Apabila karyawan memiliki utang yang timbul karena asset

07 Aug 2020, 12:01 WIB - Oleh: Ria Theresia Situmorang

ANTARA/Dhemas Reviyanto Pramuniaga melayani konsumen di salah satu mini market di kawasan Jakarta Timur, Jumat (1/3/2019).

Bisnis.com, JAKARTA – Pengelola ritel Alfamart PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) akhirnya mengungkap alasan dibalik pemotongan gaji sebagian karyawan sebesar 10 persen.

Untuk diketahui, Aliansi Serikat Pekerja Alfamart (ASPAL) sebelumnya melakukan protes terhadap pihak manajemen akibat dari kebijakan pemotongan upah 10 persen kepada karyawan yang diakibatkan oleh nota selisih barang.

Aliansi karyawan tersebut menyebut bahwa perseroan mengambil langkah pemotongan upah karyawan sebesar 10 persen setiap bulannya jika hasil akhir perhitungan stock opname di gerai ritelnya melebihi batas toleransi kehilangan sebanyak 0,02 persen.

Baca Juga : Kebal Pandemi, Laba Bersih Alfamart (AMRT) Naik 23 Persen

Karena hal tersebut, karyawan mengancam akan melancarkan aksi mogok kerja pada periode 11 hingga 13 Agustus 2020.

Berdasarkan keterangan perseroan di laman keterbukaan informasi, Jumat (7/8/2020), Financial Plan & Reporting Manager Sumber Alfaria Trijaya Lana Pudjianto mengatakan potongan upah karyawan sejatinya dikarenakan mereka memiliki kewajiban tertentu yang harus dibayarkan kepada perusahaan.

“Pembebanan nota selisih barang terjadi apabila terdapat selisih hasil stock opname di toko setelah dikurangi batas toleransi yang ditanggung perusahaan; selisih tersebut menjadi tanggungan karyawan sesuai dengan hitungan dan proporsi yang telah ditentukan,” ungkap Lana dalam keterangan resmi.

Baginya, hal ini merupakan kebijakan perusahaan yang tertuang dalam peraturan perusahaan dan telah disosialisasikan sejak awal karyawan bergabung dengan perusahaan.


Adapun, perseroan tidak memiliki informasi atau kejadian penting lainnya yang mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan dan dapat mempengaruhi harga saham perusahaan.

Dikutip dari survei BEI terhadap dampak pandemi Covid-19 terhadap perusahaan untuk periode Juni 2020, perseroan menyatakan memiliki 123.691 karyawan yang berstatus tetap dan tidak tetap.

Perseroan juga menyatakan tidak ada karyawan yang diberlakukan aturan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau berdampak secara finansial seperti pemotongan gaji akibat dari penyebaran virus mematikan tersebut.

“Hingga saat ini, karyawan perseroan tidak berdampak, masih berjalan seperti biasa,” tulis manajemen.

Sebagai gambaran, emiten berkode saham AMRT tersebut termasuk salah satu emiten yang paling beruntung karena masih mampu mencetak kenaikan laba bersih di tengah pandemi.

Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2020, perseroan berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih 23,2 persen secara tahunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Realisasi tersebut setara dengan perolehan laba bersih Rp493,26 miliar sepanjang periode pertama tahun 2020.

Adapun, pendapatan dari pengelola jaringan ritel Alfamart, Alfamidi hingga Lawson tersebut bertumbuh 5,33 persen secara tahunan menjadi Rp38,08 triliun pada periode awal tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : karyawan, alfamart, sumber alfaria trijaya

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Pernahkan Anda bertanya-tanya apakah perusahaan dapat melakukan pemotongan upah terhadap pekerjanya ataupun melakukan penangguhan upah? Simak apa saja jenis pemotongan upah yang dapat dilakukan pengusaha dan syarat bagi pengusaha untuk melakukan penangguhan upah

APAKAH PERUSAHAAN DAPAT MELAKUKAN PENANGGUHAN UPAH?

TIdak. Penangguhan upah adalah bentuk pelanggaran upah. Pasal 88A ayat (3) Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) jo. Undang-undang No. 11 tahun 2020 (UU 11/2020) dan pasal 55 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2021 tentang Pengupahan (UU 36/2021) menegaskan pengusaha wajib membayar upah sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja. Artinya tidak dapat dibayarkan terlambat, ditangguhkan, jumlahnya tidak sesuai dengan kesepakatan, dsb. Ketentuan selanjutnya yakni dalam pasal 88A ayat (6) UU 13/2003 jo. UU 11/2020 menyebut pelanggaran upah berupa penangguhan pembayaran dapat dijatuhi denda. Selain denda pasal 185 ayat (1) dan (2) UU 13/2003 jo. UU 11/2020 memberi sanksi pidana bagi pengusaha yang terlambat membayar upah.

Penangguhan pembayaran upah sebelumnya dikenal dalam pasal 90 ayat (2) UU 13/2003, upah yang dimaksud adalah upah minimum. Namun melalui UU 11/2020 , pasal ini telah dihapus, sehingga pengaturan mengenai penangguhan pembayaran upah minimum sudah tidak berlaku lagi.

APAKAH PERUSAHAAN DAPAT MELAKUKAN PEMOTONGAN UPAH? 

Ya. Pasal 58 ayat (1) PP 36/2021 menyebut dimungkinkan dilakukannya pemotongan upah pekerja, dengan ketentuan jumlah keseluruhan pemotongan upah adalah paling banyak 50% (lima puluh persen) dari setiap pembayaran upah yang diterima pekerja (pasal 65 PP 36/2021).

APA SAJA JENIS PEMOTONGAN UPAH YANG BISA DILAKUKAN PERUSAHAAN?

Pemotongan upah pekerja oleh pengusaha dapat dilakukan untuk pembayaran:

  1. Pemotongan pajak penghasilan sesuai ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf a UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
  2. Pemotongan pembayaran iuran Jaminan Sosial: jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kehilangan pekerjaan (pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional jo. UU 11/2020). Pemotongan upah pekerja untuk berbagai program jaminan ini ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, dimana terdapat kewajiban pembayaran oleh pekerja juga pengusaha. 
  3. Lain-lain, yakni diatur dalam Pasal 63 (1) PP 36/2021 yang menyebut pemotongan upah oleh pengusaha dapat dilakukan untuk pembayaran: denda, ganti rugi, uang muka upah, sewa rumah dan/atau sewa barang milik perusahaan yang disewakan oleh pengusaha kepada pekerja, utang atau cicilan utang pekerja, dan/atau kelebihan pembayaran upah. Dengan ketentuan:
  1. Pemotongan upah untuk pembayaran denda, ganti rugi, dan uang muka upah dilakukan sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. 
  2. Pemotongan upah untuk sewa rumah dan/atau sewa barang milik perusahaan harus dilakukan berdasarkan kesepakatan tertulis atau perjanjian tertulis. 
  3. Pemotongan upah untuk kelebihan pembayaran upah dilakukan tanpa persetujuan pekerja yang bersangkutan. 

APAKAH PERUSAHAAN DAPAT MELAKUKAN PEMOTONGAN UPAH ATAS PERMINTAAN PIHAK KETIGA, MISALNYA DALAM HAL PEKERJA MELALAIKAN HAK NAFKAHNYA KEPADA ANGGOTA KELUARGA YANG MERUPAKAN TANGGUNG JAWABNYA?

Ya. pasal 64 PP 36/2021 mengenal pemotongan upah pekerja oleh perusahaan (secara otomatis) untuk pihak ketiga misalnya untuk hak nafkah anggota keluarga yang dilalaikan oleh pekerja yang bersangkutan. Namun pemotongan tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan surat kuasa dari pekerja yang bersangkutan, yang setiap saat dapat ditariknya kembali.

Surat kuasa dari pekerja ini dikecualikan untuk semua kewajiban pembayaran terhadap negara atau iuran sebagai peserta pada badan yang menyelenggarakan jaminan sosial yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

APAKAH PERUSAHAAN DAPAT MEMOTONG UPAH SEBAGAI BENTUK SANKSI BAGI PEKERJA YANG MELANGGAR KEBIJAKAN PERUSAHAAN?

Ya. Pasal 88A ayat (7) UU 13/2003 jo UU 11/2020 jo. pasal 59 PP 36/2021 menyebut pekerja yang melakukan pelanggaran karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda dengan cara pemotongan upah. Namun demikian ketentuan jenis pelanggaran yang dapat dikenakan denda, besaran denda, dan penggunaan uang denda harus diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

APAKAH PERUSAHAAN DAPAT MEMOTONG UPAH PEKERJA APABILA TIDAK HADIR?

Pada prinsipnya pengusaha tidak dilarang untuk tidak membayarkan upah pekerjanya yang tidak hadir di tempat kerja pada jam kerja atau artinya tidak melakukan pekerjaan (Pasal 93 ayat (1) UU 13/2003 jo. UU 11/2020). 

APAKAH PERUSAHAAN DAPAT MEMOTONG UPAH PEKERJA DIKARENAKAN PERUSAHAAN MERUGI ATAU TERDAMPAK COVID-19?

Merespon pandemi Covid-19, pada tanggal 13 Agustus 2021, Menteri Ketenagakerjaan RI menandatangani Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 104 tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid- 19) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan hubungan kerja di perusahaan selama masa pandemi Covid19.

Kepmen menetapkan, bagi pengusaha yang secara finansial tidak mampu membayar upah yang biasa diterima pekerja karena terdampak pandemi Covid-l9 maka pengusaha dapat melakukan penyesuaian upah berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja yang dilakukan secara adil dan proporsional dengan memperhatikan kelangsungan hidup pekerja dan kelangsungan usaha.

Namun demikian harus diperhatikan bahwa pedoman dalam Kepmen seperti di atas HANYA bagi perusahaan yang terdampak Covid-19. Bagi perusahaan yang tidak terdampak tetap berlaku aturan pasal 88A ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menegaskan “Hak pekerja atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja.”

APAKAH PEKERJA DAPAT MENOLAK PENANGGUHAN ATAUPUN PEMOTONGAN UPAH?

Upah merupakan hak normatif pekerja atau hak yang timbul karena adanya peraturan perundang-undangan, maka wajib dilaksanakan oleh semua pihak khususnya perusahaan. Dan dalam hal terjadi pelanggaran upah termasuk penangguhan dan pemotongan upah sepihak, pekerja dapat melaporkan pengusaha kepada Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan di tingkat Kabupaten/Kota/Provinsi (sesuai lokasi perusahaan). 

Baca Juga:

Sumber:

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  3. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
  4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial 
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
  6. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 104 tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid- 19)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA