HYGIENE LINGKUNGAN KERJA LABORATORIUM Show
DISUSUN OLEH: MUHAMMAD AS’AD H1D112202DOSEN PENGAJAR MATA KULIAH: QOMARIYATUS SHOLIHAH, AMD.HYP, S.T, M. KES PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2016 BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKesehatan dan keselamatan kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Laboratorium adalah suatu tempat dimana mahasiswa atau praktikan, dosen, dan peneliti melakukan percobaan. Bekerja di laboratorium kimia tak akan lepas dari berbagai kemungkinan terjadinya bahaya dari berbagai jenis bahan kimia baik yang bersifat sangat berbahaya maupun yang bersifat berbahaya. Selain itu, peralatan yang ada di dalam laboratorium juga dapat mengakibatkan bahaya yang tak jarang berisiko tinggi bagi praktikan yang sedang melakukan praktikum jika tidak mengetahui cara dan prosedur penggunaan alat yang akan digunakan (Permana, 2013). Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah menetapkan kebijakan dalam undang-undang yang berguna untuk perlindungan tenaga kerja. Undang-undang tersebut yaitu:
Dengan demikian tenaga kerja berhak atas perlindungan terhadap bahaya-bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja serta kewajiban mentaati segala ketentuan tang ada dalam undang-undang tersebut (Sari, 2009) Laboratorium berfungsi sebagai tempat penelitian-penelitian isolasi dan perkembangan bakteri, hal ini dikarenakan lingkungan laboratorium merupakan tempat yang baik untuk berkembangnya bakteri maupun virus, yang sebagian besar dapat menularkan penyakit pada petugas laboratorium maupum masyarakat sekitar laboratorium. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman dan kesadaran terhadap keselamatan dan bahaya kerja dilaboratorium. Telah banyak terjadi kecelakaan ataupun menderita luka baik yang bersifat luka permanen, luka ringan, maupun gangguan kesehatan dalam yang dapat menyebabkan penyakit kronis maupun akut, serta kerusakan terhadap fasilitas – fasilitas dan peralatan penunjang praktikum yang sangat mahal harganya. Semua kejadian ataupun kecelakaan kerja di laboratorium sebenarnya dapat dihindari dan diantisipasi jika para praktikan mengetahui dan selalu mengikuti prosedur kerja yang aman di laboratorium. Salah satu hal yang penting dalam mencegah penyakit ataupun kecelakaan kerja adalah hygiene lingkungan kerja di laboratorium (Permana, 2013). 1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kata “hygiene” berasal dari bahasa yunani yang artinya ilmu untuk membentuk dan menjaga kesehatan (Streeth, J.A. and Southgate,H.A, 1986). Dalam sejarah yunani, hygiene berasal dari nama seorang dewi yaitu Hygea (dewi pencegah penyakit). Pengertian hygiene ada beberapa,yang intinya sama yaitu :
Personal Hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat jadi hygiene personal adalah suatu usaha perawatan diri untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan diri seseorang baik untuk kesehatan fisik maupun psikis.
Environment hygiene adalah suatu usaha kegiatan pencegahan yang menitikberatkan usahanya pada kegiatan-kegiatan yang mendukung kebersihan, kesehatan, dan keselamatan jasmani maupun rohani manusia dan juga lingkungan hidup sekitarnya.
Hygiene laboratorium adalah suatu usaha kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan di dalam laboratorium, agar suatu laboratorium layak digunakan untuk kegiatan pemeriksaan, penelitian atau kegiatan lainnya sehingga tidak mempengaruhi aktifitas tenaga kerja maupun hasil penelitian yang dilakukan didalamnya (Fitriani, 2013).
Contoh tindakan hygiene di laboratorium dapat dilakukan pada diri sendiri dan pada ruangan laboratorium, yaitu : 1. Pada diri sendiri :
Gambar 2.1 Alat Pelindung Diri Saat di Laboratorium 1. Pada ruangan laboratorium :
Tindakan hygiene di Laboratorium memliki tujuan tersendiri yang tentu sangat bermanfaat yaitu:
2.2 Definisi SanitasiDefinisi sanitasi menurut beberapa ahli, yaitu:
Sanitasi laboratorium adalah usaha pencegahan atau pengawasan terhadap lingkungan laboratorium yang mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya. Di Laboratorium, ruang lingkup dari sanitasi adalah sanitasi air, yaitu upaya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan air dari pembuangan limbah manusia untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sedangkan sanitasi lingkungan adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatan kesehatan manusia. sanitasi lebih mengarah kepada usaha kongkrit dalam mewujudkan kondisi higienis dan usaha ini dinyatakan dengan gerakan dilapangan berupa pembersihan, penataan, sterilisasi, penyemprotan hama dan sejenisnya. Jika hygiene merupakan tujuan, maka sanitasi merupakan tindakan nyata untuk mencapai tujuan tersebut. Agar sanitasi dapat berjalan lancar, diperlukan berbagai sistem untuk pelaksanaannya (Yuliastri, 2013). 2.3 Tindakan SanitasiKecelakaan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja yang dapat menimpa setiap pekerja. Kecelakaan kerja mengakibatkan kerugian baik bagi pekerja dan pihak yang dipekerjakan. Bekerja dalam laboratorium kimia, sebagaimana bekerja dalam industri kimia, pertambangan, dan bangunan, mengandung risiko berupa bahaya terhadap keselamatan kerja (Permana, 2013). Berbagai macam tindakan yang dapat dilakukan sebagai salah satu tindakan sanitasi di laboratorium dan rumah sakit, sebagai berikut : 1. Sanitasi Ruang Dan Peralatan Laboratorium
dengan baik. Pencahayaan atau penerangan hendaknya tersebar secara merata dan cukup di semua ruangan, namun hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyilaukan
2. Pengendalian Ruang Penyimpanan Bahan Kimia
3. Pembuangan Limbah
(Naila, 2014). 2.4 Faktor dan Potensi Bahaya di Lingkungan Kerja LaboratoriumSecara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain :
Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan antara lain sebagai berikut : · Potensi Bahaya Fisikyaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. a) RadiasiRadiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain. Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetik adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker. b) KebisinganBising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (DB). Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori:
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising. Tabel 2.1 Skala Intensitas Kebisingan
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 DB. c) Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja. Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda. Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur. Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk yaitu mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik yaitu meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja. d) GetaranGetaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang. Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:
· Potensi Bahaya Kimiayaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui: pernapasan (inhalation), kulit (skin absorption) maupun tertelan (ingestion). Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya. Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah : a) Korosi
b) Iritasi
Kulit : asam, basa,pelarut, minyak . Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone. c) Reaksi Alergi
Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine. Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel. d) Asfiksiasi
Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide · Potensi Bahaya Biologiyaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisme sebagai berikut : a) BakteriBakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya. b) VirusVirus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 – 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya. c) JamurJamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain. Mengontrol bahaya dari faktor biologi :Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan pencegahan antara lain dengan :
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari. 2.5 Limbah LaboratoriumLimbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik, yang lebih dikenal dengan sampah, yang kehadirannya pada suatu saatdan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.Ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dananorganik. dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadirannya berdampak negatifterhadap lingkungan. Limbah laboratorium adalah limbah yang berasal dari kegiatan laboratorium. Limbah ini memiliki sifat khas yang berbeda dengan limbah yang berasal dari kegiatan industri karenabiasanya memiliki keragaman jenis limbah yang sangat tinggi walaupun dari setiap macambahan yang dibuang tersebut jumlahnya tidak banyak. Artinya limbah laboratorium kimiameskipun volumenya masih relatif kecil dibandingkan dengan limbah industri, namunjustru mengandung jenis B3 yang sangat bervariasi dengan konsentrasi yang relatif tinggi.Oleh karena itu, limbah ini harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkanpencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan masyarakat. Limbah laboratorium dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu:
Penggolongan limbah:
2.6 Penanggulangan Limbah LaboratoriumTujuan penanganan limbah adalah untuk mengurangi risiko pemaparan limbah terhadapkuman yang menimbulkan penyakit (patogen) yang mungkin berada dalam limbahetrsebut. Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah, yaitu: a. Limbah B3 (Berbahaya dan Beracun), dengan cara:
Limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor, CaO atau Ca(OH)2 Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam seperti H2SO4 atau HCI.Parameter netralisasi adalah pH dan sebagai indikator dapat digunakan Phenol Phtalein(PP). Zat ini akan berubah pada pH 6-8 sehingga cukup aman digunakan jika pH limbahberkisar antara 6,5- 8,5.
Kontaminan logam berat dalam ciaran diendapkan dengan tawas/FeC13, Ca(OH)2/CaOkarena dapat mengikat As, Zn, Ni. Mn dan Hg.
Terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi oksidasi(redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik.
Ion logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat diserapoleh resin anion. b. Limbah Bakteriologis/Infeksius, dengan cara:
c. Limbah RadioaktifMasalah penanganan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai radioaktif sekecil mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan menggunakan alat yang mudah didekontaminasi. Penanganan limbah radioaktif dibedakan berdasarkan:
Ada 2 sistem penanganan limbah radioaktif :
Limbah umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong plastik diikat kuatdan dibakar di insinerator. BAB III METODOLOGIMetodologi pengumpulan data yang diperlukan dalam makalah ini dilakukan metodologi studi literatur dengan proses membandingkan referensi atau jurnal-jurnal serta membuat solusi atau cara yang dilakukan supaya dapat mengantisipasi dari kecelakaan kerja di laboratorium tersebut yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Literatur yang digunakan baik dari jurnal, tesis, skripsi maupun buku panduan kerja di laboratoium. Dari Hasil literatur-literatur tersebut sebagai pendukung makalah yang ada kaitannya tentang hygiene lingkungan kerja di laboratorium. Adapun tahapan secara umum diagram alir proses yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut: Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Kegiatan Berdasarkan metodologi studi literatur yang dilakukan, maka jurnal-jurnal yang diperoleh kemudian dikumpulakan untuk makalah ini adalah sebagai berikut:
Melalui beberapa kumpulan jurnal diatas maka nanti digunakan sebagai literatur dalam makalah hygiene lingkungan kerja laboratorium ini sehingga diperoleh aspek-aspek pengendalian risiko kecelakaan kerja di lingkungan kerja laboratorium. Pada makalah ini metodologi yang digunakan yaitu studi literatur dari jurnal yang berjudul “Analisis Manajemen Risiko Studi Kasus : Unit Pelaksana Teknis Balai Pengujian Dan Laboratorium Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah” (Permana, 2013). BAB IV PEMBAHASANBerdasarkan metodologi studi literatur yang dilakukan pada bab 3, maka jurnal-jurnal yang dikumpulkan kemudian dibahas sub judulnya untuk makalah ini adalah sebagai berikut:
Adapun dari kumpulan jurnal diatas maka yang paling dominan adalah manajemen penerapan perilaku hygiene dan sanitasi di lingkungan kerja. Metode yang dilakukan ini untuk mengantisipasi risiko kecelakaan kerja di laboratorium. Dimana nantinya dengan dibahasnya dari kumpulan jurnal tersebut diperoleh suatu cara dan upaya untuk mengurangi serta dapat mengantisipasi kecelakaan kerja dilaboratorium. Berdasarkan jurnal Analisis Manajemen Risiko Studi Kasus: Unit Pelaksana Teknis Balai Pengujian Dan Laboratorium Lingkungan Hidup (BPL2H), Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah (Permana, 2013), Bekerja dalam laboratorium kimia, sebagaimana bekerja dalam industri kimia, pertambangan, dan bangunan, mengandung risiko berupa bahaya terhadap kesehatan keselamatan kerja (Imamkhasani, 1990). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahaya yang ada di laboratorium, melakukan penilaian risiko dan melakukan upaya-upaya pengendalian yang sesuai. Identifikasi bahaya dilakukan dengan meninjau aspek manusia, lingkungan, proses, sistem dan peralatan. Tidak terkecuali dengan risiko yang ada di laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah yang dalam kegiatannya menggunakan bahan-bahan kimia dan perlatan-peralatan yang dalam penggunaannya memiliki potensi terjadinya risiko bahaya bagi para pekerja. Laboratorium ini sudah memiliki sarana K3 akan tetapi belum mampu meminimalkan risiko yang ada di laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah, sehingga diperlukan analisis manajemen risiko yang mampu meminimalkan risiko yang mungkin terjadi. Manajemen risiko sendiri memiliki 3 tahapan proses yaitu identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko (OHSAS 18001:2007). Identifikasi bahaya dilakukan dengan menggunakan metode proaktif agar bahaya yang diperoleh bersifat preventif. Penilaian risiko dapat dilakukan dengan metode kualitatif, semi-kuantitatif dan kuantitatif. Pengendalian risiko untuk bahaya K3 dilakukan dengan pendekatan eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif dan penggunaan alat pelindung diri. Aspek lingkungan kerja ditinjau melalui pengukuran pencahayaan, suhu dan kelembaban serta kebisingan:
Penerangan di Laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah dari hasil pengukuran dan analisis belum memenuhi standar penerangan ini dapat dilihat pada perbandingan antara nilai penerangan yang diukur dengan nilai penerangan standar dari Kepmenkes RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri dimana beberapa ruangan masih jauh dibawah standar minimal yang diharuskan. Hal ini dapat membahayakan bagi para pekerja yang bekerja di ruangan tersebut karena menurut Suma’mur (2009) upaya mata yang berlebihan karena penerangan yang kurang baik menjadi sebab kelelahan psikis/mental. Menurut Firmansyah (2009), intensitas cahaya atau penerangan bagi pekerja memeliki pengaruh yang signifikan terhadap kelelahan mata, kelelahan mata akan membuat pekerja kehilangan konsentrasi sehingga memperbesar risiko terjadinya kecelakaan kerja. Kurangnya penerangan di BPL2H ini dikarenakan pekerja di BPL2H hanya mengandalkan penerangan tambahan dari lampu yang ada di ruangan dan tidak mengunakan penerangan matahari secara langsung. Lampu yang digunakan di BPL2H Provinsi Jawa Tengah berjenis TL/fluorescent dengan daya 20 watt dimana setiap ruangan dipasang lampu jenis ini sesuai dengan luas ruangan.
Pengukuran Suhu di laboratorium temperatur ruangan di laboratorium BPL2H sudah memenuhi ketentuan minimal 7ndustry7re di ruang kerja yang mengacu pada dari Kepmenkes RI No 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri. Hal ini dapat terlihat dari kolom keterangan yang menunjukan bahwa semua ruangan memiliki suhu yang memenuhi ketetuan yaitu antara 18-30 oC . Hal ini karena BPL2H menggunakan Air Conditioner (AC) untuk memberikan suhu yang nyaman bagi pekerja sehinga pekerja dapat bekerja di ruangan laboratorium dengan nyaman dan meminimalkan risiko terjadinya bahaya akibat kelelahan dini yang disebabkan oleh temperatur yang terlalu tinggi.
Kelembaban udara di laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah sudah memenuhi ketentuan kelembaban di tempat kerja yang berlaku yaitu yang diatur dalam Kepmenkes RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri dimana standar kelembaban yang berlaku adalah 65% – 95%, dari tabel diatas terlihat bahwa rata-rata kelembaban udara di BPL2H Provinsi Jawa Tengah adalah 70.8 %. Dengan kelembaban seperti ini pekerja di BPL2H Provinsi Jawa Tengah dapat bekerja dengan nyaman sehingga meminimalkan risiko terjadinya bahaya akibat kelelahan dini yang diakibatkan kelembaban yang terlalu tinggi.
Kebisingan di laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah masih memenuhi standar kebisingan di tempat kerja yang mengacu pada Kepmenkes RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, Hal ini dapat dilihat dari nilai Leq dari setiap ruangan yang jauh di bawah 85 DB/8jam/hari. Hal ini karena kegiatan di laboratorium BPL2H Provinsi Jawa Tengah dalam kegiatannya tidak menggunakan peralatan- peralatan yang menghasilkan kebisingan. Kondisi kebisingan seperti ini dapat membuat pekerja dapat bekerja dengan aman dan nyaman sehingga meminimalkan risiko kecelakaan kerja. Menurut Suma’mur (2009), kebisingan dapat mempengaruhi berkurangnya konsentrasi, ketelitian untuk berbuat dan bertindak, gangguan komunikasi dengan pembicaraan. Apabila hal ini dibiarkan akan meningkatkan risiko kecelakaan kerja bahkan menimbulkan penyakit akibat kerja. Hasil yang didapat dari analisa studi kasus diatas menunjukkan bahwa Balai Pengujian dan Laboratorium Lingkungan Hidup (BPL2H) Provinsi Jawa Tengah secara profil memiliki tingkat risiko rendah atau acceptable karena dari grafik terlihat risiko acceptable memiliki frekuensi yang dominan dalam setiap kegiatan di BPL2H Provinsi Jawa Tengah. Faktor-faktor merupakan salah satu parameter yang dijadikan acuan terhadap penyebab dari suatu kejadian. Suatu kejadian tentunya memiliki sebab, dan sebab dikarenakan oleh suatu faktor. Pada lingkungan kerja, faktor-faktor merupakan salah satu bagian yang sangat penting untuk mengetahui penyebab dari kejadian yang dapat mengganggu pekerjaan. Faktor-faktor dapat diindikasi atau ditelaah lebih awal agar menghindari terjadinya kecelakaan fatal dalam lingkungan kerja. Contohnya, saat melakukan pekerjaan yang berat oleh atasan, tentunya hal ini akan menyebabkan tekanan atau beban kerja meningkat sehingga dapat menyebabkan depresi atau stress, bahkan gangguan fisik. Hal tersebut tentunya mengganggu psikologis dan fisik karyawan, dan cara untuk meminimalisir hal tersebut adalah kenali gangguan sebelum gangguan tersebut datang pada kita, salah satunya adalah kenali faktor-faktor yang dapat menyebabkan beban kerja berat dan apa akibatnya serta bagaimana cara mencegahnya. Adapun cara mencegah hal tersebut adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dan berusaha untuk meletakan suatu situasi pada tempatnya, relaksasi, dan berolahraga. Dari contoh kasus tersebut faktor-faktor sangat penting untuk lingkungan kerja. Faktor-faktor lingkungan kerja juga dapat dikembangkan terhadap pencegahan bahkan mengobati situasi masalah yang ada pada lingkungan kerja (Sholihah, 2014). BAB V PENUTUP5.1 KesimpulanHygiene laboratorium adalah suatu usaha kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan di dalam laboratorium, agar suatu laboratorium layak digunakan untuk kegiatan pemeriksaan, penelitian atau kegiatan lainnya sehingga tidak mempengaruhi aktifitas tenaga kerja maupun hasil penelitian yang dilakukan didalamnya. Sanitasi laboratorium adalah usaha pencegahan atau pengawasan terhadap lingkungan laboratorium yang mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya. Tindakan sanitasi dapat berupa sanitasi ruang dan peralatan laboratorium, pengendalian ruang penyimpanan bahan kimia dan pembuangan limbah yang ada di laboratorium. 5.2 SaranSaran yang dapat diberikan agar setiap laboratorium memperhatikan aspek- aspek kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan kerja dengan mengelola fasilitas sanitasi yang baik agar terciptanya suasana aman dan nyaman dalam lingkungan kerja. RINGKASANKata “hygiene” berasal dari bahasa yunani yang artinya ilmu untuk membentuk dan menjaga kesehatan (Streeth, J.A. and Southgate,H.A, 1986). Sanitasi lingkungan adalah usaha pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang dapat atau mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani, dan kelangsungan hidupnya (WHO International Health Regulation, 2005).
PELATIHAN
Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Jawab:
Usaha pencegahan atau pengawasan terhadap lingkungan laboratorium yang mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya.
Jawab:
DAFTAR PUSTAKAAnaningsih. Kepatuhan 5 Momen Hand Hygiene Pada Petugas Di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta (Action Research). Jurnal Penelitian. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah. 2016. Damanik, Sri Melfa, dkk. Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Jurnal Penelitian. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran. 2012. Fatmawati, Suci, dkk. Perilaku Higiene Pengolah Makanan Berdasarkan Pengetahuan Tentang Higiene Mengolah Makanan Dalam Penyelenggaraan Makanan Di Pusat Pendidikan Dan Latihan Olahraga Pelajar Jawa Tengah. Semarang: Universitas Muhammadiyah. 2013. Fitriani, Ratih Annisa. Upaya Penerapan Higiene Sanitasi Dalam Proses Pengadaan Bahan Makanan Di Purchasing Departement Hyatt Regency Yogyakarta Secara Optimal. Jurnal Penelitian. Yogyakarta. 2013. Kartika, Teti Rahmi. The Effect Of Hygiene And Sanitation Training On Knowledge And Behavior Of Food Handlers At Nutrition Installation Of Pku Muhammadiyah Hospital Yogyakarta. Jurnal Penelitian. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. 2014. Kurniawidjaja, L. Meily. Program Perlindungan Kesehatan Respirasi di Tempat Kerja Manajemen Risiko Penyakit Paru Akibat Kerja. Jurnal Respir Indo. 2010. (3) 4: 217-229. Naila, dan Triana Srisantyorini. Penerapan Higiene Sanitasi dan Keselamatan Kerja Pengolah Makanan pada Unit Gizi di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Jurnal Penelitian. Jakarta: Universitas Muhammadiyah. 2014. Napitupulu, B. P. Kebersihan (Hygiene) dan Sanitasi Makanan di Dapur Hotel. Jurnal Darma Agung. 2010. 62-72. Noordin, Siti Annisa Zakiyyah. Gambaran Faktor Motivasi Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Sumedang. Jurnal Penelitian. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran. 2012. Permana, Anggi Ajie, dkk. Analisis Manajemen Risiko Studi Kasus : Unit Pelaksana Teknis Balai Pengujian Dan Laboratorium Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah. Semarang: Universitas Diponegoro. 2013. Putri, Btari Sekar Saraswati Ardana. Hubungan Higiene Perseorangan, Sanitasi Lingkungan dan Status Gizi Terhadap Kejadian Skabies pada Anak. Artikel Penelitian. Semarang: Universitas Diponegoro. 2011. Sari, Apriana Kartika. Penerapan Higiene Perusahaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Konimex Sukoharjo. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2009. Sholihah, Q., Kuncoro Wahyudi, dan Rahmi Fauziah. 2014. Predisposition Factors Analysis Hygienic And Healthy Behaviour Of Family Order In Lontar Pulau Laut Barat Kotabaru, South Kalimantan, Indonesia. International Journal of Academic Research. Januari 2014. EBSCO Information Service. Simbolon, Veronika Amelia, dkk. Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Depot dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia Coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Tanjung Pinang Barat. Jurnal Penelitian. Medan: Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2012. Stevianus. Pengaruh Faktor Hygiene Dan Motivator Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Pt. Rianto Prima Jaya.Jurnal Ekonomi Bisnis. Depok: Universitas Gunadarma. 2015. (20) 1 : 32- 41. Suhelmi, Reni, dkk. Hubungan Masa Kerja, Higiene Perorangan Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit Petani Rumput Laut Di Kelurahan Kalumeme Bulukumba. Jurnal Penelitian. Makasar: Universitas Hasanuddin. 2014. Wilis, Ayu Chandra. Kondisi Higiene Sanitasi dan Karateristik Hidangan di Paguyuban PKL Wiyung Surabaya. E-Journal Boga. 2013. (2) 3 : 11-17. Yuliastri, Yuni, dkk. Peranan Hygiene Dan Sanitasi Untuk Menjaga Kualitas Makanan Dan Kepuasan Tamu Di Hotel Inna Garuda Yogyakarta. Jurnal Khasanah. 2013. (4) 2 : 1-15. Jelaskan apa hubungannya higiene dan sanitasi?Hygiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada Sedangkan Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
Mengapa higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain?Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).
Mengapa sanitasi dan hygiene sangat penting?Higiene dan sanitasi merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas makanan dimana Escherichia coli sebagai salah satu indikator terjadinya pencemaran makanan yang dapat menyebabkan penyakit akibat makanan (food borne diseases).
Mengapa kegiatan sanitasi sangat perlu dilakukan terutama di dalam ruang produksi pangan?Sanitasi juga memiliki beberapa tujuan lain yaitu memperbaiki, mempertahankan serta mengembalikan kesehatan pada manusia, memaksimalkan efisiensi produksi serta menghasilkan produk-produk yang sehat dan aman dari berbagai pengaruh yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia.
|