Apa korelasi antara Farmasi Fisika dan stabilitas obat


1.1  Menentukan tingkat reaksi penguraian suatu zat

1.2  Menentukan energi aktivasi dari reaksi penguraian suatu zat

1.3  Menentukan waktu kadaluarsa suatu zat

1.4  Menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan kestabilan suatu zat

1.5  Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat

            Menentukan stabilitas larutan Indometasin dengan cara uji stabilitas dipercepat pada suhu 600,700, dan 800C dengan rentang waktu 10, 30, 60, 90, dan 120 menit, dan menentukan waktu kadaluarsa larutan Indometasin dengan menentukan tingkat/orde reaksi penguraian melalui metode substitusi dan metode grafik, energi aktivasi menggunakan persamaan Arrhenius, dan K pada suhu 250C.

Stabilitas obat adalah kemampuan obat atau produk untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat atau diproduksi. Identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan (Joshita, 2008: 4).

Stabilita sediaan farmasi tergantung pada profit sifat fisika dan kimia pada sediaan yang dibuat (termasuk eksipien dan sistem kemasan yang digunakan untuk formulasi sediaan) dan fraksi lingkungan seperti suhu, kelembaban dan cahaya (Joshita, 2008: 5).

Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan melalui perhitungan kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu lama sehingga cukup praktis digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal penting diperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu obat secara kinetika kimia adalah (Anonim, 2013):

2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi

3.      Tingkat reaksi dan cara penentuan

Adapun efek-efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan produk farmasi yaitu hilangnya zat aktif, naiknya konsentrasi zat aktif, bahan obat berubah, hilangnya keseragaman kandungan, menurunnya status mikrobiologi, hilangnya kekedapan kemasan, modifikasi faktor hubungan fungsional, serta faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan cahaya (Joshita, 2008: 8).

Suatu obat dapat dikatakan stabil jika kadarnya tidak berkurang dalam penyimpanan. Adapun ketika obat berubah warna, bau, dan bentuk serta terdapat cemaran mikroba maka dapat disimpulkan bahwa obat tersebut tidak stabil (Fitriani, 2015: 22).

Ada beberapa metode penentuan laju reaksi untuk menguji stabilita, di antaranya:

Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. jika persamaan itu menghasilkan harga K yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tersebut(Martin dkk., 2008).

Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi di plot terhadap t dan didapat garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde kedua akan memberikan garis lurus bila 1/ (a-x) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1 /(a-x)² terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama konsentrasi mula-mulanya,reaksi adalah orde ketiga (Martin dkk., 2008).

Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal, a. Waktu paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada a; waktu paruh untuk reaksi orde kedua, dimana a = b  sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde ketiga, dimana a = b = c, sebanding dengan 1/a². Umumnya berhubungan antar hasil di atas memperlihatkan waktu paruh suatu reaksi dengan konsentrasi seluruh reaktan sama(Martin dkk., 2008).

     Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain: panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam formula sediaan obat. Sebagai contoh, senyawa-senyawa ester merupakan zat yang mudah terhidrolisis dengan adanya lembab sedangkan vitamin C sangat mudah sekali mengalami oksidasi. Pada umumnya, penentuan kestabilan suatu obat zat padat dapat dilakukan melalui perhitungan kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu lama sehingga cukup praktis digunakan dalam bidang farmasi (Fitrah, 2012: 14).

Dahulu untuk mengevaluasi suatu kestabilan sediaan farmasi dilakukan pengamatan pada kondisi dimana obat tersebut disimpan, misalnya pada temperatur kamar. Ternyata metode ini memerlukan waktu lama dan tidak ekonomis. Sekarang untuk mempercepat analisis dapat dilakukan “Uji Stabilitas Dipercepat”, yaitu dengan mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi. Dengan membandingkan harga k dan temperatur yang berbeda dapat dihitung energi aktivasinya sehingga k pada suhu kamar pun dapat dihitung. Harga k pada suhu kamar dapat juga dihitung dari grafik antara log 1 dengan 1/T. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat (Fitrah, 2012: 14).

