Siapa yang melaksanakan sunat pada zaman dahulu

Berkhitan atau Sunat Mudim dalam masyarakat Melayu Kabupaten Lingga lebih dikenal dengan istilah bersunat, adalah suatu kegiatan yang dilakukan sejak turun-temurun, sejak dari nenek moyang dahulu. Oleh karena telah dilakukan secara turun temurun, dapatlah kegiatan ini digolongkan ke dalam salah satu sisi kegiatan adat istiadat. Sebagai salah satu kegiatan adat istiadat, berkhitan tidaklah dilakukan secara serampangan atau sembarang kerja sahaja. Orang Lingga ketika ingin melaksanakan kegiatan mengkhitankan anak-anak (laki-laki) mereka selalu mempersiapkan dengan ber-iye-iye ( bersungguh-sungguh) betul. Segala hal yang bersangkut paut dengan rencana pelaksanaan perhelatan ini tidak akan satupun yang akan dicecerkan, dapatlah kita maklumi. Selain dengan rencana pelaksanaan perhelatan ini tak akan satu pun yang akan dicecerkan. Bahwa adat istiadat berkhitan tidak dilakukan dengan sembarang kerja, barang kali patutlah kita mahfum atau dapatlah kita maklumi. Selain sebagai suatu adat istiadat yang tingkat kesakralannya patut dijaga, patut pula dicermati bahwa berkhitan (zaman dahulu) samalah dengan berpasrah diri kepada yang kuasa. Bahwa berkhtan (zaman dahulu) tidak jarang ‘membawa maut’.

Berkhitan atau bersunat artinya memotong kulit yang menutupi alat kelamin laki-laki. Dari sudut tinjauan Agama, berkhitan merupakan media untuk mensucikan diri atau pembersih diri dan, sebagai bukti ketundukan kita kepada ajaran Agama. Allah SWT berfirman, yang artinya, sesungguhnya Allah SWT sangat menyukai orang-orang yang bersih dan memerintahkan agar umat manusia supaya bersih. Bersih jasmani (badan) dari segala najis. Rasulullah SAW dalam hadistnya menegaskan , kesucian (fitrah) itu ada lima, yaitu khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis dan memotong kuku (HR. Bukhari Muslim). Berkhitan adalah tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Berkhitan merupakan salah satu perkara yang bertujuan membersihkan anggota badan (zakar) dari endapan najis. Jika kita sandingkan dengan hasil kajian ilmu dunia, ilmu kedokteran, yang munculnya kemudian (adat istiadat berkhitan muncul lebih dahulu), berkhitan memberi faedah bagi kesehatan karena berkhitan membuang anggota atau wadah yang menjadi tempat persembunyian kotoran, virus, najis dan bau yang tidak sedap.

Berkhitan atau Sunat Mudim dalam adat istiadat Melayu Lingga adalah sebuah kegiatan bernuansa agama yang sangat sakral. Sebagai yang telah dipaparkan terdahulu, bahwa orang tua yang akan mengkhitan anak-anak mereka tidak akan melakukan dengan secara sambe lawe (asal-asal saja). Adat istiadat berkhitan hampir sama dan dapat disejajarkan dengan beberapa adat istiadat lain yang ada di lingkungan orang Melayu Lingga (seperti aqiqah,berkhatam qur’an, maupun nikah kawin). Agar perhelatan dapat dilaksanakan dengan baik, maka untuk melaksanakan perhelatan berkhitan ini haruslah dilalui tahapan-tahapan kegiatan. Hal ini dimaksudkan agar kelak (nanti) ketika pelaksanaan berlangsung dan berakhir tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Agar perhelatan itu mendapat dukungan dari semua pihak (keluarga) dan yang lebih utama agar perhelatan itu kelak (nanti) mendapat berkah dan ridha dari Yang Maha Kuasa. Secara garis besar tahapan-tahapan itu dapat diperinci menjadi tiga, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tahapan selesai pelaksanaan atau penyembuhan.

1. Persiapan :

a. Menentukan hari atau jadwal bersunat mudim yang akan dilaksanakan dicari hari dan bulan yang baik menurut bulan islam/melayu atau bulan-bulan yang diutamakan.

b. Pesiapan perbelanjaan berkenan acara sunat mudim, menjemput keluarga, sanak saudara, menempah tikang sunat, orang tua yang akan menerima jemputan, persiapan bahan masak memasak dan makanan para tetamu atau jemputan, pembacaan do’a oleh imam masjid atau surau, biasanya mendahulukan orang yang lebih tua.Jika dihubungkan dengan sifat air yang membawa kesejukan, maka dapat pula dimaknai bahwa anak yang berendam lama di air akan kesejukan, sejuk yang berlebihan akan menimbulkan rasa seba ( kurang terasa), maka efek yang akan dirasakan oleh anak yang akan dikhitan adalah berkurangnya rasa sakit ketika dilakukan proses pemotongan.

2. Pelaksanaan

a. Berendam Sebelum dikhitan

Berendam dimaknai untuk membersihkan diri secara jasmani. Secara tersirat dapat dimaknai ketika jasmani telah bersih maka bersihnya jasmani ini merupakan cerminan bersihnya pula rohani anak yang akan dihitan. Konon, dimaknai pula kulit kemaluan yang akan dipotong setelah direndam akan lebih mudah dipotong karena lebih lembut, tidak liat (keras). Air ditafsirkan dapat melembutkan kulit yang keras.

b. Proses Memotong

Setelah selesai semua persiapan dan perlengkapan, anak yang akan di khitan dibawa masuk kedalam rumah, selanjutnya ia didudukkan diatas batang pisang (dengan posisi mengangkang batang pisang) dan menghadap kearah mudim. Mudim dalam melaksanakan tugasnya akan dibantu oleh tiga orang, orang tua-tua (orang patut). Ketika orang patut tersebut berada pada posisi, satu orang dibelakang anak, satu orang di kanan, dan satu orang dikiri. Tugas mereka sebagai orang yang memegang dan berjaga-jaga atas segala kemungkinan yang akan terjadi ketika proses pemotongan berlangsung. Baik berjaga secara lahir maupun bathin. Pada sisi lain dihalaman rumah sudah disiapkan ayam yang akan dipotong bersamaan dengan dipotongnya kulit ujung kemaluan anak. Sebagai aba-abanya ketika kulit ujung kemaluan segera dipotong, mudim akan mengucapkan salawat Nabi, dengan suara yang dilantangkan.

Menurut cerita dari sumber yang dapat dipercaya, ada beberapa makna yang dapat diperoleh dari prosesi penyembelihan yang dilakukan bersamaan dengan pemotongan ujung kulit kemaluan, makna diantaranya :

• Konon katanya untuk memindahkan rasa sakit si anak saat dikhitan kepada ayam yang disembelih.

• Konon katanya jika ayam yang disembelih pada saat dilepaskan akan berjalan dan menggelepar jauh dari tempat penyembelihan, maka jodoh anak yang dikhitan akan jauh pula.

• Sebagai hadiah untuk sianak yang dikhitan untuk dimakan sebagai lauk(dengan dipanggang kunyit), tidak boleh dimasak dengan cara lain. Makan ayam panggang pada zaman nenek moyang kita dahulu adalah sesuatu makanan yang sangat istimewa dan jarang-jarang, bahkan tidak pernah dilakukan kecuali pada kegiatan-kegiatan tertentu. Ketika dihadiahkan kepada anak yang baru selesai dikhitan, sang anak sangat merasa bersuka cita atas sajian itu. Hal ini juga dilakukan untuk membesarkan hati sang anak yang dikhitan.

c. Pembacan Doa selamat

Sebagai proses selanjutnya, adalah pembacaan doa selamat. Pembacaan biasanya dituntun oleh imam Masjid atau alim ulama. Pada proses ini dimaksudkan sebagai permohonan kepada Ilahi Ya Rabbi sebagai permohonan kepada Illahi Ya Rabbi agar kepada yang di khitan dilindungi dan diberi keselamatan hingga pada masa penyembuhan. Kegiatan ini biasanya dilanjutkan dengan makan bersama, atau menikmati hidangan yang telah disediakan oleh tuan rumah.

3. Penyembuhan

Pada masa penyembuhan ada beberapa larangan yaitu akan sangat dijaga, tidak boleh sembarang makan. Lauk pauk selama dalam masa ini lebih diarahkan kepada hal yang tidak membawa dampak lambat pada kesembuhan anak yang di khitan. Lauk cukup dengan dipanggang atau di salai. Penyembuahan luka biasananya ± 1 minggu.

Makna  dari prosesi adat istiadat berkhitan di Kabupaten Lingga yaitu :

 Menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam dan menjadikannya sebagai dasar pijakan pada semua tahapan prosesinya

 Mendidik anak secara dini dalam memantapkan dan meneguhkan hati dalam menjalankan atau memegang teguh akidah agama

 Mengajarkan kepada kita untuk senantiasa hidup bersih, sehat (baik jasmani maupun rohani) dan senantiasa jauh dari najis

 Mengajarkan manusia untuk senantiasa memuliakan orang lain (baca:tamu atau jejamuan)

 Mengajarkan kepada kita untuk lebih suka memberi atau bersedekah

 Memberi makna bahwa untuk memperoleh ilmu yang lebih, manusia tidak boleh berhenti untuk belajar

 Dan mengajarkan kepada orang tua untuk selalu bersabar dalam mendidik dan memelihara anak.

Peralatan sunat:

• Pisau pemotong

• Penjepit

• Sengkang

Orang yang menyunat disebut mudim (tukang sunat).

Keterangan

Tahun :2019

Nomor Registrasi :201900847

Nama Karya Budaya :Sunat Mudim

Provinsi :Kepulauan Riau

Domain :Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan

Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda

Siapa orang yang sunat pertama kali?

Menurut Ibnu Katsir dalam buku Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi sejak Nabi Adam Alaihissalam hingga Nabi Isa Alaihissalam, Nabi Ibrahim AS adalah orang yang kali pertama dikhitan. Nabi Ibrahim kemudian mengkhitan anaknya Nabi Ismail saat berusia 13 tahun.

Siapa yang melaksanakan sunat pada zaman sekarang?

Pada zaman sekarang khitan tidak hanya dilakukan pada pria muslim saja, namun juga oleh pria non muslim. Pria non muslim yang melakukan pratik khitanan yaitu atas dasar kesehatan dan kebersihan .

Orang zaman dulu sunat pakai apa?

Dahulu, di era 1980-an, sunat menggunakan alat tradisional sembilu dari kulit bambu. Masyarakat kita mengenal praktik sunat ini dengan sunat dorsumsisi. Biusnya juga dengan cara berendam di air dingin. Setelah itu orangtua ataupun keluarga akan memegang anak dengan erat saat dukun sunat melakukan tindakan.

Kapan sunat pertama kali dilakukan?

Tradisi Sunat Berabad-abad yang Lalu Tak hanya itu, pada peradaban Mesir Kuno sekitar tahun 2200 SM, ditemukan prasasti di makan Tutankhamun, seorang Raja Mesir yang juga menjelaskan tentang praktik sunat di kalangan raja Firaun.