Apa dampak perkembangan teknologi terhadap permainan tradisional anak

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era globalisasi ini, seperti kita ketahui bahwa, anak sekarang lebih cenderung menghabiskan waktu luangnya di dalam rumah daripada bermain di luar. Perkembangan teknologi sekarang ini begitu pesat, contohnya saja di bidang teknologi dan informasi. Begitu mudahnya sekarang informasi di jangkau oleh semua kalangan melalui media teknologi.

Anak muda zaman sekarang lebih banyak menghabiskan waktunya di depan media elektronik seperti di laptop, gadget, playstation, ataupun media elektronik lainnya . Melalui media elektronik tersebut, anak muda sekarang bisa mendapatkan berbagai macam informasi yang cangkupannya luas. Namun yang perlu diperhatikan mereka juga cenderung suka bermain permainan yang ada di media elektronik dibanding permainan tradisional yang dahulu lebih banyak dilakukan saat waktu luang di luar rumah seperti, petak umpet, layang-layang , gobag sodor dsb. Sehingga anak sekarang lebih cenderung tidak aktif fisiknya.

Permainan kelereng, gobag sodor, dakon, petak umpet, layang – layang, gasing tradisional, yoyo tradisional, dll, sudah jarang sekali kita temui di wilayah yang terdapat banyak anak kecil disana. Sangat disayangkan sekali jika permainan yang sangat asik pada zaman saya kecil dulu, sekarang hilang terkikis oleh perkembangan zaman yang sudah serba canggih dan modern ini. Karena ketika kita sedang asik memainkan permainan tersebut, secara tidak sadar kita telah melakukan proses sosialisasi secara langsung, yaitu dengan bertatap muka dan bersenda gurau bersama dengan teman sebaya kita.

Ada 2 point penting yang menurut saya dapat menyebabkan permainan tradisional ini ditinggalkan, yang pertama ialah hilangnya tempat yang dapat di gunakan untuk bermain, dan melekatnya budaya serba praktis dalam pikiran anak masa kini. Mengapa saya mengatakan begitu, karena seperti kita ketahui bahwa pembangunan saat ini sangatlah padat, banyak sekali investor berlomba2 untuk mendirikan perumahan, apartment, mall dll . sehingga secara tidak sadar mereka menghabiskan lahan kosong yang seharusnya bisa di gunakan untuk bermain. Di samping itu minimnya pohon yang membuat udara tidak sejuk lagi. Sehingga anak malas untuk keluar rumah dan akhirnya permainan tradisional tidak lagi dilakukan.

Point yang kedua yaitu melekatnya budaya praktis pada masing2 individu. Alasan saya memakai point ini karena, dapat kita lihat bahwa kecanggihan teknologi membuat anak untuk malas membaca buku, mereka cenderung mengandalkan mengcopy materi dari internet untuk menyelesaikan tugasnya dan juga, budaya praktis juga turut mempengaruhi pola pikir anak anak untuk bermain di depan computer atau media elektronik saja ketimbang bermain di luar rumah. Karena dalam memainkan permainan modern ini, anak tidak perlu keluar rumah dan berpanas – panasan. Cukup berada di dalam rumah, lalu duduk manis di depan computer atau playstation mereka sudah mendapatkan kepuasan tersendiri, sampai sampai mereka tidak tahu waktu, kapan harus bermain dan kapan harus belajar.

Akibatnya , jika mereka keseringan bermain dengan kecanggihan teknologi sekarang ini mereka akan memiliki fisik yang lemah di banding anak yang suka bermain permainan tradisional yang cenderung melibatkan fisik dalam melakukan hal tersebut. Makanya sangat tidak heran jika anak kecil sekarang sudah banyak menderita penyakit rabun pada matanya dan harus menggunakan kacamata sejak dini. Disamping itu juga tidak heran pula jika prestasi anak yang suka bermain permainan modern, merosot kebawah atau mereka sering tertinggal dalam sekolahnya. Karena kecanggihan modern jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik otomatis kita banyak mendapat manfaat darinya, tetapi jika kita tidak bisa menggunakannya dengan baik, otomatis akan banyak dsampak negative yangkita peroleh salah satunya seperti contoh di atas.

