100 pemain nba terbaik tahun 1990-an 2022

Bagaimana sebuah naratif cacat mendepresiasi kiprah Point Guard murni terbaik di NBA.

Satu hal yang menarik dari liga basket NBA adalah persepsi akan kesuksesan itu sangatlah subjektif. Penikmat basket aliran purist kebanyakan masih menjayakan masa-masa golden era of basketball di tahun 1990-an yang didominasi big man, serta playbook yang selalu diisi dengan back-to-basket post-ups. Mereka dipimpin nama-nama macam Jordan, Magic, Bird, Isiah, Hakeem, Barkley dan masih banyak old-timers lainnya.

Di sisi sebaliknya, gelombang baru di dunia basket kini memajukan three point shooting, pace, small-ball, dan versatility yang berhasil mengedepankan pemain seperti LeBron, Curry, Harden, Westbrook, Durant, Draymond, Anthony Davis, dan masih banyak punggawa new school lainnya.

Kita mendapati dua gelombang ajaran basket yang berbeda, bertolak belakang, dan saling menentang satu sama lain. Tapi kita dipaksa untuk menggunakan metode penilaian yang sama untuk menilai suatu pemain meski mereka bermain di era yang jauh berbeda. Sayangnya, parameter yang paling sering kita gunakan adalah:

“Berapa kali dia juara?”

Michael Jordan, pemain terbaik di NBA sepanjang masa dan tak bisa diperdebatkan lagi kasusnya, berhasil ke NBA Finals enam kali dan bisa menangin enam-enamnya. Bill Russell, legenda Boston Celtics dan pionir defensive big man di olahraga basket, menang dua belas kali. Kobe Bryant, Magic Johnson sama Tim Duncan masing-masing punya lima cincin. Shaq punya empat. Bird sama LeBron punya tiga. Isiah Thomas punya dua.

Itulah nama-nama hebat yang diasosiasikan dengan cincin kejuaraan NBA. Dan selamanya mereka bisa mengapresiasi karir basket mereka dengan torehan kejuaraan yang mereka raih.

Di spektrum sebaliknya, mari kita lihat nama-nama pemain yang ga pernah juara NBA. Charles Barkley, forward yang revolusioner di jamannya, salah satu pemain paling ikonik di NBA, ga pernah juara. Steve Nash, point guard favorit setiap anak SMA di tahun 2005 sampai 2009, ga pernah juara juga. Tracy McGrady, salah satu pure scorer terbaik NBA sepanjang masa, ikon dari play bersejarah 13 poin dalam 35 detik, ga pernah juara juga. Allen fucking Iverson, pemain yang influence luar dan dalam lapangannya paling kuat di NBA, ga pernah juara juga!!!. John Stockton, Karl Malone, Reggie Miller, dan masih banyak lagi nama-nama beken yang ga pernah nyicipin namanya juara NBA.

Apakah nama-nama yang ga pernah juara di atas itu artinya bukan pemain hebat? Tentu tidak. Tapi, apakah nama-nama seperti Barkley, McGrady dan Nash itu pantas disandingkan sejajar dengan Bird, Kobe, dan Isiah? Sayangnya, kita sudah terlatih untuk tidak mensejajarkan mereka. Karena jumlah cincin mereka.

Cacat, bukan?

Gap antara yang pernah juara dan ga pernah juara di NBA itu layaknya scene di film-film remaja Amerika dimana pemain-pemain yang pernah juara boleh duduk bareng-bareng cool kids di kafetaria, sedangkan pemain-pemain yang belum pernah juara cuma boleh duduk di pojokan layaknya geek dan nerd yang ga punya temen.

Pokoknya, ga penting sejago apa lo main basket, kalo lo ga pernah juara lo ga bakal masuk di pembicaraan yang sama dibandingkan dengan all-time greats. Sebaliknya, lo bisa dicap pemain yang soft, not a winner, atau chokers sepanjang karir lo, tapi lo cukup pernah juara NBA sekali aja, mereka akan lupa akan semua celah-celah di karir lo dan derajat lo akan naik sejajar dengan all-time greats. Seperti itulah naratif yang berjalan di NBA sekarang.

Coba liat Charles Barkley. Dia sekarang jadi analis di TNT bareng Shaq (4 cincin), sama Kenny Smith (2 cincin). Ga jarang Barkley dicengin sama mereka berdua karena Barkley ga pernah juara. Si Kenny bahkan cuma jadi role-player doang pas dia juara dua kali di Houston, tapi dia berani ngecengin Barkley yang seorang hall-of-famer cuma karena jumlah cincin. Bayangin, Barkley masih sering dikatain ama temen-temennya gara-gara ga pernah juara meski udah pensiun dari tahun 2000. 17 tahun kemudian dia masih dikatain atas karirnya di NBA. Itu ibaratnya kayak lo dateng ke reunian SMA di umur 40-an, lo udah kerja dan udah punya keluarga, tapi pas reuni lo masih dikata-katain temen lo karena lo dulu pernah berak di celana di sekolah. Seperti itu.

Menurut gue, ada dua flaw dari naratif cincin juara di NBA:

1) Juara NBA itu susahnya bukan main. Banyak faktor-faktor yang harus dipenuhin tim sebuah tim hanya untuk contend. Untuk juara, butuh jauh lebih banyak lagi keberuntungan untuk berpihak pada sebuah tim.

