Bagaimana posisi Al qur an terhadap kitab suci sebelumnya

Bagaimana posisi Al qur an terhadap kitab suci sebelumnya

Kedudukan Al-Qur’an terhadap kitab-kitab lain adalah sebagai berikut, kecuali?

  1. Membenarkan isi kitab sebelumnya yakni Taurat, Zabur dan Injil yang masih asli dan belum dicampuri perkataan manusia
  2. Inti ajaran dalam kitab-kitab sebelumnya sama dengan inti ajaran Al-Qur’an, yakni mengesakan Allah Swt
  3. Bahasa Al-Qur’an mempunyai nilai sastra yang tinggi
  4. Menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya yakni Taurat, Zabur dan Injil.
  5. Semua jawaban benar

Jawaban: C. Bahasa Al-Qur’an mempunyai nilai sastra yang tinggi

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, kedudukan al-qur’an terhadap kitab-kitab lain adalah sebagai berikut, kecuali bahasa al-qur’an mempunyai nilai sastra yang tinggi.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Hikmah Diturunkannya al-Qur’an adalah? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

Di dalam makalah ini terdapat dua unsur pokok yang sangat penting untuk dipahami sebelum melangkah lebih jauh ke pembahasan mengenai fungsi Al-Qur’an terhadap kitab sebelumnya. Kedua unsur tersebut yaitu tentang kitab dan fungsi Al-Qur’an serta hal-hal yang berkaitan dengan keduanya.

1.       Kitab-kitab Allah dan Ahlul Kitab

Kata “kitab” atau “buku suci” digunakan dalam Al-Qur’an baik dalam pengertian umum maupun khusus. Dalam pengertian umum, kitab adalah dasar dari seluruh wahyu, sumber dari hukum Allah yang abadi dan terdiri dari firman-firman (kalimat) yang merupakan ketetapan-katetapan yang tidak dapat diubah. Sedangkan dalam pengertian khusus, kitab berarti perjanjian lama dan perjanjian baru dan juga Al-Qur’an. Tetapi Al-Qur’an menyatakan dirinya sebagai wahyu yang paling sempurna atau kitab yang menyeluruh.[1][1] Kitab-kitab Allah berfungsi untuk menuntun manusia dalam meyakini Allah SWT dan apa yang telah diturunkan kepada rasul-rasul-Nya sebagaimana digambarkan dalam firman Allah SWT berikut. Artinya : “Katakanlah (hai orang-orang mukmin), kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya dan apa yang kami berikan kepada Musa dan Isa seperti apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan kami hanya patuh kepada-Nya.” (QS Al Baqarah : 136).

Nabi menerima syariat melalui wahyu yang berasal dari tuhan untuk dirinya dan juga bisa diberikan kepada selainnya, sedangkan rasul adalah seorang Nabi yang bertugas menyampaikan syariat, petunjuk aatau hal lainnya kepada sebagian umat yang menjadi tanggungannya, jadi seorang Rasul pastilah dia seorang Nabi dan dengan demikian seorang Nabi belum tentu berfungsi sebagai Rasul. Rasul menerima suhuf atau Kitab yang dalam arti harfiahnya bermakna lembaran-lembaran yang tertulis, berisi tentang syariat, perintah atau larangan. Dan  diantara kitab tersebut adalah :

1.      Nabi ibrahim AS

2.      Nabi Musa AS, disebut Taurat, berisi hukum syariat yang ditujukan kepada Bani Israil.

3.      Nabi Daud AS, disebut Zabur, juga ditujukan kepada Bani Israil.

4.      Nabi Isa al-Masih AS, disebut injil yang merupakan penyempurnaan dan penjelas bagi kitab-kitab sebelumnya yaitu Zabur dan Taurat dan ditujukan juga untuk Bani Israil.

5.      Nabi Muhammad SAW, disebut Al-Qur'an, merupakan petunjuk berupa syariat dan hukum bagi seluruh umat manusia dan sebagai penjelas dan penyempurna kitab-kitab Allah sebelumnya. Jadi Al-Quran merupakan wahyu tertulis terakhir (Final Revelation) berisi tentang penjelasan segala sesuatu yang diperlukan manusia dalam menempuh kehidupan di dunia agar mencapai kesejahteraan, keselamatan dengan tujuan akhir adalah kebahagiaan hidup di akhirat nanti.[2][2]

Semua kitab-kitab tersebut berasal dari Yang Maha Kuasa, Yang Maha Tahu, Tuhan Semesta Alam, Allah SWT. Oleh karena sumbernya satu, maka semua ajarannya adalah sejalan selaras dan bisa dijadikan dasar untuk membenarkan kitab-kitab sebelumnya. 

Adapun yang dimaksud dengan ahlul kitab secara umum berarti kaum yang percaya kepada kitab agama tertentu, sebagaimana digunakan dalam Al-Qur’an. Namun istilah ini secara khusus tertuju kepada kaum yahudi dan nasrani.  Istilah ahlul kitab terdapat dalam banyak ayat Al-Qur’an. Pengertainnya jelas yaitu para pengikut agama yang diberikan kitab suci, khususnya yahudi dan nasrani. Tetapi Qs.Al-Baqarah ayat 62 memasukkan shabiin ke dalam kelompok Ahlulkitab dan memperluas makna istilah ini hingga mencakup semua orang yang percaya Allah dan hari akhirat serta mengerjakan amal shalih.[3][3] William Montgomery watt mengatakan bahwa Muhammad menyandarkan pernyataan kenabian beliau berdasarkan atas kesamaan pengalaman kenabian beliau dengan pengalaman Musa dan Isa (Yesus). Maka beliau tidak dapat mengingkari kalau orang-orang  yahudi dan orang Kristen itu adalah ahli kitab, walaupun mereka nyaris hampir menyimpang dari keaslian wahyu yang diberikan kepada Isa dan Musa, sebagaimana yang diduga. Walaupun Al-quran memberikan argumen-argumen yang menyerang orang nasrani dan sebagian terbesar umat mengatakan bahwa perubahan serta ketidak murnian kitab suci Kristen dan yahudi itu secara eksplisit disebutkan di dalam al quran, namun persepsi pokok alquran terhadap yahudi dan Kristen dapat dikatakan kalau mereka adalah ahli kitab, yang menerima kitab suci, pada hakikatnya mengajarkan ajaran-ajaran yang sama seperti yang ada pada Al-qur’an. Sekalipun demikian, orang yahudi dan orang Kristen  ini nyaris hampir menyimpang dari kebenaran kitab suci yang asli, sekurang-kurangnya mereka makin memperluas ketidak mengertian dan ketidak menerimaannya kepada nabi Muhammad.[4][4]

2.      Fungsi dan Peranan Al-Qur’an

Al-qur’an tidak mengkhususkan pembicaraanya kepada bangsa tertentu , seperti kepada bangsa arab saja. Begitu juga ia tidak mengkhususkan pembicaraannya kepada satu kelompok tertentu, seperti kepada kaum muslim saja. Melainkan ia juga mengarahkan pembicaraannya kepada orang-orang non-muslim, sebagaimana ia berbicara kepada kaum muslim. Bukti tentang hal ini sangat banyak dijumpai di dalam Al-qur’an. Di antaranya adalah pembicaraan Al-qur’an yang ditujukan kepada orang-orang kafir, kaum musyrik, Ahlulkitab, Yahudi, Bani Israil, dan Nasrani. Al-qur’an mengajukan argumentasi kepada setiap golongan ini dan menyeru mereka untuk menerima ajaran-ajaran yang benar. Al-qur’an mengajukan argumentasi kepada golongan tersebut dan mengajak mereka kepada agama islam, tanpa mengaitkan pembicaraan itu dengan bangsa arab semata. Mengenai hal ini telah terlasnir dalam beberapa ayat di dalam Al-qur’an, misalnya Qs. Ali Imran ayat 64 dan Qs. At-Taubah ayat 11.[5][5]

Selain ayat-ayat yang telah disebutkan di atas, ada pula ayat-ayat yang menunjukkan universalitas dakwah islam. Di antaranya firman allah Qs. Al-An’am:19, Qs. Al-Qalam:52, Qs. Shaad:87, Qs. Al-Muddatstsir :35-36. Sehingga dari sejarah kita mengetahui banyak di antara para penyembah berhala, orang-orang Yahudi, dan Nasrani yang masuk islam. Begitu pula sekelompok orang dari  bangsa non-arab, seperti Salma dari Persia, Shahib dari Romawi, Bilal dari Ethiopia, dan lain-lain.[6][6]

Al-qur’an sebagai kitab suci agama Islam merupakan kitab yang paling sempurna juga telah dinyatakan oleh Allah dalam Qs. Al-Ma’idah:48, mengandung hakikat syariat para nabi Qs.Asyuara 13, dan Al-qur’an meliputi segala sesuatu pada Qs. An-Nahl ayat 89. Jadi kesimpulan ayat-ayat ini adalah bahwa Al-qur’an mengandung kebenaran-kebenaran seperti yang dijelaskan di dalam kitab-kitab samawi lainnya, namun disertai beberapa tambahan. Hal itu disebabkan karena Al-Qur’an merupakan kitab terakhir dan paling sempurna serta sebagai korektor bagi kitab-kitab yang turun sebelumnya.  Muhammad Ali As-Shabuny memberikan penjelasan tentang Qs. Al-Ma’idah ayat 48 bahwa selain mengoreksi dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya, maka pada ayat selanjutnya sampai ayat 50 Allah memperingatkan rasulNya agar tidak mengikuti kesesatan orang-orang Yahudi dan Nasrani, serta memerintahkan Nabi Muhammad untuk berpegang teguh kepada wahyu Al-Qur’an.[7][7]

Al-Qur'an adalah wahyu Allah ( 7:2 ) yang berfungsi sebagai mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad saw ( 17:88; 10:38 ) sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim ( 4:105; 5:49,50; 45:20 ) dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya ( 5:48,15; 16:64 ), dan bernilai abadi. Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi masuknya orang-orang sekarang, dan ( insya Allah) pada masa-masa yang akan datang. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an adalah firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw yang ummi (7:158) yang hidup pada awal abad ke enam Masehi (571 - 632 M). Diantara ayat-ayat tersebut umpamanya : 39:6; 6:125; 23:12,13,14; 51:49; 41:11-41; 21:30-33; 51:7,49 dan lain-lain.[8][8]

Al-Qur'an sebagai final revelation, dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan ditujukan kepada seluruh umat manusia, berisi seluruh rangkuman dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya, petunjuk ke jalan yang benar, pembeda antara yang bathil dan yang hak, dan sebagai penerang. Al-Qur’an berisi segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia baik yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan, sosial, ekonomi, negara, teknologi, jual-beli (bisnis), hukum privat dan sebagainya.

Adapun dalam hubungannya dengan kitab-kitab lain yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut, di antaranya:

a.       Al-Qur'an menuntut kepercayaan umat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Qs. Al-Baqarah ayat 4:” Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat”.

b.      Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan pembukti (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. Menganai hal ini telah dijelaskan dalam salah satu ayat Al-Qur’an, “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (QS. Al-Ma’idah:48). Sebagai korektor Al-Qur'an banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab Taurat, Injil, dan lain-lain yang dinilai Al-Qur'an sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran Allah yang sebenarnya. Baik menyangkut segi sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum,prinsip-prinsip ketuhanan dan lain sebagainya.

Ayat lain yang berkaitan dengan pembenaran Al-Qur’an terhadap kitab-kitab sebelumnya juga terdapat dalam Qs. Al-Baqarah ayat 91,” Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Quran yang diturunkan Allah," mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". Dan mereka kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?”

c.       Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara umat-umat rasul yang berbeda. Mengenai perkara ini telah di jelaskan dalam Qs. An-Nahl ayat 63 – 64,”Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”

d.      Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik olehYahudi dan Kristen. Dengan demikian demikian ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT. (30:2,3,4;5:14).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulakan bahwa Al-Qur’an dalam kaitannya dengan kitab-kitab sebelumnya yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan Suhuf-suhuf, memiliki fungsi yang sangat jelas. Beberapa fungsi Al-Qur’an terhadap kitab sebelumnya terlansir dalam Qs. Al-Baqarah ayat 91 dan Qs. Al-Ma’idah ayat 48. Di dalam kedua ayat tersebut dijelaskan bahwa Al-Qur’an memiliki peranan penting bagi kitab sebelumnya, yaitu sebagai evaluator/korektor dan sebagai pembenar isi-isi kitab tersebut.

Dengan demikian sesungguhnya Al-Qur’an Ahlulkitab untuk mengamalkan ajaran agama. Justru mengukuhkan beberapa ajaran dasar mereka seperti ibadah pada hari sabtu, qishas, dan aturan makanan halal dan haram. Adapun yang dicela oleh Al-Qur’an adalah tindakan melampui batas dalam beragama (Qs. Al-Ma’idah:78), penyimpangan dalam menafsirkan ajaran agama, mengubah ayat-ayat Allah dari kebenarannya dan mempraktikkan kebohongan-kebohongan (Qs.An-Nisa’:47), mereka mengingkari perintah Allah dan berusaha menyesatkan orang lain. Dan terhadap orang-orang ini Al-Qur’an benar-benar memerintahkan kita untuk waspada, misalnya dalam Qs. Ali Imran:29 dan Qs.At-Taubah:110. Tetapi meskipun Al-qur’an mengukuhkan dan membenarkan ajaran kitab-kitab sebelumnya, bukan berarti kita diperbolehkan untuk mencampur adukkan dan mempraktikkan semua ajaran agama.[9][9] Jadi Umat islam harus harus berpgang teguh pada Al-Qur’an karena ia merupakan kitab yang paling sempurna dan terbebas dari rekayasa dan tangan jahil manusia.

Sementara dalam kesimpulan yang cukup kontradiksi dengan pernyataan di atas, William Montgomery watt mengatakan dalam bukunya bahwa Umat Kristen harus mengikuti kebenaran mendalam pada pernyataan Al-qur’an agar mengakui agama Ibrahim. Umat yahudi, Kristen, dan Islam, semua memiliki keimanan yang kembali kepada Ibrahim, sungguhpun dengan nama apa saja keimanan itu diberi nama. Sementara sebagian umat islam agaknya berpikir bahwa suatu agama itu wajib tetap asli murni tidak berubah-rubah. Dalam pada itu, sebagian umat Kristen melihat agama sebagai suatu hal yang hidup yang tumbuh dan berkembang sampai-sampai menemukan kebutuhan-kebutuhan masyarakat manusia yang senantiasa menjadi dan berubah tak kenal usai, dan hanya di pusatnyalah yang tetap dan tidak berubah untuk selama-lamanya.[10][10]

Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan.” (QS. al-Baqarah: 257)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’aam: 122)

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata mengenai tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Alif lam lim. Inilah Kitab yang tidak ada sedikit pun keraguan padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 1-2). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya al-Qur’an ini menunjukkan kepada urusan yang lurus dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Israa’: 9).

Oleh sebab itu merenungkan ayat-ayat al-Qur’an merupakan pintu gerbang hidayah bagi kaum yang beriman. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, agar mereka merenungi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29).

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an, ataukah pada hati mereka itu ada gembok-gemboknya?” (QS. Muhammad: 24). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an, seandainya ia datang bukan dari sisi Allah pastilah mereka akan menemukan di dalamnya banyak sekali perselisihan.” (QS. an-Nisaa’: 82)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (QS. Thaha: 123).

Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Allah memberikan jaminan kepada siapa saja yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya, bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akherat.” Kemudian beliau membaca ayat di atas (lihat Syarh al-Manzhumah al-Mimiyah karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, hal. 49).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa maksud dari mengikuti petunjuk Allah ialah:

1.      Membenarkan berita yang datang dari-Nya,

2.      Tidak menentangnya dengan segala bentuk syubhat/kerancuan pemahaman,

3.      Mematuhi perintah,

4.      Tidak melawan perintah itu dengan memperturutkan kemauan hawa nafsu (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 515 cet. Mu’assasah ar-Risalah)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Sungguh telah datang kepada kalian nasehat dari Rabb kalian (yaitu al-Qur’an), obat bagi penyakit yang ada di dalam dada, hidayah, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an itu obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Akan tetapi ia tidaklah menambah bagi orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. al-Israa’: 82)

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an itu mengandung ilmu yang sangat meyakinkan yang dengannya akan lenyap segala kerancuan dan kebodohan. Ia juga mengandung nasehat dan peringatan yang dengannya akan lenyap segala keinginan untuk menyelisihi perintah Allah. Ia juga mengandung obat bagi tubuh atas derita dan penyakit yang menimpanya.” (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 465 cet. Mu’assasah ar-Risalah)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam salah satu rumah Allah, mereka membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan pasti akan turun kepada mereka ketenangan, kasih sayang akan meliputi mereka, para malaikat pun akan mengelilingi mereka, dan Allah pun akan menyebut nama-nama mereka diantara para malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim dalam Kitab adz-Dzikr wa ad-Du’a’ wa at-Taubah wa al-Istighfar [2699])

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab Allah dan mendirikan sholat serta menginfakkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka berharap akan suatu perniagaan yang tidak akan merugi. Supaya Allah sempurnakan balasan untuk mereka dan Allah tambahkan keutamaan-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih.” (QS. Fathir: 29-30)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman maukah Aku tunjukkan kepada kalian suatu perniagaan yang akan menyelamatkan kalian dari siksaan yang sangat pedih. Yaitu kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kalian pun berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Maka niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan tempat tinggal yang baik di surga-surga ‘and. Itulah kemenangan yang sangat besar. Dan juga balasan lain yang kalian cintai berupa pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. ash-Shaff: 10-13)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman, jiwa dan harta mereka, bahwasanya mereka kelak akan mendapatkan surga. Mereka berperang di jalan Allah sehingga mereka berhasil membunuh (musuh) atau justru dibunuh. Itulah janji atas-Nya yang telah ditetapkan di dalam Taurat, Injil, dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih memenuhi janji selain daripada Allah, maka bergembiralah dengan perjanjian jual-beli yang kalian terikat dengannya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 111)

Dari ‘Amir bin Watsilah, dia menuturkan bahwa suatu ketika Nafi’ bin Abdul Harits bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfan (sebuah wilayah diantara Mekah dan Madinah, pent). Pada waktu itu ‘Umar mengangkatnya sebagai gubernur Mekah. Maka ‘Umar pun bertanya kepadanya, “Siapakah yang kamu angkat sebagai pemimpin bagi para penduduk lembah?”. Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.” ‘Umar kembali bertanya, “Siapa itu Ibnu Abza?”. Dia menjawab, “Salah seorang bekas budak yang tinggal bersama kami.” ‘Umar bertanya, “Apakah kamu mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?”. Maka Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal Kitab Allah ‘azza wa jalla dan ahli di bidang fara’idh/waris.” ‘Umar pun berkata, “Adapun Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam memang telah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab ini sebagian kaum dan dengannya pula Dia akan menghinakan sebagian kaum yang lain.”.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [817])

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5027])

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara: seorang lelaki yang diberikan ilmu oleh Allah tentang al-Qur’an sehingga dia pun membacanya sepanjang malam dan siang maka ada tetangganya yang mendengar hal itu lalu dia berkata, “Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia lakukan.” Dan seorang lelaki yang Allah berikan harta kepadanya maka dia pun menghabiskan harta itu di jalan yang benar kemudian ada orang yang berkata, “Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia lakukan.”.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5026])

Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah al-Qur’an! Sesungguhnya kelak ia akan datang pada hari kiamat untuk memberikan syafa’at bagi penganutnya.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [804])

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca satu huruf dalam Kitabullah maka dia akan mendapatkan satu kebaikan. Satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim satu huruf. Akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Tsawab al-Qur’an [2910], disahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28). Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat/merenungkan al-Qur’an. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bimbingan al-Qur’an (lihat Tafsir al-Qayyim, hal. 324)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan juga ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. an-Nisaa’: 59)

Maimun bin Mihran berkata, “Kembali kepada Allah adalah kembali kepada Kitab-Nya. Adapun kembali kepada rasul adalah kembali kepada beliau di saat beliau masih hidup, atau kembali kepada Sunnahnya setelah beliau wafat.” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 14)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr/al-Qur’an supaya kamu menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka itu, dan mudah-mudahan mereka mau berpikir.” (QS. an-Nahl: 44). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa menaati rasul itu maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Rasulullah, yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhir.” (QS. al-Ahzab: 21)

Mak-hul berkata, “al-Qur’an lebih membutuhkan kepada as-Sunnah dibandingkan kebutuhan as-Sunnah kepada al-Qur’an.” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 13). Imam Ahmad berkata, “Sesungguhnya as-Sunnah itu menafsirkan al-Qur’an dan menjelaskannya.” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 13)

Wallahu a’lam bish showab. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi



Page 2