Oleh karena itu, tak heran jika permainan tradisional anak kita yang dulu sangat popular di masyarakat, kini harus tergeser secara otomatis oleh perkembangan zaman yang serba canggih. Alangkah indahnya jika permainan tersebut masih bisa kita lestarikan dan kita jaga keberadaannya, agar kelak kita bisa menceritakan pada anak cucu kita di masa yang akan datang, bukan kita binasakan dengan melupakannya lalu berpindah ke permainan yang serba canggih saat ini. Demikian tulisan singkat yang dapat saya sajikan, kritik dan saran saya tunggu untuk perbaikan kualitas tulisan saya kedepannya . terima kasih sudah membaca tulisan sayaa :)

Apa dampak perkembangan teknologi terhadap permainan tradisional anak

Download full-text PDFRead full-text

BandungBergerak.idBermain, mainan, dan permainan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia anak-anak. Permainan tradisional bisa dijadikan pilihan aktivitas fisik untuk membantu merangsang tumbuh kembang anak. Namun dengan kemajuan teknologi, anak-anak kini lebih akrab dengan permainan modern yang berbasis teknologi seperti PlayStation yang kini sudah memasuki seri ke-5, atau yang kini sangat digandrungi yaitu game online Mobile Legend dan PUBG, dibandingkan dengan permainan tradisional.

Padahal Indonesia merupakan negeri yang sangat kaya dengan aneka permainan tradisional anak. Menurut data, terdapat sekitar 85 permainan untuk anak perempuan dan 83 permainan untuk anak laki-laki di daerah Jogjakarta (Meisjesspelen: Permainan Anak-anak Perempuan, Bambang Hermawan). Sumber lain mengatakan, dalam buku Javaansche Meisjespelen en Kindertiedjes karangan H. Overbeck disebutkan bahwa jumlah permainan anak dari seluruh tanah Jawa sebanyak 697 permainan (Jurnal Permainan Tradisional Anak: Salah Satu Khasanah Budaya yang Perlu Dilestarikan, Ernawati Purwaningsih).

Data tersebut hanya menunjukkan data permainan yang ada di daerah Jawa saja. Bayangkan akan sebanyak apa apabila dilakukan pendataan terhadap seluruh permainan tradisional asal Indonesia.

Kedatangan Pemerintah Kolonial Belanda juga sedikit banyak ikut menambah kekayaan khazanah permainan anak di negeri ini. Orang-orang Belanda yang ditugaskan di Nusantara memperkenalkan mainan dan permainan dari Eropa yang kelak akan menjadi populer di Nusantara. Contohnya mulai dari mainan kuda lumping yang memiliki kembaran bernama hobby horse di Inggris, permainan patok lele yang dikenal tiepelen di Belanda, hingga bekel yang sepertinya asli dari tanah Jawa memiliki kembaran di Belgia (Menelisik Permainan Anak-anak dari Zaman Hindia, Pusat Data dan Analisa Tempo). Meski sebenarnya cukup sulit untuk melacak keaslian sebuah permainan, tetapi beberapa kesamaan tersebut cukup memberikan gambaran pengaruh dari pemerintah kolonial terhadap permainan anak-anak di Nusantara.

Namun fakta Indonesia sebagai negeri yang kaya akan permainan tradisional tetap tidak dapat membendung arus modernisasi dalam dunia permainan anak. Minat anak-anak terhadap permainan tradisional dari hari ke hari semakin berkurang saja. Menurut hemat penulis, hal tersebut setidaknya dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kemajuan teknologi yang kian tak terbendung, orang tua yang tidak memperkenalkan anak kepada permainan tradisional, hingga akses anak-anak terhadap permainan tradisional yang mulai terbatasi.

Baca Juga: Tradisi Kirim Makanan dalam Rantang Susun
Menggugat Nasib Seniman Tradisi di Masa Pandemi
Meredam Dampak Negatif Teknologi Digital dengan Permainan Tradisional

Efek Permainan Modern

Hidup di dunia yang semakin modern ini mengharuskan kita untuk beradaptasi dengan arus kemajuan teknologi yang ada. Apabila kita tidak bisa mengikuti arusnya, bersiap saja untuk tenggelam di dalamnya. Begitu pula dengan kemajuan teknologi di dalam bidang permainan anak. Anak-anak makin akrab saja dengan permainan yang berbasis teknologi, hal tersebut bisa dilihat dari menjamurnya tempat rental PlayStation pada pertengahan dekade 2000-an, dilanjut dengan populernya warung internet khusus game online pada tahun 2010-an. Bahkan kini anak-anak lebih dipermudah untuk mengakses game online karena cukup menggunakan gawai masing-masing mereka sudah bisa bermain.

Oleh karena hal-hal tersebut memunculkan anggapan bahwa anak-anak yang masih bermain permainan tradisional dianggap tidak keren dan kampungan. Padahal permainan yang berbasis teknologi memiliki dampak negatif bagi anak-anak apabila waktu bermainnya tidak terkontrol. Mulai dari kesehatan mata yang terganggu akibat terlalu lama menatap layar, anak yang semakin malas bergerak, hingga kemampuan sosial yang tidak terasah karena jarangnya bersosialisasi. Dalam hal ini, orang tua memiliki peranan penting dalam melakukan kontrol terhadap aktivitas bermain anak-anaknya.

Orang tua yang tidak memperkenalkan permainan tradisional kepada anak-anaknya juga menjadi faktor pemicu merosotnya minat anak terhadap permainan tradisional. Para orang tua modern cenderung lebih memilih langkah praktis dengan memperkenalkan gawai kepada anak-anak mereka sebagai media hiburan. Banyak anak sekarang yang lebih memilih asyik dengan gawainya masing-masing dibandingkan dengan bersosialisasi dengan sesamanya.

Namun hal tersebut tidak berlaku bagi semua orang tua. Orang tua yang sadar akan manfaat dari permainan tradisional lebih memilih permainan tradisional dibanding dengan permainan modern. Bukan hanya kesenangan saat bermain saja yang didapat oleh anak, akan tetapi banyak nilai-nilai yang terkandung dalam setiap permainan tradisional, mulai dari nilai kebersamaan, saling tolong menolong, nilai kepemimpinan, nilai kejujuran dan sportivitas, hingga kemampuan motorik anak yang semakin terasah. Oleh sebab itu, keberadaan permainan tradisional anak sebagai warisan budaya dari nenek moyang sangat penting dan harus terus dilestarikan karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya akan terus relevan dengan perkembangan zaman.

Merosotnya minat anak terhadap permainan tradisional semakin diperparah dengan masalah akses. Kini beberapa permainan tradisional makin sulit untuk dimainkan karena alat pendukung permainan yang makin sulit untuk ditemui. Bayangkan apa yang akan anda sintreuk ketika bermain kaléci apabila pengrajinnya saja semakin sulit untuk ditemui. Laju pembangunan juga semakin memberi jarak antara anak dan permainan tradisional. Banyak lahan yang biasanya digunakan sebagai area bermain anak kini beralih fungsi menjadi area pertokoan, perumahan, atau fasilitas umum lainnya. Padahal banyak permainan tradisional yang membutuhkan lahan yang cukup luas untuk dapat dimainkan, seperti layang-layang, gasing, kelereng, gobak sodor, hingga yang paling sederhana yaitu ucing-ucingan. Namun permainan tersebut kini makin sulit ditemui karena akses anak terhadap lahan kian terbatas.

Digitalisasi Permainan Tradisional

Perkembangan teknologi tidak sepenuhnya memberikan dampak negatif terhadap eksistensi permainan tradisional. Kini sudah mulai banyak game developer yang mulai melakukan digitalisasi terhadap permainan tradisional. Hal ini dapat menjadi angin segar dalam usaha pengenalan dan pelestarian permainan tradisional, sekaligus bisa dijadikan alternatif bagi orang tua dalam memperkenalkan permainan tradisional kepada anak. Terlebih dalam masa pandemi yang membuat pergerakan manusia serba dibatasi ini, permainan tradisional yang sudah digitalisasi ini bisa menjadi media hiburan bagi keluarga. Dengan bermain bersama, orang tua bisa membangun kedekatan dengan anak-anaknya.

Penulis tidak ingin menyebut permainan modern tidak memiliki nilai yang positif bagi anak-anak yang memainkannya, tetapi ada yang kurang yaitu perihal pendidikan budi pekerti dan sosial kemasyarakatan. Karena ketika bermain permainan modern anak-anak cenderung asik dengan dunianya sendiri dan kurang bersosialisasi dengan sesamanya. Akan tetapi permainan modern berbasis teknologi juga tetap perlu untuk diperkenalkan agar anak-anak tidak gamang dalam menghadapi pesatnya laju modernisasi. Permainan modern juga bermanfaat dalam membangun kecerdasan dan pola berpikir pada anak.

Sebenarnya permasalahan merosotnya minat anak terhadap permainan tradisional tidak seharusnya ditanggung sendirian oleh orang tua. Pemerintah seharusnya dapat ikut membantu dalam memperkenalkan permainan tradisional kepada anak-anak zaman sekarang. Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah dapat mengoptimalkan peran guru sebagai agen dalam pengenalan permainan tradisional pada anak. Guru dapat menyelipkan permainan tradisional pada mata pelajaran seperti Penjaskes, misalnya. Juga dapat mengoptimalkan kembali Festival Permainan Tradisional Anak yang pernah digelar pada beberapa tahun ke belakang.

Tidak kalah penting, pemerintah bisa saja membuat sebuah Museum Permainan Anak Nasional sebagai pusat riset dan studi permainan tradisional. Semoga saja hal-hal di atas tidak hanya akan sekadar jadi mimpi anak-anak Indonesia saja tetapi dapat diwujudkan oleh pihak-pihak yang terkait. Ya, semoga saja.