Agar kita mendapatkan keberkahan atas ilmu yang diberikan oleh guru kita harus

DatDut.Com – Secara bahasa, berkah (Arab: barakatun) berarti ‘nikmat’. Menurut para ulama, berkah adalah adanya kebaikan yang bersifat ilahiyah (spiritual/tak terlihat) dalam sebuah perkara ataupun tindakan.

Pengertian tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Imam Al-Ghazali bahwa berkah merupakan ziyadatul khair yang bermakna ‘bertambahnya kebaikan’. Dengan demikian, berkah tidak dapat dilihat secara kasat mata, namun dapat dirasakan yang mendapatkannya.

Apabila sesuatu dirasakan bertambah, sekalipun secara kasat mata tetap atau bahkan berkurang, maka sesuatu bernilai barokah. Hal tersebut berlaku dalam segala hal, termasuk ilmu pengetahuan dalam pendidikan.

Seseorang yang memiliki ilmu, sedikit atau banyak, dan bermanfaat bagi diri sendiri ataupun orang lain, maka ilmunya tersebut termasuk berkah. Banyak sekali orang zaman dahulu yang hanya lulus pendidikan dasar, namun kemudian menjadi ulama besar dan termasyhur. Bahkan mendirikan pondok pesantren.

Karena dari sedikit ilmu yang mereka pelajari, mereka tidak hanya belajar dengan akal, melainkan juga belajar dengan hati. Sehingga ilmu yang mereka dapat benar-benar menyatu dalam jiwa dan perilakunya, serta bermanfaat dalam kehidupannya.

Bahkan ada beberapa ulama yang tidak belajar waktu mondok dan hanya menggembala kambing sang guru, tetapi kemudian menjadi ulama besar. Hal itulah yang dimaksud dengan berkah guru sebagai imbalan dari rasa ta’zhim (mengagungkan) seorang murid terhadap gurunya, yang tidak bisa dijelaskan dengan akal manusia. Dengan kata lain, berkah adalah rahasia Tuhan yang Mahakuasa.

Lalu, apakah hal seperti itu dinafikan (tidak dipercaya) dan tidak dimungkinkan terjadi lagi (tidak berlaku) di zaman yang serba modern sekarang ini? Sama sekali tidak. Hal itu tetap ada dan mungkin terjadi selama asas-asas pendidikan islam dipakai serta tidak melupakan petuah para leluhur.

Dalam kitab Ta’limul Mu’allim dijelaskan bahwa paling utamanya ilmu adalah ilmu akhlak, dan paling utamanya amal adalah menjaga akhlak. Dengan demikian cukup jelas bahwa perilaku yang baik berada di atas segalanya. Karenanya, yang utama dalam mendapatkan keberkahan ilmu adalah dengan menjaga akhlak terhadap ilmu dan orang berilmu yang mengajari kita suatu ilmu.

Selain itu, berikut 8 cara agar kita mendapat ilmu yang berkah dan keberkahan dari ilmu:

1. Niat dan Ikhlas karena Allah

Niat merupakan awal segala tindakan. Jika niatnya baik, maka baik pula amalnya, dan sebaliknya. Sebagaimana dikatakan bahwa sesungguhnya amal seseorang itu tergantung niatnya.

Sementara jika kita refleksikan, banyak sekali di zaman sekarang ini anak-anak yang menempuh pendidikan hanya untuk mendapatkan nilai dan ijazah. Dan ada pula yang hanya ingin punya pekerjaan.

Padahal seharusnya niat utamanya adalah mencari ilmu karena Allah. Jika ilmu dan ridha Allah didapatkan, maka Insyaallah mudah pula mendapat nilai, ijazah dan pekerjaan. Bukan sebaliknya.

2. Mencari Ilmu dari Ahlinya

Dalam hal ini yang dimaksud ahlinya adalah orang ahli di bidang ilmu tertentu, bukan setengah-setengah. Sehingga kata ahlinya juga bisa disandangkan pada guru dan dosen, orang yang kompeten di bidangnya.

Guru matematika harus menguasai ilmu matematika. Dosen manajemen harus menguasai ilmu manejemen. Yang tidak benar adalah guru bahasa Indonesia mengajar sosiologi, dan sebagainya.

3. Menghormati Guru

Ada ungkapan bahwa seseorang yang menginginkan sesuatu, maka harus mencintai sesuatu itu. Sedangkan dalam pendidikan antara ilmu dan guru adalah satu. Ilmu terdapat pada diri seorang guru.

Sehingga jika kita ingin mendapatkan ilmu yang dimaksud, maka harus juga menghormati guru (mendapatkan hati guru). Tujuannya adalah agar terdapat kesukarelaan, keterbukaan dan keikhlasan antara guru terhadap siswa dalam menyampaikan ilmunya.

4. Tidak Menyakiti Hati Guru

Mengapa tidak boleh menyakiti hatinya? Karena ruh dari ilmu seorang guru ada dalam hatinya. Jika hati guru sakit, maka secara tidak langsung terdapat penganiayaan terhadap guru itu. Padahal Allah melindungi orang yang teraniaya dan memberi pembelasan serupa. Pembalasan itu berupa hilangnya keberkahan ilmu dalam diri murid/siswa.

5. Tekun Belajar dan Mengamalkannya

Inti dari mencari ilmu terletak pada mempelajarinya dan kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sekalipun ilmunya sedikit. Karena ilmu yang dipelajari oleh seseorang tetapi tidak diamalkan, menurut kitab Durusul Akhlak, akan disiksa sebelum orang-orang kafir disiksa.

6. Tidak Meremehkan Wali Allah

Maksudnya adalah perlu bagi seorang pencari ilmu untuk mengakui, menghormati dan bahkan mendoakan para wali Allah. Apa alasannya? Karena penyampaian ilmu itu seperti piramida yang ujungnya adalah Allah SWT.

Seorang guru memiliki guru, memiliki guru, terus ke wali, tabiit tabiin, para sahabat, Nabi hingga sampai pada Allah SWT. Dengan demikian perlu kita bertawasul kepada mereka, walaupun hanya lewat doa dan kiriman Al-Fatihah. Ini merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan keberkahan ilmu dari mereka.

7. Takwa kepada Allah

Setelah seseorang tersambung dengan guru dan para wali hinggga nabi Allah, maka selanjutnya adalah mendekatkan diri dengan ibadah kepada Allah. Mengapa demikian? Karena inti dari pembelajaran seseorang adalah untuk mendapatkan jalan menuju hubungan yang vertikal (dengan Allah) sebelum akhirnya disempurnakan dengan  hubungan yang horizontal (dengan mahluk).

Maka tidak heran jika ilmu agama lebih utama daripada ilmu umum (alam) lainnya. Dengan demikian tidak boleh tidak seorang murid harus mendekatkan diri kepada sang pencipta untuk mendapatkan hakikat ilmu yang berkah (ilahiyah).

8. Menjauhkan Diri dari Sifat-sifat Tercela

Ini juga yang sulit ditemukan di zaman sekarang ini. Banyak sekali anak-anak yang tawuran, pergaulan bebas, memukul gurunya dll. Hati sebagai rumah pertama bagi ilmu seseorang harus dibersihkan dari hal-hal yang kotor. Sehingga ilmu mudah bersarang dan didapat dengan hati yang ikhlas.

Beberapa kali kita dengar dan kita temukan orang tua murid bertindak lancang kepada guru dari anaknya. Bahkan sampai berani melaporkan sang guru ke kepolisian. Upaya bodoh seperti itu sebenarnya telah menutup pintu ilmu dan cahaya ilahi bagi sang anak.

Simak kisah berikut, sebuah Kisah Inspiratif di zaman Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.

Ada seorang yang busuk hatinya ingin memfitnah Syekh Abdul Qadir. lalu ia berupaya mencari jalan untuk memfitnahnya. Lalu, ia membuat lubang di dinding rumah Syekh Abdul Qadir dan mengintipnya. Kebetulan ketika ia mengintip Syekh Abdul Qadir, ia melihat Syekh Abdul Qadir sedang makan dengan muridnya.

Syekh Abdul Qadir suka makan ayam. Setiap kali ia makan ayam dan makanan yang lain, ia akan makan separuh saja. Lebihnya makanan tersebut akan diberi kepada muridnya. Maka orang tadi pergi kepada bapak dari murid Syekh Abdul Qadir tadi.

“Bapak punya anak yg belajar sama Syekh Abdul Qadir?

“Ya, benar,” jawab Bapak anak itu.

“Bapak tahu tidak, kalau anak Bapak diperlakukan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani seperti seorang hamba sahaya dan kucing saja? Syekh Abdul Qadir hanya memberi lebihan sisa makanan pada anak Bapak saat makan.”

Maka si bapak tadi langsung emosi dan tidak puas hati nya. Ia lalu beranjak ke rumah Syekh Abdul Qadir dengan muka penuh amarah.

“Wahai tuan syekh, saya menitipkan anak saya kepada tuan Syekh bukan untuk jadi pembantu atau dilakukan seperti kucing. Saya hantar kepada tuan syekh, supaya anak saya jadi alim ulama,”tanyanya lantang.

Syekh Abdul Qadir lalu menjawab.

“Kalau begitu ambillah anakmu,” ungkapnya ringan.

Maka si bapak tadi mengambil anaknya untuk pulang. Ketika keluar dari rumah syekh menuju jalan pulang,bapak tadi bertanya pada anaknya beberapa hal mengenai ilmu hukum syariat. Ternyata semua soalannya dijawab dengan betul.

Maka bapak tadi berubah fikiran lalu berfikir untuk kembalikan anaknya kepada tuan Syekh Abdul Qadir. Ia lalu berbalik arah kembali ke rumah Syekh Abdul Qadir.

“Wahai tuan Syekh, mohon maaf atas perlakuan saya, mohon  terimalah anak saya kembali untuk belajar dengan tuan,”pintanya memelas. “Tuan,  didiklah anak saya.. ternyata anak saya bukan seorang pembantu dan juga diperlakukan seperti kucing, Saya melihat ilmu anak saya sangat luar biasa bila bersamamu,”lanjutnya.

Namun, Syekh Abdul Qadir menolak.

“Maaf, bukan aku tidak mau menerimanya kembali, tetapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu dari saya. Allah sudah menutup futuhnya untuk mendapat keberkahan ilmu disebabkan seorang ayah yang tidak beradab kepada guru anak Bapak.”

Begitulah ADAB dalam menuntut ilmu. Anak, Ibu, ayah dan siapa pun perlu menjaga adab kepada guru. Betapa pentingnya adab dalam kehidupan seharian kita.

Kisah di atas menceritakan seorang  ayah yang tiada adab pada guru. Bagaimana kalau diri sendiri yang tiada adab, memaki dan mengabaikan guru kita?  

Kata ulama: Satu perasangka buruk saja kepada gurumu maka Allah haramkan seluruh keberkahan yang ada pada gurumu kepadamu.

Semoga Allah jadikan kita orang yang beradab kepada makhluknya terlebih lagi kepada guru yang mengajarkan ilmu kepada kita. Sebagai siswa, kita harus mengejar keberkahan ilmu dengan selalu menjaga adab kepada guru, demikian juga dengan orang tua kita.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA