Apa yang harus dilakukan bangsa Indonesia untuk melestarikan Pancasila sebagai perekat nasional

UBHARA JAYA – Universitas Bhayangkara Jakarta Raya melaksanakan Upacara dalam rangka Peringatan Hari Lahir Pancasila. Pada Kamis, 1 Juni 2017, di Auditorium Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Kampus 2, Bekasi.

Peringatan tersebut sejalan dengan Surat Edaran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dengan nomor 362/B/SE/2017 tertanggal 16 Mei 2017 tentang imbauan untuk melaksanakan upacara pada tanggal 1 Juni 2017 dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila.

Upacara dilangsungkan mulai pukul 09.00 WIB dengan Rektor Irjen Pol (Purn) Drs. H. Bambang Karsono, SH., MM, yang bertindak sebagai Pembina Upacara. Meski tengah menjalani ibadah puasa karena bertepatan dengan Bulan Suci Ramadhan, namun hal itu tidak menyurutkan semangat nasionalisme civitias akademika UBJ yang hadir sebagai peserta upacara, yang di antaranya mahasiswa, dosen, pegawai, hingga pejabat teras UBJ.

Dalam sambutannya, Rektor Irjen Pol (Purn) Drs. H. Bambang Karsono, SH, MM mengungkapkan, bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia keberadaannya sangat penting. Untuk itu, sebagai generasi penerus, hendaknya nilai-nilai Pancasila bisa diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pasalnya saat ini Pancasila akhir-akhir ini kian terkikis dengan aksi-aksi intoleran.

Pancasila adalah alat perekat persatuan dan kesatuan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Di mana apabila dalam Pancasila telah diterapkan maka tidak ada minoritas dan mayoritas sebagai perekat kesatuan dan persatuan, namun yang ada hanya mayoritas itu Pancasila dan yang minoritas itu anti-Pancasila. Pancasila merupakan harga mati bagi NKRI.  (Tim Media Ubhara Jaya)

AKURAT.CO, Hingga saat ini, Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) masih menjadi polemik. Pemerintah dan DPR menunda pembahasannya. Namun ormas-ormas Islam dan MUI, meminta dicabut dan dibatalkan keberadaannya di DPR. Dan rakyat pun bergerak berdemonstrasi, untuk menolak RUU HIP.  

Jika kita mau jujur, rakyat dan bangsa ini tak butuh RUU HIP. Rakyat tak butuh “trisila” dan “ekasila”. Rakyat tak butuh ketuhanan yang berkebudayaan. Dan rakyat tak butuh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Seperti juga, rakyat tak butuh revisi UU KPK. Rakyat tak butuh revisi UU Minerba. Rakyat tak butuh kenaikan iuran BPJS. Rakyat tak butuh pemotongan Tapera. Rakyat tak butuh dwi fungsi Polri. Dan rakyat tak butuh kemunafikan, yang telah dipertontonkan para elite bangsa ini.

Rakyat butuh pekerjaan. Rakyat butuh makanan. Rakyat butuh kehidupan dan penghidupan yang layak. Karena jika kita betul-betul menjalankan Pancasila, maka rakyat tak akan ada yang kelaparan. Jika kita konsekwen mengamalkan Pancasila secara benar, aset-aset bangsa dan kekayaan alam negara ini, tak akan dikuasai oleh segelintir orang.

Jika kita benar-benar ber-Pancasila, rakyat tak akan merasakan pedihnya kelaparan, pusingnya menjadi pengangguran, mahalnya biaya berobat, tingginya biaya pendidikan, dan sulitnya mengakses pejabat dan wakil rakyat.

Saat ini, Pancasila masih jadi asesoris, masih jadi pajangan, masih jadi jargon dan semboyan, masih jadi jualan elite, masih terkooptasi oleh penguasa, masih dijadikan legitimasi kekuasaan, masih sekedar enak diucapkan. Tapi tidak betul-betul terimplementasikan dalam kehidupan nyata.

Apakah Pancasila salah. Tentu tidak. Bukan Pancasila yang salah. Kitalah yang salah, yang telah menjadikan Pancasila sekedar simbol. Sekedar dibaca, dihafal, lalu dibiarkan. Dilihat gambarnya dan dipajang burung garudanya. Namun nilai-nilainya kita abaikan. Nilai-nilainya, jauh dari kehidupan kita.

Jika kita memisahkan Pancasila dari nilai-nilainya. Memutus Pancasila dari ajaran-ajarannya. Maka yang terjadi seperti saat ini. Kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi rusak. Elite-elite berbuat sesukanya dan rakyat bertindak semaunya.

Pancasila itu hebat dan kuat, juga sakti. Karena nilai-nilainya yang luhur. Karena pasal-pasalnya, yang universal dan bisa diterima semua komponen bangsa. Dan karena ajaran-ajarannya yang kokoh, yang bersandar pada nilai-nilai dan norma-norma agama.

Pancasila yang ada saat ini, untuk diperkuat dan diperkokoh. Bukan untuk didistorsi. Bukan untuk dilemahkan. Bukan untuk dijadikan alat kekuasaan. Dan bukan untuk dipermainkan. Namun Pancasila untuk dijaga dan dirawat. Bahkan untuk dilestarikan.

Jadi kepentingan bangsa saat ini, bukan RUU HIP. Tapi RUU melestarikan Pancasila. Pancasila harus dilestarikan. Jika tidak, maka akan terus ada rongrongan, dari kelompok-kelompok yang anti terhadap Pancasila.

Kenapa Pancasila perlu dilestarikan. Dan mengapa kita perlu membuat RUU untuk melestarikan Pancasila. Agar Pancasila bisa abadi. Ya, agar Pancasila bisa abadi sebagai dasar negara.

Apapun yang ada di dunia ini, jika tak dijaga, dirawat, dan lestarikan. Maka akan berkarat dan bisa mati. Begitu juga dengan Pancasila. Jika tak dijaga, dirawat, dan dilestarikan, maka bisa berkarat dan bisa mati nilai-nilainya.

Melestarikan Pancasila adalah suatu keniscayaan. Keabadian Pancasila juga suatu keharusan. Dan kesaktian Pancasila jangan diragukan. Persoalannya adalah, kita terlalu banyak bicara Pancasila. Seolah-olah pemilik Pancasila. Namun mentalitas kita jauh dari nilai-nilai Pancasila.

Melestarikan Pancasila kewajiban kita semua, sebagai pewaris bangsa ini. Karena Pancasila adalah warisan terbaik, terhebat, dan terbesar bagi bangsa ini, dari para pendiri bangsa dan ulama.

Laiknya sebuah warisan. Maka kita harus menjaga, mengawal, merawat, dan melestarikannya. Karena jika sebuah warisan tak dijaga, maka bisa rusak, atau bahkan bisa habis dan binasa. Pancasila sebagai sebuah warisan, dari pahlawan-pahlawan bangsa di masa lalu, harus tetap hidup abadi sampai kapanpun.

Dan agar Pancasila bisa abadi dan lestari, maka Pancasila jangan dibiarkan sendirian. Jangan biarkan tak ada pembelaan. Jangan biarkan membisu. Dan jangan biarkan diotak-atik oleh orang atau kelompok yang tak bertanggung jawab.

Melestarikan Pancasila tak perlu dengan berpura-pura. Pura-pura ber-Pancasila. Dan mengingkari nilai-nilai Pancasila. Berpura-pura paling Pancasilais. Tapi bersikap antagonis terhadap Pancasila.

Jangan biarkan Pancasila hanya sebagai “label”. Dipakai dan digunakan hanya sebagai hiasan. Jadikan Pancasila sebagai “way of life”. Tanamkan Pancasila dalam diri kita masing-masing. Implementasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Ini sudah cukup. Bukan mengumbar Pancasila sebagai Jargon. Namun miskin pengamalan.

Pancasila memang perlu dilestarikan. Bukan hanya agar Pancasila abadi dan lestari. Tetapi juga sebagai bentuk rasa syukur kita, pada Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat-Nya. Pancasila masih dan akan terus menjadi ideologi, yang mempersatukan kita semua sebagai anak bangsa.

Tuhan selalu punya cara untuk menjaga Pancasila. Sebagaimana Tuhan selalu punya cara, untuk menjaga Al-Qur’an. Al-Qur’an kitab suci umat Islam. Yang merupakan kalam ilahi, akan tetap asli dan murni sampai kapanpun.

Ketika Tuhan punya cara untuk menjaga Pancasila. Maka kita sebagai makhluknya, harus punya cara juga untuk menjaga, mengawal, merawat, dan melestarikan Pancasila.

Jangan jadikan Pancasila hanya dalam ucapan dan pikiran, teronggok di buku teks, dan terpampang di tembok-tembok rumah. Namun jadikan Pancasila ada dalam hati kita. Ya, ada dalam hati kita. Dan manifestasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Pancasila itu keren. Pancasila itu oke. Pancasila itu enak diucapkan, mudah dihafal, dan gampang diingat. Namun mesti demikian, Pancasila jarang diimplementasikan. Ada jarak antara ucapan, hafalan, dan ingatan dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan. Oleh karena itu, jangan heran dan aneh, jika Pancasilanya hanya menjadi simbol.

Agar Pancasila menjadi abadi dan tetap lestari. Kita perlu RUU pelestarian Pancasila. Bukan RUU HIP yang kontroversial dan penuh polemik. RUU pelestarian Pancasila menjadi salah satu cara, bahwa kita peduli dengan Pancasila. Jika Pancasila tak dilestarikan, dikhawatirkan Pancasila akan tetap mendapat gangguan. Entah saat ini, besok, atau mendatang.

RUU pelestarian Pancasila, merupakan usul subjektif saya sebagai anak bangsa. Bisa dipikirkan oleh para elite-elite politik. Karena saya berpandangan, sesuatu yang tak dilestarikan pasti akan binasa. Dan saya sangat takut, jika Pancasila tak dilestarikan, maka akan binasa. Semoga saja tidak. Aamiin.[]

Pancasila Sebagai Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Oleh : John Bosco 

(Guru SD Fransiskus III Kayu Putih)

Jakarta, 2 Juni 2021

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita sekalian.

Yth. Suster Hedwigis (Kepala Sekolah SD Fransiskus III Kayu Putih Jakarta Timur)

        Bapak/ibu guru dan karyawan serta anak-anak yang terkasih. Izinkan saya juga menyapa para orangtua murid SD Fransiskus III serta para alumni dimanapun berada, semoga kasih Tuhan melindungi dan memberikan berkat berlimpah untuk kita semua. Diawal amanat singkat ini, saya mengajak kita semua untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas cinta dan ridhoNya, kita bisa melaksanakan upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 2021 ini.

Suster, Bapak/ibu serta anak-anak yang terkasih.

Negara kita Indonesia akan memasuki usianya yang 76 tahun, 17 Agustus 2021. Usia yang bagi saya dan bagi kita sekalian tergolong tua. Perjalanan panjang bangsa ini tentu melewati berbagai banyak dinamika ditengah perbedaan dan keberagaman suku, agama, ras, bahasa dan budaya. Menyatukan perbedaan dan keberagaman tersebut tentu bukanlah perkara yang mudah dari para pendiri bangsa kita. Upaya membangun semangat nasionalisme, mendorong persatuan dan kesatuan menjadi langkah awal perjuangan bangsa Indonesia dalam memerdekakan diri dari budak penjajahan. Upaya itu tercapai dengan pengikraran Sumpah Pemuda dengan mengaku bertumpah darah satu tanah Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.  Dalam proses memerdekakan bangsa Indonesia, Soekarno dan para pendiri bangsa berhasil menetapkan Dasar Negara Indonesia merdeka yaitu PANCASILA. Pancasila sebagai dasar negara yang mampu merekatkan dan menyatukan seluruh perbedaan dan keberagaman bangsa Indonesia. PANCASILA sebagai pemersatu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Didalamnya ada lima dasar yang  harus kita jaga dan kita amalkan dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Menghargai perbedaan agama, menghormati martabat manusia, cinta akan tanah air, mengambil keputusan dengan musyawarah dan mufakat, serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila sebagai landasan dan pedoman hidup kita dalam berbangsa dan bernegara.

Bagaimana dengan anak-anak SD Fransiskus III dan seluruh anak-anak Indonesia? Sudahkah kita menjalankan nilai-nilai Pancasila dengan benar? Ataukah kita malah menyimpang dari nilai-nilai Pancasila? Oleh karena itu, pada momen upacara Hari Lahir Pancasila ini saya mengajak anak sekalian untuk menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap tindakan hidup kita.

  1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia yaitu dengan memahami ajaran agama dan menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari, menghargai dan menghormati agama lain.
  2. Mengenal dan menghargai budaya dan adat istiadat bangsa kita
  3. Memiliki sikap gotong royong yaitu melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Misalnya dengan membantu sesame yang membutuhkan.
  4. Kreatif dan bernalar kritis. Anak-anak Fransiskus harus kreatif menghasilkan karya-karya yang baru dan memiliki pengetahuan yang luas.
  5. Semangat belajar yang tinggi dalam membangun bangsa dan negara kita.

Akhirnya saya mengucapkan terima kasih banyak kepada kita sekalian, semoga kita selalu mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kita. Mohon jika ada kata-kata yang kurang berkenan. Terima kasih dan Salam Fransiskus!!!

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA