Metode pembuatan roti Show Roti bukan lagi menjadi makanan yang asing bagi kita. Makanan tertua di Eropa ini sering dipilih sebagai santapan kita di pagi hari atau sekedar penganan untuk mengisi perut. Teksturnya yang lembut dan rasanya yang bervariasi membuat roti menjadi makanan favorit semua orang. Pernahkah Anda penasaran dengan metode pembuatan roti? Hampir semua orang menyukai roti, tapi sedikit yang mengetahui cara pembuatannya. Itu wajar, karena tidak semua orang memiliki keinginan untuk mencoba membuat roti. Tak ada salahnya menyelami pengetahuan mengenai metode pembuatan roti, kan? Metode Pembuatan Roti yang Lazim DigunakanBahan pokok yang digunakan dalam pembuatan roti adalah tepung, air, gula, garam dan ragi. Metode pembuatan roti memang sangat bervariasi, hanya saja kita tetap memerlukan kelima bahan tersebut. Ada pula bahan tambahan yang bisa digunakan tergantung jenis rotinya, seperti mentega dan telur. Dari tepung menjadi makanan, roti juga memerlukan empat langkah utama, yaitu pencampuran, fermentasi, pemanggangan, dan pendinginan. Setelah mengetahui bahan dan langkah yang harus dilakukan, kita bisa memulai metode pembuatan roti seperti di bawah ini. 1. Metode Straight DoughStraight dough method lazim digunakan dalam pembuatan roti. Selain keempat bahan utama tadi, kita juga membutuhkan mentega dalam metode ini. Semua bahan kemudian dicampur dan diolah menjadi adonan, kemudian difermentasikan selama 2-3 jam. Saat proses fermentasi mencapai 80%, adonan dibuat kempis, dan dilanjutkan lagi proses fermentasinya. Setelahnya, adonan roti bisa dibentuk lalu mulai dipanggang. Waktu fermentasi bahannya bervariasi, tergantung dengan tingkat kekuatan tepung yang digunakan. Untuk menghindari kegagalan, lebih baik kita mengatur suhu adonan roti tersebut agar kualitasnya tetap terjaga. Tepung yang membutuhkan waktu 2-3 jam fermentasi lebih cocok digunakan untuk metode straight dough. 2. Metode No-time DoughMetode pembuatan roti ini bisa dibilang metode cepat, lantaran waktu fermentasi adonan yang dibutuhkan lebih sedikit dari metode straight dough tadi, yaitu 30-40 menit. Bahan-bahan yang dicampur pun harus diaduk lebih cepat sehingga kandungan gluten pun bisa terbentuk sebelum difermentasikan. Sayangnya, metode no-time dough memiliki kelemahannya, yaitu rasa ragi yang lebih kuat, kualitas yang rendah serta menghasilkan roti yang kurang harum. Karena itu, diperlukan bahan tambahan agar tekstur roti tetap lembut, yaitu pelembut dan penguat adonan. 3. Metode Delayed SaltDelayed salt ini hampir mirip dengan metode straight dough. Bedanya adalah, metode ini menambahkan garam dan mentega di tengah proses fermentasi. Menambahkan kedua bahan tersebut bertujuan agar proses fermentasi berjalan lebih cepat. Metode delayed salt ini cocok diterapkan ketika menggunakan tepung yang sama dengan metode straight dough. Karena garam tidak dicampur menjadi adonan sejak awal, proses fermentasi pun semakin cepat dan kandungan gluten semakin matang dalam waktu yang singkat. 4. Metode Sponge and DoughMetode keempat ini lebih cocok digunakan dengan tepung yang kuat dan tidak bisa dibuat dengan metode straight dough. Metodenya terdiri dari dua kali pencampuran adonan dan dua kali fermentasi, jadi terbagi dalam dua segmen waktu yang berbeda. Rasio bahan yang digunakan dalam masing-masing segmennya adalah 60/40 atau 70/30. Sebagian bahan yang digunakan dicampur dan dibentuk adonan seperti sponge, kemudian difermentasikan selama 3-6 jam. Setelah itu, adonan dicampur lagi dengan bahan yang tersisa dan difermentasikan dalam waktu yang lebih singkat (20-30 menit). Hasilnya, terbentuklah roti dengan tekstur yang lebih lembut dan aroma yang lebih harum dari roti biasanya. Sinergi Trikarya Perkasa sebagai distributor dan toko peralatan bakery di Indonesia menyediakan berbagai macam bakery equipment dengan kualitas bagus dan bergaransi, Anda dapat mengunjungi produk kami dan melihat beberapa jenis produk kami yang lain disini! atau datang langsung ke tempat kami disini.
Roti adalah produk pangan olahan yang merupakan hasil proses pemanggangan adonan yang telah difermentasi. Bahan utama dalam pembuatan roti terdiri dari tepung terigu, air, ragi, dan garam. Sedangkan bahan penambah rasa dan pelembut gula, susu, lemak, dan telur. Untuk penguat gluten, memperpanjang umur simpan dan penambah vitamin bagi ragi atau sering disebut bahan peningkat adalah berupa bread improver. Bahan pengisi yang sering dipakai pada pembuatan roti adalah coklat, keju, daging, pisang (buah-buahan), kelapa. Semolina, wholemeal, madu, dan kismis juga sering merupakan bahan penambahan khusus pada roti.
Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan roti. Perhatikan di dalam memilih jenis terigu. Jenis yang paling tepat adalah tepung terigu jenis hard dengan kandungan gluten di atas 12,5 %. Kandungan glutennya yang tinggi akan membentuk jaringan elastis selama proses pengadukan. Pada tahap fermentasi gas yang terbentuk oleh yeast akan tertahan oleh jaringan gluten, hasilnya adonan roti akan mengembang besar dan empuk teksturnya. Tepung terigu (Pati/amilosa dan amilopektin) saat fermentasi menjadi glukosa Selain air cairan yang dapat digunakan dalam pembuatan roti adalah susu segar, bir, sari buah-buahan dan lain-lain. Dalam pembuatan roti, cairan mempunyai banyak fungsi. Dengan tercampurnya tepung dengan air akan memungkinkan terbentuknya gluten. Selain itu air juga berfungsi mengontrol kepadatan adonan dan membantu penyebaran bahan-bahan lain agar dapat tercampur rata. Untuk adonan roti, gunakan air dengan pH normal (air minum) sehingga mendapatkan roti yang maksimal. Proses pembuatan roti sebaiknya menggunakan air dingin (air es). Sebab proses pembuatan roti selalu melibatkan ragi roti (yeast). Ragi roti di dalam adonan akan bekerja secara optimal bila suhunya di bawah 30°C (tidak boleh melebihi 30oC saat diaduk/mixser). Demikian juga pemakaian mesin (mixer) yang terlalu lama untuk mengaduk roti menimbulkan panas yang akan meningkatkan suhu adonan sehingga mengurangi aktivitas ragi (yeast). Air es berfungsi untuk menjaga agar suhu adonan sesuai/cocok untuk aktivitas ragi. Bila suhu adonan melebihi 30°C, maka aktivitas ragi akan berkurang sehingga fermentasi roti akan semakin lama. Akibatnya aroma roti menjadi asam, serat roti kasar, mudah keras, dan roti menjadi tidak tahan lama.roses penggunaan air dalam pembuatan roti maksimum 60% dan pH air yang digunakan berkisar 5,5 – 6. Apabila pH air terlalu rendah (asam) maka akan mengganggu aktivitas ragi dan gluten akan semakin kuat sehingga ragi tidak dapat mereduksi tepung. Roti tidak akan mengembang tanpa menambahkan yeast atau ragi ke dalam adonan. Jenis yeast yang digunakan adalah golongan khamir jenis Saccharomyces Cerevisiae. Mikroorganisme bersel satu inilah yang bekerja selama proses fermentasi, selama proses fermentasi yeast merubah karbohidrat dan gula menjadi gas karbondioksida (CO2) dan alkohol dalam bentuk etanol. Zat inilah yang menjadikan adonan mengembang, terbentuk serat-serat pada adonan dan aroma harum khas roti. Selain mempunyai rasa asin, garam juga berfungsi sebagai bahan penetral dan meningkatkan cita rasa. Banyak bahan apabila diberi sedikit garam dapat menjadi lebih wangi, gurih, dan terasa enak. Adonan yang telah diberi garam dapat mencegah kelengketan, dan juga mempertinggi sifat alot dari adonan tersebut. Sehingga mutu adonan dapat diperbaiki. Garam juga dapat menambah daya tarik adonan serta mempertinggi daya elastisitas roti. Selain itu garam dapat menambah kekuatan gluten dan mengontrol waktu fermentasi. Penggunaan garam pada pembuatan roti berkisar 1 – 2%. Sifat garam yang baik adalah mudah larut dalam air, halus tidak bergumpal dan bersih. Adonan tanpa garam akan mempengaruhi pemanggangan yaitu bila dalam resep tidak ada garam maka roti yang dipangang akan menjadi mengecil, sehingga dapat mempegaruhi mutu roti. Inilah alasannya mengapa roti manis ditambah sedikit garam karena tinggi gula. Dalam pembuatan roti adonan yang sama sekali tidak ada garam proses fermentasinya lebih cepat, tetapi tidak stabil, apalagi diwaktu iklim panas akan lebih sulit mengontrol fermentasinya, sehingga sering terjadi fermentasi melampaui batas, dan adonan akan menjadi asam, oleh sebab itu garam dapat dikatakan sebagai bahan stabilisator fermentasi. Gula diperlukan pada pembuatan roti dengan fungsi utama adalah sebagai bahan pemanis, sumber energi utama bagi khamir dalam melakukan proses fermentasi, membantu proses pembentukan krim, membantu dalam pembentukan warna kulit roti yang baik dan menambahkan nilai gizi pada produk. Gula yang tersisa setelah proses fermentasi disebut sisa gula yang akan memberikan warna pada kulit roti dan rasa pada roti. Gula memiliki sifat higroskopis (kemampuan menahan air), sehingga dapat memperbaiki daya tahan roti selama penyimpanan dan menjadikan roti lebih awet. Jika kita mempelajari sifat-sifat gula dengan seksama, maka kita dapat mengontrol hasil olahan roti dengan baik. Bila gula dalam adonan sedikit, maka proses pemanggangan (oven) memerlukan waktu lebih lama. Hasilnya roti menjadi agak keras dan warnanya kurang menarik. Gula yang baik harus bersih (tidak harus putih) dan mudah larut dalam air (butiran jangan terlalu besar) Pada pembuatan roti manis, gula yang digunakan sebanyak 10-30% dan optimum pada kisaran 15-25% dari berat tepung. Pada pembuatan roti tawar, gula yang digunakan lebih sedikit jumlahnya karena gula tersebut hanya berfungsi sebagai bahan nutrisi bagi khamir dan tidak untuk memberikan rasa manis. Pencampuran gula yang tidak merata dan terlalu banyak akan menyebabkan bintik bintik hitam pada kulit roti dan membentuk lubang besar atau kantung udara pada produk roti. Gula yang ada di dalam adonan roti didapat dari beberapa sumber di antaranya ialah: 1.Gula yang terkandung di dalam tepung, yang termasuk golongan ini adalah Glukosa – Fruktosa – Maltosa. 2. Maltosa, gula ini terbentuk karena aksi dari Alpha-amylose terhadap zat hidrat arang di dalam tepung terigu. 3. Gula yang dipakai ke dalam resep: sebanyak 2% saja dari gula ini yang diurai oleh enzim yeast, selebihnya akan mempengaruhi rasa. 4. Lactosa, gula ini terkandung di dalam susu yang mungkin dipakai didalam resep pembuatan roti. Laktosa tidak dapat diuraikan oleh enzym yeast. Pengaruh gula terhadap adonan roti. Makin tinggi prosentase pemakai gula (roti manis) makin sedikit air yang dapat diserap oleh tepung terigu di dalam adonan. Disamping itu waktu pengadukan adonan pun (mixing time) menjadi lebih lama pula. Apabila hal-hal ini tidak diperhatikan maka hasil roti akan 1) Bervolume kecil-kecil saja. 2) Daging roti menjadi agak kering. 3) Rasa menjadi kurang enak. 4) Roti tidak dapat disimpan lama. Dengan kata lain perlu diketahui bahwa pada umumnya gula itu (terutama dextrosa) mengandung 9% air, berdasarkan pada beratnya. Oleh sebab itu pemakaian air untuk adonan roti yang mengandung gula di atas 15% di dalam resep sangat dianjurkan untuk dikurangi. Pemakaian gula yang berlebihan juga menghambat fermentasi. Perlu diketahui bahwa semakin banyak gula semakin tinggi pemakaian ragi. b. Waktu Peragian Adonan (Fermentasi): Sejalan dengan diperlukannya waktu pengaduk adonan yang lama, waktu peragian adonan pun (Fermentation Time) harus ditambah. Dengan perkataan lain, kalau kita membuat roti manis diperlukan waktu penyelesaian yang jauh lebih lama dari pada pembuatan roti tawar biasa. Pengaruh gula terhadap hasil jadi Pada umumnya para tukang roti beranggapan bahwa makin menarik warna kulit roti (coklat keemasan), menjadi suatu tanda bahwa adonan roti tersebut telah mengalami proses pengolahan yang sempurna (pengadukan – fermentasi – pembakaran). Warna kulit roti sanga dipengaruhi oleh kadar gula yang dipakai di dalam resep. Diantara kelompok gula yang ada di dalam adonan roti, jenis Levulose adalah yang paling peka terhadap panas hingga ia akan cepat mengalami proses keramelisasi pada suhu oven yang tidak begitu tinggi. Telah diuraikan di atas bahwa Laktosa (gula yang ada didalam susu) tidak dapat diurai oleh yeast. Karena sifat ini laktosa hanya akan mengalami proses karamelisasi saja sewaktu adonan dibakar. Suatu adonan yang mengandung susu akan mempunyai warna kulit roti yang sangat indah. Selain itu susu (yang cair) dapat juga dipakai untuk mengoles adonan roti (roti manis) sebagai ganti telur untuk dapat memperoleh efek warna yang lebih mengkilap pada permukaan kulit roti. Gula bersama-sama dengan bahan pembuat roti yang lain akan membantu meningkatkan wangi roti. Karena gula, adonan roti akan cepat berubah menjadi coklat keemasan sewaktu mengalami proses pembakaran. Karena cepat menjadi gosong, otomatis roti itu akan lebih cepat dikeluarkan dari oven. Karena singkatnya waktu pembakaran maka masih banyak uap air yang akan tertinggal di dalam adonan itu dan dengan sendirinya ka378 rena adanya uap air di dalam roti maka roti itu menjadi tetap empuk d. Volume dan berat roti. Adonan roti dengan kadar gula yang lebih banyak, selain lebih manis, hasilnya juga lebih berat. Gula yang terlalu banyak juga akan membuat roti tidak tegak dan permukaan roti mudah keriput. Dalam proses pembuatannya akan sangat lengket di tangan. Dan dalam proses pemanggangan (oven) selalu mengembang melebar bergerak ke arah sekeliling adonan dan kemungkinan sulit untuk mengembang keatas, sehingga hasil roti akan tampak seperti kurang besar/mengembang. Adonan roti yang dibuat tanpa ada penambahan gula akan menyebabkan roti berkembang kurang baik. 6. Susu dalam pembuatan roti berfungsi untuk meningkatkan kualitas penyerapan dalam adonan. Kasein dari susu mempertahankan sifat penahan air dari adonan. Susu juga memberikan kontribusi terhadap nilai gizi, membantu pengembangan adonan, membantu proses pembentukan krim dan memperbaiki tekstur roti. Selain itu juga susu memperbaiki warna kulit dan rasa roti serta memperkuat gluten karena keberadaan kandungan kalsium pada susu. Susu yang umum digunakan dalam pembuatan roti adalah susu bubuk karena menambah absorbsi air, tahan lama dan lebih mudah penyimpanannya. Susu bubuk yang digunakan dapat berupa susu skim bubuk (perlu diingat susu ini mengandung lemak susu sekitar 1%) dan susu full krim bubuk (mengandung lemak susu sekitar 29%) biasanya susu full krim ini untuk roti manis. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa lemak adalah bahan yang sangat penting dalam pembuatan roti. Pemakaian lemak di dalam resep roti akan membantu: Dengan hadirnya lemak di dalam resep pembuatan roti, hasil-hasilnya akan lebih mudah untuk ditelan sewaktu dikuyah dan tidak terasa seret. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifat lemak yang sanggup untuk memperpendek (to short) bentuk jaringan zat gluten tepung. Oleh karenanya, sering lemak itu disebut juga “shortening”. b. Memperkuat jaringan zat gluten tepung. Zat gluten tepung akan membentuk jaringan yang menyerupai spiral apabila ia bersinggungan dengan air. Pembentuk jaringan ini tidak mempunyai kekuatan apa-apa terutama dalam menerima gas CO2 jika ia bercampur begitu saja dengan air. Kalau terbentuknya jaringan itu bersama-sama dengan hadirnya lemak dalam resep maka jaringan zat gluten ini terjadi dengan kuat, elastis dan sanggup untuk memperlebar dirinya sewaktu menerima gas CO2 sebagai hasil kerja yeast tanpa mengalami pemutusan di sana sini. Jaringan zat gluten tepung yang terbentuk dalam adonan dapat diibaratkan sebagai semacam balon karet. c. Hasil jadi (roti) tidak cepat menjadi keras atau staling. Tepung terigu selain mengandung apa yang disebut zat gluten juga mengandung zat hidrat arang. Zat hidrat arang ini terdiri dari apa yang disebut Amylose dan Amylopectine yang berbanding sama. Sewaktu proses pembakaran roti berlangsung, amylose dari zat hidrat arang tadi meleleh menjadi semacam selai dan yang bersama dengan zat gluten tepung bertanggung jawab untuk membentuk daging roti yang “membul-membul”. Pada saat roti mengalami proses pendinginan, perlahan-lahan amylose yang meleleh sewaktu pembakaran berlangsung, berubah dengan mengalami proses kristalisasi. Kalau proses kristalisasi ini berlangsung dengan cepat, maka roti berubah menjadi kering dan keras. Dengan hadirnya lemak di dalam resep, lemak tadi akan melapisi amylose yang meleleh tadi hingga akibatnya proses kristalisasinya menjadi berlangsung dengan lambat. Karena proses kristalisasinya lambat, maka akibatnya roti menjadi bisa lebih lama daya keempukannya dan sekaligus memberikan kelembutan pada serat roti, dan mempermudah pemotongan (slicing). Margarin dan butter adalah pilihan lemak yang sering digunakan dalam roti. Di dalam adonan lemak dapat menahan gas CO2 keluar dari adonan sehingga akan diperoleh volume roti lebih besar. Untuk mendapatkan citarasa yang lezat disarankan menggunakan butter, sedangkan margarin menjadikan roti beraroma lebih ringan. Untuk lebih lengkapnya tentang lemak dapat dilihat pada bab II bagian lemak. Telur adalah makanan yang penuh gizi. Telur mempunyai sifat mengembang apabila dikocok, sehingga volumenya dapat beberapa kali lipat lebih banyak dari volume sebelumnya. Fungsi telur pada proses pembuatan roti yaitu telur berfungsi di dalam proses pembentukan krim, meningkatkan jumlah gas yang ditangkap oleh gluten, memberikan warna serta flavor yang khas, menangkap air, sebagai pelunak dan memberikan kontribusi terhadap nilai gizi. Sifat telur yang unggul dalam hal ini tidak dapat diganti dengan bahan lain. Albumin pada telur menyebabkan pengikatan air yang lebih baik pada crumb roti. Protein putih telur mempunyai sifat yang mirip dengan gluten karena dapat membentuk lapisan tipis yang cuku kuat untuk menahan gas yang dihasilkan selama proses fermentasi. Pada proses pemanggangan, lapisan protein ini mengeras dan memberikan struktur yang baik pada tekstur roti. Telur juga memberikan pengaruh sifat emulsi karena adanya kandungan lesitin 7%- 10% dari jumlah kandungan lemak sehingga dapat memperbaiki Putih telor adalah bahan yang terbaik untuk mempertinggi gluten, sangat cocok buat roti tawar putih, selain menyerap air putih telur termasuk bahan alot, hasil roti tawar didalamnya putih bersih, tahan tarik, karena putih telur tak berwarna, tak berbau dan juga membantu 9. Bread Improver, membantu proses pembuatan roti dalam hal produksi gas dan penahanan gas. Biasanya bread improver ditambahkan pada proses pencampuran dengan dosis pemakaian 0,3% - 1,5% dari berat tepung. Bread improver juga memiliki proses fermentasi yang teratur dan membantu pengembangan selama proses baking. Selain itu juga bread improver juga dapat mendiversifikasi produk roti dengan mempengaruhi struktur daging roti (crumb tekstur), warna kulit roti (crust), tampilan roti, volume, aroma, rasa dan umur simpannya. 3. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DALAM MEMBUAT ROTI 1. Waskom plastik atau aluminium sesuai ukuran yang dibutuhkan. 2. Meja untuk menggiling adonan, jika dilakukan dengan tangan. Meja ini dapat berlapis plat seng atau porselen. 3. Serbet besar untuk menutup adonan selama proses fermentasi. 4. Oven untuk membakar beserta loyang sesuai jenis roti yang dibuat. 5. Kwas untuk mengoles loyang atau pengoles roti. 7. Sendok (sendok ukur ataupun sendok biasa) 9. Rubber spatula dan dough scraper 14. Pengocok/kneader (Dough Mixer) 15. Rak/lemari tertutup untuk proses fermentasi. Proses pembuatan roti dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti a.Metoda Cara Cepat (Straight dough) Hal ini dimaksudkan untuk: a. Menyatakan adonan dengan baik b. Menarik-narik adonan supaya menjadi liat dan elastis. Perlu diingat bahwa lemak harus dimasukkan pada saat menjelang akhir pengadukan adonan sehingga berfungsi untuk melumasi seluruh permukaan adonan. Jika hal ini tidak dilakukan, hal itu tidak tercapai sebab masih adanya air yang belum dapat diserap secara sempurna oleh tepung terigu. 3. Proses pengembangan adonan (waktu fermentasi/peragian Setelah proses pengadukan selesai, adonan diberi waktu istirahat untuk memberi kesempatan kepada yeast mereaksi gula. beri waktu peragian ini harus bersih tidak banyak angin dan sedapat mungkin cukup hangat dan lembab. Jika derajat kelembaban ruang fermentasi tidak dapat dikontrol dengan baik, sangat dianjurkan untuk menutupi adonan tersebut dengan kain atau plastik supaya panas adonan itu sendiri tidak berobah. Apabila ruang menjadi sangat dingin (musim hujan misalnya) dianjurkan pula untuk menambah pemakaian yeast dalam resep supaya adonan dapat mengembang dengan cepat. Begitu pula jika hal sebaliknya yang terjadi. Dalam proses peragian ini terjadi hal-hal sebagai berikut: a. Enzym mereaksikan zat hidrat arang tepung terigu menjadi gula. b. Selanjutnya gula ini direaksikan terus oleh enzym yeast menjadi gas CO2 dan alkohol. Oleh sebab itu selama proses peragian ini berlangsung, adonan akan berbau asam karena alkohol tersebut. Perlu diketahui pula bahwa jika adonan diberi fermentasi berlebih akan membuat: a. Adonan menjadi lengket sekali bila dipegang. b. Jika dibakar roti akan pucat warnanya. c. Aroma roti menjadi sangat asam (berbau kecut) d. Bentuk roti menjadi tidak seragam. e. Umur roti menjadi sangat pendek, cepat menjadi keras dan kaku. Proses yang Terjadi Saat Pengembangan Adonan Proses pengembangan adonan erat sekali hubungannya dengan besarnya volume roti. Sebab, volume roti yang dihasilkan pada hakikatnya merupakan hasil dari fiksasi volume adonan pada tahap tertentu yang dikehendaki. Proses pengembangan adonan roti adalah suatu proses yang terjadi secara sinkron antara peningkatan volume sebagai akibat bertambahnya gas-gas yang terbentuk sebagai hasil fermentasi dan terperangkap oleh massa campuran air, gluten, protein larut, lemak dan karbohidrat yang juga mengembang dan membentuk film tipis. Proses pengembangan adonan merupakan suatu proses yang rumit, namun pada prinsipnya adalah merupakan suatu sistem yang dihasilkan oleh perubahan-perubahan yang berkesinambungan/kontinyu dari reaksi-reaksi fisik, kimia dan biologis. Dalam proses pengembangan adonan terlibat dua kelompok daya, yaitu daya produksi gas dan daya penahanan gas. Daya produksi gas pada prinsipnya ditimbulkan oleh adanya pemerangkapan udara selama pengadonan, dan reaksi-reaksi enzimatik, baik oleh enzim yang secara alamiah terdapat dalam tepung maupun oleh enzim yang dengan sengaja ditambahkan serta dari khamir. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya produksi gas antara lain konsentrasi khamir, konsentrasi gula, konsentrasi diastatik malt, konsentrasi makanan khamir dan suhu selama berlangsungnya fermentasi. Daya penahanan gas dalam adonan merupakan hasil dari sifat khas jaringan atau tenunan gluten yang viskoelastik. Oleh karena itu proses pengembangan adonan sering disebut sebagai proses pengembangan tenunan gluten. Pembentukan struktur viskoelastik terjadi sebagai akibat dari pemecahan agregat protein yang besar dan tidak larut, sehingga menjadi agregat yang lebih kecil dan siap berorientasi molekuler, membentuk film protein yang kontinyu dari gluten. Perubahan-perubahan reologi adonan tersebut selama fermentasi, dipengaruhi oleh beberapa faktor lain yaitu proses hidrasi pati dan protein, efektifitas enzim, penurunan pH adonan, perbedaan tekanan interfasial yang dihasilkan oleh terbentuknya alcohol, banyaknya konsentrasi CO2 dan besarnya atau cepatnya pemutusan ikatan disulfida. Proses pengadonan juga dapat mengendurkan adonan, karena terjadi penurunan berat molekul protein adonan atau disagregasi protein gluten yang tak larut. 4. Proses penimbangan adonan Tahap selanjutnya ialah menimbang adonan menjadi unit kecil dengan timbangan yang dikehendaki sesuai dengan tujuan. Setelah proses berlangsung, berat total adonan akan susut sebesar 7% dari berat total. Setelah adonan selesai ditimbang lalu diberi bentuk bulat-bulat dan diberi waktu istirahat lagi dengan maksud: b. Memudahkan proses pemulungan nantinya. Adonan yang telah mengembang akan lebih mudah diberi bentuk. c. Membentuk lapisan kulit luar adonan untuk menahan gas CO2 hasil kerja yeast mereaksi gula. d. Mendinginkan suhu adonan setelah adanya reaksi yeast terhadap gula. e. Memperkuat jaringan zat gluten tepung terigu. 5. Proses pemulungan adonan Akhirnya adonan akan dipulung untuk diberi bentuk sesuai dengan kehendak sipembuat. Hal ini dapat dilakukan dengan mesin (moulding machine) atau hanya dengan tangan saja. Jika pemulungan dikerjakan dengan tangan maka akan dilalui langkah-langkah sebagai berikut: a. Ambil adonan yang telah dibulat-bulatkan dan yang telah siap untuk dipulung. b. Letakkan di meja dan giling tipis membentuk seperti oval yang memanjang. c. Lipat bentuk oval ini menjadi dua dengan menyatukan bagian ujung-ujungnya. d. Dengan ujung jari mulailah untuk memulung adonan dengan didapatkan dengan telapak tangan. Sebelum dimasukkan kedalam cetakan, cetakan sudah harus dipoles dengan minyak dengan rata-rata supaya roti akan lebih mudah dikeluarkan dari cetakan setelah dibakar. 6. Proses peragian akhir (Final proofing) Selanjutnya sebelum roti dibakar, adonan diletakkan dalam ruang proofing supaya adonan dapat mengembang dengan baik tanpa gangguan. Jika tidak ada ruangan proofing, adonan dapat ditutup dengan kain atau plastik untuk menghindari pembentukan lapisan kulit luar adonan yang dapat mengganggu proses pengembangan dalam oven. Untuk mengetahui apakah adonan sudah siap dibakar atau belum, tekanlah permukaan adonan dengan ujung jari. Jika bekas tusukan- /tekanan tidak membalik dengan cepat itu tandanya bahwa adonan sudah siap untuk dibakar. Inilah tahap yang menentukan baik tidaknya suatu proses pembuatan roti. Untuk membakar roti tawar diperlukan panas cukup tinggi (sekitar 2000C) dan lama pembakaran sekitar tidak kurang dari 30 menit. Jika permukaan adonan telah mulai menjadi merah sebelum 10 menit dibakar dalam oven, itu pertanda bahwa panas oven terlalu tinggi. Jika sebaliknya yang terjadi, itu pertanda bahwa panas oven kurang tinggi. Waktu membakar roti sangat tergantung dari: - Besar kecilnya bentuk roti yang akan dibakar. - Jumlah gula yang dipakai dalam resepnya. - Jenis roti yang dibakar. Roti yang telah mengalami pembakaran yang sempurna akan memiliki - Daging roti tidak basah/lengket. - Enzym yeast sudah mati. - Roti tetap dapat bertahan pada dimensi terakhirnya walaupun menjadi dingin (tidak kempot). Kadang-kadang digunakan pula uap untuk membakar roti. Uap bermaksud untuk menahan suhu oven menjadi stabil selama roti-roti baru saja dimasukkan ke oven. Tidak semua roti memerlukan uap sewaktu dibakar melainkan jenis-jenis tertentu seperti roti Perancis. 8. Proses pendinginan roti Akhirnya sebelum dibungkus, roti perlu didinginkan dulu. Setelah dingin benar roti mulai diiris dan dibungkus. Pada teorinya, sebelum roti dingin selama tiga jam belum dapat dibungkus untuk menjamin roti tidak rusak terutama untuk roti yang cara menjualnya melalui gerobak dan dibawa keliling ke mana-mana. E. TAHAPAN-TAHAPAN MEMBUAT ROTI Umumnya proses pembuatan roti melalui tahapan-tahapan seperti pada bagian D. Pada bagian ini akan dijelaskan salah satu jenis roti yaitu roti 1. Langkah-langkah pembuatan roti tawar Langkah-langkah umum dalam pembuatan roti-tawar sangat dipengaruhi - resep yang digunakan misalnya waktu pembuatan roti yang diminta sangat pendek maka resep yang digunakan harus yang cocok dengan waktu yang singkat ini dan umumnya dipakai proses straight - keadaan ruangan kerja dimana roti akan dibuat. Jika ruang kerja bersuhu terlalu panas, resep harus disesuaikan dengan mengurangi jumlah yeast yang dipakai dan caranya pun juga harus lain. - waktu pembuatan yang dikehendaki. Roti tawar dapat dibuat seperti langkah-langkah pada bagian D dengan dua metode (yang umum dilakukan) adalah sebagai berikut: - Tepung terigu protein tinggi (cakra) : 1650 gr Untuk membuat roti agar berhasil, selain memahami bahan, langkah selanjutnya harus memahami tahapan-tahapan proses pembuatan roti. Adapun tahapan-tahapan dalam membuat roti adalah sebagai berikut : Bahan dalam membuat produk patiseri sangat menentukan hasil yang diperoleh. Kita harus memahami bahan yang akan digunakan dan fungsi bahan tersebut. Pemilihan bahan dengan kualitas terbaik merupakan syarat untuk mendapatkan roti yang berkualitas. Keberadaan bahan di pasaran juga menjadi pertimbangan dalam memilih bahan. Selain itu mengetahui penyimpanan bahan yang benar. Dan yang terakhir pengetahuan tentang sifat-sifat bahan. Gambar 13.6 : Bahan-bahan pembuatan roti Penimbangan bahan harus dilakukan dengan benar dan teliti. Perhatikan resep dengan benar, sedapat mungkin hindari pemakaian sendok/cangkir sebagai takaran, karena antara sendok yang satu dengan sendok yang lainnya belum tentu sama, atau sendok di kota A belum tentu sama dengan sendok di kota B. Dalam pembuatan roti ada yang metode langsung ada juga metode sponge. Pada metode sponge sebelum pengadukan terlebih dahulu disiapkan bibit dan dibiarkan mengembang (proses pembuatan bibit). Pengadukan berfungsi untuk mencampur rata semua bahan, hidrasi sempurna dari pati dan protein. Pembentukan dan pelunakan gluten juga terjadi saat pengadukan. Pengadukan juga berfungsi mendapatkan kekuatan menahan gas yang baik. Adapun tahap-tahap pencampuran atau pengadukan adalah sebagai berikut. a. Pick-Up Keadaan dimana semua bahan telah tercampur menjadi satu adonan. b. Clean-Up Kondisi adonan yang tidak melekat pada bowl atau wadah yang dipergunakan untuk mengaduk. c. Develop Adonan mulai terlihat licin/halus dan permukaannya elastis. d. Final Permukaan adonan licin, halus dan kering. e. Let-Down Adonan mulai overmix, kelihatan bahan lengket dan lembek. f. Break-Down Adonan sudah overmix-adonan sudah tidak elastis lagi. Fermentasi awal adonan diistirahatkan sekitar 10 menit. Saat ini terjadi pemecahan gula oleh ragi menghasilkan gas CO2 gas inilah yang membuat roti menjadi semakin mengembang, alkohol akan menimbulkan aroma pada roti, menghasilkan asam yang dapat memberikan rasa dan memperlunak gluten. Saat fermentasi juga 5. Potongan/timbangan, membagi adonan menurut besar/berat yang dikehendaki dengan pengerjaan yang sesingkat mungkin. Membagibagi adonan berdasarkan berat yang disesuaikan dengan standar resep. Membagi dan memotong adonan harus dikerjakan dalam waktu yang singkat dan menghasilkan potongan yang seragam/uniform 6. Membulatkan bertujuan membentuk lapisan halus dipermukaan adonan, sehingga dapat menahan gas-gas yang dihasilkan. Membulatkan ini juga memberi bentuk supaya mudah dikerjakan. 7. Intermediate proofing. Pada tahap intermediate proofing (fermentasi lanjutan) dilakukan dengan memberikan waktu istirahat sekitar 5 – 20 menit pada adonan serta membuat adonan rileks dengan tujuan mempermudah proses berikutnya (pembentukan). 8. Pembuangan gas (Sheeting) Pembuangan gas bertujuan untuk mengeluarkan semua gas di dalam adonan sekalian menyamakan proses fermentasi pada semua bahan. Pada proses ini juga dilakukan membentuk lembaran adonan dengan tebal yang dikendaki. Membentuk bertujuan untuk membuat bentuk-bentuk roti yang sesuai dengan produk yang akan dihasilkan. 10. Memasukkan ke dalam cetakan. Sebelum meletakkan adonan ke dalam cetakan terlebih dahulu diolesi loyang dengan lemak supaya tidak lengket. Meletakkan dengan baik adonan yang telah dibentuk, ujung atau penyambungn bentuk dilekatkan dibagian bawah. Saat meletakkan adonan jangan terlalu dekat dan jangan terlalu jauh jarak antara roti. Sebelum dipanggang/bakar adonan dioles dengan bahan olesan bagian atas roti. Proses ini bertujuan mengembangkan adonan untuk mencapai bentuk dan mutu yang baik. Ruangan proofing haruslah stabil baik panas maupun kelembabannya. Temperatur proofing berkisar 35 – 40oC, kelembabanya berkisar 80 – 85% sedangkan waktu proofing itu sangat tergantung pada produk yang dibuat (berkisar 35 menit). Sebelum melakukan pembakaran suhu oven harus dipastikan sudah sesuai dengan produk yang akan dibakar. Suhu dan lamanya pembakaran dipengaruhi oleh oven, loyang, dan produk yang akan di bakar. Hal-hal yang harus diperhatikan pada proses pembakaran a. Volume adonan akan bertambah pada waktu 5-6 menit pertama b. Aktivitas Yeast berhenti pada temperatur 630 C. c. Karamelisasi dari gula mulai memberi warna pada kulit roti. d. Suhu pembakaran untuk roti tawar berkisar 200-2200C sedangkan untuk roti manis dan sejenisnya berkisar 170-180 0 C. 13. Mengeluarkan dari cetakan. Roti dikeluarkan dari cetakan langsung begitu keluar dari oven atau saat panas dengan tujuan menghentikan proses pemasakan. Roti yang telah dikeluarkan dari cetakan harus didinginkan sebelum pengemasan. Pendinginan roti yang telah dikeluarkan dari cetakan dilakukan berkisar 45 – 70 menit pada suhu ruang. Saat pendinginan roti diletakan pada rak kawat sehingga panas dapat keluar dari segala arah. Apabila ingin mengiris roti sebelum dikemas maka suhu roti sebaiknya kira-kira 32oC atau hampir sama dengan suhu ruang. Roti dapat juga di glaze (dioles) setelah matang. Pengemasan roti dilakukan untuk mencegah tercemarnya roti dari mikroba ataupun kotoran yang tidak dikehendaki. Selain itu juga pengemasan dapat menghindari dari penguapan sehingga pengerasan kulit roti dapat dihindari. Perlu diketahui jangan mengemas roti yang masih panas ataupun hangat supaya tidak cepat berjamur. Proses pengemasan pada roti dapat dilakukan sesuai kondisi penjualan dan keinginan pelanggan, namun demikian jenis roti yang telah diiris perlu segera dikemas. Bahan kemasan untuk roti dapat berupa bahan dari plastik atau karton, dan bahan dari kertas Roti dapat disimpan baik pada suhu ruang (berkisar 5 hari) dan suhu E. KESALAHAN-KESALAHAN YANG TERJADI DALAM PROSES PEMBUATAN ROTI DAN CARA MEMPERBAIKINYA 1. Roti Tidak Mau Membesar (Volume roti kecil-kecil saja) 1. Pemakaian Yeast kurang - Naikkan pemakaian yeast 2. Yeast sudah terlalu tua - Pakailah yeast yang baru 3. Adonan sudah terlalu tua - Perpendek waktu peragian 4. Terlalu banyak garam - Kurangi pemakaian garam 5. Terlalu banyak gula - Kurangi pemakaian gula 6. Terlalu banyak lemak - Kurangi pemakaian lemak 7. Terlalu banyak susu - Kurangi pemakaian susu 8. Tepung sudah ketuaan - Pakai tepung yang baik 9. Tepung masih terlalu baru - Simpan tepungya sedikit lama 10. Tepungnya bersifat soft - Pakailah tepung hard 11. Adonan kurang lama di cetakan - Berilah final proof yang cukup 12. Over mix waktu mengaduk - Aduk adonan secukupnya 14. Oven terlalu panas - Panaskan oven dengan tepat. 15. Waktu memasukkan roti dalam oven dikerjakan secara kasar. - Masukkan dengan hati-hati. 16. Air yang dipakai bersifat soft - Berilah yeast food (4) 17. Suhu adonan terlalu hangat - Jaga suhu adonan pada 310C. 18. Terlalu banyak penggunaan yeast - Pakailah yeast dengan tepat 19. Adonan terlalu lembek - Pakailah air sesuai dengan daya serap tepung 20. Selama adonan di meja, suhunya menurun. - Jagalah supaya suhu adonan tetap berada pada 310C. 21. Cetakan yang dipakai masih terlalu baru. - Bakar dulu cetakan baru sebelum 22. Cetakan masih panas - Dinginkan cetakan sebelum waktu adonan ditaruhkan 23. Cetakan dipoles terlalu tebal - Poles cetakan tipis-tipis saja. 24. Yeast direndam dalam air yang terlalu panas/dingin- Rendam yeast dalam air yang bersuhu kira-kira 300C. 25. Tak ada uap air dalam oven - Sedapat mungkin berilah uap air di dalam oven. 26. Kurang timbangan adonan - Isi cetakan dengan timbangan yang cukup. 27. Permukaan adonan sudah mengering selama adonan ada dimeja - Tutup adonan dengan lap basah. 28. Kadar asam dalam susu yang dipakai terlalu tingg - Rebuslah air susu yang akan dipakai untuk membuat roti. 2. Volume Roti Terlalu Besar No Sebab-Sebab Pembetulan 1. Over proofing - Kembangkan adonan dengan tepat (1 – 1½ jam). 2. Kurang garam - Pakailah garam dengan perbandingan yang tepat. 3. Adonan sudah ketuaan sewaktu ada di meja. - Kontrol waktunya dengan tepat. 4. Oven masih kurang panas - Beri panas oven yang cukup 5. Pulungan roti kurang baik - Pulunglah dengan cermat. 3. Warna Roti Masih Pucat No Sebab-sebab Pembetulan 1. Adonan sudah terlalu tua - Berilah waktu peragian dengan tepat. 2. Oven masih kurang panas - Berilah panas oven dengan cukup. 3. Kurang pemakaian gula - Pakailah gula yang cukup. 4. Ruang kerja terlalu kering - Berilah ventilasi yang baik. 5. Panas oven bagian atas kurang panas. - Panaskan oven dengan sempurna. 6. Kurang lama dibakar - Bakar kira-kira 25 menit 7. Air yang dipakai bersifat soft - Gunakanlah yeast food. 8. Terlalu banyak yeast food - Pakailah secukupnya 9. Tepung sudah terlalu tua - Ganti tepungnya dengan yang baru. 10. Terlalu banyak menggunakan sawuran - Sedapat bisa hindari pemakaian sawuran. 11. Kurang lama mengaduk adonan - Aduk adonan dengan tepat. 12. Adonan terlalu hangat sewaktu mau masuk oven. - Kurangi suhu ruangan kerja. |