2) Basketball is a team sport. Dimainkan dengan lima orang. Lima lawan lima. Bukan satu lawan satu. Satu orang doang ga bisa bikin juara NBA, apalagi di era basket sekarang. Kecuali untuk seorang LaVar Ball.

Itulah mengapa menurut gue naratif prestasi juara di NBA, meski memang secara valid meningkatkan derajat legacy seorang pemain NBA, janganlah dijadikan sole indicator akan karir suatu pemain.

Satu hal yang ngga gue sukain dari naratif ini adalah bagaimana itu nyaris menjatuhkan karir pemain favorit gue sepanjang masa, Dirk Nowitzki. Sebelum Nowitzki juara di 2011, dia meskipun jago, ga pernah direspek sama peers-nya. Sekarang, dia masuk di diskusi pemain internasional terbaik NBA sepanjang masa. Dan setelah Nowitzki, naratif ini sedang menyerang pemain favorit gue yang lain (I have a lot of players that I like, so calm down) yaitu Chris Paul.

Semua fans NBA tahu kalau Chris Paul itu jago. Semua pemain di NBA pun mengakui Chris Paul salah satu point guard terbaik di NBA. Cuma satu masalahnya, Chris Paul ga pernah juara NBA. Jangankan juara, lolos ke Conference Finals pun ga pernah. Akibatnya, Chris Paul sering diolok-olok karena prestasinya. Bahkan ada yang sampai nge-tweet kayak gini:

That is bullshit.

Di paragraf-paragraf awal gue udah menaetapkan fondasi yang kuat akan beredarnya naratif cacat tentang cincin juara NBA dan efeknya ke reputasi seorang pemain. Sekarang gue akan jabarin mengapa kalian sebaiknya tinggalkan naratif tersebut untuk mengevaluasi karir seorang Chris Paul. Karena meski tanpa cincin juara, Chris Paul is one of the best point guard in his era.

His MVP Case as a Pure Point Guard

Buat lebih mengapresiasibetapa hebatnya Chris Paul dan untuk menilik betapa kurang dihargainya permainan dia, mari kita main tebak-tebakan sebentar. Gue akan kasih stat line dua pemain NBA dalam satu musim tertentu. Kemudian lo bisa tebak siapa pemain A dan siapa pemain B.

Pemain A:

18.8 PPG / 4.2 RPG / 10.5 APG — 0.8 STL / 3.5 TOV

51% FG / 43% 3PT / 92% FT — Musim 2005–06

Pemain B:

21.1 PPG / 4.0 RPG / 11.6 APG — 2.7 STL / 2.5 TOV

48% FG / 37% 3PT / 85% FT — Musim 2007–08

Stat line di atas gua tarik dari musim terbaik dari masing-masing pemain.

Udah ketebak? Kalau belum, gue kasih clue lagi. Pemain A menang MVP di musim itu.

Yak bener, Pemain A adalah Steve Nash di musim terbaiknya. Dia berhasil menang MVP dengan jadi pemain terbaik di tim kontender yang ada di seed ke-2 di Barat di tahun 2006. Nah, Pemain B lo pasti udah tahu kalo itu Chris Paul karena dia bahasan utama di tulisan ini. Paul juga berhasil bawa New Orleans Hornets ke seed ke-2 di Barat di musim 2007–08.

Untuk argumen semata, anggaplah dua stat line tradisional di atas jadi pertimbangan utama untuk pemilihan MVP. Kalo kita liat stat line nya Nash, yang paling menonjol itu shooting-nya. Dia bisa bawa Suns ke seed ke-2 di Barat sambil nge-shoot 50/40/90 persen (Field goal/3-point/Free Throw) yang mana super susah banget buat dilakuin selama semusim dan cuma segelintir pemain macem Steph Curry sama Larry Bird aja yang bisa ngelakuin.

Sekarang kalau kita compare kedua stat line di atas, kita bisa berargumen bahwa musim 2007–08 nya Chris Paul itu better secara individual dibandingkan musim MVP-nya Nash. Paul nge-score lebih banyak, assist lebih banyak, nge-steal lebih banyak dan turnover lebih sedikit, Paul bahkan masuk tim kedua All-Defense di NBA, sambil ngebawa Hornets ke seed ke-2. Paul emang ga nge-shoot seefisien Nash, tapi shooting line-nya Paul masih ciamik dan tergolong sangat efisien. Nash secara ofensif emang jauh deadly karena shooting nya yang super halus. Tapi Nash selalu jadi defensive liability karena size nya dan jauh lebih buruk defense-nya dibandingkan defense Chris Paul yang elit.

Lo pasti udah kebayang ini arahnya bakal ke mana. “Hmm, kalo Steve Nash menang MVP pake stat line itu. Harusnya Chris Paul bisa menang MVP juga, dong, di musim 2007–08?”

Nope.

Paul finis posisi kedua di voting MVP musim itu, kalah jauh sama Kobe Bryant yang jadi best player on the best team musim itu.

MVP Vote 20o5–06. Source: basketball-reference.comMVP Vote 2007–08. Source: basketball-reference.com

Oke, nge-compare dua pemain di dua musim yang berbeda untuk output yang sama emang emang kayak nge-compare Apel sama Jeruk. Banyak variabel-variabel yang berubah dari satu musim ke musim. Gue juga akuin CP3 apes banget musim itu kebeneran Kobe lagi kesetanan.

Kenapa gue compare CP3 sama Nash? Karena Steve Nash adalah point guard murni terakhir yang bisa menangin MVP. Point guard berikutnya yang bisa menang MVP antara lain Derrick Rose di 2011 dan Steph Curry di 2015 & 2016. Seperti yang kita tahu, Rose bukan point guard murni, sedangkan Steph Curry itu alien. Kita harus beri apresiasi lebih ke spesies point guard murni karena jenis mereka dari tahun ke tahun semakin sedikit.

Faktanya, sampai tulisan ini terbit, Chris Paul belum pernah menang MVP. Musim 2007–08 nya, musim terbaiknya, cuma bisa dapetin runner-up. Itu salah satu fakta yang bikin gua kesel kenapa pemain basket sehebat ini ga pernah menang MVP. Kalau Nash bisa menang, CP3 harusnya bisa juga. Kalau Paul udah menang satu MVP, mungkin dia bisa lebih direspek dan lebih diapresiasi.

Best Pure Point Guard of All-Time?

Oke, tadi kita udah compare Paul sama Steve Nash, peraih MVP terakhir sebagai pure point guard. Sekarang coba kita compare Paul sama point guard tradisional terbaik sepanjang sejarah NBA.

Definisi dari pure point guard atau point guard tradisional itu apa, sih? Point guard tradisional adalah point guard yang bermental pass-first, jago handle bola, piawai nge-run pick-and-roll, pengatur utama jalannya offense suatu tim, mastiin teammates ada di posisi yang benar di setiap possessions, nge-manage waktu, dan tahu kapan dia harus nge-score dan kapan harus nge-involve teammates-nya. Intinya mereka adalah jantung dari sistem ofensif suatu tim yang bermain di posisi point guard.

Dewasa ini, posisi point guard sebagai floor general ini semakin lama semakin sedikit. Tren di NBA udah mengarah ke scoring point guard dan combo guard dibanding pure point guard. Posisi “satu” ini pun saat ini udah didominasi nama-nama macem Steph Curry, Russell Westbrook, James Harden, Damian Lillard, John Wall, Kyle Lowry, dan Isaiah Thomas yang notabene mereka bukanlah point guard tradisional.

Nah, kembali ke Chris Paul. Dia salah satu spesies pure point guard yang masih tersisa di NBA. Kebetulan dialah yang terbaik saat ini, dan menurut gue, terbaik sepanjang masa. Sekarang, mari kita terjun ke angka-angka yang menopang argumen tersebut.

Sepanjang sejarah NBA, ada tiga nama yang menurut gue point guard murni terbaik, mereka adalah Steve Nash, Jason Kidd, sama John Stockton. Gue akan jajarin stats karir mereka berdampingan dan bakal tarik kesimpulan dari situ. Karena jumlah season mereka beda-beda (Stockton dan Kidd main 19 musim, Nash main 18 musim, Paul baru main 12 musim and counting) gue akan tarik career stats mereka di 12 tahun pertama mereka aja, supaya adil dan linear. Ga pake lama, langsung aja kita lihat bareng-bareng:

Source: basketball-reference.com

Pertama-tama, kita lihat stats career per game-nya dulu. Yang paling mencolok dari mereka berempat ada di kolom paling kanan, yaitu points per game. Paul mimpin dengan angka 18.7 poin per game sepanjang karirnya. Sedangkan yang lain ada di angka 13–14 poin per game. Okelah, poin per game bukan stats utama seorang pure point guard, coba kita lihat ke assists per game.

Angka 9.9 assists per game­-nya Paul cuma kalah sama Stockton yang nge-assists 11.5 kali per game. Di angka rebound, 4.4 rebound per game milik Paul cuma kalah sama Kidd yang ada di angka 6.5 TRB per game.

Beralih ke shooting, Nash juaranya di sini dengan effective field goal (eFG%) di angka 55%, disusul Stockton di 54% dan Paul di 51%.

Di sisi defense, stats di atas cuma nunjukin steals per game aja, di mana Paul cuma kalah 0.1 poin aja dibanding Stockton yang nyetak 2.4 kali steals per game-nya.

Lo pasti mikir, “Bro, ini stats nya kurang representatif lah, jelas-jelas jumlah game sama minutes yang mereka mainin beda-beda, gimana mau di-compare?” Nah, buat ngontrol variabel itu, kita bisa adjust statline-nya dengan nyamain parameter setiap pemain bukan pakai rata-rata per game, tapi dengan rata-rata per 100 possessions. Dengan gini, kita bisa lebih adil nge-compare tiap pemainnya.

Source: basketball-reference.com

Setelah di-adjust, kita bisa lihat kalau ternyata perbandingannya ga banyak berubah. Paul masih mimpin di scoring, Stockton mimpin di assists, Kidd mimpin di rebounds, dan Nash di shooting. Tapi, muncul stats menarik di rataan 100 possessions di atas, yaitu offensive rating (ORtg)dan defensive rating (DRtg). Offensive rating mengestimasikan poin yang dioproduksi suatu pemain dalam 100 possessions, atau dengan kata lain, mengestimasikan kemampuan ofensif suatu pemain. Sedangkan defensive rating mengestimasikan poin yang diproduksi lawan dalam 100 possessions, atau dengan kata lain, mengestimasikan kemampuan defensif suatu pemain.

Berdasarkan tabel 100 possessions diatas, Chris Paul punya angka ORtg paling tinggi diantara mereka berempat, yaitu 123. Di angka DRtg pun Chris Paul sama bagusnya dengan Stockton di 104. Artinya Chris Paul bisa ngeproduksi rata-rata 1.23 poin tiap possessions sepanjang karirnya, sambil menahan lawan di angka 1.04 poin tiap possessions. Which is outstanding.

Stats di atas walau bisa menggambarkan seorang pemain lumayan jelas, tapi belum bisa menggambarkan performa pemain secara lengkap. Untuk itu, kita bisa menilik advanced stats tiap pemain. Berikut advanced stats mereka:

Source: basketball-reference.com

Di tabel di atas kita bisa liat Paul punya angka Player Efficiency Rating (PER) paling tinggi di antara mereka berempat di angka 25.7. PER itu bisa digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi produksi poin per menit seorang pemain yang sudah distandarisasi di seluruh liga dengan angka 15 mewakili angka rata-rata liga. Artinya, Chris Paul bermain jauh lebih efisien dibanding Nash, Kidd, dan Stockton dalam ukuran poin-per-menit.

Angka AST% Paul di 47.1% juga cuma kalah sama Stockton yang ada di 51.7%. AST% menunjukkan persentase jumlah field goals yang di assists oleh pemain tersebut. Artinya, hampir setengah dari field goals yang dimasukkan oleh timnya itu di-assists oleh Chris Paul.

Chris Paul juga memimpin di torehan Win Shares (WS) di angka 154.6. Artinya, Chris Paul bertanggung jawab atas 154 wins untuk timnya sepanjang 12 tahun karirnya. Jauh meninggalkan rekan-rekannya. Angka Offensive Win Shares (OWS) nya pun jauh meninggalkan Steve Nash sang orkestrator offense terbaik di Phoenix Suns dengan sistem Seven Seconds or Less nya.

Yang menurut gue paling impresif dari advanced stats Chris Paul adalah angka persentase turnover (TOV%) nya. Paul menorehkan TOV% paling sedikit dengan rata-rata 13.1 turnover untuk setiap 100 plays, jauh lebih baik dari rekan-rekannya. Dan itu semua dilakukan sambil nge-maintain usage rate (USG%) paling tinggi diantara mereka berempat di angka 24%. Artinya, Chris Paul megang bola dan involve di jumlah plays yang paling banyak tapi nge-turnover bola paling sedikit. That is just amazingly efficient.

Perlu diketahui, hanya Steve Nash di antara mereka berempat yang merupakan defensive liability. Sisanya main defense di level yang elit. Kidd masuk tim all-defense sembilan kali, Paul delapan kali, dan Stockton lima kali.

Jadi, to recap, berdasarkan stats tradisional, bisa kelihatan kalo Paul memang pantas untuk disejajarkan dengan pure point guards terbaik sepanjang masa. Namun, kalau kita ngeliat advanced stats-nya, case yang kuat bisa kita bangun untuk menahbiskan Paul sebagai yang terbaik di kelasnya.

Kasarnya begini, Chris Paul jauh lebih jago defense dibanding Nash, dan di saat yang sama lebih jago offense dibanding Stockton dan Kidd. Itulah mengapa menurut gue Chris Paul itu pure point guard terbaik sepanjang masa.

Ngomong-ngomong, berikut stat line Chris Paul favorit gue:

HOW THE HELL DID HE DO THAT???

Point God

Tadi kita udah asik ngomongin angka-angka yang berhubungan sama karir Chris Paul. Sekarang, gue akan break down permainannya di lapangan basket supaya semakin jelas kenapa dia cocok dijuluki Point God.

Menurut gue, Point God itu nickname paling keren yang ada di NBA sekarang, sih.

Sebagai point guard, kemampuan untuk nge-run pick-and-roll itu harga mati supaya bisa sukses di NBA. Untuk seorang Chris Paul, di situasi inilah dia paling berbahaya.

Di musim 2017 ini, Chris Paul menorehkan angka 0.96 points per possessions (PPP) sebagai pengendali bola di situasi pick-and-roll, menurut NBA.com. Artinya setiap Paul handle bola di situasi tersebut, timnya menghasilkan rataan 0.96 poin. Sebagai perbandingan, LeBron James dan Kyrie Irving punya angka yang sama di 0.96, Steph Curry di 0.92 dan angka paling tinggi dipegang Kyle Lowry di Toronto Raptors dengan angka 1.05 PPP untuk minimum tiga pick-and-roll possessions per game.

Gimana Paul dapetin poin di pick-and-roll? Senjata utamanya Paul adalah elbow jumper. Pokoknya, kalau lo liat Chris Paul nge-run pick-and-roll, tungguin aja ampe masuk ke garis free throw, 90% kemungkinan dia akan nge-shoot di daerah elbow:

Gue suka banget, sih, cara Paul ngeliuk-liuk di antara screen, terus ke spot favoritnya, pull-up jumper, splash. Sekarang coba kita lihat shot chart-nya Paul musim ini:

Seperti yang gue bilang tadi, kelihatan dari shot chart di atas bahwa Paul emang seneng banget nongkrong di elbow sama sekitaran garis free throw. Spot favoritnya ada di elbow sisi kanan court dimana dia nge-shoot 54% dalam 79 kali tembakan.

Kita semua juga udah tahu kalau Chris Paul itu jago banget passing. Tapi satu skill mengoper yang paling menonjol dari Paul adalah lob pass nya. Pas Paul baru dateng ke Clippers tahun 2011, mereka langsung dijulukin Lob City karena kombinasi Paul-Griffin-Jordan emang paling mematikan kalau soal alley-oop. Mengoper lob itu tidaklah pekerjaan yang mudah, butuh akurasi dan presisi yang tajam untuk mengeksekusi lob pass yang sempurna. Tentu, dengan adanya center super atletis di tubuh DeAndre Jordan memang membantu, tapi kreativitas Paul dalam melambungkan bola ke dekat ring memang ciamik.

Musim ini, Paul kembali jadi jantung utama sistem ofensif dari Clippers. Saat dia ada di lapangan, offense Clippers berjalan lancar, smooth, dan efisien. Sebaliknya, saat dia di bench, offense Clippers langsung berantakan.

Berdasarkan tabel di atas, Clippers musim ini 11 poin lebih baik kalau Paul ada di lapangan. Offense Clippers pun langsung macet pas Paul di bench dengan angka offensive rating di 107.3. Assist % mereka pun naik delapan persen saat Paul ada di lapangan dibandingkan di bench.

Kinerja Paul juga terlihat di sisi defense di mana Clippers kebobolan 8.7 poin lebih banyak saat Paul di bench. Paul di musim ini pun menorehkan angka 2.0 steals per game dengan total 119 kali steals. Perlu diingat kalau Chris Paul pernah memimpin liga dalam torehan steals enam musim berturut-turut dari 2006 sampai 2012. Gue juga akan ingatkan lo bahwa di antara pemain yang masih aktif main di NBA, Chris Paul memimpin jumlah steals dengan total 1910 steals.

That’s basically why Chris Paul is the Point God. Because he can play both sides of the ball with such efficiency and effectiveness while maintaining elite production on both offense, and defense.

Yang gue suka dari permainan Chris Paul adalah competitive spirit nya. Kalo lo nonton pertandingan Clippers, coba perhatiin raut muka nya Paul. Sepanjang pertandingan dia ga bakal senyum. Mau pre-season, regular season, playoffs, ketinggalan 20 poin, leading 20 poin, mukanya selalu penuh emosi. Kalau lo main basket bareng Paul dan lo melakukan kesalahan misalnya dalam nge-defend pick-and-roll, dijamin lo bakal dibentak abis-abisan sama dia. Sifat kompetitifnya bisa disandingkan dengan Kobe Bryant yang emang terkenal super kompetitif. Walaupun ini trait yang bagus untuk seorang atlit, teammates dari Paul sulit beradaptasi dengan standar tinggi yang diterapkan oleh Paul. Dalam artikel yang dipublikasikan oleh ESPN, ada kutipan menarik yang diceritakan oleh anggota tim Clippers terhadap Paul:

“Chris Paul tidak pernah merasa salah. Tapi jika aku akan pergi berperang, aku pasti akan mengajak Chris. Aku hanya berharap dia melakukan kesalahan lebih banyak lagi. Aku berharap dia mau bilang ‘’itu salahku.’”

Playoff Woes

Satu lubang besar di karir Chris Paul adalah kiprahnya di rancah postseason NBA. Seperti yang kita semua tahu, CP3 belum pernah mencicipi conference finals di sepanjang karirnya. Untuk pemain sekaliber Paul, pencapaian ini tentu bukan sebuah rapor yang mentereng untuk disandingkan dengan pemain-pemain all-time greats.

Kenapa Paul bisa memble di playoffs? Jawabannya sulit untuk dijelaskan, sebenernya. Jaman dia di Hornets, dia berhasil lolos playoffs tiga kali. Argumen yang akan gue berikan adalah dia kurang supporting cast untuk bisa sukses.

Dari tahun 2008–2011, Paul ditemani sama David West, Tyson Chandler, sama Peja Stojakovic buat bareng-bareng berusaha melakukan deep run di playoffs. David West saat itu emang salah satu power forward yang beken karena toughness, rebounding, sama mid-range shooting nya. Tyson waktu itu belum berkembang secara defensif seperti saat dia di Dallas tahun 2011. Dan Peja meski seorang sharpshooter yang handal, terlalu one-dimensional dan tak bisa diandalkan dalam defense. Sisa roster mereka pun kurang deep dan mereka juga gagal mengkapitalisasi perkembangan pesat Paul dengan mengelilinginya dengan pemeran pendukung yang mumpuni.

Di Clippers, selama enam musim sampai sekarang, luck emang ga pernah berpihak sama Clippers. Musim ini, mereka mental di first round playoffs abis kalah sama Utah Jazz di tujuh game setelah Blake Griffin cedera. Tahun lalu, Clippers kalah sama Portland di first round saat Chris Paul cedera. Tahun lalunya lagi, musim 2014–15, Clippers sukses ngalahin Spurs di first round, tapi harus menelan kekalahan pahit dari Rockets setelah Josh Smith main kesetanan di game 6 semifinal wilayah Barat.

Doc Rivers, pelatih sekaligus General Manager Clippers, pun perlu diberikan bagian tanggung jawab atas ketidakmampuan Clippers melaju jauh di playoffs. Pergerakan roster Rivers kurang bisa mengatasi masalah cedera pemain di playoffs dan lagi-lagi bench Clippers selalu apek dari tahun ke tahun kecuali untuk seorang Jamal Crawford.

Tentu, Chris Paul sendiri memang perlu dikritik akan performanya di playoffs. Sebagai seorang leader pun memang sepantasnya dia bertanggung jawab. Kans Paul untuk tetap melaju bersama Clippers pun masih tanda tanya karena akhir musim ini Paul punya opsi untuk jadi free agent.

Salah satu solusi yang menurut gue cocok untuk Paul adalah pindah ke wilayah Timur. Wilayah Barat isinya superstar semua dan ga ada ampun tiap malemnya. Apalagi ada Warriors yang bakal merajai Barat untuk 10 tahun ke depan. Di Timur, Paul cuma harus melewati seorang LeBron James untuk bisa ke final. Sebuah tugas yang sulit, mengingat James selalu tampil di final NBA sejak tahun 2011.

Satu hal yang perlu diingat, anything can happen di NBA. Mungkin luck kali ini berpihak ke Clippers, atau kutukan bad luck pindah ke tim lain. Satu saja seorang superstar cedera, maka jalan menuju final bisa terbuka lebar untuk tim kontender. Dan percayalah Paul akan selalu contend setiap musimnya.

Closing Statement

Gue yakin sekarang lo udah lebih menghargai karir Chris Paul. Dan gue harap lo masih inget namanya kalau lagi diskusi point guard terbaik. Gue tau kita semua mungkin terpukau sama kemampuan shooting-nya Steph Curry, eksplosifitas Russell Westbrook, Keluwesan permainan James Harden, belum move-on dari Steve Nash, atau masih stuck di John Stockton.

Cukuplah kita menyadari bahwa pencapaian Chris Paul di lapangan basket sudah sebanding atau malah melebihi rekan-rekan sejawat atau seposisinya. Cukuplah kita menyadari bahwa dalam perjalanan karir NBA, sama seperti dalam hidup, akan ada berbagai macam faktor yang berada di luar kontrol seseorang.

Cukuplah kita menyadari bahwa saat ini Chris Paul masih berada di bayang-bayang stigma yang dihasilkan oleh sebuah naratif cacat yang sudah tergeneralisasi di seluruh liga NBA. Sebuah naratif yang mengedepankan pencapaian kolektif dalam mengevaluasi kiprah individual. Meski relevan, kita perlu memberikan bobot tertentu dalam setiap pertimbangan yang bertujuan untuk mengkomparasi individu-individu yang berkiprah di NBA.

Because Chris Paul is the best point guard in his time. We can even make a case that he’s the best of all time. But to be clear, just because we have to appreciate his game and his career, doesn’t mean that he wants your appreciation. Nor does he need it. He doesn’t need your respect, too. He just needs to win a ring. To validate his career. And so that he can stick it far up your goddamn asses.

Follow me on Twitter. I’ll be tweeting NBA and other things.

Check out my other writing:

Siapa Goat di basketball?

Akan tetapi, untuk GOAT dalam basket sendiri, jawabannya adalah Kareem Abdul-Jabbar,” lanjutnya.

Berapa kali kemenangan yang diraih Michael Jordan di tim basket Chicago Bulls dalam tahun berapakah kemenangan yang diperolehnya?

Setidaknya, enam kali merebut kejuaraan NBA bersama kelompok Chicago Bulls (1991-1993, 1996-1998). Ia memiliki tinggi badan 198 cm dan merebut gelar pemain terbaik.

Nomor punggung manakah yang dipilih bintang NBA Michael Jordan ketika dia kembali pada tahun 1994?

Setelah itu Michael Jordan kembali memakai nomor 23 saat menjadi pemain dari klub Washington Wizards selama dua musim, yaitu di musim 2001-02 dan 2002-03. Walau begitu, Michael Jordan sempat tidak memakai nomor 23 ketika kembali dari pensiun pertamanya di musim 1994-95, karena menggunakan nomor 45.

Peraturan dasar dalam permainan bola basket Berapakah jumlah pemain dalam satu tim?

Jumlah pemain dalam permainan bola basket adalah lima orang dalam satu regu. Sementara, di luar permainan setiap tim memiliki pemain cadangan yang jumlahnya beragam dari 5-10 orang. Dengan durasi permainan: Pemain Starter: 30-40 menit apabila bermain dalam durasi 4 x 12 menit (48 menit).

Fadeaway World

Dunia Fadeaway

Tahun 90 -an dianggap memiliki pilihan Hall of Famers terbesar yang pernah ada. Ini terutama karena Michael Jordan bermain dan mendominasi dengan 6 gelar NBA, meskipun pemain hebat lainnya mendominasi dan memegang sendiri juga. Tahun 90 -an dianggap sebagai era terbaik terutama karena memiliki campuran fisik dan agresivitas yang tampaknya kurang dalam permainan saat ini, sementara juga mengandung beberapa bakat paling terampil dan atletis yang pernah ada.

Untuk mempersempit pemain terhebat sepanjang masa, sekarang saatnya untuk memberi peringkat 10 pemain NBA terbaik antara tahun 1990 dan 1999. Dengan mempertimbangkan kemenangan, keterampilan, dan dampak keseluruhan dari permainan; Berikut adalah 10 pemain terhebat selama tahun 90 -an.

Panggilan terhormat

Clyde Drexler

Clyde Drexler

Clyde Drexler baru saja melewatkan daftar ini karena era 90 -an hanya penuh dengan pemain dominan. Clyde adalah salah satu penjaga penembakan terbaik di NBA meskipun ia sering dibayangi oleh Michael Jordan yang hebat. Namun, Drexler memegangnya sendiri dengan membuat 5 tim all-star dan juga menjadi runner-up MVP di musim 91-92.

10. Gary Payton

a8aca2a8ba9e8da8a337b617dc09baa5--gary-payton-hoop-dreams

Sarung tangan adalah salah satu pemain defensif terbaik sepanjang masa. Bersama dengan Shawn Kemp, Payton memimpin SuperSonics ke final NBA di musim 95-96 hanya untuk jatuh pendek ke MJ dan Bulls. Payton adalah pemimpin khusus di kedua ujungnya, terutama defensif, dan merupakan salah satu penjaga titik-2 terbaik selama era 90-an. Dengan permainan yang dapat menerjemahkan era apa pun, Payton adalah inklusi yang mudah dalam daftar ini.

Payton membuat 5 tim All-Star dan 6 pilihan tim All-NBA dengan 6 tim defensif All-NBA. Penghargaan pemain defensif tahun 1995 hanya menunjukkan bagaimana singkatnya, Payton adalah point guard defensif terbaik di NBA selama waktu itu.

9. John Stockton

John Stockton

Point guard luar biasa John Stockton tanpa diragukan lagi adalah salah satu jenderal lantai terbaik yang pernah ada. Bersama Karl Malone, Stockton membantu Jazz Utah membuat 2 penampilan NBA Finals melalui playmaking dan pertahanannya. Stockton tidak memiliki kelemahan di lantai karena ia juga seorang penembak dan pemimpin yang hebat, dan merupakan beban untuk ditangani untuk setiap bek.

Status Stockton sebagai salah satu penjaga titik keseluruhan terbesar terbukti di tahun 90 -an. Dia membuat total 8 tim All-Star dengan 9 pilihan tim All-NBA dan 4 pilihan tim all-defensif. Jelas, Stockton adalah point guard terbaik dari dekade 90 -an.

8. Patrick Ewing

Patrick Ewing

Legenda New York Knicks adalah salah satu dari 10 pemain terhebat di tahun 90 -an tanpa keraguan. Ewing memiliki kualitas kepemimpinan tentang dia yang sangat mengesankan, mengingat bagaimana ia membawa Knick ke final NBA hanya untuk kalah dari Chicago Bulls. Ewing adalah binatang buas di kedua ujung lantai dan masih diakui sebagai salah satu pemain terbaik yang tidak pernah memenangkan gelar NBA.

Ewing memenangkan Liga MVP pada tahun 1993, sementara juga membuat 8 tim All-Star dan 7 pilihan tim All-NBA (3 tim pertama). Legenda Knicks juga memiliki MVP game All-Star 1991 untuk namanya, mengakhiri dekade yang luar biasa untuknya.

7. Shaquille O'Neal

Shaquille O'Neal

Shaquille O'Neal juga akan muncul di pemain terhebat dalam daftar tahun 2000 karena dia hanya transenden sebagai pria besar. 90 -an Shaq juga muda Shaq dengan sihir Orlando, di mana ia hanya merupakan kekuatan yang harus diperhitungkan. O'Neal menjadi pemain waralaba dan memimpin Orlando Magic ke final NBA untuk bermain melawan Houston Rockets meskipun mereka akhirnya tersapu.

Pemain yang paling dominan secara fisik di liga, Shaq segera membuat kehadirannya dikenal dengan penghargaan Rookie of the Year pada tahun 1992 dan kemudian membuat 6 tim All-Star dengan 6 pilihan tim All-NBA juga.

6. Scottie Pippen

Scottie Pippen

Sidekick untuk Michael Jordan, Pippen adalah alasan utama kedua mengapa Chicago Bulls sama dominannya dengan mereka bersama Phil Jackson. Pippen adalah salah satu pemain defensif terbaik yang pernah ada dan merupakan bakat luar biasa di lantai karena permainannya dan permainan keseluruhannya. Dalam banyak hal, Pippen mendekati permainan seperti LeBron James dalam hal menyiapkan rekan satu tim dan finis di tepi.

Pippen memenangkan 6 gelar NBA dan membuat 9 tim semua defensif yang secara otomatis memasukkannya dalam daftar ini, dan ia pantas berada di daftar 10 pemain teratas 90-an tanpa keraguan.

5. David Robinson

David Robinson

Laksamana adalah legenda Spurs dan juga salah satu pemimpin terbaik yang pernah ada. Robinson memenangkan gelar NBA dengan San Antonio Spurs selama tahun 90 -an, dengan kemampuannya untuk mencetak gol dan membela Supreme yang berkuasa. Robinson memiliki karir Hall of Fame ballot pertama yang melibatkan satu ton dominasi selama tahun 90-an, dan ia membuat top-5 dalam daftar hebat sepanjang masa.

Robinson adalah pemain istimewa, dan dia adalah salah satu pemain dua arah terbesar dalam sejarah. Dia memenangkan penghargaan pemain defensif tahun ini pada tahun 1991, MVP pada tahun 1994, dan memenangkan gelar NBA pada tahun 1999. Robinson membuat total 8 tim All-Star dengan 8 pilihan tim All-NBA selama periode ini.

4. Charles Barkley

Charles Barkley

Charles Barkley tidak mendapatkan cukup kredit karena menjadi salah satu dari 5 pemain terhebat di era bola basket terbaik. Barkley benar -benar tak terhentikan, dan dia bahkan berhasil memimpin Phoenix Suns ke final NBA melawan MJ dan Bulls. Sayangnya, dia tidak pernah memenangkan gelar NBA tetapi Barkley dianggap sebagai salah satu pria besar terbaik yang pernah ada.

Barkley merebut penghargaan MVP 1993 dan juga membuat 8 tim All-Star dengan 7 pilihan tim All-NBA. Sementara hanya 3 dari tim All-NBA adalah pilihan tim pertama, Barkley juga menangkap MVP All-Star Game pada tahun 1991.

3. Karl Malone

Photo credit: GEORGE FREY/AFP via Getty Images

Kredit Foto: George Frey/AFP via Getty Images

Sangat mungkin kekuatan penyerang terbaik sepanjang masa, tim Karl mengelola kerusuhan di liga dengan kemampuannya untuk mendapatkan ember. Mailman adalah pencetak gol sensasional dari mid-range dan di pos, menggunakan campuran fisik dan keterampilan yang luar biasa untuk keuntungannya. Keduanya bersama John Stockton tetap menjadi salah satu yang terbaik, Malone memimpin Jazz Utah ke 2 penampilan NBA Finals di era 90 -an, kalah kedua kali dari Michael Jordan dan Bulls.S

Malone menangkap MVP Award pada dua kesempatan terpisah, sementara juga membuat 9 tim All-Star dengan 10 pilihan tim pertama All-NBA. Game All-Star 1993 MVP mengakhiri dominasi yang luar biasa oleh The Mailman.

2. Hakeem Olajuwon

Hakeem Olajuwon

Tidak mengherankan, Hakeem "The Dream" Olajuwon memecahkan 2 pemain teratas 90 -an yang pernah ada. Ini karena Hakeem mengirimkan dua gelar NBA lurus untuk Houston Rockets ketika Michael Jordan pensiun untuk bermain bisbol. Hakeem melakukan semuanya untuk Houston, dan dua tahunnya dianggap sebagai salah satu fase paling ikonik dalam sejarah NBA. Olajuwon bukan hanya pencetak gol yang hebat tetapi juga pemimpin yang luar biasa dan pemain defensif.

Hakeem menjalankan kerusuhan di tahun 90 -an, memenangkan MVP dan pemain defensif tahun ini dua kali. Hakeem juga membuat 7 tim All-Star dan 8 tim All-NBA dengan 3 pilihan tim pertama. 2 Finals MVP Awards menempatkan Hakeem jauh dan jauh pemain terhebat ke -2 di tahun 90 -an di belakang satu orang.

1. Michael Jordan

(via ESPN.com)

(via ESPN.com)

Tidak ada pemain yang mendominasi 90 -an seperti Michael Jordan. Dia merebut 6 gelar NBA dalam dekade ini, termasuk 6 final MVP. Jordan adalah orang utama dalam misi selama era yang mencakup beberapa pemain terbaik dalam sejarah NBA. MJ tidak meninggalkan keraguan ke dunia NBA bahwa setiap kali dia cocok untuk Bulls, dia memiliki peluang terbaik untuk menang dan tidak ada yang bisa menghentikannya.

Di luar 6 gelar dan 6 final MVP, Jordan juga memenangkan 4 MVP Awards dan membuat 7 tim All-Star dengan 7 pilihan tim pertama All-NBA. Tambahkan 7 pilihan tim pertama yang terdeffensi dan 2 MVP All-Star Game dan Anda memiliki diri Anda sendiri sebagai pemain terhebat di tahun 90-an.

Lanjut

Membandingkan musim legendaris: Michael Jordan vs LeBron James pada usia 35

LeBron James vs. Michael Jordan: Seluruh karir Hall of Fame masih memisahkan mereka

Rumor NBA: 3 Superteams The Golden State Warriors dapat menciptakan untuk mengalahkan Los Angeles Lakers

Bagaimana Los Angeles Lakers Dapat Membuat Dinasti: 5 Target Terbaik Offseason Ini

Los Angeles Lakers memiliki 6 dari 10 pemain terhebat sepanjang masa

Siapa pemain NBA terbaik di tahun 90 -an?

10 pemain NBA terbaik dari tahun 1990 -an..
8/10 Scottie Pippen ..
7/10 Charles Barkley ..
6/10 Shaquille O'Neal ..
5/10 Karl Malone ..
4/10 John Stockton ..
3/10 David Robinson ..
2/10 Hakeem Olajuwon ..
1/10 Michael Jordan ..

Siapa pemain terbaik di NBA pada tahun 1990?

Pemimpin NBA 1990-91..
Juara Liga: Chicago Bulls ..
Pemain paling berharga: Michael Jordan (31.5/6.0/5.5).
Rookie of the Year: Derrick Coleman (18.4/10.3/2.2).
Pemimpin PPG: Michael Jordan (31.5).
Pemimpin RPG: David Robinson (13.0).
Pemimpin APG: John Stockton (14.2).
Pemimpin WS: Michael Jordan (20.3).

Tahun berapa 50 pemain NBA terhebat sepanjang masa?

Pada tahun 1997, 50 pemain NBA terhebat sepanjang masa berkumpul di Gund Arena selama upacara babak pertama dari NBA All-Star Game.Mereka dipilih pada tahun 1996 oleh panel mantan pemain dan pelatih, mantan manajer umum, dan anggota media.1997, the 50 greatest NBA players of all time were assembled at Gund Arena during the halftime ceremony of the NBA All-Star Game. They were chosen in 1996 by a panel of former players and coaches, current and former general managers, and media members.

Siapa pemain paling terkenal selama tahun 90 -an?

Michael Jordan bukan hanya pemain terhebat dalam sejarah permainan.Dia juga pemain paling dominan tahun 1990 -an. isn't just the greatest player in the history of the game. He's also the most dominant player of the 1990s.