Apakah boleh tidak sholat jumat jika sakit?

SHOLAT JUMAT PERDANA - Masjid Raya Al Azhom, Kota Tangerang kembali dibuka pada Jumat (12/6/2020). WARTA KOTA/NUR ICHSAN 

TRIBUNNEWS.COM - Sholat jumat merupakan ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim laki-laki.

Dikutip dari Buku Panduan Lengkap Ibadah Muslimah, perintah melaksanakan sholat Jumat tertuang dalam Al Qur`an Surat Al Jumu`ah ayat 9.

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum`at, maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui."

Sholat Jumat memiliki syarat wajib, yakni yang menjadi syarat sehingga seseorang diwajibkan melaksanakan shalat jumat, yakni:

1. Muslim
2. Laki-laki
3. Mukallah, dewasa
4. Sehat
5. Bermukim, sudah tinggal menetap

Melaksanakan sholat jumat sangat ditekankan, sampai-sampai terdapat peringatan harus disegerakan bahkan ketika sedang melakukan jual beli.

Lantas bagaimana hukumnya bagi muslim laki-laki yang meninggalkan sholat Jumat?

Baca juga: Niat Sholat Jumat Lengkap dengan Latin dan Arti serta Tata Caranya

Baca juga: Teks Khutbah Jumat, Tema: Bahaya Hasad Bagi Manusia

Terdapat hadits yang menerangkan bahwa seorang muslim laki-laki yang meninggalkan salat Jumat selama tiga kali berturut-turut termasuk ke dalam golongan kafir.

"Siapa yang meninggalkan Shalat Jumat sebanyak tiga kali berturut-turut tanpa uzur, maka Allah akan tutup hatinya."

Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Raden Mas Said Surakarta, Khasan Ubaidilah mengatakan, ketika seseorang meninggalkan Sholat Jumat, perlu diperjalas alasannya kenapa.

"Ada suatu kondisi seorang laki-laki itu boleh meninggalkan atau tidak melaksanakan sholat jumat," ungkap Khasan dalam Program Oase Tribunnews, Jumat (1/10/2021).

Baca juga: Niat Sholat Dhuha dan Tata Cara Pelaksanaannya

Baca juga: Tata Cara Sholat Tahajud, Dilengkapi Doa setelah Sholat Tahajud dan Keutamaannya

Kondisi tersebut di antaranya ketika sakit, dalam keadaan darurat, dan karena sibuk dengan urusan pekerjaan yang sangat penting.

Ketika seorang sedang sakit, maka hal itu tidak menjadi bagian yang membuat laki-laki itu wajib melaksanakan sholat Jumat.

Sebagai muslim yang mukalaf laki-laki dewasa yang mampu menerima kewajiban, seorang muslim wajib melaksanakan shalat jumat. Sekalipun mereka dalam keadaan sedang bekerja, berbisnis, belajar, dan kesibukan lainnya. Kewajiban melaksanakan shalat jumat berdasarkan firman Allah dalam Al Quran surat al Jumah ayat 9 "Hai orang yang beriman, apabila diseru untuk melaksanakan shalat pada hari jumat, maka bersegeralah kamu dalam mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui".

Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UM Surabaya Dian Berkah menjelaskan meninggalkan shalat jumat, memang dibolehkan dikarenakan uzur syar'i seperti sakit, wanita, dan anak kecil. Kebolehan ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud nomor 1067 "Shalat jumat adalah wajib bagi setiap muslim dengan berjamaah kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita, anak kecil, dan orang sakit".

Termasuk kebolehan mereka meninggalkan shalat jumat dikarenakan dalam keadaan wabah penyakit seperti covid 19, dalam keadaan musafir (perjalanan). Alasan musafir ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Tarikh al Kabir juz 2 hal 337.

Tentu, mereka yang meninggalkan shalat jumat karena uzur syar'i, bukan berarti tidak shalat. Melainkan, mereka wajib menggantinya dengan shalat zuhur seperti pada hari biasanya,” ,”tutur Dian Jumat (25/11/22)

Berbeda dengan mereka yang meninggalkan shalat jumat tanpa alasan. Ada yang dikarenakan memang mereka tidak shalat. Ada yang karena mereka malas karena suatu kesibukan. Ada juga yang dikarenakan mereka ketiduran karena tidak diperhitungkan. Termasuk alasan lainnya yang tidak tergolong ke dalam alasan syar'i yang disebutkan dalam hadist Nabi Muhammad SAW.

Jika benar, mereka meninggalkan shalat jumat dengan sengaja (meremehkannya) dan bukan karena kondisi darurat serta dilakukan sebanyak tiga kali waktu Jumat, Allah akan mengunci hatinya (HR. Ibnu Majah Nomor 1126 dan HR. Abu Daud nomor 1052), sehingga mereka itu seperti orang yang munafik (HR. Ibn Hibban nomor 258).

Dengan melihat pentingnya shalat jumat bagi seorang muslim. Adanya kebolehan bagi mereka yang meninggalkannya karena uzur syar'i dan menggantinya dengan shalat zuhur. Ketegasan sanksi (balasan) bagi mereka yang meninggalkannya tanpa alasan. Sepantasnya, tidak ada seorang muslim pun yang meninggalkan shalat jumat, apalagi sampai berturut sampai tiga kali atau lebih meninggalkannya.

Shalat Jum’at adalah ibadah yang agung yang dilaksanakan di hari yang mulia. Ia juga merupakan syi’ar Islam yang besar. Hukumnya fardhu ‘ain bagi lelaki Muslim. Oleh karena itu, meninggalkan shalat Jum’at juga merupakan perkara yang fatal.

Daftar Isi sembunyikan

1. Meninggalkan shalat Jum’at adalah dosa besar

2. Meninggalkan shalat Jum’at karena udzur

Meninggalkan shalat Jum’at adalah dosa besar

Dalam riwayat lain, dari Abul Ja’d Adh Dhamri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat jum’at tiga kali karena meremehkannya, maka Allah akan kunci hatinya” (HR. Abu Daud no.1052, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dalam riwayat lain, dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثًا مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

Barangsiapa yang meninggalkan shalat jum’at tiga kali padahal bukan kondisi darurat, maka Allah akan kunci hatinya” (HR. Ibnu Majah no.1126, dihasankan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

Al-Munawi rahimahullah menjelaskan makna hadits ini:

أي : ختم عليه وغشاه ومنعه ألطافه ، وجعل فيه الجهل والجفاء والقسوة ، أو صير قلبه قلب منافق

“Maksudnya: Allah akan mengunci hatinya, menutupnya dan menghalanginya dari kasih sayang Allah. Dan Allah akan jadikan kejahilan, kekasaran dan kekerasan hati padanya. Atau Allah akan jadikan hatinya seperti hati orang munafik.” (Faidhul Qadir, 6/133).

Ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat Jum’at tanpa udzur, ia telah melakukan dosa besar. 

Bahkan dalam hadits yang lain, orang yang meninggalkan shalat Jum’at tanpa udzur diancam lebih keras lagi. Dari Abul Ja’d Adh Dhamri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن ترَك الجمعةَ ثلاثًا مِن غيرِ عذرٍ فهو منافقٌ

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat jum’at tiga kali tanpa udzur, maka dia orang munafik” (HR. Ibnu Hibban no.258, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no.727).

Bahkan Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu mengatakan:

من ترَكَ الجمعةَ ثلاثَ جمعٍ متوالياتٍ فقد نَبذَ الإسلامَ وراءَ ظَهْرِهِ

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat Jum’at tiga kali berturut-turut maka ia telah melemparkan Islam ke belakang punggungnya” (HR. Al Mundziri dalam At Targhib wat Tarhib, 1/132, ia mengatakan: “sanadnya shahih”).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan:

ترك الجمعة لا يجوز، وهو على خطر، صاحبها على خطر إذا تعمد تركها، عند جمع من أهل العلم يراه كافراً إذا تعمد تركها

“Meninggalkan shalat jum’at itu tidak diperbolehkan. Orang yang melakukannya dalam bahaya besar, jika ia melakukannya dengan sengaja. Menurut sebagian ulama, orang yang melakukannya bisa kafir jika ia bersengaja meninggalkan shalat jum’at.” (Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/9823/).

Baca Juga: Beberapa Kesalahan di Hari Jum’at (Bag. 4) : Salat Sunah Qabliyah Jumat

Meninggalkan shalat Jum’at karena udzur

Yang dicela dalam hadits-hadits di atas adalah yang meninggalkan shalat jum’at dengan sengaja, tanpa ada udzur. Karena ancaman dalam hadits dikaitkan dengan syarat “… karena meremehkannya”, “… tanpa udzur” atau “… padahal bukan kondisi darurat”. Adapun jika ada udzur atau kondisi darurat maka tidak berdosa dan bukan orang munafik.

Demikian juga sebagaimana disebutkan hadits dari Thariq bin Syihab radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الجمعةُ حقٌّ واجبٌ على كلِّ مسلمٍ فبجماعةٍ إلاَّ أربعةً عبدٌ مملوكٌ أوِ امرأةٌ أو صبيٌّ أو مريضٌ

“Shalat Jum’at adalah wajib bagi setiap Muslim dengan berjama’ah kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita, anak kecil, orang sakit.” (HR. Abu Daud no. 1067, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dalam riwayat lain dari Tamim Ad Dari radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الجمعةُ واجبٌ إلا على امرأةٍ أو صبيٍّ أو مريضٍ أو مسافرٍ أو عبدٍ

“Shalat Jum’at itu wajib bagi kecuali wanita, anak kecil, orang sakit, musafir atau hamba sahaya.” (HR. Al Bukhari dalam at Tarikh Al Kabir, 2/337).

Maka budak, wanita, anak kecil, orang sakit, dan musafir tidak dicela dan tidak disebut munafik ketika meninggalkan shalat jum’at. Karena mereka memiliki udzur.

Dan diantara udzur yang menyebabkan bolehnya meninggalkan shalat Jum’at adalah adanya penyakit. Al Mardawi rahimahullah dalam kitab Al Insaf mengatakan:

وَيُعْذَرُ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَةِ الْمَرِيضُ بِلَا نِزَاعٍ، وَيُعْذَرُ أَيْضًا فِي تَرْكِهِمَا لِخَوْفِ حُدُوثِ الْمَرَضِ

“Diberi udzur untuk meninggalkan shalat jama’ah dan shalat jum’at bagi orang sakit tanpa ada khilaf di antara ulama. Demikian juga diberi udzur untuk meninggalkan shalat jama’ah dan shalat jum’at ketika ada kekhawatiran terkena penyakit”.

Orang yang mendapati kesulitan untuk melaksanakan shalat Jum’at, maka ada kemudakan baginya untuk tidak menghadiri shalat Jum’at. Sebagaimana kaidah fikih yang disepakati para ulama:

المشقة تجلب التيسير

“Adanya kesulitan, menyebabkan adanya kemudahan”.

Dan orang yang tidak menghadiri shalat Jum’at, baik karena ada udzur maupun karena sengaja, wajib baginya untuk shalat zhuhur empat raka’at. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:

من لم يحضر صلاة الجمعة مع المسلمين لعذر شرعي من مرض أو غيره أو لأسباب أخرى صلى ظهرا ، وهكذا المرأة تصلي ظهرا ، وهكذا المسافر وسكان البادية يصلون ظهرا كما دلت على ذلك السنة ، وهو قول عامة أهل العلم ، ولا عبرة بمن شذ عنهم ، وهكذا من تركها عمدا ، يتوب إلى الله سبحانه ، ويصليها ظهرا

“Siapa yang tidak melakukan shalat Jumat bersama kaum muslimin karena udzur syar’i, baik berupa sakit, atau lainnya, maka ia wajib shalat Zhuhur. Demikian pula wanita, dia wajib shalat Zhuhur. Begitupula dengan musafir dan penduduk yang tinggal di gurun pedalaman, mereka wajib shalat Zhuhur, sebagaimana disebutkan dalam hadits. Inilah pendapat mayoritas ulama, pendapat yang syadz (nyeleneh) dalam masalah ini tidak dianggap. Demikian pula bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, hendaknya dia bertaubat kepada Allah dan dia wajib shalat Zhuhur.” (Majmu Fatawa Ibnu Baz, 12/332).

Baca Juga:

  • Keutamaan Waktu Ba’da Ashar Hari Jumat
  • Hukum Jual Beli ketika Shalat Jumat

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Apakah boleh tidak sholat jumat jika sakit?
Apakah boleh tidak sholat jumat jika sakit?
Apakah boleh tidak sholat jumat jika sakit?

**

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

🔍 Kumpulan Hadist Tentang Jilbab, Hadist Sahur, Muhaddits, Hadits Tentang Jodoh Dalam Islam, Doa Buruk Tidak Akan Dikabulkan

Apakah boleh tidak shalat Jumat karena sakit?

Dalam hadis di atas, jelas disebutkan bahwa empat golongan ini diperbolehkan untuk tidak melakukan shalat Jumat, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang sakit.

Apakah boleh mengganti sholat Jumat dengan sholat dzuhur karena sakit?

Berdasarkan hadits tersebut, para ulama berpendapat bahwa mengganti sholat Jumat dengan sholat dzuhur adalah mubah atau boleh. Alasannya bisa karena ancaman wabah yang mematikan atau sedang menjalani isolasi mandiri di rumah.

Apa hukum meninggalkan shalat karena sakit?

"Itu menandakan bahwa shalat lima waktu ini merupakan ibadah yang sangat penting, jadi hukumnya wajib," kata Kiai Ahsin. Ustaz Ahmad Sarwat dalam buku Shalat Orang Sakit menjelaskan bahwa tidak serta merta karena alasan sakita maka seseorang dapat meninggalkan shalat.

Apa hukumnya tidak shalat Jumat 3 kali karena sakit?

"Barang siapa meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali karena menyepelekkannya, maka Allah mengunci mata hatinya berhentilah orang-orang dari melalaikan shalat jumat, atau Allah mengunci mata hati mereka sehingga selamanya mereka menjadi orang yang lalai" (H.R Muslim dan An-Nasai) (Al-Hasani: 1992: 64-65).