Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Suasana saat gunungan diarak (Muchus Budi R./detikFoto)

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Gunungan berupa hasil bumi yang disiapkan (Muchus Budi R./detikFoto)

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

iSuasana yang ramai saat merebutkan gunungan (Muchus Budi R./detikFoto)

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Seorang abdi dalem yang menyiapkan sesaji (Muchus Budi R./detikFoto)

BERITA TERKAIT

BACA JUGA

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Kompas.com - 20/Oct/2019 , 13:18 WIB

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

KOMPAS.com - Pernahkah Anda mendengar mengenai tradisi grebeg di Yogyakarta atau bahkan mengalami keriaannya saat kebetulan berada di kota yang dikenal dengan Negeri Para Sultan tersebut? 

Tradisi yang biasanya diadakan bertepatan dengan Hari Besar Agama Islam itu digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dan masih dilakukan sampai saat ini. Tujuan awalnya adalah menyebarkan ajaran Islam.

Baca juga: Sejumlah Tradisi Lebaran Ketupat dari Berbagai Daerah di Indonesia

Tradisi grebeg identik dengan keberadaan gunungan yang dijadikan simbol kemakmuran Keraton Yogyakarta. Gunungan adalah makanan dalam jumlah besar dari berbagai hasil bumi yang nantinya dibagikan kepada masyarakat.

Dalam satu tahun, upacara grebeg diadakan tiga kali berdasarkan momen penanggalan Islam. Berikut ini tiga macam upacara grebeg tersebut.

Grebeg Syawal

Tradisi yang ada di Yogyakarta memang tak pernah lepas dari pengaruh Islam. Seperti Grebeg Syawal yang diadakan untuk menghormati bulan puasa, Hari Raya Idul Fitri, dan malam Lailatur Qadar.

Pada grebeg pada Bulan Syawal, keraton mengeluarkan gunungan yang paling besar, yaitu gunungan kakung. Bentuknya menyerupai gunung sesungguhnya.

Adapun kerangkanya terbuat dari bambu berbentuk kerucut, dan seluruh sisinya dihiasi makanan yang disusun secara bertingkat.

Baca juga: 12 Tradisi Jelang Ramadhan di Indonesia, Padusan sampai Nyadran

Grebeg Maulud

Tradisi Grebeg Maulud diadakan setiap tanggal 12 pada Bulan Maulud (Rabiulawal) yang merupakan upacara untuk memeperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sekaten atau acara pasar malam yang terkenal itu adalah salah satu rangkaian acaranya.

Grebeg Maulud dilanjutkan dengan dibunyikannya dua perangkat gamelan sekaten milik Keraton selama 7 hari. Acara puncaknya adalah pembacaan Risalah Maulid Nabi Muhammad SAW oleh Pengulu Keraton.

Grebeg Besar

Grebeg besar diadakan pada Hari Raya Idul Adha di Bulan Dzulhijjah sebagai penghormatan kepada bulan besar Dzulhijjah.

Gunungan yang dibagikan ke masyarakat pun berupa gunungan khusus.

Pada akhir acara, grebeg yang diambil oleh masyarakat bukan sekadar makanan biasa. Masyarakat setempat mempercayainya sebagai cara mencari berkah dari Sultan.

Baca juga: 10 Tradisi Jelang Tahun Baru Imlek, Ada Bersih-bersih Rumah

Bagian gunungan yang berhasil masyarakat raih nantinya akan disimpan di rumah. Ingat, gunungan tidak untuk dimakan.

Jelajahi kekayaan budaya di Indonesia lewat destinasi yang lainnya. Cari informasinya lewat Pesona Indonesia. 

KOMENTAR

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Lihat Keajaiban Lainnya

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

Berikut daftar kota yang sering mengadakan Sekaten dan Grebeg Maulud

admin, 19 February 2019 Grebeg Sekaten

JOGJA WELCOMES YOU - Lautan manusia memadati Alun-alun Utara hingga pintu gerbang Masjid Gedhe untuk mengikuti prosesi Grebeg Maulud dengan membawa Gunungan sebagai puncak acara Sekaten yang telah berlangsung selama satu bulan. Tumpah ruah mejadi satu dengan berbagai kepentingan untuk menikmati Grebeg Sekaten ini.

Tentang Grebeg Sekaten

Grebeg adalah prosesi adat sebagai simbol sedekah dari pihak Kraton Yogyakarta kepada masyarakat berupa gunungan. Kraton Yogyakarta dan Surakarta setiap tahunnya selalu mengadakan upacara grebeng sebanyak tiga kali pada hari besar Islam, yaitu Grebeg Syawal pada Hari Raya Idul Fitri, Grebeg Besar bertepatan pada Hari Raya Idul Adha dan Grebeg Maulud yang lebih populer Grebeg Sekaten pada peringatan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW.

Kata grebeg berasal dari kata gumrebeg yang memiliki filosofi sifat riuh, ribut dan ramai. Tidak ketinggalan pula kata gunungan memiliki filosofi dan simbol dari kemakmuran yang kemudian dibagikan kepada rakyat. Gunungan di sini adalah representasi dari hasil bumi (sayur dan buah) serta jajanan (rengginang).

Pada Grebeg Sekaten, gunungan yang dijadikan simbol kemakmuran ini mewakili keberadaan manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Gunungan yang digunakan bernama Gunungan Jaler (pria), Gunungan Estri (perempuan), serta Gepak dan Pawuhan. Gunungan ini dibawa oleh para abdi dalem yang menggunakan pakaian dan peci berwarna merah marun dan berkain batik biru tua bermotif lingkaran putih dengan gambar bunga di tengah lingkarannya. Semua abdi dalem ini tanpa menggunakan alas kaki alias nyeker.

Prosesi Kirab Gunungan dimulai dari Kori Kamandungan sebagai titik awal kirab Grebeg untuk dibawa menuju halaman depan Masjid Gedhe. Tembakan salvo menjadi tanda dimulainya kirab. Dari Kamandungan, gunungan dibawa melintasi Sitihinggil lalu menuju Pagelaran di alun-alun utara untuk diletakkan di halaman Masjid Gedhe dengan melewati pintu regol.

Prajurit Wirobrojo yang dikenal dengan prajurit lombok abang ?karena pakaiannya yang khas berwarna merah-merah dan bertopi Kudhup Turi berbentuk seperti lombok? mempunyai tugas sebagai cucuking laku alias pasukan garda terdepan di setiap perhelatan upacara kraton. Sebelum memasuki acara puncak rebutan gunungan serah terima pengawalan gunungan dilakukan, dari prajurit Wirobrojo ke prajurit Bugis yang berseragam hitam-hitam dengan topi khas pesulap serta ke prajurit Surakara yang berpakaian putih-putih. Setelah gunungan diserahkan kepada penghulu Masjid Gede untuk didoakan oleh penghulu tersebut, gunungan pun dibagikan.

Selesai doa diucapkan, gunungan pun sontak direbut oleh masyarakat yang datang dari seluruh penjuru Jogja. Memang ada kepercayaan dari masyarakat bahwa barangsiapa yang mendapat bagian apa pun dari gunungan tersebut, dia akan mendapat berkah. Kegiatan ngrayah atau berebut mengambarkan sebuah filosofi bahwa manusia dalam kehidupannya untuk mencapai tujuan harus berani melakukan persaingan dan permasalahan hidup harus dihadapai bukan untuk dihindari.

Selain prosesi ngrayah terdapat pula ciri khas dari Grebeg Sekaten ini, yaitu telur merah yang akrab disebut ndog abang yang ditusuk dengan bambu dan dihiasi kertas sebagai bunga-bunga untuk mempercantiknya. Saya sempat bertanya arti filosofi telur merah kepada ibu penjual tersebut. Menurut Ibu Wagirah, telur adalah bentuk permulaan kehidupan, sedangkan bambu yang menusuk telur tersebut perlambang bahwa semua kehidupan di bumi ini memiliki poros yaitu Gusti Alloh. Warna merah artinya keberuntungan, rejeki, berkah dan keberanian.

Sumber : visitingjogja.com