Berikut ini adalah beberapa teladan yang dapat diambil dari Kyai Ahmad Dahlan kecuali

KH Ahmad Dahlan diakui sebagai pelopor modernisme pendidikan Islam di Indonesia.

Daan Yahya/Republika

KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah

Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Siapa yang tidak tahu KH Ahmad Dahlan, tokoh besar Muslim Indonesia yang bersama istrinya, Nyai Ahmad Dahlan, ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Kiai Dahlan di Kauman Yogyakarta tahun 1285 H atau 1868 M, dan wafat pada 1340 H bertepatan dengan 1923 M.Kiai Dahlan yang memiliki nama kecil “Muhammad Darwis” mendalami ilmu agama di Makkah. Ia merasa terpanggil untuk mengatasi kemunduran dan keterbelakangan umat Islam di Tanah Air. Dalam kiprah perjuangannya sepanjang hayat Kiai Dahlan diakui sebagai pelopor modernisme pendidikan Islam di Indonesia.Sepulang dari Makkah, Kiai Dahlan diangkat menjadi Khatib Amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Tetapi ia merasa terpanggil dan bertanggungjawab untuk membangunkan, menggerakkan, dan memajukan umat. Ia pun sadar bahwa cita-cita pembaharuan tidak mungkin dilaksanakan seorang diri.

Karena itu, Kiai Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah di Yogyakarta. Organisasi modernis Islam tertua dan terbesar itu didirikan pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912.

Baca Juga: Tak Tergoda Politik Praktis, Muhammadiyah Tuai Pujian Sedikitnya tiga faktor yang mendorong lahirnya Muhammadiyah, sebagaimana dikemukakan Prof Dr Hamka yaitu: Pertama, keterbelakangan dan kebodohan umat Islam Indonesia di hampir semua bidang kehidupan. Kedua, kemiskinan yang diderita umat Islam. Ketiga, kondisi pendidikan Islam yang tradisional dan terbelakang di masa itu.Sang pencerah Kiai Dahlan menginginkan umat Islam Indonesia mengamalkan dan menggerakkan agama dengan berorganisasi. Sosok yang gigih, penuh teladan dan kaya dengan inspirasi itu dikenang sebagai “reformer Islam di Indonesia” yang namanya harum dari awal sampai akhir.

Dalam buku Muhammadiyah dan Kebangunan Islam di Indonesia, Solichin Salam (1965) mengungkapkan Muhammadiyah mulai melangkah tidak dengan banyak bicara, akan tetapi terlebih dahulu berbuat dan beramal. Gerakan Muhammadiyah didirikan atas kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap hari depan agama, bangsa dan tanah air. Salah satu pernyataan Kiai Dahlan yang patut direnungkan, “Tidak mungkin Islam lenyap dari seluruh dunia, tapi tidak mustahil Islam hapus dari bumi Indonesia. Siapakah yang bertanggung jawab?”

Muhammadiyah mencita-citakan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dalam dokumen otentik Anggaran Dasarnya tercantum tujuan awal Muhammadiyah, yaitu: “Menggembirakan dan memajukan pelajaran dan pengajaran Islam serta memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan agama Islam”.

Karena itu, dalam bidang keagamaan Muhammadiyah berupaya mengembalikan kemurnian ajaran Islam berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi, serta memberantas perbuatan syirik dan bid’ah, menentang kultus individu maupun pemujaan terhadap roh dan benda-benda keramat.

Organisasi Muhammadiyah mencanangkan permulaan puasa dan Hari Raya dengan perhitungan hisab, memelopori pelaksanaan shalat Idul Fitri dan Idul Adha di lapangan sesuai contoh dari Nabi, mengorganisir pengumpulan zakat dan qurban setiap tahun, penerbitan buku dan majalah Suara Muhammadiyah, dan lain-lain. Muhammadiyah mengibarkan panjí-panji dakwah dengan kebijaksanaan dan kebaikan, dan bukan dengan kekerasan dan menjelekkan kelompok lain.

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan Kiai Dahlan dan murid-muridnya dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping melalui relasi dagang yang dimilikinya. Ulama-ulama dari berbagai daerah berdatangan untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah sehingga organisasi ini berkembang hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kiai Ahmad Dahlan menjelaskan maksud mendirikan Muhammadiyah ialah hendak menyusun tenaga kaum muslimin untuk melaksanakan perintah agama Islam.

Baca Juga: Ketum Muhammadiyah Ciptakan Lagu Bareng Erros Sheila on 7

Di bidang pendidikan Muhammadiyah memelopori modernisasi pendidikan Islam, memperjuangkan pelajaran agama Islam diajarkan di sekolah-sekolah umum negeri maupun swasta, serta mendirikan lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Dewasa ini, Muhammadiyah punya ribuan sekolah dan ratusan Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia.

Sementara di bidang kemasyarakatan Muhammadiyah memelopori pendirian Rumah Sakit sejak 1923, mengadakan Balai Kesehatan Ibu dan Anak, membangun Panti Asuhan. Lembaga otonom di lingkungan Muhammadiyah terus berkembang hingga kini, seperti Lembaga Amil Zakat, lembaga wakaf, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), dan lain-lain.

Berikut ini adalah beberapa teladan yang dapat diambil dari Kyai Ahmad Dahlan kecuali

Sebagian umat Islam di negeri ini terlihat kehilangan arah dan tujuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di tengah kondisi seperti ini, mengulik sejarah ulama dalam bingkai keindonesiaan menjadi sesuatu yang penting untuk dijalankan. Selain menguatkan rasa nasionalisme—yang sering dikontradiksikan dengan semangat keagamaan, juga bisa menjadi bahan rujukan atau teladan bagi umat saat ini dalam mengarungi kehidupan di dunia ini dan menyeimbangkan aspek keagamaan dengan kebangsaan.

Dalam bingkai itu, penulis akan mengulik sepak terjang KH. Ahmad Dahlan guna mengungkap keteladanan dari beliau sebagai ulama sekaligus negarawan sejati. Sosok KH Ahmad Dahlan sangat melekat erat dalam kisah perjalanan Indonesia. Jasa pria yang mendirikan ormas Muhammadiyah itu sungguh luar biasa. Tidak hanya itu, beliau juga memberikan teladan yang ulung dan lurus berkaitan dengan bagaimana memadukan dan mensinergikan keislaman dan kebangsaan sehingga melahirkan sesuatu yang konkret bagi nusa, agama dan negara.

Muhammadiyah yang kini terus berkhidmat untuk memajukan negeri dan mencerdaskan kehidupan bangsa adalah diantara bukti nyata bahwa KH. Ahmad Dahlan bukan saja sosok yang Islamis, melainkan juga memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi. Keberhasilan dan konsistensi pendiri Muhammadiyah untuk memajukan peradaban bangsa dapat dirasakan secara mutlak, dan ini semakin kuat setelah mendapatkan legitimasi dari pemerintah, yang secara jelas dituangkan dalam Keputusan Presiden sebagai Pahlawan Nasional.

Pria kelahiran Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868 itu masih dan akan terus menjadi referensi dan teladan bagi generasi muda saat ini dalam membangun bangsa Indonesia. Jika kita pelajari dengan seksama terhadap sepak terjang Kyai Ahmad Dahlan, maka kita akan dapati keteladanan yang luar biasa, yakni menjadi pionir lahirnya pendidikan Islam dan pendidikan itu bertujuan untuk memajukan umat Islam dan negara kesatuan republik Indonesia secara keseluruhan. Kita dapat melihat dalam diri KH. Ahmad Dahlan yang menyeimbangkan dan mensinergikan ajaran Islam untuk membangun bangsa dan negara.

Teladan di Bidang Keagamaan

Keharuman nama KH. Ahmad Dahlan dalam sejarah Indonesia dimulai ketika beliau mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, yang kala itu fokus bergerak di bidang keagamaan khususnya ranah kesejahteraan sosial dan pendidikan (Noer, 1996: 86). Karena beliau sering bersinggungan dengan masyarakat Muslim kota, maka model pendidikan Muhammadiyah pun lebih modern, terbuka terhadap informasi dari dunia ‘luar’.

KH. Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah hendak mewujudkan obsesinya, yakni agar orang Islam memiliki wawasan yang luas. Bahkan, beliau tidak menghendaki umat Islam terpaku pada buku-buku atau literatur dari orang Islam itu sendiri, melainkan juga harus ide-ide orang lain. Bagi Ahmad Dahlan, untuk mencari kebenaran, orang tidak boleh merasa benar sendiri. Sehingga, orang harus membuka diri, berdialog dan berdiskusi dengan semua pihak, walaupun dengan orang yang berbeda keyakinan sekalipun (Mulkan, 2010: 11).

Selain itu, jika ditinjau dari setting sosial kala itu, munculnya pendidikan modern yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan karena kebijakan politik Belanda dan sistem pendidikan yang berkembang saat itu sama sekali tidak menguntungkan bagi upaya kebangkitan Islam dan pembebasan belenggu pemerintah Hindia Belanda. Oleh sebab itu, sekali lagi, muncul-lah modernisasi pendidikan Islam, salah satunya dengan cara memadukan pendidikan umum dengan pendidikan agama.

Langkah KH. Ahmad Dahlam dalam memodernkan pendidikan Islam membuahkan hasil. Bahkan hingga sampai detik ini, Muhammadiyah konsisten dalam membangun pendidikan di negeri ini dan tentunya juga kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. Karena itu pula, Muhammadiyah menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjalanan bangsa ini. Inilah teladan keagamaan yang harus dipelajari dan diteruskan oleh generasi saat ini dan yang akan datang.

Teladan Kebangsaan

Mengingat Muhammadiyah didirikan untuk mensejahterakan umat, sejak awal Muhammadiyah ‘menjaga diri’ untuk tidak terlibat dalam hiruk-pikuk politik praktis. Sekalipun demikian, ia tidak anti politik. Sekalipun demikian, beliau tidak—secara pribadi—tidak menarik diri dari perjuangan di dunia politik. Keterlibatannya menjadi anggota Budi Oetomo sejak tahun 1909, berkhidmat di Jam’iyat al-Khair pada 1910 dan menjadi salah satu pentolan Serekat Islam (SI) adalah bukti bahwa beliau bukan sekedar ulama, melainkan juga seorang politisi ulung yang memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi dan tidak bisa diragukan lagi.

KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari adalah dua sosok yang berbeda namun memiliki banyak kesamaan. Diantara kesamaannya adalah, usaha-usaha kedua ulama itu dalam bidang pendidikan diarahkan pada tujuan yang sama, yakni mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Pendidikan mereka jadikan sebagai ‘kendaraan’ untuk mencapai kemerdekaan dengan cara meningkatkan kesadaran dan pengetahuan. Mereka juga memiliki cita-cita dan harapan besar, yakni dengan pendidikan, bangsa Indonesia mampu hidup mandiri dan bermartabat.

Persoalan nasionalisme dan komitmen menjaga NKRI, terutama oleh para ulama sangat relevan dikaitkan dengan ide atau gagasan KH. Ahmad Dahlan. Terlebih di saat narasi dari oknum tertentu yang ingin membenturkan ulama dengan TNI atau negara.

KH. Ahmad Dahlan telah meletakkan pondasi nasionalisme melalui cara yang elegan, diantaranya memasukkan pendidikan-pendidikan agama pada sekolah-sekolah umum serta memasukkan pendidikan umum ke sekolah-sekolah agama dengan tanpa ada sekat; apakah ia santri atau abangan. Dengan model pendidikan seperti ini, generasi bangsa menjadi bersatu dan memiliki komitmen kebangsaan yang sama.

Bahkan, nasionalisme KH. Ahmad Dahlan tentang pentingnya kemerdekaan Indonesia, menghantarkan pada sikap dan keputusannya yang brilian, yakni mempersilahkan para anggota Muhammadiyah yang mendukung pada kemerdekaan Indonesia dapat menyalurkan aspirasinya lewat SI tanpa mengorbankan Muhammadiyah yang tetap pada jalur sosial dan pendidikan. Inilah teladan yang luar biasa dari sosok KH. Ahmad Dahlan yang dapat dijadikan sebagai panutan dalam membangun bangsa dan agama tanpa harus menegasikan salah satu diantara keduanya. Azizatun Ni’mah dalam kajiannya menyimpulkan bahwa kepahlawan KH. Ahmad Dahlan bukan dalam sosok prajurit yang memanggul senjata dan gugur dalam medan perang, tetapi dalam sosok ulama otentik: ia mengabdikan dirinya kepada kepentingan dan kemaslahatan pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan dalam wawasan kebangsaan yang kental dan integral.