Sebutkan tujuan dilakukannya kerjasama di bidang antar umat beragama

MERAWAT KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Oleh Masykuri Abdillah

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai suku, agama dan ras, tetapi dikenal sebagai bangsa yang ramah dan toleran, termasuk dalam hal kehidupan beragama. Kemajemukan (pluralisme) agama di Indonesia telah berlangsung lama dan lebih dahulu dibandingkan dengan di negara-negara di dunia pada umumnya. Hanya saja, dalam beberapa tahun terakhir ini (terutama sebelum 2014) terjadi sejumah peristiwa yang menunjukkan prilaku keagamaan sebagian masyarakat Indonesia yang tidak atau kurang toleran. Hal ini masih mendapatkan sorotan dari berbagai lembaga internasioanl, seperti UN Human Rights Council (UNHRC), Asian Human Rights Commission (AHRC), U.S. Commission on International Religious Freedom (USCIRF), dan sebagainya.

Gejala tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara demokratis lainnya, termasuk negara-negara Barat yang selama ini masyarakatnya dikenal sangat toleran. Secara sosiologis hal ini merupakan ekses dari mobilitas sosial yang sangat dinamis sejalan dengan proses globalisasi, sehingga para pendatang dan penduduk asli dengan berbagai macam latar belakang kebudayaan dan keyakinan mereka berinteraksi di suatu tempat. Dalam interaksi ini bisa terjadi hubungan integrasi, damai dan kerjasama, tetapi bisa juga terjadi prasangka, ketegangan, persaingan, intoleransi, konflik, dan bahkan disintegrasi. Yang terakhir ini terjadi jika yang ditonjolkan dalam interaksi itu adalah politik identitas (identity politics) secara eksklusif. Politik identitas ini kini tidak hanya diekspresikan sebagai perjuangan kelompok minoritas seperti ketika istilah ini dimunculkan pada awal 1970-an, tetapi juga oleh sebagian kelompok mainstream atau mayoritas untuk mempertahankan identitas mereka mewarnai kehidupan masyarakat.

Toleransi dan Kerukunan

Toleransi mengadung pengertian adanya sikap seseorang untuk menerima perasaan, kebiasaan, pendapat atau kepercayaan yang berbeda dengan yang dimilikinya. Namun Susan Mendus dalam bukunya, Toleration and the Limit of Liberalism membagi toleransi menjadi dua macam, yakni toleransi negatif (negative interpretation of tolerance) dan toleransi positif (positive interpretation of tolerance). Yang pertama menyatakan bahwa toleransi itu hanya mensyaratkan cukup dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain. Yang kedua menyatakan bahwa toleransi itu membutuhkan lebih dari sekedar ini, meliputi juga bantuan dan kerjasama dengan kelompok lain. Konsep toleransi positif inilah yang dikembangkan dalam hubungan sosial di negara ini dengan istilah kerukunan (harmony).

Jadi, kerukunan beragama adalah keadaan hubungan antarumat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian dan saling menghormati dalam pengamalan ajaran agama serta kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat. Eksistensi kerukunan ini sangat penitng, di samping karena merupakan keniscayaan dalam konteks perlindungan hak asasi manusia (HAM), juga karena kerukunan ini menjadi prasyarat bagi terwujudnya integrasi nasional, dan integrasi ini menjadi prasyarat bagi keberhasilan pembangunan nasional.

Kerukunan umat beragama itu ditentukan oleh dua faktor, yakni sikap dan prilaku umat beragama serta kebijakan negara/pemerintah yang kondusif bagi kerukunan. Semua agama mengajarkan kerukunan ini, sehingga agama idealnya berfungsi sebagai faktor integratif. Dan dalam kenyataannya, hubungan antarpemeluk agama di Indoensia selama ini sangat harmonis. Hanya saja, di era reformasi, yang notabene mendukung kebebasan ini, muncul berbagai ekspresi kebebasan, baik dalam bentuk pikiran, ideologi politik, faham keagamaan, maupun dalam ekspresi hak-hak asasi. Dalam iklim seperti ini mucul pula ekspresi kelompok yang berfaham radikal atau intoleran, yang walaupun jumlahnya sangat sedikit tetapi dalam kasus-kasus tertentu mengatasnamakan kelompok mayoriras.

Adapun kebijakan negara tentang hubungan antaragama termasuk yang terbaik dan menjadi model di dunia. Hanya saja, sebagian oknum pemerintah di daerah dengan pertimbangan politik kadang-kadang mendukung sikap intoleran kelompok tertentu atas nama pemenuhan aspirasi kelompok mayoritas. Klaim aspirasi kelompok mayoritas ini pun tidak selalu sesuai kenyataan, karena suatu tindakan intoleran itu seringkali hanya digerakkan oleh kelompok tertentu dengan mengatasnamakan mayoritas. Meski demikian, kebijakan Pemda yang cukup arif dan adil, termasuk dalam konteks menjaga kerukunan umat beragama, jauh lebih banyak dari pada kebijakan yang dianggap mendukung sikap intoleran ini.

Pencegahan dan Penyelesaian Konflik

Konflik antar-umat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama, tetapi oleh faktor politik, ekonomi atau lainnya yang kemudian dikaitkan dengan agama. Sedangkan yang terkait dengan persoalan agama, di samping karena munculnya sikap keagamaan secara radikal dan intoleran pada sebagian kecil kelompok agama, juga dipicu oleh persoalan tentang pendirian rumah ibadah dan penyiaran agama serta tuduhan penodaan agama. Persoalan pendirian rumah ibadah merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi terjadinya perselisihan atau sikap intoleransi. Memang tahun 2014 toleransi beragama ini berkembang lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi masih ada beberapa peristiwa gangguan atau penghentian pembangunan rumah ibadah yang sudah mendapatkan izin secara sah.

Di antara kasus pendirian rumah ibadah yang kini belum ada penyelesaian final adalah pendirian gereja GKI Yasmin di Bogor, pendirian gereja HKBP Filadelfia di Bekasi, dan pendirian masjid Nur Musafir di Kupang. Sebenarnya perselisihan tentang pendirian rumah ibadah yang bisa diselesaikan secara arif dan damai jauh lebih banyak dibandingkan dengan penyelesaian yang berlarut-larut atau yang kemudian menjadi konflik. Namun, karena persoalan pendirian rumah ibadah ini dikaitkan dengan perlindungan kebebasan beragama, maka hal ini pun mendapatkan catatan dari badan-badan HAM dunia.

Sedangkan persoalan konflik dan ketegangan internal agama, tertama Islam, umumnya dipicu oleh adanya perbedaan paham keagamaan dalam hal yang sangat  mendasar (pokok-pokok ajaran agama) dan munculnya aliran kepercayaan (cult) yang mengaitkan dirinya dengan agama Islam, serta penghinaan agama, seperti kasus Ahmadiyah, Jamaah Salamullah dan Al-Qiyadah al-Islamiyyah. Sampai kini masalah Ahmadiyah belum selesai sepenuhnya, bahkan di Mataram kini masih ada pengungsi Ahmadiyah yang ditampung di Asrama Transito Mataram sejak 2006. Di samping itu, kasus perbedaan yang berkembang menjadi kekerasan adalah kasus yang menimpa penganut Syi’ah Sampang, yang sejak 2012 sampai kini masih diungsikan di rumah susun Puspo AgroSidoarjo.

Jika kasus-kasus semacam di atas terus berlangsung, dikhawatirkan kondisi kerukunan umat beragama ini akan rusak. Oleh karena itu, penguatan kerukunan dan toleransi itu perlu terus-menerus dilakukan, teterutama melalui sosialisasi pemahaman keagamaan yang moderat dan menekankan pentingnya toleransi dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Juga, perlu dilakukan upaya-upaya penguatan wawasan kebangsaan dan integrasi nasional, yang meliputi sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinnekaan. Dan tak kalah pentingnya adalah penguatan kesadaran dan penegakan hukum, baik bagi aparatur negara, tokoh politik maupun tokoh agama.

Di samping upaya-upaya tersebut, perlu dilakukan pula upaya-upaya pencegahan konflik (conflict prevention) melalui peningkatan dialog antarumat beragama dengan melibatkan tokoh agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Sejalan dengan ini, perlu antisapasi dini terhadap potensi konflik atau ketegangan itu, sehingga potensi itu tidak berkembang menjadi konflik nyata dan kekerasan. Hal ini perlu disertai dengan langkah-langkah penyelesaian perselisihan atau konflik yang terjadi melalui musyawarah atau mediasi dengan melibatkan FKUB. Sedangkan pemerintah (Pemda) menfasilitasinya sebagai bagian dari kewajibannya dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

Tentu saja, kasus-kasus konflik atau perselisihan sekecil apapun harus diselesaikan dengan cepat dan bijaksana. Namun yang lebih mendesak adalah penyelesaian terhadap kasus-kasus yang sudah menjadi sorotan dunia internasional tetapi sampai kini belum diselesaikan dengan baik, seperti persoalan pendirian gereja GKI Yasmin di Bogor, pendirian gereja HKBP Filadelfia di Bekasi, atau pendirian masjid Nur Musafir di Kupang. Demikian pula, penyelesaian kasus-kasus konflik internal agama, terutama pengungsian Ahmadiyah di Mataram dan pengungsian Syi’ah Sampang di Sidoarjo.

Menurut hemat saya, yang kebetulan pernah mengunjungi tempat-tempat konflik tersebut, penyelesaian itu sebenarnya tidak terlalu sulit. Yang terpenting adalah komitmen Pemda/Pemkot terhadap kerukunan serta adanya mediator yang bisa meyakinkan semua pihak yang terlibat dalam konflik atau perselisihan dengan mengakomodasi aspirasi mereka. Dalam kondisi tertentu memang diperlukan adanya kompensasi bagi pihak-pihak tertentu untuk memudahkan penyelesaian berdasarkan kerangka win win solution. Kita berharap pemerintahan Jokowi-JK bisa menjaga toleransi dan kerukunan ini serta menyelesaikan konflik atau perselisihan yang belum terselesaikan pada masa lalu.

* Masykuri Abdillah, Direktur Sekolah Pascasarjana dan Guru Besar UIN Jakarta.
Artikel ini telah dimuat dalam Kompas, 12 Januari 2015.

Senin, 9 Januari 2017, 10:41

Tanya : Apa yang dimaksud dengan kerukunan umat beragama?

Jawab : Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tanya : Apa yang dimaksud dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama?

Jawab : Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberda-yaan umat beragama.

Tanya : Mengapa digunakan istilah pemeliharaan kerukunan umat beragama bukan pembinaan kerukunan umat beragama?

Jawab : Kata pemeliharaan menunjukkan keaktifan masyarakat (umat beragama) untuk memperta-hankan sesuatu yang telah ada yaitu kondisi kerukunan. Sedangkan kata pembinaan menunjukkan keaktifan dari atas (Pemerintah dan pemerintah daerah) untuk menciptakan kerukunan umat beragama.

Tanya : Apa yang dimaksud dengan Forum Kerukunan Umat Beragama?

Jawab : Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah (dalam hal ini pemerintah daerah) dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.

Tanya : Untuk apa Forum Kerukunan Umat Beragama dibentuk?

Pembentukan FKUB bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan kerukunan umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Tanya : Dimana kedudukan FKUB dalam tata peme-rintahan kita?

Jawab : FKUB ada di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Tanya : Apakah FKUB dapat dibentuk di tingkat keca-matan dan kelurahan/desa?

FKUB dapat dibentuk di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa untuk kepentingan dinamisasi kerukunan, tetapi tidak memiliki tugas formal sebagaimana FKUB tingkat provinsi, kabupaten/ kota.

Tanya : Siapa yang membentuk FKUB?

Jawab : FKUB dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.

Tanya : Bagaimana hubungan antara FKUB provinsi dengan FKUB kabupaten/kota?

Jawab :Hubungan keduanya bersifat konsultatif.

Tanya : Apa tugas FKUB provinsi?

Jawab : Tugas FKUB provinsi:

  1. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
  2. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
  1. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan
  2. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keaga-maan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.

Tanya : Apa tugas FKUB kabupaten/kota?

Jawab : Tugas FKUB kabupaten/kota adalah:

  1. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
  2. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
  3. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;
  4. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keaga-maan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat;
  5. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat, dan memberikan pendapat tertulis untuk izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat yang diberikan oleh bupati/walikota; dan
  6. memberikan pendapat atau saran dalam hal penyelesaian perselisihan pendirian rumah ibadat kepada bupati/walikota.

Tanya : Siapa saja yang berhak menjadi anggota FKUB?

Jawab : Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama yaitu tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan.

Tanya : Berapa jumlah anggota FKUB?

Jawab : Untuk tingkat provinsi jumlah anggota FKUB maksimal 21 orang dan untuk kabupaten/kota maksimal anggotanya berjumlah 17 orang.

Tanya : Berikan contoh cara penghitungan anggota FKUB di suatu daerah!

Jawab : Di suatu provinsi misalnya telah ditetapkan jumlah anggota FKUB sebanyak 21 (dua puluh satu) orang. Diasumsikan bahwa di provinsi tersebut terdapat 6 (enam) agama yang dipeluk masyarakat, yaitu: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Langkah pertama diambil 6 (enam) orang sebagai perwakilan setiap agama untuk menjadi anggota FKUB. Setelah itu dihitung, 100% dari jumlah umat beragama provinsi dibagi 21 (dua puluh satu) orang anggota FKUB provinsi, berarti seorang anggota FKUB provinsi memerlukan proporsi penduduk umatnya 4,76% dari keseluruhan jumlah umat beragama provinsi. Jika proporsi suatu umat beragama adalah 4,76% atau kurang, maka seorang wakil yang telah ditetapkan di atas berarti hanya satu itulah wakilnya. Demikian seterusnya setiap kelipatan 4,76% bertambah wakilnya seorang lagi. Jika kelipatan tersebut tidak persis 4,76% maka dimusyawarahkan bersama.

Demikian pula cara untuk penghitungan anggota FKUB kabupaten/kota. Di suatu kabupaten/kota misalnya telah ditetapkan jumlah anggota FKUB sebanyak 17 (tujuh belas) orang. Diasumsikan bahwa di kabupaten/kota tersebut terdapat 6 (enam) agama yang dipeluk masyarakat, yaitu: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Langkah pertama diambil 6 (enam) orang sebagai perwakilan setiap agama untuk menjadi anggota FKUB. Setelah itu dihitung, 100% dari jumlah umat beragama kabupaten/kota dibagi 17 (tujuh belas) orang anggota FKUB kabupaten/ kota, berarti seorang anggota FKUB kabupaten/ kota memerlukan proporsi penduduk umatnya 5,88% dari keseluruhan jumlah umat beragama kabupaten/kota. Jika proporsi suatu umat beragama adalah 5,88% atau kurang, maka seorang wakil yang telah ditetapkan di atas berarti hanya satu itulah wakilnya. Demikian seterusnya setiap kelipatan 5,88% bertambah wakilnya seorang lagi. Jika kelipatan tersebut tidak persis 5,88% maka dimusyawarahkan bersama.

Tanya : Kenapa keanggotan FKUB dihitung menurut perimbangan jumlah penduduk?

Jawab : Perhitungan menurut perimbangan jumlah penduduk dipandang lebih mendekati keadilan.

Tanya : Apakah sistem keanggotaan FKUB tidak membuat FKUB itu seperti lembaga perwa-kilan?

Jawab : FKUB bukanlah lembaga perwakilan. FKUB merupakan sebuah forum/wadah yang dibentuk untuk menampung seluruh aspirasi kepentingan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat. Demikian pula FKUB dalam mengambil keputusan selalu melalui musyawarah dan mufakat, serta tidak melalui voting.

Tanya : Bagaimana jika setelah dilakukan perhitungan berdasarkan proporsi jumlah penduduk ternyata jumlah anggota FKUB tidak pas, dalam arti bertambah atau berkurang 1 orang?

Jawab : Dalam hal demikian, maka para pemuka agama yang bersangkutan bermusyawarah untuk memperoleh jumlah sesuai dengan yang ditetapkan menurut pasal 10 ayat (2).

Tanya : Bagaimana struktur kepemimpinan FKUB?

Jawab : FKUB dipimpin oleh seorang ketua, dibantu oleh 2 orang wakil ketua, satu orang sekretaris dan satu orang wakil sekretaris. Pengurus tersebut dipilih secara musyawarah oleh anggota.

Tanya : Apa tugas Dewan Penasehat FKUB?

Jawab : Tugas Dewan Penasehat FKUB:

  1. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama; dan
  2. memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan antar sesama instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama

Tanya : Siapa saja yang duduk sebagai anggota Dewan Penasehat FKUB di tingkat provinsi?

Jawab : Anggota Dewan Penasehat FKUB adalah para pejabat di lingkungan pemerintah daerah yang ditetapkan oleh gubernur dengan susunan anggota sebagai berikut:

Ketua

: wakil gubernur;

Wakil Ketua

: kepala kantor wilayah departemen

agama provinsi;

Sekretaris

: kepala badan kesatuan bangsa dan

politik provinsi;

Anggota

: pimpinan instansi terkait, dengan

memperhatikan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Tanya : Siapa saja yang duduk sebagai anggota Dewan Penasehat FKUB di tingkat kabupaten/kota?

Jawab : Anggota Dewan Penasehat FKUB adalah para pejabat di lingkungan pemerintah daerah yang ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan anggota sebagai berikut:

Ketua : wakil bupati/wakil walikota

Wakil Ketua : kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;

Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota;

Anggota : pimpinan instansi terkait, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tanya : Bagaimana pola hubungan FKUB dengan Dewan Penasehat FKUB?

Jawab : FKUB dan Dewan Penasehat FKUB adalah dua struktur organisasi yang terpisah namun kedua lembaga tersebut mempunyai hubungan kemitraan.

Tanya : Apa saja yang diatur oleh Peraturan Gubernur?

Jawab :Yang diatur oleh Peraturan Gubernur mengenai FKUB dan Dewan Penasehat FKUB baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota antara lain adalah:

  1. pengukuhan/pelantikan anggota FKUB dan Dewan Penasehat FKUB;
  2. masa kerja FKUB dan Dewan Penasehat FKUB;