Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah

Rep: Bowo Pribadi Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyebaran agama Islam di tanah Jawa tak lepas dari pengaruh akulturasi budaya, khususnya dengan budaya lokal. Akulturasi ini merupakan manifestasi dari pengaruh peradaban dan budaya yang begitu mendominasi masyarakat Jawa pada saat itu.

Bahkan, pada hampir semua tatanan sosial masyarakat, budaya dan peradaban menjadi objek akulturasi ini. Hingga para penyebar agama Islam di tanah Jawa memilihnya sebagai ruang untuk mentransformasikan budaya asli (lokal) ke dalam nilai-nilai Islami.

Nuansa kental akulturasi ini setidaknya masih dapat dilihat dari berbagai saksi sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa, salah satunya Masjid Agung Demak. Masjid Demak yang merupakan peninggalan bersejarah kerajaan Islam Demak ini, tetap berdiri kokoh di Jl Sultan Patah, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jateng.

Masjid kebanggaan warga 'Bintoro'sebutan tlatah Demak ini memiliki ciri arsitektur yang khas. Pengaruh akulturasi menjadikan masjid yang berdiri di atas lahan seluas 11.220 meter persegi ini memiliki perbedaan mencolok dengan tempat ibadah Muslim di Tanah Air pada umumnya.

Sebagai salah satu bangunan masjid tertua di negeri ini, Masjid Agung Demak dibangun dengan gaya khas Majapahit, yang membawa corak kebudayaan Bali. Gaya ini berpadu harmonis dengan langgam rumah tradisional Jawa Tengah.

Persinggungan arsitektur Masjid Agung Demak dengan bangunan Majapahit bisa dilihat dari bentuk atapnya. Namun, kubah melengkung yang identik dengan ciri masjid sebagai bangunan Islam, malah tak tampak. Sebaliknya, yang terlihat justru adaptasi dari bangunan peribadatan agama Hindu.

Bentuk ini diyakini merupakan bentuk akulturasi dan toleransi masjid sebagai sarana penyebaran agama Islam di tengah masyarakat Hindu. Kecuali mustoko (mahkota--Red) yang berhias asma Allah dan menara masjid yang sudah mengadopsi gaya menara masjid Melayu.

Keunikan akulturasi semacam ini, setidaknya juga berakar pada Masjid Menara, Kudus, Kabupaten Kudus, yang terletak sekitar 35 kilometer sebelah timur kota Demak.

Hal ini menunjukkan bahwa para ulama penyebar tauhid (Islam--Red) di tanah Jawa memiliki kemampuan untuk mengharmonisasi kehidupan sosial di tengah masyarakat Hindu yang begitu dominan, ketika itu.

Dengan bentuk atap berupa tajug tumpang tiga berbentuk segi empat, atap Masjid Agung Demak lebih mirip dengan bangunan suci umat Hindu, pura yang terdiri atas tiga tajug.

Bagian tajug paling bawah menaungi ruangan ibadah. Tajug kedua lebih kecil dengan kemiringan lebih tegak ketimbang atap di bawahnya. Sedangkan tajug tertinggi berbentuk limas dengan sisi kemiringan lebih runcing.

Sejumlah pakar arkeolog menyebutkan, bentuk bangunan seperti ini dipercaya juga menjadi ciri bangunan di pusat Kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto. Namun, penampilan atap masjid berupa tiga susun tajug ini juga dipercaya sebagai simbol Aqidah Islamiyah yang terdiri atas Iman, Islam, dan Ihsan.

  • masjid agung demak
  • sejarah masjid demak

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Saat ini Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam/ muslim. Namun, sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, maka Indonesia kembali mengalami akulturasi yang tercermin salah satunya dari seni bangunan.

Masuknya Islam ke Indonesia tidak berarti menghilangkan kebudayaan Hindu-Budha. Bahkan membentuk akulturasi budaya yang baru dan terlihat dari sisi bangunan. Dimana, seni arsitektur Islam yang menunjukan akulturasi dengan kebudayaan prasejarah dan Hindu-Budha antara lain makam dan masjid.

Masjid dan Menara

Akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudayaan Indonesia tampak dalam seni bangunan/ arsitektur masjid kuno. Arsitektur masjid kuno di Indonesia menunjukan ciri-ciri khusus yang berbeda dengan arsitektur masjid di negeri lainnya, karena menonjolkan gaya arsitektur yang masih memperlihatkan pengaruh Hindu-Budha.

Kekhususan gaya arsitektur masjid kuno Indonesia, antara lain terdapat dalam bentuk atap bertingkat lebih dari satu. Masjid kuno Indonesia yang mempunyai atap bertingkat merupakan kelanjutan dari seni bangunan tradisional Indonesia lama yang mendapat pengaruh Hindu-Budha. Beberapa contoh masjid beratap bertingkat satu, misalnya Masjid Agung Cirebon, Masjid Katangka di Sulawesi Selatan, Masjid Angke, Masjid Tambora, dan Masjid Marunda di Jakarta.

(Baca juga: Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia)

Untuk contoh masjid beratap bertingkat tiga diantaranya Masjid Agung Demak, Masjid Baiturahman Aceh, Masjid Jepara, Masjid-masjid di Ternate. Adapun bangunan masjid beratap bertingkat lima adalah Masjid Agung Banten.

Makam

Masuknya kebudayaan Islam juga berpengaruh besar terhadap bangunan makam. Bangunan makam terbuat dari bata yang disebut jirat atau kijing. Di atas jirat, khususnya bagi orang-orang penting didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup.

Makam para raja biasanya dibuat megah dan lengkap dengan makam keluarga serta pengiringnya. Dengan demikian, kompleks pemakaman merupakan guguskan kijang yang dikelompokkan menurut hubungan keluarga. Antara makam keluarga satu dan keluarga lain dipisahkan oleh tembok yang dihubungkan dengan gapura.

Tempat pemakaman biasanya terdapat di atas bukit yang dibuat berundak-undak. Hal itu mengingatkan pada bangunan punden berundak pada zaman Hindu. Bangunan makam yang berupa jirat dan cungkup biasanya dihiasi dengan seni kaligrafi (seni tulisan indah).

Adapun makam tertua di Indonesia yang bercorak Islam adalah Makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik (1082). Makam tersebut bercungkup dan dinding cungkupnya diberi hiasan bingkai-bingkai mendatar mirip model hiasan candi.

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah
Lihat Foto

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Keindahan arsitektur Menara Kudus di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah yang telah menjadi sebuah monumen peradaban masa lalu dan pusat spiritualisme Islam hingga kini, Senin (18/7/2011). Masjid Al-Aqsa atau dikenal Masjid Menara Kudus yang didirikan tahun 1549 ini tidak terlepas dari Sunan Kudus yang menyebarkan Islam melalui alkulturasi budaya.

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejarah dan budaya di Indonesia punya kisah yang panjang. Perpaduan dan akulturasi budaya mewarnai berbagai hal di Indonesia, termasuk arsitektur bangunan, salah satunya masjid.

Sejumlah masjid yang ada di Tanah Air menunjukkan hasil akulturasi budaya.

Empat di antaranya adalah masjid-masjid di bawah ini. Berikut 4 masjid yang menunjukkan akulturasi budaya dalam bangunannya.

Masjid Menara Kudus

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah
Lihat Foto

KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO

Masjid Menara Kudus di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Rabu (30/5/2018) sore.

Sesuai namanya, masjid ini terletak di Kudus, Jawa Tengah.

Masjid yang dibangun pada 1549 ini juga disebut sebagai Masjid Al-Aqsha.

Di dalamnya terdapat makam dari Sunan Kudus, oleh karenanya masjid ini kerap dijadikan sebagai tujuan ziarah.

Baca juga: Menara Kudus Miliki Museum Sunan Kudus

Tak seperti masjid kebanyakan yang bergaya Timur Tengah, masjid ini menampilkan corak kebudayaan pra-Islam seperti Jawa, Hindu, dan Budha.

Hal itu terlihat dari menara dan gapura yang ada di sekitar masjid.

Menara Kudu dibangun menggunakan bata merah tanpa perekat. Menara ini terdiri dari 3 bagian, yakni kaki, badan, dan kepala, yang menunjukkan corak Hindu-Majapahit yang ada di Jawa. 

Masjid Cheng Ho Surabaya

Masjid ini berdiri di Jalan Gading, Ketabang, Genteng, Surabaya dan menjadi bentuk penghormatan kepada Laksamana Cheng Ho yang pernah datang menyebarkan agama Islam di kawasan Asia Tenggara.

Berwarna merah, hijau, dan kuning nuansa Tionghoa begitu terasa di masjid ini.

Baca juga: Masjid Cheng Ho Pertama Ada di Indonesia

Masjid yang terletak di sebelah utara Balaikota Surabaya ini memiliki bangunan utama seluas 11x9 meter. Angka ini memiliki arti tersendiri.

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah
Lihat Foto

KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA

Wujud Masjid Laksamana Muhammad Cheng Hoo yang merupakan akulturasi antara arsitektur tionghoa, timur tengah dan Jawa.

Angka 11 merupakan luas Ka’bah saat awal dibangun, sementara angka 9 melambangkan jumlah wali yang menyebarkan ajaran Islam di Jawa (Wali Sanga).

Karena keunikannya, masjid ini kerap dijadikan tujuan wisata di Surabaya dan menjadi objek menarik untuk mengambil gambar.

Masjid Cheng Ho dibangun pada 2002 oleh arsitek Ir. Abdul Aziz. Masjid ini berkapasitas 200 jemaah.

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta

Masjid yang terletak di dalam kawasan Kraton, tepatnya di barat Alun-alun Utara Yogyakarta ini memiliki arsitektur khas Jawa.

Baca juga: Berbuka Puasa dengan Gulai Kambing di Masjid Gedhe Kauman

Bentuk bangunan utamanya adalah tajug lambang teplok dengan atap berbentuk tumpang tiga yang merupakan filosofi Jawa dengan nilai-nilai Islam seperti Hakekat, Ma’rifat, dan Syariat.

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah
Lihat Foto

DIMAS WARADITYA NUGRAHA

Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta.

Sedangkan dalam ajaran Hindu-Budha mencerminkan meru, bangunan suci tempat para dewa menurut ajaran Hindu-Budha.

Masjid ini dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1773 diarsitekturi oleh Kiai Wiryokusumo.

Masjid Raya Sumatera Barat

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah

Unsur hindu yang paling tampak pada bangunan masjid adalah
Lihat Foto

KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA

Dai, ulama, serta warga mengikuti acara pembukaan Multaqo (Konferensi) Internasional Dai dan Ulama Se-Asia Tenggara di Masjid Raya Sumatera Barat di Padang, Senin (17/7/2017).

Masjid Raya Sumatera Barat merupakan masjid modern tanpa kubah yang dibangun di kota Padang, Sumatera Barat.

Masjid ini digadang-gadang menjadi yang terbesar di Sumbar dan mampu menampung jamaah hingga sebanyak 5.000-6.000 jemaah.

Masjid ini didesain menyerupai Rumah Gadang, rumah adat khas Sumbar dengan bentuk atap gonjong (semakin ke atas semakin lancip).

Baca juga: Presiden Jokowi Laksanakan Shalat Id di Masjid Raya Sumbar

Di dinding eksteriornya terdapat ukiran khas minang dan kaligrafi yang semakin menegaskan nuansa adat Minangkabau di bangunan ini.

Meski berkonsep rumah adat, masjid ini berdiri dengan megah, pembangunannya menelan dana hingga Rp 240 miliar.

Desain masjid ini merupakan karya seorang arsitektur bernama Rizal Arifin yang berhasil memenangkan sayembara mengalahkan setelah 323 arsitek lainnya.

Kompas TV

Disebut masjid Menara Kudus, karena masjid ini memiliki menara di sisi timur dengan arsitektur yang kental dengan budaya Hindu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang