktinya? Banyak. Saya akan angkat tentang biaya FK. Biaya FK memang mahal. Tapi sejak saya masuk FK pun, selalu ada teman yang hidup keluarganya pas-pasan tapi justru memiliki semangat juang tinggi. Mereka mendaftar beasiswa yang banyak di FK. Mereka jual jajan. Jual fotokopi textbook. Jual jasa kursus untuk anak SD, SMP, SMA. Bahkan ada yang nyambi kerja di katering.
Itu bukan adegan sinetron. Artinya, ketika kita bercita-cita jadi dokter, kita akan berjuang keras. Mencari celah dalam segala keterbatasan kita, untuk bisa bertahan. Begitu juga dengan senior saya itu. Setelah lulus, dua tahun bekerja, beliau bisa berangkat umroh dengan ibundanya. Dan kini dia sudah diterima sebagai PPDS anak. Calon dokter anak. Bagaimana biayanya? Yang penting masuk dulu. Biaya ada Allah dan kita tetap ikhtiar, begitu katanya. Lihat. Maka, jawaban saya ketika ditanya: apakah saya tetap ingin menjadi dokter? Ya. Justru saya semakin menggebu-gebu ingin menjadi dokter. Saya akan atasi masalah fisika kedokteran dan hafalan itu. Tetapi langkah pertama tentu saja: masuk FK dulu. Masuk FK itu susah. Sangat susah. Dibutuhkan pribadi terpilih untuk bisa masuk FK. Maka tugas kita jelas, bagi mereka yang ingin menjadi dokter. Memantaskan diri untuk dapat diterima di fakultas kedokteran. Setelah kita diterima, artinya kita pantas menjadi dokter. Itu keputusan Tuhan. Bukan keputusan kita. Ingat, masuk FK itu susah. Dan kita berhasil masuk. Artinya Tuhan sudah menakar kemampuan kita bahwa kita pasti akan tiba di ujung jalan, sebagai dokter. Kita dianggap mampu menjalani praktik bedah jenazah, kita dianggap bisa melalui berbagai macam kuliah sulit. Itu tantangan langsung dari Tuhan. Diterima atau tidak? Wajib diterima dan jalani. Tapi tentu dengan ikhtiar. Kita jangan takut bermimpi. Mempertimbangkan banyak hal itu sah-sah saja, asal jangan sampai pesimis bahkan kalah sebelum bertarung. Lawan dan hadapi. Saat setelah masuk FK, senjata kita hanya satu, passion. Itulah semangat kita. Bahan bakar kita dalam menjalani hidup di FK. Sesulit apapun masalah kita, kalau kita begitu ingin menjadi dokter, libas semua masalah. Masuk FK itu ibarat masuk ke dalam bus penuh dengan orang. Ada yang berkecukupan. Ada yang pandai. Ada yang senang mengajari temannya. Ada yang lemah hafalan. Ada yang lemah fisika. Tapi karena bersama-sama, solusinya dicari bersama. Entah belajar bersama, atau mengubah cara belajar kita. Yang jelas kita tidak akan pernah sendirian. Kecuali kita sendiri tidak mau bergaul. Maka, bagi para pembaca, yang kini tengah galau, tetapkan hati. Ikhtiar pantaskan diri. Lantas serahkan pada Tuhan. Setelah diterima, baca tulisan-tulisan saya untuk para mahasiswa FK baru di First Thing First. Lalu dobrak dinding keterbatasan kita. Incar jendela yang ada, atau celah sekecil apapun, jadikan kesempatan kita untuk berprestasi. -7.965247 112.649865 |