Cafta merupakan suatu bentuk perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara asean dengan negara

Foto: Bendera Negara Anggota ASEAN, Sumber: Pixabay

Perdagangan internasional secara fundamental berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Misalnya melalui kegiatan ekspor dan impor antar negara yang berkontribusi terhadap pendapatan negara, penyerapan tenaga kerja dan lain sebagainya. Adanya globalisasi juga seolah melunturkan batas-batas antarnegara dan semakin meningkatkan dependensi yang terbentuk. Hal itulah yang kemudian memungkinkan terjadinya kerja sama dalam sektor ekonomi oleh para aktor hubungan internasional. Salah satu contoh dampak dari globalisasi adalah munculnya kekuatan ekonomi regional contohnya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA).

Munculnya ACFTA dapat dikaji lebih lanjut dalam kajian neoliberalisme ekonomi. Dalam pendekatan ini, pemerintah memberikan akses terhadap pasar untuk mengatur mekanisme pasar tersebut. Hal ini memberikan implikasi bahwa peran pemerintah mengalami pelemahan karena pemerintah menerapkan deregulasi dan penghilangan tarif yang kemudian akan memunculkan free trade.

Neoliberalisme dalam hal ini mengindikasikan sistem ekonomi internasional yang bergerak bebas dan independen tanpa kontrol dari pemerintah yang juga meliputi kebebasan sistem untuk menjalankan free trade dan mencari keuntungan dalam jumlah yang sebesar-besarnya.

Atas pemahaman itulah, terbentuknya kerja sama regional di wilayah Asia Tenggara yang dikenal dengan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) menjadi bentuk nyata dari ketersediaan negara-negara untuk saling bersatu demi mewujudkan kepentingan kolektif dan kemaslahatan negara-negara anggotanya. Sebagai bentuk upaya dalam aspek perdagangan sekaligus meningkatkan relasi dagang, ASEAN telah menyepakati free trade dengan Tiongkok yang dibalut dalam suatu kerangka perjanjian ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).

Dapat kita pahami bahwa pendirian perjanjian perdagangan bebas ACFTA akan berdampak pada cepatnya lalu lintas perpindahan barang dan jasa dari suatu negara ke negara lainnya dalam kawasan tersebut. Dalam hal ini, negara-negara dalam lingkup perjanjian ACFTA diharapkan dapat memberikan respons yang efektif mengenai keputusan pemberlakuan atau penghilangan tarif dan menerapkan kebijakan yang saling menguntungkan antar-anggota.

Bentuk kerja sama regional dalam aspek ekonomi seperti ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) ini memiliki beberapa manfaat yang dapat kita lihat. Besarnya populasi dari negara anggota tentu akan memperluas cakupan pasar dan berpotensi untuk membentuk berbagai bentuk kerja sama yang menguntungkan. Hal ini semakin didukung oleh banyaknya sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing negara anggota sehingga dapat memperkaya bentuk barang dan jasa yang diperdagangkan.

Peningkatan investasi yang terjalin antara negara anggota ASEAN dan Tiongkok secara tidak langsung juga akan berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di negara-negara tersebut—terbukanya lapangan pekerjaan baru, peningkatan taraf hidup masyarakat, dan lain-lain.

Dalam perkembangan sejak berlakunya ACFTA, nilai perdagangan negara-negara anggota ASEAN terlihat mengalami peningkatan. Meski sempat terjadi penurunan akibat krisis ekonomi global—sebagai dampak dari sistem perekonomian internasional yang saling berkelindan, ACFTA tetap dapat dikategorikan sebagai perjanjian dagang yang tidak hanya memberikan keuntungan pada salah satu pihak saja.

Meskipun teori neoliberalisme menyebutkan bahwa liberalisasi perdagangan akan memberikan pengaruh yang positif bagi peningkatan sektor ekonomi di negara yang terlibat, tidak dapat dipungkiri bahwa kesenjangan akan tetap muncul di negara-negara yang standar masyarakatnya berbeda. Faktor domestik inilah yang kemudian memunculkan efektivitas dan tingkat keuntungan yang bervariasi bagi negara-negara anggota ACFTA.

Dapat kita pahami bahwa negara berkembang seperti Indonesia masih tetap harus mengupayakan berbagai deregulasi untuk “mengimbangi” tantangan akibat perdagangan bebas dalam skala besar. Bentuk-bentuk penyesuaian seperti menjalin hubungan dagang yang harmonis demi mencegah adanya pengalihan perdagangan dari negara bukan anggota ACFTA, peningkatan efektivitas dalam kegiatan ekspor-impor, serta berupaya untuk tetap mempertahankan perekonomian negara dengan stabil menjadi agenda yang krusial untuk diperhatikan oleh negara berkembang anggota ACFTA.

Dapat disimpulkan bahwa perjanjian ACFTA memberikan dampak positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya karena kesempatan untuk melakukan investasi dan ekspor-impor semakin terbuka lebar. Dengan kata lain, ACFTA membuka peluang besar bagi Tiongkok dan negara anggota ASEAN untuk semakin meningkatkan produktivitas perdagangan di kancah internasional. Perjanjian regional tersebut juga memungkinkan negara anggota untuk saling memudahkan kegiatan ekonomi, baik melalui pengurangan hambatan perdagangan atau kemudahan investasi yang diberikan.