Laju reaksi mengukur seberapa cepat reaktan habis bereaksi atau seberapa cepat produk terbentuk. Kinetika kimia merujuk pada laju reaksi yang perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu. Setiap reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan umum yaitu reaktan menghasilkan produk. Selama berlangsungnya suatu reaksi, molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk sebagai hasilnya dapat mengamati jalannya reaksi dengan cara memantau menurunnya konsentrasi reaktan atau meningkatnya konsentrasi produk. Menurunnya jumlah molekul A dan meningkatnya molekul B seiring dengan jalannya waktu. Secara umum, akan lebih mudah apabila menyatakan laju dalam perubahan konsentrasi terhadap waktu (Chang, 2005: 29-30).

Kecepatan laju reaksi yang berbanding lurus terhadap konsentrasi dengan satu atau dua pengikut berpangkat dua akan disebutkan sesuai jumlah pangkat. Reaksi disebut bertingkat tiga bila kecepatan reaksinya berbanding lurus dengan konsentrasi tiga pengikut (Bird, 2003).

Hukum laju reaksi merupakan suatu bentuk persamaan yang menyatakan laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesies yang ada termasuk produk-produk yang dihasilkan dalam reaksi tersebut. Hukum laju reaksi mempunyai dua penerapan utama, yaitu penerapan teoritis yang merupakan pemandu dalam mekanisme reaksi, sedangkan penerapan praktiknya akan dilakukan setelah mengetahui hukum laju reaksi dan konstanta lajunya (Atkins, 2006).

Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat atau sediaan yang dihasilkannya cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dimana obat tidak berubah menjadi zat tidak berkhasiat atau racun. Ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang digunakannya akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang diinginkan (Martin dkk., 2008: 145).

Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara kinetika kimia karena tidak memerlukan waktu lama. Menurut Hukum Aksi Masa, kecepatan reaksi adalah sebanding dengan hasil kali konsentrasi molar reaktannya yang masing-masing dipangkatkan dengan jumlah molekulnya (Fitrah, 2012: 13).

       Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi (Fitrah, 2012: 13):

            Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer ialah alat yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Spektrometer memiliki alat pengurai seperti prisma yang dapat menyeleksi panjang gelombang dari sinar putih. Sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsikan. Pada fotometer terdapat filter dari berbagai warna yang memiliki spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Spektrofotometer menghasilkan sinar dan spektrum dengan panjang gelombang dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2003: 325).

Prinsip kerja alat ini berdasarkan hukum Lambert Beer, bila cahaya monoakromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian dipancarkan. Transmitan adalah perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan ketika melewati sampel dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum melewati sampel (Khopkar, 2003: 326).

5.1  Pembuatan larutan stok.

Dibuat larutan NaOH untuk titrasi, NaOH ditimbang sebanyak 2 gr dimasukan kedalam beaker glass kemudian dilarutkan dengan ditambahkan aquadest. Dimasukan ke dalam buret kemudian ditambahkan aquadest sampai 50 ml.

5.2  Pembuatan larutan induk Indometasin.

Dibuat larutan induk indometasin 4mg/100 mL dengan melarutkan 2 mL larutan stok yang telah dibuat menggunakan larutan dapar pH 8 dalam labu takar 100 mL sebanyak 2 labu.

5.3  Uji stabilitas obat dipercepat

Dimasukan 5 mL larutan induk indometasin ke dalam 32 vial. Kemudian 2 vial dalam suhu kamar 25o diukur absorbansi atau serapannya pada rentang λ = 200-350nm, dimana λmax indometasin = 320nm. Ditentukan konsentrasi dengan menggunakan persamaan regresi linier melalui pembuatan kurva kalibrasi. Konsentrasi ini dianggap sebagai konsentrasi awal Indometasin untuk masing-masing suhu penyimpanan (Co). Lalu masing-masing 10 vial disimpan dalam oven bersuhu 60o, 70o dan 80oC. Setelah 10 menit vial diambil dari masing-masing suhu, lalu didinginkan dalam lemari es selama 5 menit untuk meghentikan reaksi penguraian. Kemudian larutan ditentukan absorbansi atau serapan dengan spektrofotometri pada λ = 320 nm. Selanjutnya pada waktu 30, 60, 90, dan 120 menit setelah pengambilan awal diambil 2 vial dari setiap suhu, lalu didinginkan dalam lemari es selama 5 menit untuk meghentikan reaksi penguraian. Larutan ditentukan absorbansi atau serapan dengan spektrofotometri pada λ = 320 nm. Ditentukan konsentrasi dengan menggunakan persamaan regresi linier melalui pembuatan kurva kalibrasi, lalu ditentukan konsentrasi indometasin yang tersisa setelah waktu 10, 30, 60, 90, dan 120 menit tersebut.

5.4  Penentuan waktu kadaluarsa larutan indometasin

Ditentukan tingkat atau orde reaksi penguraian dengan metode substitusi dan metede grafik, kemudian dihitung Energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius, lalu ditentukan K pada suhu kamar (25oC), kemudian dihitung kadaluarsa larutan indometasin tersebut pada suhu kamar, jika larutan tersebut sudah tidak dapat digunakan maka larutan tersebut telah terurai sebanyak 10%.

6.1 Tabel Pengamatan Uji Stabilitas dipercepat pada suhu 25˚, 60˚,  70˚,                                 80˚C









6.2.1 Perhitungan Larutan Stok

Larutan Stok mengandung :

Indometasin 50 mg dan Etanol 25 mL

Konsentrasi Larutan Stok = = 2 mg/mL

6.2.2 Perhitungan volume larutan induk Indometasin jika konsentrasi 0,04    mg / mL

V1 x  2mg/mL = 100 mL x 0,04 mg/mL

V1 = 2 mL (diambil dari larutan stok)

Catatan : Larutan Induk Indometasin dibuat duplo.

6.2.3 Perhitungan Rata-rata absorbansi dan Konsentrasi

1.      Suhu 25˚C t0 (menit ke-0)

Rata-rata absorbansi =  = 0,741 = y

2.      Suhu 60˚C t0 (menit ke-0)

Rata-rata absorbansi =  = 0,708 = y

3.      Suhu 70˚C t0 (menit ke-0)

Rata-rata absorbansi =  = 0,708 = y

4.      Suhu 80˚C t0 (menit ke-0)

Rata-rata absorbansi =  = 0,702 = y

5.      Suhu 60˚C t30 (menit ke-30)

Rata-rata absorbansi =  = 0,712= y

6.      Suhu 70˚C t30 (menit ke-30)

Rata-rata absorbansi =  = 0,6775 = y

7.      Suhu 80˚C t30 (menit ke-30)

Rata-rata absorbansi =  = 0,6395 = y

8.      Suhu 60˚C t60 (menit ke-60)

Rata-rata absorbansi =  = 0,6475 = y

9.      Suhu 70˚C t60 (menit ke-60)

Rata-rata absorbansi =  = 1,123 = y

10.  Suhu 80˚C t60 (menit ke-60)

Rata-rata absorbansi =  = 0,5655 = y

11.  Suhu 60˚C t90 (menit ke-90)

Rata-rata absorbansi =  = 0,652 = y

12.  Suhu 70˚C t90 (menit ke-90)

Rata-rata absorbansi =  = 0,5475 = y

13.  Suhu 80˚C t90 (menit ke-90)

Rata-rata absorbansi =  = 0,405 = y

14.  Suhu 60˚C t120 (menit ke-120)

Rata-rata absorbansi =  = 0,5505 = y

15.  Suhu 70˚C t120 (menit ke-120)

Rata-rata absorbansi =  = 0,4735 = y

16.  Suhu 80˚C t120 (menit ke-120)

Rata-rata absorbansi =  = 0,2405 = y

6.2.4 Perhitungan Orde terpilih (orde 0)

1.      Persamaan regresi linear : y = a  bx

2.      Perhitungan Ea : Ea = b x R

 Ea = -6572,74 x 1,9987 = -13066,038 kal/0 mol.

4.      Perhitungan antilon K25 :

5.      Mencari waktu kadaluarsa : Ct = Co – k . t

0,0336 = 0,0374 – 3,83 x 1010 . t90

C . t90 = 0,0374 – 0,0336

6.3 Kurva Konsentrasi larutan Indometasin terhadap waktu

Apa korelasi antara Farmasi Fisika dan stabilitas obat
Apa korelasi antara Farmasi Fisika dan stabilitas obat
Apa korelasi antara Farmasi Fisika dan stabilitas obat

            Pada percobaan ini menentukan stabilitas larutan Indometasin yang dilakukan dengan cara uji stabilitas dipercepat pada suhu 600,700, dan 800 C. Pengujian dilakukan dengan cara diukur konsentrasi Indometasin sisa dalam larutan pada waktu-waktu tertentu. Kemudian larutan Indometasin yang diuji adalah larutan induk dengan konsentrasi 4,0 mg/100 mL. Larutan induk Indometasin dibuat sebanyak 4,0 mg/100 mL dalam larutan dapar posfat pH 8 yang bertujuan untuk menjaga kestabilan pH Indometasin pada saat diuji agar tidak berubah-ubah, karena pada literatur Indometasin tidak akan stabil jika pH berada dibawah 6. Larutan induk Indometasin dimasukkan kedalam 36 vial sebanyak masing-masing 5 mL dan disimpan di oven pada berbagai temperatur yaitu 25˚, 60˚, 70˚, dan 80˚ C. Adapun tujuan dilakukan pada berbagai suhu ini adalah dimaksudkan untuk membedakan atau mengetahui pada suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan pada suhu berapa obat akan terurai dengan cepat. Jika menggunakan suhu yang tinggi kita mampu mengetahui penguraian obat dengan cepat sedangkan jika menggunakan suhu kamar dalam pengujian maka butuh waktu lama untuk dapat terurai. Alasan menggunakan suhu tinggi karena bila kita ingin mengetahui batas kestabilan suatu obat (batas kadaluarsanya), maka obat harus disimpan pada jangka waktu yang lama sampai obat tersebut berubah, hal ini tentu tidak  bisa dilakukan karena keterbatasan waktu, sehingga kita menggunakan suhu yang tinggi maka akan semakin cepat bahan obat tersebut untuk terurai.

Selain dilakukan pengujian pada berbagai temperatur pengujian dilakukan pada berbagai rentang waktu yaitu 0, 10, 30, 60, 90, dan 120 menit yaitu untuk mengetahui pada setiap rentang waktunya kestabilan Indometasin semakin berkurang atau batas kadaluarsa Indometasin semakin cepat. Larutan induk yang telah di oven kemudian diambil masing-masing 2 vial pada berbagai temperatur dan waktu diatas dan dimasukkan terlebih dahulu kedalam freezer selama 5 menit yang bertujuan untuk menghentikan reaksi penguraiannya agar tidak terus-menerus bereaksi, setelah itu larutan induk Indometasin diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada , prinsip kerja dari spektrofotometer yaitu alat ini berdasarkan hukum Lambert Beer, bila cahaya monokromatik (Io) melalui suatu media larutan, maka sebagian cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Setelah itu menentukan konsentrasi dengan menggunakan persamaan regresi linier melalui pembuatan kurva kalibrasi. Konsentrasi tersebut dianggap sebagai konsentrasi awal Indometasin untuk masing-masing suhu penyimpanannya (C0) dihasilkan sebesar 0,0374.

Faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas obat sedian farmasi tergantung pada profil sifat fisika dan kimia. Faktor utama dari lingkungan yang dapat menurunkan stabilitas diantaranya temperatur yang tidak sesuai, cahaya, kelembaban, oksigen dan mikroorgsnisme. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi stabilitas suatu zat adalah ukuran partikel, pH, kelarutan, dan bahan tambahan kimia lainnya.

Pada percobaan ini didapatkan nilai absorbansi di suhu 250 C dengan waktu 10 menit yaitu 0,738, sedangkan nilai kosentrasinya yaitu 0,374 maka hasilnya akan lebih besar daripada suhu yang tinggi, hal itu disebabkan karena tidak dipengaruhi oleh suhu yang tinggi maupun waktu yang lama. Larutan disimpan pada suhu kamar (250 C) yaitu bertujuan untuk mengetahui perbandingan penguraian obat dalam waktu yang singkat, karena jika menggunakan suhu kamar dalam pengujian maka butuh waktu yang lama untuk dapat terjadi penguraian. Sedangkan pada percobaan dengan suhu 60˚, 70˚, dan 80˚ C didapatkan konsentrasi dan stabilitas larutan Indometasinyang semakin lama semakin menurun, hal ini disebabkan karena waktu penyimpanan suatu sediaan semakin lama dan suhunya semakin tinggi. Absorbansi merupakan nilai dimana suatu larutan dapat menyerap cahaya yang dilewatkan dengan panjang gelombang tertentu, sehingga nilai absorbansi akan sebanding dengan konsentrasi suatu zat. Maka pada percobaan ini hasilnya sesuai dengan literatur karena berdasarkan literatur suhu dan kestabilan suatu zat berbanding terbalik, artinya semakin tinggi suhu maka akan mempercepat reaksi penguraian suatu zat sehingga kestabilannya berkurang.Jadi dapat diketahui, aplikasi obat dalam bidang farmasi yakni kestabilan obat suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini sangat penting mengingat suatu sediaan biasanya di produksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama sehingga dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima pasien berkurang. Adakalanya hasil uraian tersebut bersifat toksit sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga. Selanjutnya dalam penentuan waktu kadaluarsa larutan Indometasin yang pertama yaitu menentukan tingkat/orde reaksi penguraian dengan metode substitusi dan metode grafik yang mana dari data pengamatan didapatkan hasil konsentrasi yang nilai r nya mendekati -1 atau 1 yaitu ada pada orde reaksi 0 pada suhu 600 C sebesar -0,921dan pada suhu 800 C0,986, dimana nilai r adalah koefisien korelasi yang jika data dalam tabel kurva kalibrasi membentuk korelasi yang sempurna (yaitu hubungan linear sempurna), r = 1. Selanjutnya menghitung nilai Energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius, dimana dari hasil perrhitungan didapatkan nilai Ea sebesar -13066,038, fungsi dari digunakannya persamaan Arrhenius adalah untuk menggambarkan pengaruh dari perubahaan suhu pada tetapan reaksi dan tentunya laju reaksi. Dan terakhir menghitung waktu kadaluarsa larutan Indometasin pada suhu kamar dan dihasilkan sebesar 165361 ,187 jam.

            Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1.      Tingkat/orde reaksi penguraian suatu larutan Indometasin yaitu pada orde 0.

2.      Energi aktivasi dari suatu larutan Indometasin dihasilkan sebesar -13066,038 kal/0 mol.

3.      Waktu kadaluarsa suatu larutan Indometasin dihasilkan selama 165361 ,187 jam.

Anonim, 2013. “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”.Universitas Muslim Indonesia, Makassar.

Atkins, P.W. 2006. Physical Chemistry 7th Ed. Oxford: Oxford UniversityPress.

Bird, T. 2003. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta: Gramedia Pustaka

Chang, R. 2005. Konsep-konsep Inti Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Fitrah, M., dkk. 2012. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Makassar: UIN Alauddin Makassar.

Fitriani, Y.N., INHS. Cakra., Yuliati, N., Aryantini. D. 2015. Formulasi and

Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi Ubi Cilembu (Ipomea batatas L.)

dengan Suspending Agent CMC Na dan PGS Sebagai

Antihiperkolesterol.Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan. Volume

Joshita. 2008. Obat-obat Untuk Paramedis. Jakarta: UI Press.

Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Martin, A., Swarbrick, J.dan Cammarata, A. 2008. Farmasi Fisika Buku I.

                        Jakarta: Universitas Indonesia Press.

PERCOBAAN 5 VISKOSITAS DAN RHEOLOGI I.                    Tujuan Percobaan 1.1     Menerangkan arti viskositas dan rheologi 1.2     Membedakan cairan Newton dan cairan Non-Newton 1.3     Menentukan alat-alat penentuan viskositas dan rheologi 1.4     Menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton dan Non-Newton 1.5     Menerangkan pengaruh BJ terhadap viskositas larutan II.                 Prinsip Percobaan Menentukan viskositas gliserin, propilenglikol, sirupus simpleks dengan mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung yang menggunakkan viskometer bola jatuh pada suhu tertentu. Mengukur viskositas dan sifat aliran cairan dengan menggunakan viskometer Brookfield berdasarkan kecepatan rotasi spindel 61, 62, 63 dan 64 dari suatu cairan gliserin, propilenglikol, dan sirupus simpleks. III.              Teori Umum 3.1   Definisi viskositas dan Rheologi 3.1.1         Viskositas Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya taha

Apa korelasi antara Farmasi Fisika dan stabilitas obat

   MAKALAH  BOTANI FARMASI KLASIFIKASI TANAMAN DAN KHASIAT  Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan dukungan baik materi maupun pikirannya.   Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Mata kuliah botani farmasi. Karena keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki, maka dalam pembuatan makalah ini kami berusaha mencari sumber data dari berbagai sumber informasi terutama dari media internet dan beberapa sumber lainnya. Terlaksananya penyusunan ini tak lepas dari pengawasan dan bimbingan serta kerjasama pihak lain, maka sepantasnya kami penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang yang telah berjasa dalam penulisan  ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang botani farmasi ini dapat memberikan manfaat