— Show
TamanTaman punya kita berdua tak lebar luas, kecil saja satu tak kehilangan lain dalamnya Bagi kau dan aku cukuplah Taman kembangnya tak berpuluh warna Padang rumputnya tak berbanding permadani halus lembut dipijak kaki Bagi kita bukan halangan Karena dalam taman punya berdua kau kembang, aku kumbang aku kumbang, kau kembang kecil, penuh surya taman kita tempat merenggut dari dunia dan ‘nusia — Kemarau DiamKemarau diam di jiwaku. Serangkai bayang-bayang randu tumbang, berisi adzan dengan pilu. Pahamilah bagaimana mataku rabun, jumpalitan, begitu cemburu. Aku susuri ketiakmu, tapi rupanya jalanan makin malam, meski aku telah tinggalkan dirimu. Sepanjang keriuhan kelu, mayatku terpencil. Ingus para pejalan bergayutan di jenggotku Seluruh kesumat dan derita memacu pengetahuanku. Arwahku memanggil namamu, sementara panorama lebur, selangkah demi selangkah memudar, menjelajahi batu. Di dasar pijaran kabut, aku adalah jenazah bagi setiap hasrat dan kesintalanmu. Kegembiraanku mengintip tato kupu-kupu di pusaramu. Malam makin dingin, mendzikirkan diamku. Penampakan-penampakan gaib, samun, mencair hitam bersama salju. Karena bunga-bunga gugur adalah sihir yang menghidupkan bangkai-bangkai, juga sajak-sajakku. Demikianlah dingin meledak bersama shalatku. Pohon-pohon yang rabun dalam gerimis kabur bersama gemuruh. Aku wudhlu matahari meniupkan terompet seribu tahun di hari-hari pagi talkin seratus gerhana menafasiku. Dunia kelak hanya kelam yang mempasakkan gaung-gaung. Halimun menghirup mayat-mayat rumput. Aku kini pelangi. Peneguh riwayat ketelanjangan letusan-letusan peluru. — Hijau Rindang SekolahkuDi sini aku menemukan hidup baru Dalam deraian syukur dalam kalbu Menatap masa depan di dalam rumah keduaku Sekolah tempatku mencari ilmu Angin semilir diterpa kesejukan Membelai tubuhku lembut Kedamaian merasuk dalam hati Di Sini, di Sekolahku Diatas rumput hijau yang mengindahkan pandang mata Dengan sejuknya udara, — PersamaanAlam adalah kuil dimana pilar-pilarnya berjiwa Kadang-kadang menggaungkan gebalau kata-kata; Insane lalu di sana lintas rimba lambing dan tanda, Yang menyuguhinya pandangan bagai seorang saudara. Bagai gema-gema panjang yang berhimpun di kejauhan Dalam suatu pumpunan yang dalam dan gelita, Luas seperti malam dan laksana siang megahnya, Aneka wangi, warna dan bunyi lalu berjaawab-jawaban. Ada bauan ssegar, bagai daging kanak-kanak menghawa. Manis bagai seruling, hijau seperti padang-padang -dan juga si kaya busuk dan serba megah, Yang bagai hal-hal abadi, menyan dan cendana. Bagai ambar dan kesturi di dalam kembang, Yang menyanyikan gairah dari nafsu dan jiwa. — puisi lingkunganPuisi Keindahan Lingkungan – Hamparan MutiaraSepi hening dikeramaian menatap hari tanpa dedaunan tak satupun serpan daun menerawang menutupi diri dalam ketenangan berdiri sepi menatap rembulan ditemani sang kekasih malam hamparan mutiara bersinar terang tanpa bunyi rembulan malam diri runtuh benuh keikhlasan menuntun diir mengharap penerangan wujut nyata tanpa bayangan mensyukuri indahnya angin menitih air dari rembulan melapas angan angan menunggu ke ikhlasan agar datang ketenangan — Aku dan BangauAir danau nan tenang Nyaris beku oleh dinginnya musim Kala bangau menari diatasnya Menari bagi sang kekasihnya Aku berdiri di tepi danau itu Menikmati indahnya salju yang turun Lalu aku berteduh di sebuah paviliun Duduk dan minum teh yang hangat Bangau-bagau itu menari terus Tak jarang bangau itu terbang dan mendarat lagi Sebagian lagi terlihat cemas dan khawatir Seperti ada sesuatu akan terjadi Aku berpikir sejenak sambil memandang mereka Apakah mereka bangau yang kebal udara dingin Rasanya aku ingin berbagi tehku pada mereka Tapi mereka hanya terus menari — HujanHujan turun deras menjelang bulan sebelas Rerumputannya kembali tumbuh hijau Yang dulu meranggas dimusim kemerau Kali kecil naik sampai pinggang Bau tanah basah menguap dari kebun belakang Suasana hati sejuk riang wajah – wajah pulas tak berkerut seakan hilang semua kemelut seakan hidup tanpa maut — Nostalgia Negeri Sampahaku tak lagi heran nusantara ini dipenuhi lautan sampah disana-sini sering aku memandanginya kotoran-kotoran manusia yang sejak lama telah ada untunglah, masih masih ada mereka mereka sudi memilih dan memilah kotoran-kotoran itu biarkan saja… isi perut mereka adalah hasil jerih payahnya — puisi lingkunganPuisi Lingkungan – Alamku BerbicaraPertiwi kini berduka, Pertiwi kini berteriak, Memangil, mencari, Dimana manusia berada??? Pertiwi berkata Masih adakah manusia yang akan melayaniku??? Kutumpahkan lahar di Jogja, Kuberi air bah untuk Mentawai, Kudatangkan banjir untuk Wasior, Dab kubuat Jakarta tenggelam, Hutanku, kekayaanku, Telah kau rampas dengan paksa, Kau curi seluruh isi perutku… Aku hanya ingin kau lindungi agar ku dapat bertahan, Dan dapat memberikan nafas kehidupan untuk mu manusia Lindungi aku, dan jangan rampas hak milikku Aku menangis karena kau sakiti, Dan kau menangis setelah aku tumpahkan isi perutku — Puisi Bencana Alam – Tanah LongsorSuara gemuruh menderu-deru Ku pikir itu kendaraan yang berlalu Namun orang-orang mulai berteriak pilu Kulihat tanah melaju, menuruni bukit-bukit biru Ia menerjang apapun, menimbun semuanya seakan tak mau tahu Ia menimbun semuanya, menjadi serpihan debu — Rinduku pada hutanRinduku pada Hutan Menghirup udaranya Memandang Rimbunya Hijau Daunnya Sepinya Rinduku pada hutan Menginjak rumputnya Embunnya Rinduku pada hutan Mendengar kicau burungnya Teriakan sang kera Auman harimau Kegesitan kijang Atau ular yang melata Rinduku pada hutan Rindunya kehidupan — Membaca Tanda-tandaAda sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan dan Meluncur lewat sela-sela jari kita Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas Tapi, kini kita telah mulai merindukanya Kita saksikan udara abu-abu warnanya Kita saksikan air danau yang semakin surut tampaknya Burug-burung kecil tak lagi berkicau di pagi hari Hutan kehilangan ranting Ranting kehilangan daun Daun kehilangan dahan Dahan kehilangan hutan Kita saksikan gunung memompa abu Abu membawa batu Batu membawa lindu Lindu membawa longsor Longsor membawa banjir Banjir membawa air Air mata Kita telah saksikan seribu tanda-tanda Bisakah kita membaca tanda-tanda — puisi lingkunganAlam DesakuKulihat sawah membentang warna hijau bagai permata alam kucoba telusuri jalan akankah tetap begitu Kuingin tetap begini terlihat apa adanya kuingin tetap begitu terlihat kenyataanya Mentari mulai tenggelam dan..akupun teteap disini menikmati alam yang ada anugerah dari yang kuasa Oh..alam desaku …aman dan damai Oh…. alam desaku ….lestarikanlah — Puisi Lingkungan – Lembayung JinggaLembayung jingga masih setia diatas bukit yang sama beranjak perlahan melepas senja menunggu sesaat sambut kejora Sedikt engkau terlihat resah saat pekat hendak menjelma seakan kau terluka saksikan kiprah para manusia Raut wajahmu tak seindah dulu selalu ceria dan tak pernah sendu kini kau simpan dendam menggebu pada kami yang merasa tak tahu Kau tatap kami dengan sinarmu yang tajam bagai ceria yang siap menghujam tanpa merasa ada batas yang menghadang karena kami yang selalu jauh pada Sang Khalam — Berita AlamHalilintar menggelegar, daun-daun berguguran Langit biru menghilang Burung terbang tinggalkan sarang Rintik hujan berjatuhan, payung-payung dikenakan Pohon tumbang tercabut dari akarnya Awan hitam semakin mengembang Kulangkahkan kakiku menuju cakrawala Gapai harapan mimpi indah Kupetik senar gitarku nyanyikan lagu tra la la Merah putih sudah kusam warnanya Burung garuda entah terbang kemana Pancasila tak lagi bermakna Indonesiaku tertutup wajahnya Badai datanglah hentak kegersangan Hujan air turunlah sirami kekeringan Mentari terbitlah ubah kesuraman alam ini Nergri ini…. — Puisi Keindahan Alam – Di Tepi LautDiujung musim yang bertiup angin bagai denguas gurun pasir cahaya melompat dalam lautan salju diseretnya langkah dimalam itu dalam putih waktu kutawarkan pada-Mu jenuh semesta ini kupenuhi isi dihidupmu nasib dunia bentangkan kedua tangan mu pohon-pohon kering di tepi laut padang pasir menyanyi dalam gaib malam kepada seluruh dunia yang menelankan dipucuk pantai kuburlah hidup tanpa kesadaran — puisi lingkunganKicau BurungKicau burung yang menyusup lewat sela daun mangga bersama hangatnya mentari pagi adalah sebuah misteri pada siapa rindu kubagi Kicau burung yang menggetarkan ibaku daun terbang entah kemana adalah sebuah duka yang tertinggal dari kibasan sayap lukanya — Aku bersyukurTuhan mengijinkanku untuk dapat belajar Di sekolah yang indah permai Dengan pohon berjejer rapi di depan Aku berterima kasih Untuk orang tua yang menyayingku Hingga aku dapat menimba ilmu Di rumah pengetahuan yang terbentang Di sekolah ini Kedamaian selalu kurasakan Tenang menghanyutkan rasa Dalam kedamaian yang merasuk jiwa — SawahKau bangun di awal hari, sebelum muncul mentari pagi, sebelum kokok ayam jantan pertama berbunyi Kau mempersiapkan segalanya, untuk pekerjaanmu pagi ini Cangkul di tangan kanan, rantang nasi di kiri Kau pergi menemui dewi sri Ia menari-nari menyambut belaian angin Kau terpukau oleh hamparan permadani, hijau berseri-seri Lalu kau berbisik sendiri, ‘elok nian kau dewi’ Tanpa sadar petak-petakmu berkurang, hamparan sawahmu mulai menghilang Berganti gedung gilang-gemilang Kau berang, orang-orang berang, semua menjadi berang Impianmu ikut terbang — Puisi Lingkungan – BiruDi batas biru lazuardi kepak pun lelah tembus mega hanya getar menggelepar sebentar lalu luluh luka di balik sayap masih sayat tapi darah bukan batas lihat tak ada merah di cakrawala hanya biru kepak… kepakkan sayapmu raja langit hentak bumi dan terjang angkasa Terbang… Terbanglah lagi elang tak ada batas di langitmu hanya biru dan biru — puisi lingkunganIndahnya Potongan SurgaIndonesia, negeriku tercinta Berjuta warna dalam satu negara Di tanah air tumpah darah bangsa Kita hidup di atas potongan surga terhampar dari sabang hingga merauke berjejer pulau pulau indah dengan pantai dengan permadani hamparan pasir Biru langitku, biru lautku Gunung gunung megah tampak berdiri dengan gagah Perkasa berhiaskan pohon – pohon hijau Disana ada mutiara hidup para penghuninya Tempat dimana mereka menikmati kedamaian Indahnya negeriku Menjelajah kepulauan yang luas Dibawah langit tuhan Dibawah selaksa awan yang beriringan Indonesia, alam dari surga Secuil keindah surgawi yang hinggap di negeri kita — Namaku AlamPerkenalkan, namaku adalah alam Aku adalah tempat tinggal bagi flora dan fauna Dimana bagi hewan-hewan aku adalah rumah mereka Tempat mereka bertumbuh Berkembang biak, dan mencari makan Melakukan semua aktivitas kehidupan alam Bukan hanya hewan Tumbuhan pun merasakan hal yang sama Bagiku, tumbuhan adalah perhiasanku Dan hewan, adalah peliharaanku Aku juga slalu memberi kesejukan bagi penduduk bumi Aku memberikan oksigen bagi manusia Aku juga memberikan sumber daya bagi mereka Memberikan mereka energi, kekuatan, perhiasan Dan segalanya yang mereka butuhkan Semua itu adalah pada saat bumi masih dalam keadaan stabil Ketika bumi tidak dipenuhi orang orang serakah Menggunakan sumber dayaku sesuai kebuhannya saja Tapi kini Manusia hanya memikirkan kepentingannya sendiri Mereka tak pernah memikirkan aku Mereka slalu ingin lebih atas apa yg telah diberi oleh – Nya Ketamakan, kerakusan, pemborosan Telah membawaku kepada kerusakan Lihat apa yang telah mereka perbuat padaku Setelah apa yang aku berikan pada mereka Mereka membalasnya dengan merusakku Menebang pohon pohonku Memberikan polusi padaku Memburu hewan hewanku Dan merusak ozonku Dengan zat zat yang dulu tak pernah ada di bumi ini Sungguh perih hati ini rasanya Apakah tak ada kesadaran sedikit pun dihati mereka? Apakah tak ada rasa iba mereka atas rusaknya diriku? Sungguh, sungguh, dan sungguh sangat miris hati ini — puisi lingkunganPuisi Lingkungan – Bumi PertiwiBumi ini…. Dialah yang memberikan tempat hidup Dialah yang memberikan kenyamanan Dialah yang mencukupkan segala kebutuhan Manusia hidup berbaur didalamnya Diliputi hati yang saling berselisih Berjalan dengan angkuh diatas tanah pertiwi Manusia tidak mencintai tanah ini Tanah dengan air yang murni Merusak alam atas nama pembangunan Menggusur alam atas nama pengembangan Padahal manusia hanya menumpang Tidak berhak mengotori dan menodai Dia sudah memberikan udara, air, dan angin Tapi manusia masih saja menjerit Seakan-akan pemberian itu berarti Mengambil semua dengan serakah Kilauan tambang butakan mata Harapan jahat terus dipahat Udara kematian berkumpul pekat Asap hitam pekat bergerak bebas tak terikat Sesakkan dada matikan jiwa Lautan berubah coklat kehitaman Tercemar limbah kemanusiaan Kematian pun datang dengan tergesa-gesa Tanah ini murni sejak jaman dahulu kala Dipenuhi dengan kehidupan dalam balutan mahkota Sekarang menjadi gersang dan berkehidupan Para merpati lari selamatkan diri Tergerus oleh keserakahan Terusir oleh keegoisan Terbang bebas tak tentu arah Bumi pertiwi memberikan segalanya Manusia campakkan itu semua Lingkungan perlahan mulai pudar Terganti oleh nafsu egois tanpa sadar Demikianlah kumpulan puisi lingkungan hidup terbaik yang bisa dibagikan pada postingan kali ini. Semoga kumpulan puisi yang dibagikan ini bisa memberikan manfaat dan inspirasi untuk kita semua untuk terus menjaga dan melestarikan lingkungan di sekitar kita. |