Apa kaitan antara higiene sanitasi dan produk pembersih

HYGIENE LINGKUNGAN KERJA LABORATORIUM

Show

DISUSUN OLEH: MUHAMMAD AS’AD       H1D112202

DOSEN PENGAJAR MATA KULIAH: QOMARIYATUS SHOLIHAH, AMD.HYP, S.T, M. KES

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

 2016

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Laboratorium adalah suatu tempat dimana mahasiswa atau praktikan, dosen, dan peneliti melakukan percobaan. Bekerja di laboratorium kimia tak akan lepas dari berbagai kemungkinan terjadinya bahaya dari berbagai jenis bahan kimia baik yang bersifat sangat berbahaya maupun yang bersifat berbahaya. Selain itu, peralatan yang ada di dalam laboratorium juga dapat mengakibatkan bahaya yang tak jarang berisiko tinggi bagi praktikan yang sedang melakukan praktikum jika tidak mengetahui cara dan prosedur penggunaan alat yang akan digunakan (Permana, 2013).

Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah menetapkan kebijakan dalam undang-undang yang berguna untuk perlindungan tenaga kerja. Undang-undang tersebut yaitu:

  1. UU 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja.
  2. Peraturan Menteri  Tenaga  Kerja  Nomor    05/MEN/1996  mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  3. No.13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.

Dengan demikian tenaga kerja berhak atas perlindungan terhadap bahaya-bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja serta kewajiban mentaati segala ketentuan tang ada dalam undang-undang tersebut (Sari, 2009)

Laboratorium berfungsi sebagai tempat penelitian-penelitian isolasi dan perkembangan bakteri, hal ini dikarenakan lingkungan laboratorium merupakan tempat yang baik untuk berkembangnya bakteri maupun virus, yang sebagian besar dapat menularkan penyakit pada petugas laboratorium maupum masyarakat sekitar  laboratorium.  Oleh  karena  itu,  diperlukan  pemahaman  dan  kesadaran

terhadap keselamatan dan bahaya kerja dilaboratorium. Telah banyak terjadi kecelakaan ataupun menderita luka baik yang bersifat luka permanen, luka ringan, maupun gangguan kesehatan dalam yang dapat menyebabkan penyakit kronis maupun akut, serta kerusakan terhadap fasilitas – fasilitas dan peralatan penunjang praktikum yang sangat mahal harganya. Semua kejadian ataupun kecelakaan kerja di laboratorium sebenarnya dapat dihindari dan diantisipasi jika para praktikan mengetahui dan selalu mengikuti prosedur kerja yang aman di laboratorium. Salah satu hal yang penting dalam mencegah penyakit ataupun kecelakaan kerja adalah hygiene lingkungan kerja di laboratorium (Permana, 2013).

1.2  Rumusan Masalah

  1. Apa definisi dan tindakan hygiene di laboratorium ?
  2. Apa tujuan tindakan hygiene di laboratorium ?
  3. Apa definisi dan tindakan sanitasi di laboratorium ?
  4. Apa faktor dan potensi bahaya di lingkungan kerja laboratorium ?
  5. Apa limbah    laboratorium       dan    bagaimana    penanggulangan       limbah laboratorium ?

1.3  Tujuan

  1. Mengetahui definisi dan tindakan hygiene di laboratorium
  2. Mengetahui tujuan tindakan hygiene di laboratorium
  3. Mengetahui definisi dan tindakan sanitasi di laboratorium
  4. Mengetahui faktor dan potensi bahaya di lingkungan kerja laboratorium
  5. Mengetahui limbah laboratorium dan bagaimana penanggulangan limbah laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  • Definisi Hygiene

Kata “hygiene” berasal dari bahasa yunani yang artinya ilmu untuk membentuk dan menjaga kesehatan (Streeth, J.A. and Southgate,H.A, 1986). Dalam sejarah yunani, hygiene berasal dari nama seorang dewi yaitu Hygea (dewi pencegah penyakit). Pengertian hygiene ada beberapa,yang intinya sama yaitu :

  1. Menurut Brownell, hygiene adalah bagaimana caranya orang memelihara dan melindungi
  2. Menurut Gosh, hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh faktor yang membantu/mendorong adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun melalui
  3. Menurut Prescott, hygiene menyangkut tiga aspek yaitu:
    1. Yang menyangkut individu (personal hygiene)

Personal Hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat jadi hygiene personal adalah suatu usaha perawatan diri untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan diri seseorang baik untuk kesehatan fisik maupun psikis.

  1. Yang menyangkut lingkungan (environment hygiene)

Environment hygiene adalah suatu usaha kegiatan pencegahan yang menitikberatkan usahanya pada kegiatan-kegiatan yang mendukung kebersihan, kesehatan, dan keselamatan jasmani maupun rohani manusia dan juga lingkungan hidup sekitarnya.

  1. Hygiene Laboratorium

Hygiene laboratorium adalah suatu usaha kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan di dalam laboratorium, agar suatu laboratorium layak digunakan untuk kegiatan pemeriksaan, penelitian atau kegiatan lainnya sehingga tidak mempengaruhi aktifitas tenaga kerja maupun hasil penelitian yang dilakukan didalamnya (Fitriani, 2013).

  • Tindakan Hygiene di Laboratorium

Contoh tindakan hygiene di laboratorium dapat dilakukan pada diri sendiri dan pada ruangan laboratorium, yaitu :

1.      Pada diri sendiri :

  1. Menggunakan alat pelindung diri (APD) saat melakukan penelitian, contohnya: sarung tangan, masker, jas laboratorium, alas kaki tertutup,
  2. Tidak makan atau minum di dalam
  3. Tidak meletakkan zat-zat berbahaya di sembarang
  4. Tidak memegang alat yang menggunakan arus listrik saat tangan
  5. Mencuci tangan dan menggunakan antiseptik sesering mungkin, setelah bekerja dan sebelum
  6. Mensterilkan ose atau alat-alat yang digunakan setelah selesai
  7. Tidak memakai perhiasan atau melepas perhiasan karena akan menimbulkan kontaminasi mikrobiologis secara tidak langsung atau kontaminasi fisik.

Apa kaitan antara higiene sanitasi dan produk pembersih

Gambar 2.1 Alat Pelindung Diri Saat di Laboratorium

1.      Pada ruangan laboratorium :

  1. Dilarang merokok (karena rokok dapat bereaksi dengan bahan kimia yang mudah terbakar, rokok dapat terkontaminasi mikroba yang terdapat dalam sampel pemeriksaan, dan dapat mengganggu kenyamanan pasien maupun petugas laboratorium lainnya).
  1. Setelah melakukan pemeriksaan, meja praktikum dibersihkan menggunakan desinfektan (kreolin), peralatan
  2. Menggunakan inkas ketika melakukan pemeriksaan bakteriologi, agar mencegah percikan dorplet.
  3. Meletakan sampel pada tempatnya, sehingga tidak membahayakan petugas laboratorium yang
  4. Menyimpan reagen-reagen yang berpotensi bahaya bagi kesehatan maupun keamanan laboratorium pada
  • Tujuan Tindakan Hygiene di Laboratorium

Tindakan hygiene di Laboratorium memliki tujuan tersendiri yang tentu sangat bermanfaat yaitu:

  1. Meningkatkan derajat kesehatan
  2. Memelihara kebersihan diri
  3. Memperbaiki hygiene personal yang
  4. Mencegah

2.2  Definisi Sanitasi

Definisi sanitasi menurut beberapa ahli, yaitu:

  1. Menurut Azrul Azwar. MPH, sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
  2. Menurut Hopkins, sanitasi adalah cara pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap
  3. Menurut Ehler dan Steel (1958) sanitasi adalah usaha pencegahan Penyakit, dengan cara menghilangkan atau mengawasi faktor-faktor lingkungan yang merupakan perantara pemindahan
  4. Sedangkan batasan WHO, yang dimaksud dengan sanitasi lingkungan adalah usaha pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang dapat atau mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani, dan kelangsungan hidupnya (Fitriani, 2013).

Sanitasi laboratorium adalah usaha pencegahan atau pengawasan terhadap lingkungan laboratorium yang mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya. Di Laboratorium, ruang lingkup dari sanitasi adalah sanitasi air, yaitu upaya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan air dari pembuangan limbah manusia untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sedangkan sanitasi lingkungan adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatan kesehatan manusia. sanitasi lebih mengarah kepada usaha kongkrit dalam mewujudkan kondisi higienis dan usaha ini dinyatakan dengan gerakan dilapangan berupa pembersihan, penataan, sterilisasi, penyemprotan hama dan sejenisnya. Jika hygiene merupakan tujuan, maka sanitasi merupakan tindakan nyata untuk mencapai tujuan tersebut. Agar sanitasi dapat berjalan lancar, diperlukan berbagai sistem untuk pelaksanaannya (Yuliastri, 2013).

2.3  Tindakan Sanitasi

Kecelakaan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja yang dapat menimpa setiap pekerja. Kecelakaan kerja mengakibatkan kerugian baik bagi pekerja dan pihak yang dipekerjakan. Bekerja dalam laboratorium kimia, sebagaimana bekerja dalam industri kimia, pertambangan, dan bangunan, mengandung risiko berupa bahaya terhadap keselamatan kerja (Permana, 2013). Berbagai macam tindakan yang dapat dilakukan sebagai salah satu tindakan sanitasi di laboratorium dan rumah sakit, sebagai berikut :

1.      Sanitasi Ruang Dan Peralatan Laboratorium

  • Kondisi lantai secara umum harus bersih, kedap air, tidak licin, rata sehingga mudah dibersihkan dan tidak ada genangan
  • Dinding tembok, jendela, langit-langit, kerangka bangunan, perpipaan, lampu-lampu dan benda lain yang berada di sekitar ruang pengujian harus dalam kondisi
  • Kondisi umum bangunan harus memperhatikan aspek pencahayaan dan ventilasi yang Ventilasi harus tersedia dengan cukup dan berfungsi

dengan baik. Pencahayaan atau penerangan hendaknya tersebar secara merata dan cukup di semua ruangan, namun hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyilaukan

  • Semua peralatan yang digunakan untuk pengujian harus selalu diperhatikan kebersihannya, dan juga penanganannya harus hati-hati karena kebanyakan peralatan laboratorium mudah
  • Setelah penggunaan alat gelas dan non gelas selesai atau pekerjaan telah selesai semua peralatan tersebut dibersihkan dan ruangan yang digunakan harus dibersihkan dengan bahan Saniter adalah senyawa kimia yang dapat membantu membunuh bakteri dan mikroba. Air yang digunakan dalam pencucian alat hendaknya air yang bersih yang memenuhi persyaratan sanitasi, sehingga mencegah kontaminasi. Air bersih mempunyai ciri-ciri antara lain tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau

2.      Pengendalian Ruang Penyimpanan Bahan Kimia

  • Ruang penyimpanan bahan kimia di laboratorium harus dikendalikan sehingga temperatur, kelembaban, dan sirkulasi udara sesuai dengan yang diharapkan, Jika temperatur dalam ruang penyimpanan bahan kimia tersebut tingga dan terasa pengap, maka exhaust fan (alat sejenis kipas angin) dihidupkan dan ventilasi atau pintu dibuka agar terjadi sirkulasi udara, sehingga dapat menurunkan temperatur dan
  • Pada saat akan mengambil bahan kimia harus memakai alat keselamatan Sebelum masuk ruang penyimpanan bahan kimia, harus memeriksa suhu dan kelembaban ruangan apakah sesuai dengan persyaratan, baru melakukan pengambilan atau penempatan bahan kimia.

3.      Pembuangan Limbah

  • Saluran pembuangan limbah bahan kimia dalam bentuk cair harus dikonstruksi dengan baik sehingga proses pembuangan limbah cair tidak
  • Tempat penampungan hendaknya dibuat, jangan langsung dibuang ketempat umum karena akan mengganggu dan mencemari lingkungan
  • Jika produksi sampah/limbah cair ternyata cukup tinggi, atau telah mengakibatkan ganggguan pencemaran adalah indikasi awal bahwa masalah pencemaran di lingkungan telah terjadi, maka disarankan untuk berkonsultasi dengan badan pengelolaan limbah

(Naila, 2014).

2.4  Faktor dan Potensi Bahaya di Lingkungan Kerja Laboratorium

Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain :

  • Faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri;
  • Faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir;
  • Faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.

Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan antara lain sebagai berikut :

·         Potensi Bahaya Fisik

yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.

a)      Radiasi

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.

Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetik adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.

Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.

b)      Kebisingan

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.

Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (DB).

Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori:

  • Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin
  • Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara 31,5 . 8.000 Hz.
  • Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan  meriam, tembakan

Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.

Tabel 2.1 Skala Intensitas Kebisingan

 

Jenis Bunyi

 

Skala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi

Halilintar Meriam Mesin uap

Jalan yang ramai Pluit

Kantor gaduh Radio

Rumah gaduh

Kantor pada umumnya Rumah tenang

Kantor perorangan

Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air

120 DB

110 DB

100 DB

90 DB

80 DB

70 DB

60 DB

50 DB

40 DB

30 DB

20 DB

10 DB

Kebisingan terutama  yang berasal  dari alat-alat  bantu  kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau

memodifikasi  mesin  untuk  mengurangi  bising.  Penggunaan  proteksi  dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 DB.

c)      Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )

Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan  menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.

Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.

Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.

Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk yaitu mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik yaitu meningkatkan     semangat     kerja,     produktivitas,     mengurangi     kesalahan,

meningkatkan    housekeeping,    kenyamanan       lingkungan    kerja,      mengurangi kecelakaan kerja.

d)      Getaran

Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.

Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:

  • 3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan
  • 6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2   dan volume perdenyut sedikit Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.
  • 10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan
  • 13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami
  • < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada

·         Potensi Bahaya Kimia

yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui: pernapasan (inhalation), kulit (skin absorption) maupun tertelan (ingestion). Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya. Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah :

a)      Korosi

  • Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.
  • Contoh : konsentrat asam dan basa ,

b)      Iritasi

  • Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat- alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak )
  • Contoh :

Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .

Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.

c)      Reaksi Alergi

  • Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan
  • Contoh :

Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.

Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.

d)      Asfiksiasi

  • Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.
  • Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada
  • Contoh :

Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium

Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide

·         Potensi Bahaya Biologi

yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisme sebagai berikut :

a)     Bakteri

Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.

b)     Virus

Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 – 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.

c)    Jamur

Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.

Mengontrol bahaya dari faktor biologi :

Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan pencegahan antara lain dengan :

  1. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang mengandung organism patogen
  2. Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
  3. Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja
  4. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak satu kali setiap bulan
  5. Membuat sistem      pembersihan      yang      memungkinkan      terbunuhnya mikroorganisme yang patogen pada sistem

Dengan  mengenal  bahaya  dari  faktor  biologi  dan  bagaimana  mengotrol  dan mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.

2.5  Limbah Laboratorium

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik, yang lebih dikenal dengan sampah, yang kehadirannya pada suatu saatdan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.Ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dananorganik. dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadirannya berdampak negatifterhadap lingkungan.

Limbah laboratorium adalah limbah yang berasal dari kegiatan laboratorium. Limbah ini memiliki sifat khas yang berbeda dengan limbah yang berasal dari kegiatan industri karenabiasanya memiliki keragaman jenis limbah yang sangat tinggi walaupun dari setiap macambahan yang dibuang tersebut jumlahnya tidak banyak. Artinya limbah laboratorium kimiameskipun volumenya masih  relatif kecil dibandingkan dengan limbah industri, namunjustru mengandung jenis B3 yang sangat bervariasi dengan konsentrasi yang relatif tinggi.Oleh karena itu, limbah ini harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkanpencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan masyarakat. Limbah laboratorium dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu:

  1. Bahan baku yang sudah kadaluwarsa
  2. Bahan habis pakai, misalnya medium perbenihan yang tidak terpakai
  3. Produk proses di dalam laboratorium, misalnya sisa spesimen
  4. Produk upaya penanganan  limbah,  misalnya  jarum  suntik sekali  pakai setelah di autoklaf

Penggolongan limbah:

  1. Berdasarkan fasanya, limbah laboratorium digolongkan menjadi:
    1. limbah padat
    2. limbah cair
    3. limbah gas
  2. Berdasarkan Klasifikasinya:
    1. Pelarut organik bebas halogen dan senyawa organik dalam larutan
    2. Pelarut organik mengandung halogen dan senyawa organik dalam larutan
    3. Residu padatan bahan kimia laboratorium organik
    4. Garam dalam larutan: lakukan penyesuaian kandungan kemasan pada pH 6-8
    5. Residu bahan anorganik beracun dan garam logam berat danlarutannya
    6. Senyawa beracun mudah terbakar
    7. Residu air raksa dan garam anorganik raksa
    8. Residu garam logam; tiap logam harus dikumpulkan secara terpisah
    9. Padatan anorganik
    10. Kumpulan terpisah limbah kaca, logam dan plastik
  3. Berdasarkan Sifatnya, Limbah Laboratorium Digolongkan Menjadi:
  4. limbah B3(Berbahaya dan Beracun)
  5. limbah bakteriologis/infeksius
  • limbah radioaktif
  1. limbah umum

2.6  Penanggulangan Limbah Laboratorium

Tujuan penanganan limbah adalah untuk mengurangi risiko pemaparan limbah terhadapkuman  yang  menimbulkan  penyakit  (patogen)  yang  mungkin  berada

dalam limbahetrsebut. Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah, yaitu:

a.      Limbah B3 (Berbahaya dan Beracun), dengan cara:

  • Netralisasi

Limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor, CaO atau Ca(OH)2 Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam seperti H2SO4 atau HCI.Parameter netralisasi adalah pH dan sebagai indikator dapat digunakan Phenol Phtalein(PP). Zat ini akan berubah pada pH 6-8 sehingga cukup aman digunakan jika pH limbahberkisar antara 6,5- 8,5.

  • Pengendapan/Sedimentasi, Koagulasi, dan Flokulasi

Kontaminan logam berat dalam ciaran diendapkan dengan tawas/FeC13, Ca(OH)2/CaOkarena dapat mengikat As, Zn, Ni. Mn dan Hg.

  • Reduksi-Oksidasi

Terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi oksidasi(redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik.

  • Penukaran Ion

Ion logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat diserapoleh resin anion.

b.          Limbah Bakteriologis/Infeksius, dengan cara:

  • Metode Desinfeksi: penanganan limbah (terutama cair) dengan cara penambahan bahan-bahan kimia yang dapat mematikan atau membuat kuman- kuman penyakit menjadi
  • Metode Pengenceran (Dilution): mengencerkan air limbah sampai mencapai konsentrasiyang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan Kerugiannya ialah bahankontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang terjadi dapatmenimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air seperti selokan, sungai dansebagainya sehingga dapat menimbulkan banjir.
  • Metode Ditanam (Landfill): menimbun limbah dalam
  • Metode Insinerasi (Pembakaran): memusnahkan limbah dengan cara memasukkan kedalam Dalam insinerator senyawa kimia karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai CO2 dan H2O.

c.         Limbah Radioaktif

Masalah  penanganan   limbah   radioaktif   dapat   diperkecil   dengan memakai radioaktif sekecil mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan menggunakan alat yang mudah didekontaminasi. Penanganan limbah radioaktif dibedakan berdasarkan:

  • Bentuk : cair, padat dan gas, tinggi-rendahnya tingkat radiasi sinar gamma (γ), Tinggi-rendahnya aktifitas, Panjang-pendeknya waktu
  • Sifat : dapat dibakar atau

Ada 2 sistem penanganan limbah radioaktif :

  1. Dilaksanakan  oleh   pemakai   secara   perorangan   dengan   memakai proses peluruhan,peguburan dan
  2. Dilaksanakan secara  kolektif  oleh  instansi  pengolahan  limbah radioaktif, seperti Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).
  3. Limbah umum

Limbah umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong plastik diikat kuatdan dibakar di insinerator.

BAB III METODOLOGI

Metodologi pengumpulan data yang diperlukan dalam makalah ini dilakukan metodologi studi literatur dengan proses membandingkan referensi atau jurnal-jurnal serta membuat solusi atau cara yang dilakukan supaya dapat mengantisipasi dari kecelakaan kerja di laboratorium tersebut yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Literatur yang digunakan baik dari jurnal, tesis, skripsi maupun buku panduan kerja di laboratoium. Dari Hasil literatur-literatur tersebut sebagai pendukung makalah yang ada kaitannya tentang hygiene lingkungan kerja di laboratorium. Adapun tahapan secara umum diagram alir proses yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut:

Apa kaitan antara higiene sanitasi dan produk pembersih

Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Kegiatan

Berdasarkan metodologi studi literatur yang dilakukan, maka jurnal-jurnal yang diperoleh kemudian dikumpulakan untuk makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. 2016.  Kepatuhan  5  Momen  Hand  Hygiene  Pada  Petugas  Di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta (Action Research).
  1. Damanik, Sri Melfa, 2012. Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung.
  2. Fatmawati, Suci, 2013. Perilaku Higiene Pengolah Makanan Berdasarkan Pengetahuan Tentang Higiene Mengolah Makanan Dalam Penyelenggaraan Makanan Di Pusat Pendidikan Dan Latihan Olahraga Pelajar Jawa Tengah.
  3. Fitriani, Ratih 2013. Upaya Penerapan Higiene Sanitasi Dalam Proses Pengadaan Bahan Makanan Di Purchasing Departement Hyatt Regency Yogyakarta Secara Optimal.
  4. Kartika, Teti 2014. The Effect Of Hygiene And Sanitation Training On Knowledge And Behavior Of Food Handlers At Nutrition Installation Of Pku Muhammadiyah Hospital Yogyakarta.
  5. Kurniawidjaja, Meily. 2010. Program Perlindungan Kesehatan Respirasi di Tempat Kerja Manajemen Risiko Penyakit Paru Akibat Kerja.
  6. Naila, dan Triana 2014. Penerapan Higiene Sanitasi dan Keselamatan Kerja Pengolah Makanan pada Unit Gizi di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi.
  7. Napitupulu, P. 2010. Kebersihan (Hygiene) dan Sanitasi Makanan di Dapur Hotel.
  8. Noordin, Siti Annisa 2012. Gambaran Faktor Motivasi Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Sumedang.
  9. Permana, Anggi Ajie, 2013. Analisis Manajemen Risiko Studi Kasus : Unit Pelaksana Teknis Balai Pengujian Dan Laboratorium Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah.
  10. Putri, Btari Sekar Saraswati Ardana. Hubungan Higiene Perseorangan, Sanitasi Lingkungan dan Status Gizi Terhadap Kejadian Skabies pada Anak.
  11. Sari, Apriana 2009. Penerapan Higiene Perusahaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Konimex Sukoharjo.
  12. Simbolon, Veronika Amelia, 2012. Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Depot dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia Coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Tanjung Pinang Barat.
  1. 2015. Pengaruh Faktor Hygiene Dan Motivator Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Pt. Rianto Prima Jaya.
  2. Suhelmi, Reni, 2014. Hubungan Masa Kerja, Higiene Perorangan Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit Petani Rumput Laut Di Kelurahan Kalumeme Bulukumba.
  3. Wilis, Ayu 2013. Kondisi Higiene Sanitasi dan Karateristik Hidangan di Paguyuban PKL Wiyung Surabaya.
  4. Yuliastri, Yuni, 2013. Peranan Hygiene Dan Sanitasi Untuk Menjaga Kualitas Makanan Dan Kepuasan Tamu Di Hotel Inna Garuda Yogyakarta.

Melalui beberapa kumpulan jurnal diatas maka nanti digunakan sebagai literatur dalam makalah hygiene lingkungan kerja laboratorium ini sehingga diperoleh aspek-aspek pengendalian risiko kecelakaan kerja di lingkungan kerja laboratorium. Pada makalah ini metodologi yang digunakan yaitu studi literatur dari jurnal yang berjudul “Analisis Manajemen Risiko Studi Kasus : Unit Pelaksana Teknis Balai Pengujian Dan Laboratorium Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah” (Permana, 2013).

BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan metodologi studi literatur yang dilakukan pada bab 3, maka jurnal-jurnal yang dikumpulkan kemudian dibahas sub judulnya untuk makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Jurnal ke-1 membahas tentang Kepatuhan 5 Momen Hand Hygiene Pada Petugas Di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta (Action Research).
  2. Jurnal ke-2 membahas tentang Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel
  3. Jurnal ke-3 membahas tentang Perilaku Higiene Pengolah Makanan Berdasarkan Pengetahuan Tentang Higiene Mengolah Makanan Dalam Penyelenggaraan Makanan Di Pusat Pendidikan Dan Latihan Olahraga Pelajar Jawa
  4. Jurnal ke-4 membahas tentang Upaya Penerapan Higiene Sanitasi Dalam Proses Pengadaan Bahan Makanan Di Purchasing Departement Hyatt Regency Yogyakarta Secara Optimal.
  5. Jurnal ke-5 membahas tentang The Effect Of Hygiene And Sanitation Training On Knowledge And Behavior Of Food Handlers At Nutrition Installation Of Pku Muhammadiyah Hospital Yogyakarta.
  6. Jurnal ke-6 membahas tentang Program Perlindungan Kesehatan Respirasi di Tempat Kerja Manajemen Risiko Penyakit Paru Akibat
  7. Jurnal ke-7 membahas tentang Penerapan Higiene Sanitasi dan Keselamatan Kerja Pengolah Makanan pada Unit Gizi di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok
  8. Jurnal ke-8 membahas tentang Kebersihan (Hygiene) dan Sanitasi Makanan di Dapur
  9. Jurnal ke-9 membahas tentang Gambaran Faktor Motivasi Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD
  1. Jurnal ke-10 membahas tentang Analisis Manajemen Risiko Studi Kasus : Unit Pelaksana Teknis Balai Pengujian Dan Laboratorium Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa
  2. Jurnal ke-11 membahas tentang Hubungan Higiene Perseorangan, Sanitasi Lingkungan dan Status Gizi Terhadap Kejadian Skabies pada
  3. Jurnal ke-12 membahas tentang Penerapan Higiene Perusahaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Konimex Sukoharjo.
  4. Jurnal ke-13 membahas tentang Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Depot dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia Coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Tanjung Pinang Barat.
  5. Jurnal ke-14 membahas tentang Pengaruh Faktor Hygiene Dan Motivator Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Pt. Rianto Prima Jaya.
  6. Jurnal ke-15 membahas tentang Hubungan Masa Kerja, Higiene Perorangan Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit Petani Rumput Laut Di Kelurahan Kalumeme
  7. Jurnal ke-16 membahas tentang Kondisi Higiene Sanitasi dan Karateristik Hidangan di Paguyuban PKL Wiyung
  8. Jurnal ke-17 membahas tentang Peranan Hygiene Dan Sanitasi Untuk Menjaga Kualitas Makanan Dan Kepuasan Tamu Di Hotel Inna Garuda

Adapun dari kumpulan jurnal diatas maka yang paling dominan adalah manajemen penerapan perilaku hygiene dan sanitasi di lingkungan kerja. Metode yang dilakukan ini untuk mengantisipasi risiko kecelakaan kerja di laboratorium. Dimana nantinya dengan dibahasnya dari kumpulan jurnal tersebut  diperoleh suatu cara dan upaya untuk mengurangi serta dapat mengantisipasi kecelakaan kerja dilaboratorium.

