Kompetensi SDM di era 4.0 dan softskill yang harus dimiliki SDM Unggul

JAKARTA, BSINews – Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dijadikan sebagai sebuah solusi, agar dalam menciptakan SDM berkualitas, sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman. Sebagai upaya program studi Sistem Informasi Akuntansi, Fakultas Teknik dan Informatika Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) menyelenggarakan webinar Pentingnya Sertifikasi Kompetensi dengan tema “Membangun Sumber Daya Manusia Unggul dalam Rangka Menhadapi Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0”.

Webinar ini dilaksanakan pada hari Selasa, 17 Nopember 2020 mulai pukul 19.00- 21.00 WIB secara daring melalui zoom cloud meeting. 

Adi Supriyatna, selaku ketua Program Studi Sistem Informasi Akuntansi Universitas BSI dalam sambutannya menyampaikan tujuan dan manfaat dari kegiatan webinar ini. Para peserta (mahasiswa) bisa mengetahui perkembangan generasi milenial yang siap akan problematika dan tantangan, profesionalitas, daya kompetitif, kompetensi fungsional, keunggulan partisipatif, dan kerja sama.

Sedangkan manfaat dari webinar ini untuk menyiapkan mahasiswa agar punya keunggulan kompetitif, memiliki kesempatan yang lebih besar, untuk mendapatkan pekerjaan dan menunjang karier profesional.

Baca Juga :Internet of Things Sebagai Bekal hadapi Revolusi Industri 4.0

Hadir sebagai narasumber, Bonardo Aldo Tobing, yang merupakan Komisioner Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Koordinator Sertifikasi. Dalam penyampaian materinya, ia menjelaskan tentang tatanan normal era baru era covid-19 dan society 5.0, yang memunculkan keahlian (skill) baru dan memberi dampak pentingnya sertifikasi kompetensi.

Ia juga menegaskan kembali bahwa, sekarang ini bukan lagi adu ijazah, tapi skill atau kompetensi. Ditegaskan pula dalam menghadapi era baru Revolusi ke-4 menjadi sebuah silent revolution dan dengan istilah Economic Disruptions ,yang menuntut setiap individu benar-benar kompeten dan bersertifikasi.

“Pengakuan atas kompetensi kerja merupakan kebutuhan dasar atas kepemilikan-pencapaian-kemampuannya dari otoritas yang dinilai berwenang dalam memberikan pengakuan. Sertifikat kompetensi merupakan produk hukum yang menjadi legitimasi terhadap capaian kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan tertentu yang ditetapkan otoritas tertentu berbasis standar kompetensi yang disepakati dan ditetapkan. Intinya adalah dalam menghadapi era industri 4.0 ini dibutuhkan SDM yang professional, kempetitif dan kompeten,” ucap Bonardo .

Materi yang disampaikan narasumber benar-benar menarik peserta dan sangat bermanfaat serta menambah pengetahuan, membuka wacana serta kesadaran akan posisi kita di era ini serta tantangan dan persiapan yang harus dilakukan untuk menjadi SDM unggul yang kompeten.

Webinar ini diikuti oleh 208 peserta yang terdiri dari kalangan mahasiswa dari berbagai fakultas dan program studi dan dosen Civitas Universitas Bina Sarana Informatika.

Banyak materi dan ilmu pengetahuan yang didapat oleh para peserta terutama mahasiswa setelah mengikuti webinar ini, mulai dari bagaimana beradaptasi di era tatanan baru (New Normal), era industri 4.0 dan bagaimana menyiapkan diri  menjadi SDM yang qualified, kompetitif dan kompeten sehingga dapat memenangkan persaingan baik ditingkat nasional, regional maupun global. 

Baca Juga : Universitas BSI Ajak Siswa Bangun Kemandirian Melalui Webinar ‘Semua Bisa Jadi CEO’

Kegiatan webinar ini mendapat kesan positif  yang baik dari para peserta maupun narasumber. Para peserta merasa senan,g dengan adanya kegiatan webinar ini karena dapat menambah cakrawala pengetahuan mereka dalam menghadapi tantangan zaman serta cara mempersiapkan diri menghadapinya.

Sedangkan narasumber sangat berkesan melihat antusiasme para peserta dalam menyimak dan mengikuti webinar dengan tertib, sehingga kegiatan dapat berjalan dengan baik.(RDX)

Kota Kupang, BKD.NTTPROV.GO.ID – Dalam rangka pengembangan kapasitas penilaian kompetensi, pada hari Sabtu, 1 Mei 2021 beberapa Asesor SDM Aparatur pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi NTT mengikuti Webinar yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni UGM atau yang lebih dikenal dengan KAGAMA. “Kompetensi SDM di era 4.0” selain menjadi judul webinar, juga merupakan judul buku karangan A.M Lilik Agung yang dibedah pada kesempatan webinar tersebut.

Selain menghadirkan penulis buku, webinar yang berlangsung lebih dari dua jam tersebut menghadirkan dua pembicara hebat, antara lain Prof. Rhenald Kasali, PhD (Founder Rumah Perubahan) dan Wikan Sakarinto, M,Sc, PhD (Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud). Webinar dibuka dengan pengantar singkat oleh Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah yang sekaligus menjadi Ketua Umum KAGAMA).

Dalam pemaparannya, Lilik Agung menyampaikan bahwa kompetensi SDM yang diperlukan di era 4.0 antara lain: kompetensi mengelola manusia, keterampilan berkomunikasi, kreativitas dan inovasi, berpikir kritis dan problem solving, pelayanan prima, dan kolaborasi.

“Semua yang disampaikan Mas Lilik itu soft skills”, kata Wikan membenarkan. Menurutnya, apa yang dikatakan Lilik sejalan dengan keluhan dunia industri terhadap lulusan Perguruan Tinggi yang umumnya kurang tahan menghadapi tekanan, kurang dapat bekerja sama, kurang mampu berkomunikasi, mudah bosan dan kurang inisiatif.

Karena menilai kurikulum lama terlalu hard skills, Wikan lantas membahas konsep perbaikan dan pengembangan kurikulum dengan konsep ‘merdeka belajar’ dan penekanan pada project-based learning yang lebih berorientasi pada soft skills. Namun di atas semuanya itu, Wikan menggarisbawahi perlunya perubahan mindset semua stakeholders pendidikan dan industri.

 “Kompetensi erat kaitannya dengan kompetisi. Kalau kita berkompetisi in the past, kita butuh the past competencies, tapi kalau kita berkompetetisi for the future, maka kita butuh kompetensi yang berbeda, rumah/wadah yang berbeda, dan business process yang berbeda pula”, demikian Rhenald Kasali menjelaskan.

“Sebagai contoh, sejak 15 tahun lalu mengetik sudah jadi keterampilan yang obsolete (usang). Sertifikat mengetik tidak bisa dipakai lagi untuk mencari kerja. Begitu pula dengan beberapa pekerjaan lain”, kata Rhenald mencontohkan. Jadi akan ada banyak generasi yang akan disebut ‘useless generation’ bila tidak dibekali kemampuan-kemampuan untuk mengadaptasi perubahan.

Karena itu, untuk menghadapi tuntutan perubahan di era 4.0 yang sebentar lagi akan tergantikan oleh 5.0, diperlukan beberapa kecerdasan/kemampuan (kompetensi) baru seperti: kemampuan eksploratif (lifelong learning), kemampuan membaca konteks, kemampuan memerikasa/memvalidasi kebenaran, dan kemampuan menciptakan transformasi dan kendaran baru (new vehicles) untuk perubahan.

Sekitar 3000 peserta yang hadir dalam webinar tampak antusias mengajukan pertanyaan melalui kolom chat pada aplikasi Zoom Meeting. Dua pertanyaan besar yang disampaikan antara lain terkait robotisasi pekerjaan dan bagaimana mengukur kompetensi.

Menanggapi kegelisahan peserta tentang kemungkinan tergantikannya peran manusia oleh mesin, Prof Rhenald menjelaskan bahwa setiap beberap tahun, job akan useless, tapi work tetap ada. “Dunia tetap perlu operator mesin, namun mesinnya saja yang berbeda. Dunia tetap perlu foto, namun kamera dan tujuan penggunaannya saja yang berbeda”, demikian kata Rhenald.

Wikan menambahkan bahwa ada pekerjaan yang obsolete, namun ada juga yang emerge (baru muncul). Yang lebih cepat obsolete adalah yang hard skills. Karena itu, penekanan perlu kita berikan pada pengembangan soft skills.

Terkait pengukuran kompetensi, baik Rhenald maupun Wikan sama-sama memberi catatan kritis. Menurut Rhenald, pengukuran penting untuk melakukan standardisasi, namun bukan untuk membanding-bandingkan. Standardisasi adalah karakter 3.0, sedangkan karakter 4.0 justru memberi ruang bagi karakter individu dengan segala keunikan yang tidak bisa distandardisasi.

Merespon pertanyaan peserta, Wikan menyebut sejumlah alat ukur kompetensi. Namun bagi Wikan yang penting bukan pengukurannya, tetapi bagaimana evaluasi dan feedback membuat kita mau berubah. Karena itu, kata Wikan, kurikulum kita harus agile, lincah, dan adaptif terhadap perubahan.

Penulis: Wilfrid K. Nono

Tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) begitu penting bagi kelancaran upaya Indonesia dalam menyongsong era revolusi industri 4.0 yang serba digital. Sebagaimana dengan kuliah umum dari Dr. Ir. Basuki Yusuf Iskandar, MA, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang dilaksanakan pada acara inaugurasi online Program S3 Doctor of Research in Management dan Doctor of Computer Science BINUS University pada hari Sabtu (26/9). Berikut ini paparan lengkapnya.

Penggunaan teknologi digital yang meningkat karena pandemi

Melihat situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini, nyatanya ada silver lining yang bisa diambil. Salah satunya adalah peningkatan terhadap kebutuhan teknologi digital. Tercatat bahwa setidaknya 50% dari total transaksi digital yang sudah dilakukan di masa pandemi ini berasal dari pengguna baru. Bisa disimpulkan bahwa pandemi COVID-19 merupakan “promotor” bidang TIK atau ICT yang unggul.

Pak Basuki memaparkan flowchart dari industri TIK di Indonesia, bermula dari munculnya tren teknologi yang akan diaplikasikan oleh bisnis. Dari sana, barulah akan ada perubahan dalam aspek lingkungan industri yang mendorong pemerintah dalam membuat regulasi-regulasi baru. Regulasi ini juga akan dipengaruhi oleh regulasi yang sudah diterapkan oleh negara-negara lain. Tujuan akhirnya adalah terciptanya social life atau hidup bermasyarakat yang lebih modern, maju, dan digital.

Transformasi digital di era revolusi industri 4.0

Dikarenakan permintaan teknologi digital yang semakin tinggi, Pak Basuki mengungkapkan bahwa KOMINFO semakin optimis dalam membawa Indonesia menuju gerbang revolusi industri 4.0. “Kita merasa lebih siap sekarang untuk menghadapi revolusi industri ke-4 yang semuanya serba cepat, serba ketidakpastian, harus di-support dengan cepat dan ini membutuhkan online communication,” ujar Pak Basuki.

Meski begitu, Pak Basuki masih merasa bahwa perkembangan digital di Indonesia ini masih tertinggal dari negara-negara lain. Terlebih ketika kini sudah muncul prediksi bahwa Indonesia akan menjadi negara ekonomi terbesar ke-4 pada tahun 2050 mendatang. Muncul pertanyaan, apakah SDM di Indonesia bisa sukses di revolusi industri 4.0? Menurut Pak Basuki, selama SDM Indonesia masih terpaku sebagai user dan bukan creator, maka cita-cita untuk menyambut revolusi industri 4.0 akan pupus.

Dalam revolusi industri 4.0, ada 3 pilar utama yang harus dimiliki sebuah negara, yakni physical, digital, dan biological. Menurut Pak Basuki, Indonesia harus mengejar ketertinggalan dengan melakukan transformasi digital, di mana masyarakat Indonesia harus memiliki tingkat literasi digital yang cukup serta mendukung penuh terjadinya transformasi digital. Apabila Indonesia menyikapi revolusi industri 4.0 dengan evolusi, maka Indonesia tidak mampu mengejar ketertinggalan tersebut.

Lantas, apa saja yang termasuk ke dalam transformasi digital? Hal ini meliputi pengadaan dan implementasi teknologi seperti blockchain, Internet of Things (IoT), AI, big data, virtual reality, augmented reality, serta cloud computing.

Kebutuhan akan SDM bertalenta hard skill dan soft skill

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Cedelop European, Pak Basuki menjelaskan bahwa industri ICT merupakan industri yang paling cepat berkembang. Artinya, para praktisi ICT harus berkomitmen penuh untuk terus belajar, atau dikenal dengan istilah life-long learning.

Namun, muncul masalah baru dalam industri ICT, yakni keterbelakangan soft skills. Dalam dunia kerja, praktisi ICT cenderung mengedepankan hard skills tanpa mempedulikan soft skills. Padahal, menurut data dari BCG, seluruh negara di dunia merasa bahwa soft skills sangat dibutuhkan, terkhusus kompetensi komunikasi, analytical, kepemimpinan, dan problem solving.

Kebutuhan ini juga dibuktikan lewat deklarasi perusahaan-perusahaan raksasa seperti Apple dan Google yang mempekerjakan karyawan tanpa gelar sarjana, asalkan mereka memiliki kompetensi dan talent. Pak Basuki menjelaskan bahwa kompetensi ini berfungsi untuk mempertahankan pertumbuhan yang bersifat incremental. Sementara itu, talent sangat dibutuhkan untuk menciptakan inovasi radikal yang dapat berujung pada pertumbuhan signifikan serta mengubah landscape industri.

Inisiatif KOMINFO dalam pengembangan SDM

Kompetensi dan talent pun menjadi fokus dari KOMINFO dalam mengembangkan kualitas SDM Indonesia. Setelah melewati pandemi, sistem edukasi nasional harus mampu menggabungkan offline dan online learning. Tidak lagi hanya mengajarkan materi kepada mahasiswa, namun juga mengajarkan mereka cara memperluas kapasitas pembelajaran.

Untuk bisa mencapai transformasi digital, maka perlu juga adanya bisnis digital. Bisnis digital yang sukses dan relevan memerlukan 3 komponen, yakni teknologi, manajemen, dan ekonomi. Pak Basuki mengatakan bahwa banyak bisnis digital yang memiliki inovasi bagus namun gagal di pasaran karena tidak memiliki kemampuan manajemen yang mumpuni.

Oleh sebab itu, KOMINFO pun sudah membentuk program Digital Scholarship yang dibagi dalam 3 level, yakni level Basic/Operator (Digital Talent Scholarship VSGA), level Middle/Teknisi (Digital Talent Scholarship FGA dan VSGA), dan level Advance (Digital Leadership Academy S2 dan S3).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA