tirto.id - Kebudayaan atau sejarah peradaban manusia purba pada zaman praaksara ternyata memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di masa kini. Setidaknya ada 10 pengaruh yang masih dapat ditemukan hingga sekarang. Zaman praaksara atau zaman nirleka atau prasejarah merupakan sebutan bagi kehidupan sebelum manusia mengenal tulisan. Awal mula zaman ini dimulai saat manusia purba jenis Hominini (Homo) memanfaatkan perkakas batu sekira 3,3 juta tahun lalu sampai bermulanya sistem tulis. Pada masa tersebut, belum ada catatan mengenai sejarah. Manusia belum mengenal tulisan sehingga sejarah dan kebudayaan masa lalu lebih sulit ditemukan buktinya.
Petunjuk mengenai zaman praaksara didapatkan melalui berbagai bidang ilmu seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi, antropologi, arkeologi, dan lainnya. Meski informasi zaman praaksara tidak tercatat detil, namun diyakini kebudayaan manusia zaman juga sudah cukup tinggi.
Baca juga:
Dikutip dari Modul Sejarah Indonesia Kelas X (2020), J.L. Brendes meyakini sebelum masuknya budaya Hindu-Buddha dari India, Nusantara sudah memiliki dasar-dasar kebudayaan cukup tinggi.
Bahkan, sampai sekarang unsur kebudayaan masa praksara diyakini tetap bertahan sampai sekarang. Ditemukan ada 10 unsur pokok kebudayaan asli Indonesia sebelum masuknya budaya India dan berpengaruh terhadap masyarakat sampai sekarang, yaitu: 1. Mengenal astronomi untuk berbagai keperluan Ilmu astronomi yang masih dipakai sampai saat ini dalam kehidupan yaitu untuk memberikan petunjuk berlayar di malam hari. Dalam bercocok tanam, masyarakat juga menggunakan informasi mengenai musim untuk menentukan masa tanam yang tepat. 2. Mengatur masyarakat Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih mengenal musyawarah dan mufakat untuk mencari solusi atas masalah. Ini adalah budaya turun menurun yang bermula dari desa-desa kuno di Indonesia. Pemimpin juga dipilih melalui musyawarah yang diharapkan bisa melindungi dari gangguan masyarakat luar atau pun roh jahat, dan memimpin dengan baik.
Baca juga:
3. Sistem macapat Sistem macapat adalah tatacara untuk menata kota yang didasarkan pada jumlah empat, dengan pusat pemerintahan diletakkan pada tengah-tengah wilayah yang dikuasai. Misalnya pada pusat pemerintahan terdapat tanah lapang (alun-alun) yang dikelilingi bangunan empat penjuru seperti keraton, tempat ibadah, pasar, dan penjara. Konsep ini masih ditemukan pada kota-kota lama. 4. Kesenian wayang Wayang merupakan kesenian yang ceritanya terpengaruh dari kitab Mahabarata dan Ramayana. Di Jawa, wayang disesuaikan dengan tema kehidupan zaman dulu dengan penambahan tokoh khas seperti Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong.
Baca juga:
5. Seni gamelan Gamelan juga diyakini merupakan peninggalan zaman praaksara di Indonesia. Kesenian ini warisan dari zaman logam yang biasa dipakai mengiringi pertunjukan wayang maupun pelaksanaan suatu acara. 6. Seni batik Seni batik yang kini menjadi bagian dari Warisan Budaya TakBenda menurut UNESCO, berasal dari zaman praaksara yang kini makin disukai sebagai bagian dari berbusana. Ragam coraknya tidak lagi monoton dan telah mendapatkan sentuhan kekinian. 7. Menanam padi di sawah Budaya menanam padi sudah ada sejak Zaman Logam yang waktu itu ditandai dengan penggunaan kapak corong sebagai alat cangkul. Kapak corong adalah prototipe cangkul yang ada di zaman sekarang. Aktivitas menanam padi dari zaman lampau membuat Indonesia sampai sekarang menjadi negara agraris.
Baca juga:
8. Alat tukar dalam berdagang Manusia zaman praaksara sudah mengenal barter untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya. Tukar menukar barang (barter) telah ada semenjak zaman Neolithikum. Barter masih terjadi sampai sekarang. 9. Kemampuan berlayar Nenek moyang bangsa Indonesia memiliki catatan hebat dalam pelayaran. Mereka mengarungi lautan berbekal ilmu astronomi sederhana. Hal itu tampak dari perpindahan masyarakat Yunan di Cina menuju Nusantara pada zaman Logam. 10. Seni logam Kemampuan membuat barang dari logam diturunkan sejak zaman dulu menggunakan teknik a Cire Perdue. Teknik ini diterapkan dengan membuat lebih dulu cetakannya, lalu logam cair dimasukkan ke dalamnya. Cetakan dibuat dari batu, tanah liat, dan sebagainya.
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
ZAMAN PRAAKSARA
atau
tulisan menarik lainnya
Ilham Choirul Anwar
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
Beliung Persegi, salah satu peninggalan zaman praaksara di Indonesia. KOMPAS.com - Kehidupan manusia pada masa praaksara dapat diketahui dari beberapa peninggalan yang ditemukan. Mengutip Kemdikbud RI, masa praaksara adalah masa manusia sebelum mengenal tulisan. Pada masa praaksara, manusia purba dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat tergantung pada alam. Terdapat tiga jenis manusia yang hidup zaman praaksara yaitu Meganthropus Palaeojavanicus, Pithecanthropus Erectus, dan Homo Sapiens. Berdasarkan penemuan seorang paleontologis dan geologis dari Jerman, Gustav Heinrich Ralph Von Koenigswald pada 1936 dan 1941, manusia paling primitif di Indonesia adalah Meganthropus Palaejavanicus. Baca juga: Kehidupan Zaman Praaksara Peninggalan zaman praaksaraZaman praaksara tidak meninggalkan bukti-bukti berupa tulisan. Temuan berbagai benda pada zaman pra aksara dinamakan artefak. Artefak adalah benda-benda atau alat-alat hasil kebudayaan manusia. Artefak dari zaman praaksara terbuat dari batu, tanah liat dan perunggu. Beberapa peninggalan zaman praaksara di Indonesia antara lain: Baca juga: Jenis Peninggalan Bersejarah Kapak genggamKapak genggam disebut juga kapak perimbas, yaitu berupa batu yang dibentuk menjadi semacam kapak. Teknik pembuatan kapak genggam masih kasar, bagian tajam hanya pada satu sisi, dan belum bertangkai. Cara penggunaan dengan digenggam. Kapak genggam ditemukan di Lahat Sumatera Selatan, Kalianda Lampung, Awangbangkal Kalimantan Selatan, Cabbenge Sulawesi Selatan dan Trunyan Bali. Alat serpihAlat serpih adalah batu pecahan sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk menjadi tajam. Alat ini berfungsi sebagai serut, gurdi, penusuk dan pisau. Alat serpih ditemukan di Punung, Sangiran dan Ngandong di lembah Sungai Bengawan Solo, Gombong di Jawa Tengah, Lahat, Cabbenge dan Mengeruda di Flores Nusa Tenggara Timur. Baca juga: Upaya Pelestarian Peninggalan Bersejarah |