Tetap saja, berbagai tantangan harus dihadapi mengingat perdagangan bebas ini juga memunculkan permasalahan domestik yang layaknya dapat ditangani dengan baik melalui deregulasi dari pemerintah. Kondisi pasar bebas yang mengizinkan aktor-aktor dalam sistem perekonomian—dalam hal ini negara anggota ACFTA—untuk berjalan secara independen tanpa campur tangan yang kompleks dari pemerintah. Dalam kondisi ini, peran pemerintah hanya diperlukan melalui dukungan dan deregulasi yang kooperatif demi memajukan pasar.

Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN–Tiongkok (bahasa Inggris: ASEAN–China Free Trade Area, ACFTA), adalah suatu kawasan perdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN dan Tiongkok. Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4 November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan bebas pada tahun 2010,[1][2] tepatnya 1 Januari 2010.[3][4] Setelah pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA.[5][6]

Cafta merupakan suatu bentuk perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara asean dengan negara
Brunei Darussalam Bandar Seri Begawan 5.765 490.000
19,7 dolar bahasa Melayu
Myanmar Naypyidaw 676.578 50.020.000 26,2 kyat bahasa Burma
Kamboja Phnom Penh 181.035 13.388.910 11,3 riel bahasa Khmer
Indonesia Jakarta 1.904.569 230.130.000 511,8 rupiah bahasa Indonesia
Laos Vientiane 236,800 6.320.000 5,4 kip bahasa Laos
Malaysia Kuala Lumpur 329.847 28.200.000 221,6 ringgit bahasa Melayu (Malaysia)
Filipina Manila 300,000 92.226.600
(2007)
166,9 peso bahasa Filipina, bahasa Inggris
Singapura Singapura 707.1 4,839,400
(2007)
181.9 dolar bahasa Melayu, bahasa Mandarin (Huayu), bahasa Inggris, bahasa Tamil
Thailand Bangkok 513.115 63.389.730
(2003)
273,3 baht Thai
Vietnam Hanoi 331.690 88.069.000 89,8 đồng bahasa Vietnam
Republik Rakyat Tiongkok Beijing 9.640.821 1.338.612.968
(2009)
4.327,4 renminbi bahasa Mandarin (Putonghua)

ASEANSunting

Kesepuluh anggota ASEAN memiliki populasi gabungan 580 juta jiwa dan ekonomi yang melebihi India.[8] Indonesia menyumbang lebih dari 40 persen dari populasi gabungan, dan suara-suara yang menentang dari negara ini banyak disuarakan.[9][10]

Republik Rakyat TiongkokSunting

Usulan pembentukan kawasan ini dicetuskan Tiongkok pada bulan November 2000.[11][12] Pada saat itu Tiongkok memprediksi akan menggeser Amerika Serikat pada posisi mitra dagang utama ketiga ASEAN, setelah Jepang dan Uni Eropa.[13] Pada rentang waktu antara 2003 dan 2008, volume perdagangannya dengan ASEAN tumbuh dari US$59.6miliar menjadi US$192.5miliar.[6] Tiongkok juga diprediksi menjadi negara eksporter dunia terbesar pada tahun 2010.[9]


Lihat pulaSunting

ReferensiSunting

  1. ^ "Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-Operation Between ASEAN and the People's Republic of China". ASEAN. 5 November 2002. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2002-11-07. Diakses tanggal 1 January 2010.
  2. ^ de Castro, Isagani (6 November 2002). "'Big brother' China woos ASEAN". Asia Times Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2002-11-06. Diakses tanggal 1 January 2010.
  3. ^ "China-Asean Trade Deal Begins Today". Jakarta Globe. Bloomberg. 1 January 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-17. Diakses tanggal 1 January 2010.
  4. ^ Chan, Fiona (31 December 2009). "Asean-China FTA to kick off". The Straits Times. Diakses tanggal 1 January 2010.
  5. ^ Walker, Andrew (1 January 2010). "China and Asean free trade deal begins". BBC News. Diakses tanggal 1 January 2010.
  6. ^ a b Gooch, Liz (31 December 2009). "Asia Free-Trade Zone Raises Hopes, and Some Fears About China". The New York Times. Diakses tanggal 1 January 2010.
  7. ^ setara dengan USD 11.4triliun menurut PPP tahun 2008
  8. ^ a b Brown, Kevin (1 January 2010). "Biggest regional trade deal unveiled". Financial Times. Diakses tanggal 1 January 2010.
  9. ^ a b Ten Kate, Daniel (1 January 2010). "Free-trade agreement between China, ASEAN grouping comes into force". The China Post. Bloomberg. Diakses tanggal 1 January 2010.
  10. ^ Coates, Stephen (31 December 2009). "ASEAN-China open free trade area". Agence France-Presse. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-01. Diakses tanggal 1 January 2010.
  11. ^ Richardson, Michael (27 November 2000). "Asian Leaders Cautious on Forging New Regional Partnerships". The New York Times. Diakses tanggal 3 January 2010.
  12. ^ Asmoro, Andry (23 December 2009). "ASEAN-China free trade deal: Let's face the music". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-07. Diakses tanggal 1 January 2010.
  13. ^ Moore, Michael (30 December 2009). "China and South East Asia create huge free trade zone". The Daily Telegraph. Diakses tanggal 1 January 2010.

Pranala luarSunting

Templat:Free Trade Associations of the People's Republic of China

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kawasan_Perdagangan_Bebas_Perbara–Tiongkok&oldid=20933137"

Cryto Perdagangan