Apa hukumnya seorang ayah menelantarkan anaknya?

Bisakah suami di penjara karena menelantarkan anak? Secara hukum, seorang suami diwajibkan melindungi keluarganya dan memberikan segala sesuatu terkait keperluan rumah tangganya sesuai dengan kemampuannya.

Bahkan untuk seorang suami yang beragama Islam, kewajiban tersebut diatur lebih spesifik lagi dalam Pasal 80 Ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sehingga seorang ayah atau suami memiliki tanggung jawab atas keluarganya.

Bisakah Suami Di Penjara Karena Menelantarkan Anak?

Dalam berumah tangga tentunya sebagai orang tua memiliki kewajiban dalam mengurus serta mendidik seorang anak sebagaimana mestinya. Terutama kewajiban seorang ayah jauh lebih besar dan memiliki peran yang lebih dalam mengurus seorang anak.

Jika seorang ayah tersebut seorang Muslim, hal ini sudah jelas diatur dalam Al Qur’an Surah An-Nisa Ayat Ayat 34. Kemudian Kementerian Agama telah menafsirkan isi dalam Surah tersebut bahwa seorang laki-laki (suami) merupakan seorang pemimpin, pembela, pemelihara serta pemberi nafkah, dan bertanggung jawab penuh terhadap perempuan (istri) dan keluarganya.

Kemudian untuk hukum seorang ayah menelantarkan anaknya, seorang istri sebagai orang tua dapat mengadukan hal tersebut kepada hakim yang berwenang dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Hal yang menjadi dasar dari ketentuan tersebut telah diatur dalam Pasal 34 Ayat (3) UU Perkawinan yang telah memberikan hak kepada seorang istri untuk mengajukan gugatan nafkah ke Pengadilan.

Dalam mengajukan gugatan untuk mendapatkan langkah hukum jika mantan suami menolak menafkahi anak atau seorang ayah, jika seorang beragama Islam dapat mengajukan ke Pengadilan Agama sesuai dengan domisili. Sedangkan untuk yang beragama selain Islam, gugatan tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Negeri.

Perlu diperhatikan, gugatan dalam hal bisakah suami di penjara karena menelantarkan anak ini tanpa harus mengajukan gugatan perceraian. Dapat diasumsikan jika seorang istri hanya menggugat hak atas nafkah dari seorang suami, tanpa harus bercerai.

Selain itu, penelantaran anak atau tidak memenuhi kebutuhan keluarga seorang suami juga dapat dijerat dengan Pasal 9 Ayat (1) UU No.23 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk yang melanggar ketentuan tersebut dapat dijatuhkan sanksi pidana penjara maksimal 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.15 juta.

Kesimpulan daripada penjelasan dalam artikel ini terkait penjelasan bisakah suami di penjara karena menelantarkan anak, seorang suami dapat dijerat sesuai dengan Pasal dan ketetapan putusan hakim dari Pengadilan.

Apakah suami wajib menafkahi anak setelah bercerai? Dengan demikian, sudah dapat dipastikan bahwasanya nafkah merupakan tanggung jawab seorang suami atau ayah terhadap keluarganya, walaupun sudah bercerai.

Baca Juga:

  • Hukum Menelantarkan Anak dan Dampak Terhadap Perkembangannya
  • Cara Melaporkan Orang Tua Penelantaran Anak Secara Hukum

Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.

BincangMuslimah.Com – Anak merupakan amanat yang Allah saw titipkan kepada setiap orangtua. Ulama sepakat bahwa menafkahi anak merupakan kewajiban seorang ayah. Baik ia masih bersama istri atau telah bercerai, baik sang istri kaya ataupun miskin.

Bukanlah kewajiban sang ibu menafkahi anak jika ayah masih hidup. Imam Mawardi dalam kitab al-Hawi ak-Kabir fi Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi’i menjelaskan terdapat dua poin penting tentang tanggungjawab menafkahi anak;

Pertama, tanggung jawab menafkahi anak adalah kewajiban bapak bukan kewajiban ibu.  Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang bapak wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya ini berdasarkan firman Allah swt

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf. (QS. Al-Baqarah ; 233)

Kedua, larangan menelantarkan anak sebab enggan memberikan nafkah pada mereka lantaran takut menjadi miskin. Padahal Allahlah Sang Maha Pemberi Rizki.  Sebagai mana dijelaskan dalam QS. Al-Isra ayat 31

 وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

“Dan janganlah kalian  membunuh anak-anak kalian karena takut akan kemiskinan. Sesungguhnya Kami yang akan memberi rizki kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS. Al-Isra ; 31).

Imam at-Thabari dalam Tafsirnya menjelaskan bahwa para bapak pada dahulu kala membunuh anak-anak mereka karena takut miskin, karenanya Allah menegaskan pada ayat di atas bahwa Dialah yang akan memberi rejeki tersendiri untuk sang anak tanpa mengurangi rejeki sang bapak. Karena itu jangan menelantarkan anak-anak mereka apalagi sampai menyebabkan kematiannya.

Selain itu, jelas Imam Mawardi, kewajiban memberi nafkah anak juga tercermin dalam banyak hadis Rasulullah saw. Seperti dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah suatu ketika salah seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ia berkata, “Aku mempunyai satu dinar emas.” Rasulullah berkata, “Gunakan menafkahi dirimu.” Ia lalu berkata, “Aku masih punya dinar yang lain.” Rasulullah mengatakan, “Maka gunakan untuk menafkahi anakmu.” Kemudian laki-laki itu masih berkata bahwa ia masih punya dinar yang lain. Rasulullah pun menjawab, “Engkau tentu lebih tahu digunakan untuk apa.”

Dalam hadis lain juga dikisahkan dari Aisyah sesungguhnya Ummu Mu’awiyah datang kepada Rasulullah saw, ia berkata, “Sungguh Abu Sufyan (suaminya) lelaki yang pelit, ia tidak memberi aku dan anakku (nafkah) kecuali apa yang aku ambil darinya secara sembunyi-sembunyi sedang ia tidak tahu, apakah aku berdosa karena itu?” Rasulullah menjawab, “Ambil secukupnya untuk kebutuhanmu dan anakmu,”

Menurut Imam Mawardi, hadis tersebut menunjukkan bahwa menafkahi baik anak dan istri merupakan tanggungjawab suami, ia diwajibkan memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan mereka sebagaimana ia memenuhi kebutuhannya sendiri.  Dalam hal ini, sang ayah wajib menafkahi anaknya hingga ia mampu menafkahi dirinya sendiri.

Apakah dosa jika ayah tidak menafkahi anaknya?

Dosa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi, "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi." Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.

Apa hukuman bagi seorang ayah yang menelantarkan anaknya?

Adapun sanksi bagi seorang ayah yang tidak memenuhi kewajiban ayah seperti memberikan nafkah pada anaknya atau melakukan penelantaran terhadap anak adalah pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.

Apa hukum orang tua yang menelantarkan anaknya menurut Islam?

"Menelantarkan anak berarti hukumnya haram. Dia akan dituntut dihadapan Allah SWT, kenapa menyia nyiakan anak." "Dari mulai menyusukan anaknya, mendidik anaknya, sampai semuanya dia akan dituntut dihadapan Allah SWT," ujar Ustadz Abdul Somad.

Orang tua tidak pernah menafkahi Wajibkah anak tetap berbakti?

Jawab: Iya, tetap wajib bagi seorang anak untuk menunaikan hak orang tuanya. Walaupun sang orang tua lalai dalam pemenuhan kewajibannya berupa pendidikan dan nafkah. Karena anak maupun orang tua memiliki hak yang wajib ditunaikan kepada satu-sama-lain.