Berdasarkan jurnal Analisis Manajemen Risiko Studi Kasus: Unit Pelaksana Teknis Balai Pengujian Dan Laboratorium Lingkungan Hidup (BPL2H), Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah (Permana, 2013), Bekerja dalam laboratorium kimia, sebagaimana bekerja dalam industri kimia, pertambangan, dan bangunan, mengandung risiko berupa bahaya terhadap kesehatan keselamatan

kerja (Imamkhasani, 1990). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahaya yang ada di laboratorium, melakukan penilaian risiko dan melakukan upaya-upaya pengendalian yang sesuai. Identifikasi bahaya dilakukan dengan meninjau aspek manusia, lingkungan, proses, sistem dan peralatan. Tidak terkecuali dengan risiko yang ada di laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah yang dalam kegiatannya menggunakan bahan-bahan kimia dan perlatan-peralatan yang dalam penggunaannya memiliki potensi terjadinya risiko bahaya bagi para pekerja. Laboratorium ini sudah memiliki sarana K3 akan tetapi belum mampu meminimalkan risiko yang ada di laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah, sehingga diperlukan analisis manajemen risiko yang mampu meminimalkan risiko yang mungkin terjadi.

Manajemen risiko sendiri memiliki 3 tahapan proses yaitu identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko (OHSAS 18001:2007). Identifikasi bahaya dilakukan dengan menggunakan metode proaktif agar bahaya yang diperoleh bersifat preventif. Penilaian risiko dapat dilakukan dengan metode kualitatif, semi-kuantitatif dan kuantitatif. Pengendalian risiko untuk bahaya K3 dilakukan dengan pendekatan eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif dan penggunaan alat pelindung diri.

Aspek lingkungan kerja ditinjau melalui pengukuran pencahayaan, suhu dan kelembaban serta kebisingan:

  1. Pengukuran Penerangan di Laboratorium

Penerangan di Laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah dari hasil pengukuran dan analisis belum memenuhi standar penerangan ini dapat dilihat pada perbandingan antara nilai penerangan yang diukur dengan nilai penerangan standar dari Kepmenkes RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri dimana beberapa ruangan masih jauh dibawah standar minimal yang diharuskan. Hal ini dapat membahayakan bagi para pekerja yang bekerja di ruangan tersebut karena menurut Suma’mur (2009) upaya mata yang berlebihan karena penerangan yang kurang baik menjadi sebab kelelahan psikis/mental. Menurut Firmansyah (2009), intensitas   cahaya   atau   penerangan   bagi   pekerja   memeliki   pengaruh   yang

signifikan terhadap kelelahan mata, kelelahan mata akan membuat pekerja kehilangan konsentrasi sehingga memperbesar risiko terjadinya kecelakaan kerja.

Kurangnya penerangan di BPL2H ini dikarenakan pekerja di BPL2H hanya mengandalkan penerangan tambahan dari lampu yang ada di ruangan dan tidak mengunakan penerangan matahari secara langsung. Lampu yang digunakan di BPL2H Provinsi Jawa Tengah berjenis TL/fluorescent dengan daya 20 watt dimana setiap ruangan dipasang lampu jenis ini sesuai dengan luas ruangan.

  1. Pengukuran Suhu di Laboratorium

Pengukuran Suhu di laboratorium temperatur ruangan di laboratorium BPL2H sudah memenuhi ketentuan minimal 7ndustry7re di ruang kerja yang mengacu pada dari Kepmenkes RI No 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri. Hal ini dapat terlihat dari kolom keterangan yang menunjukan bahwa semua ruangan memiliki

suhu yang memenuhi ketetuan yaitu antara 18-30 oC . Hal ini karena BPL2H

menggunakan Air Conditioner (AC) untuk memberikan suhu yang nyaman bagi pekerja sehinga pekerja dapat bekerja di ruangan laboratorium dengan nyaman dan meminimalkan risiko terjadinya bahaya akibat kelelahan dini yang disebabkan oleh temperatur yang terlalu tinggi.

  1. Pengukuran Kelembaban di Laboratorium

Kelembaban udara di laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah sudah memenuhi ketentuan kelembaban di tempat kerja yang berlaku yaitu yang diatur dalam Kepmenkes RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri dimana standar kelembaban yang berlaku adalah 65% – 95%, dari tabel diatas terlihat bahwa rata-rata kelembaban udara di BPL2H Provinsi Jawa Tengah adalah 70.8 %. Dengan kelembaban seperti ini pekerja di BPL2H Provinsi Jawa Tengah dapat bekerja dengan nyaman sehingga meminimalkan risiko terjadinya bahaya akibat kelelahan dini yang diakibatkan kelembaban yang terlalu tinggi.

  1. Pengukuran Kebisingan di Laboratorium

Kebisingan di laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah masih memenuhi standar kebisingan di tempat kerja yang mengacu pada Kepmenkes RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, Hal ini dapat dilihat dari nilai Leq dari setiap ruangan yang jauh di bawah 85 DB/8jam/hari. Hal ini karena kegiatan di laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah dalam kegiatannya tidak menggunakan peralatan- peralatan yang menghasilkan kebisingan. Kondisi kebisingan seperti ini dapat membuat pekerja dapat bekerja dengan aman dan nyaman  sehingga meminimalkan risiko kecelakaan kerja. Menurut Suma’mur (2009), kebisingan dapat mempengaruhi berkurangnya konsentrasi, ketelitian untuk berbuat dan bertindak, gangguan komunikasi dengan pembicaraan. Apabila hal ini dibiarkan akan meningkatkan risiko kecelakaan kerja bahkan menimbulkan penyakit akibat kerja.

Hasil yang didapat dari analisa studi kasus diatas menunjukkan bahwa Balai Pengujian dan Laboratorium Lingkungan Hidup (BPL2H) Provinsi Jawa Tengah secara profil memiliki tingkat risiko rendah atau acceptable karena dari grafik terlihat risiko acceptable memiliki frekuensi yang dominan dalam setiap kegiatan di BPL2H Provinsi Jawa Tengah.

Faktor-faktor merupakan salah satu parameter yang dijadikan acuan terhadap penyebab dari suatu kejadian. Suatu kejadian tentunya memiliki sebab, dan sebab dikarenakan oleh suatu faktor. Pada lingkungan kerja, faktor-faktor merupakan salah satu bagian yang sangat penting untuk mengetahui penyebab dari kejadian yang dapat mengganggu pekerjaan. Faktor-faktor dapat diindikasi atau ditelaah lebih awal agar menghindari terjadinya kecelakaan fatal dalam lingkungan kerja. Contohnya, saat melakukan pekerjaan yang berat oleh atasan, tentunya hal ini akan menyebabkan tekanan atau beban kerja meningkat sehingga dapat menyebabkan depresi atau stress, bahkan gangguan fisik. Hal tersebut tentunya mengganggu psikologis dan fisik karyawan, dan cara untuk meminimalisir hal tersebut adalah kenali gangguan sebelum gangguan tersebut datang pada kita, salah satunya adalah kenali faktor-faktor yang dapat menyebabkan beban kerja berat  dan  apa  akibatnya  serta  bagaimana  cara  mencegahnya.  Adapun  cara mencegah hal tersebut adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dan berusaha untuk meletakan suatu situasi pada tempatnya, relaksasi, dan berolahraga. Dari contoh kasus tersebut faktor-faktor sangat penting untuk lingkungan kerja. Faktor-faktor lingkungan kerja juga dapat dikembangkan terhadap pencegahan bahkan mengobati situasi masalah yang ada pada lingkungan kerja (Sholihah, 2014).

BAB V PENUTUP

5.1  Kesimpulan

Hygiene laboratorium adalah suatu usaha kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan di dalam laboratorium, agar suatu laboratorium layak digunakan untuk kegiatan pemeriksaan, penelitian atau kegiatan lainnya sehingga tidak mempengaruhi aktifitas tenaga kerja maupun hasil penelitian yang dilakukan didalamnya. Sanitasi laboratorium adalah usaha pencegahan atau pengawasan terhadap lingkungan laboratorium yang mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya. Tindakan sanitasi dapat berupa sanitasi ruang dan peralatan laboratorium, pengendalian ruang penyimpanan bahan kimia dan pembuangan limbah yang ada di laboratorium.

5.2  Saran

Saran yang dapat diberikan agar setiap laboratorium memperhatikan aspek- aspek kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan kerja dengan mengelola fasilitas sanitasi yang baik agar terciptanya suasana aman dan nyaman dalam lingkungan kerja.

RINGKASAN

Kata “hygiene” berasal dari bahasa yunani yang artinya ilmu untuk membentuk dan menjaga kesehatan (Streeth, J.A. and Southgate,H.A, 1986). Sanitasi lingkungan adalah usaha pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang dapat atau mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani, dan kelangsungan hidupnya (WHO International Health Regulation, 2005).

  1. Potensi Bahaya Fisik Meliputi:
    1. Radiasi
    2. Kebisingan
    3. Pencahayaan
    4. Getaran
  2. Potensi Bahaya Kimia Meliputi:
    1. Korosi
    2. Iritasi
    3. Reaksi Alergi
    4. Asfiksiasi
  3. Potensi Bahaya Biologi Meliputi:
    1. Bakteri
    2. Virus
    3. Jamur
  4. Faktor Bahaya Lingkungan Kerja Meliputi:
    1. Faktor Teknis
    2. Faktor Lingkungan
    3. Faktor Manusia

PELATIHAN

  1. Apa yang dimaksud dengan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja ? Jawab:

Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.

  1. Sebutkan beberapa kebijakan pemerintah dalam menetapkan undang- undang yang berguna untuk perlindungan tenaga kerja !

Jawab:

  1. UU 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja.
  2. Peraturan Menteri 05/MEN/1996 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  3. No.13 Tahun, tentang Ketenagakerjaan.
  1. Apa yang dimaksud dengan sanitasi laboratorium ? Jawab:

Usaha pencegahan atau pengawasan terhadap lingkungan laboratorium yang mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya.

  1. Sebutkan tujuan tindakan hygiene di laboratorium ! Jawab:
    1. Meningkatkan derajat kesehatan
    2. Memelihara kebersihan diri
    3. Memperbaiki hygiene personal yang kurang .
    4. Mencegah
  2. Sebutkan potensi-potensi bahaya yang meliputi potensi bahaya fisik, kimia dan biologi dalam lingkup hygiene laboratorium !

Jawab:

  • Potensi Bahaya Fisik Meliputi: Radiasi, Kebisingan, Pencahayaan dan Getaran
  • Potensi Bahaya Kimia Meliputi: Korosi, Iritasi, Reaksi Alergi dan Asfiksiasi
  • Potensi Bahaya Biologi Meliputi: Bakteri, Virus dan Jamur

DAFTAR PUSTAKA

Ananingsih. Kepatuhan 5 Momen Hand Hygiene Pada Petugas Di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta (Action Research). Jurnal Penelitian. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah. 2016.

Damanik, Sri Melfa, dkk. Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung.   Jurnal Penelitian. Bandung:     Fakultas     Ilmu   Keperawatan Universitas Padjadjaran. 2012.

Fatmawati, Suci, dkk. Perilaku Higiene Pengolah Makanan Berdasarkan Pengetahuan      Tentang                           Higiene         Mengolah   Makanan         Dalam Penyelenggaraan Makanan Di Pusat Pendidikan Dan Latihan Olahraga Pelajar Jawa Tengah. Semarang: Universitas Muhammadiyah. 2013.

Fitriani, Ratih Annisa. Upaya Penerapan Higiene Sanitasi Dalam Proses Pengadaan Bahan Makanan Di Purchasing Departement Hyatt Regency Yogyakarta Secara Optimal. Jurnal Penelitian. Yogyakarta. 2013.

Kartika, Teti Rahmi. The Effect Of Hygiene And Sanitation Training On Knowledge And Behavior Of Food Handlers At Nutrition Installation Of Pku Muhammadiyah Hospital Yogyakarta. Jurnal Penelitian. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. 2014.

Kurniawidjaja, L. Meily. Program Perlindungan Kesehatan Respirasi di Tempat Kerja Manajemen Risiko Penyakit Paru Akibat Kerja. Jurnal Respir Indo. 2010. (3) 4: 217-229.

Naila, dan Triana Srisantyorini.  Penerapan Higiene Sanitasi dan Keselamatan Kerja Pengolah Makanan pada Unit Gizi di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok  Kopi.  Jurnal  Penelitian.  Jakarta:  Universitas  Muhammadiyah. 2014.

Napitupulu, B. P. Kebersihan (Hygiene) dan Sanitasi Makanan di Dapur Hotel.

Jurnal Darma Agung. 2010. 62-72.

Noordin, Siti Annisa Zakiyyah. Gambaran Faktor Motivasi Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Sumedang. Jurnal Penelitian. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran. 2012.

Permana, Anggi Ajie, dkk. Analisis Manajemen Risiko Studi Kasus : Unit Pelaksana Teknis Balai Pengujian Dan Laboratorium Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah. Semarang: Universitas Diponegoro. 2013.

Putri, Btari Sekar Saraswati Ardana. Hubungan Higiene Perseorangan, Sanitasi Lingkungan dan Status Gizi Terhadap Kejadian Skabies pada Anak.

Artikel Penelitian. Semarang: Universitas Diponegoro. 2011.

Sari, Apriana Kartika. Penerapan Higiene Perusahaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Konimex Sukoharjo. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2009.

Sholihah, Q., Kuncoro Wahyudi, dan Rahmi Fauziah. 2014. Predisposition Factors Analysis Hygienic And Healthy Behaviour Of Family Order In Lontar Pulau Laut Barat Kotabaru, South Kalimantan, Indonesia. International Journal of Academic Research. Januari 2014. EBSCO Information Service.

Simbolon, Veronika Amelia, dkk. Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Depot dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia Coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Tanjung Pinang Barat. Jurnal Penelitian. Medan: Departemen   Kesehatan   Lingkungan   Fakultas   Kesehatan   Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2012.

Stevianus. Pengaruh Faktor Hygiene Dan Motivator Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Pt. Rianto Prima Jaya.Jurnal Ekonomi Bisnis. Depok: Universitas Gunadarma. 2015. (20) 1 : 32- 41.

Suhelmi, Reni, dkk. Hubungan Masa Kerja, Higiene Perorangan Dan Penggunaan  Alat  Pelindung  Diri  Dengan  Keluhan  Gangguan  Kulit Petani   Rumput   Laut   Di   Kelurahan   Kalumeme   Bulukumba. Jurnal Penelitian. Makasar: Universitas Hasanuddin. 2014.

Wilis, Ayu Chandra. Kondisi Higiene Sanitasi dan Karateristik Hidangan di Paguyuban PKL Wiyung Surabaya. E-Journal Boga. 2013. (2) 3 : 11-17.

Yuliastri, Yuni, dkk. Peranan Hygiene Dan Sanitasi Untuk Menjaga Kualitas Makanan Dan Kepuasan Tamu Di Hotel Inna Garuda Yogyakarta. Jurnal Khasanah. 2013. (4) 2 : 1-15.

Jelaskan apa hubungannya higiene dan sanitasi?

Hygiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada Sedangkan Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.

Mengapa higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain?

Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).

Mengapa sanitasi dan hygiene sangat penting?

Higiene dan sanitasi merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas makanan dimana Escherichia coli sebagai salah satu indikator terjadinya pencemaran makanan yang dapat menyebabkan penyakit akibat makanan (food borne diseases).

Mengapa kegiatan sanitasi sangat perlu dilakukan terutama di dalam ruang produksi pangan?

Sanitasi juga memiliki beberapa tujuan lain yaitu memperbaiki, mempertahankan serta mengembalikan kesehatan pada manusia, memaksimalkan efisiensi produksi serta menghasilkan produk-produk yang sehat dan aman dari berbagai pengaruh yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia.