Sebutkan lima prinsip dasar pendidikan pondok pesantren

Lima Nilai Dasar Pesantren Tebuireng

Dunia pendidikan kita  masih menjadi sorotan publik, pendidikan yang diharapkan belum mampu menopang ketidakberdayaan masyarakat agar tegak, tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat terdepan dan sejahtera belum terwujud. Lebih tragsinya lagi, krisis moralitas terjadi dikalangan generasi muda. Para lulusan bangku sekolah dan perkuliahan pun banyak yang menjadi koruptor, tawuran antar pelajar, subsidi jawaban ketika UN, dan lainya. Tentunya ada persoalan serius di dunia pendidikan kita. Sesungguhya, hal demikian membutuhkan solusi yang tepat sasaran.

Pesantren merupakan sistem pendidikan tertua yang ada di negara kita. Eksistensinya tidak diragukan, telah teruji oleh sejarah hingga era kini masih terus bertahan ditengah kompetisi yang sangat ketat. Bahkan bukanlah hal yang berlebihan bila dikatakan bahwa pesantren telah menjadi satu wujud dari entitas budaya Indonesia. Yang dengan sendirinya menjalani proses sosialisasi yang relatif insentif. Indikasinya adalah wujud entitas budaya ini telah diakui dan diterima kehadirannya.

Hadratussyaikh KH. M Hasyim Asy’ari, melalui pesantren Tebuireng mewariskan ajaran yang sangat berharga bagi para santri-santrinya.Setidaknya terdapat lima nilai inti yang disarikan dari beberapa buku karya pendiri NU itu. yang  lima nilai dasar itu benar-benar ditekankan oleh  Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid semenjak beliau menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng.

  • Pertama, ikhlas. Merupakan rangkaian enam huruf yang sering dan mudah kita ucapkan. Namun dalam aplikasinya, ternyata perkara ini tidak mudah untuk kita lakukan. Bahkan mungkin diri kita pun tidak bisa mengukur seberapa besar kadar keikhlasan kita dalam mengerjakan sesuatu. Ikhlas berarti bersih. Suci dari segala niat buruk di dalam hati. Ikhlas berarti hanya mengharap ridho Allah semata. Tanpa pamer, riya’, atau mengharap pujian dari siapapun. Baginya, apa yang dia lakukan adalah untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Allah. hal inilah yang menjadi pokok pertama yang ditekanankan di pondok pesantren Tebuireng.
  •  Kedua, jujur. kejujuran merupakan kartu kredit yang sangat dapat diandalkan, walaupun hendak membeli barang apapun tidak akan menimbulkan kecurigaan orang lain. Jujur di dalam pergaulan masyarakat ibarat adalah sebuah tali pengikat. Orang yang jujur, walaupun berada di tempat manapun, pada waktu apapun, akan dengan tulus hati menghadapi segala masalah, tidak ada penyesalan, tidak ada rasa takut, dapat hidup dengan tenang, rileks dan aman. Di tebuireng  pembelajaran  kejujuran dimulai dari tidak diperbolehkannya menyontek bagi siswa yang mengikuti ujian, diberlakukannya kantin jujur dan kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Ketiga, kerja keras. Berarti berusaha dan berjuang  dengan sungguh-sungguh dan gigih untuk mencapai suatu cita-cita. Bekerja keras mengeluarkan tenaga secara fisik dan berpikir sungguh-sungguh untuk meraih prestasi, kemudian disertai dengan berserah diri kepada Allah.
  • Keempat, tanggung jawab. Merupakan prilaku yang harus dikerjakan oleh setiap santri dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa tanggung jawab maka kehidupan kita akan kacau.  Misalnya, santri tidak menjalankan kewajibannya sebagai santri di Pesantren, tentu akan semau sendiri. Tugas utama seorang santri, yakni bertanggung jawab untuk belajar dengan sungguh-sungguh di pesantren. Pentingnya tanggung jawab disini agar tidak mengalami kegagalan dan kerugian baik untuk dirinya sendiri atau bagi orang lain disekitarnya. karena dengannya kita akan mendapatkan hak kita dengan seutuhnya serta akan memiliki simpati yang besar yang aman dengan sendirinya derajat dan kualitasnya akan naik dimata orang lain.
  • Kelima, Tasamuh. bersikap lapang hati, peduli, toleran, anti kekerasan, menghargai perbedaan, dan menghargai hak orang lain. kelima poin itulah yang diterapkan oleh Pesantren tebuireng untuk mendidik dan membekali santri-santrinya.

Penanaman lima nilai-nilai dasar pesantren Tebuireng dalam aktifitas sehari-hari membantu menyiapkan generasi masa depan yang memiliki karakter kuat. Dalam hal ini para santri mendapat bimbingan dan keteladan langsung oleh para pembinanya. Selanjutnya apa yang dilakukan di pesantren tidak hanya menekankan pentingnya pengaplikasian nilai-nilai itu saja. melainkan, memberikan contoh langsung dalam kehidupan sehari-hari di Pesantren. Prinsip nilai dasar yang diwariskan oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari ini, penting untuk dijadikan landasan dalam menjalani kehidupan di pesantren Tebuireng. Wallahu a’lam bisssawab.

Sebutkan lima prinsip dasar pendidikan pondok pesantren
5 unsur pesantren

BincangSyariah.Com – Pesantren di Indonesia memiliki karakter yang tidak sama dengan lembaga pendidikan lainnya. M. Afif Hasan dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam mengatakan, negara-negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam tidak memiliki lembaga pendidikan seperti pesantren yang kita miliki ini; yakni yang mencirikan minimal 5 unsur: kiai, santri, pengajian kitab kuning, masjid, dan asrama/pondok santri. Kekhasan pesantren ini menarik minat peneliti untuk mengadakan penelitian. Tidak hanya peneliti dalam negeri melainkan juga dari luar negeri.

Menurut Prof. Dr. Abd. Halim Soebaihar, MA dalam Modernisasi Pesantren, pesantren pertama kali dirintis oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim pada tahun 1399. Selanjutnya, Raden Rahmat (Sunan Ampel) mendirikan dan mengembangkan pesantren yang kemudian diikuti oleh putra dan para santrinya. Pada masa itu pesantren hanyalah media islamisasi yang memadukan tiga unsur, yaitu ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan Islam, dan ilmu serta amal untuk mewujudkan kegiatan sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat (Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren).

Dalam perjalanannya, pesantren terus mengalami perkembangan. Usaha ini dilakukan agar pesantren mampu konsisten menjawab tantangan zaman utamanya problematika hidup dalam beragama. Meskipun banyak berinovasi, pola kehidupan pesantren tetaplah sama; berpegang pada prinsip kemandian, kesederhanaan, dan keikhlasan.

Aktualusasi kemandirian pesantren bisa dilihat dari bagaimana santri menjalani kehidupan di pesantren. Mereka mencuci baju sendiri, menanak nasi sendiri, dan hal lain yang biasanya dikerjakan oleh seorang Ibu dikerjakan sendiri oleh santri. Orang tua memberikan sejumlah uang kepada anaknya (biasanya tiap bulan) dan anaknya yang nyantri mengatur keuangannya agar cukup hingga kiriman berikutnya. Bahkan pesantren sendiri berdiri tanpa bantuan pemerintah bahkan berlannjut hingga pesantren berkembang dan maju.

Kesederhanaan pesantren juga bisa kita lihat pada kehidupan santri. Lauk pauk yang dimakan hanya tahu dan tempe. Pakaiannya hanya beberapa dan itu-itu saja. Sebab beberapa pesantren membatasi santrinya membawa pakaian banyak. Harga sarung yang dipakai biasanya juga dibatasi dan dilarang memakai sarung bermerk. Aturan ini tidak lain agar santri belajar hidup sederhana.

Pola kehidupan di pesantren yang tak kalah penting adalah keikhlasan. Kiai dan para ustadz tidak mengharapkan imbalan atas jerih payahnya mengajar. Pun para santri saat membantu pekerjaann di dhelem (kediaman Kiai) juga tidak akan mendapatkan apa-apa. Selain karena tawaddu’ pada guru, hal ini juga sebagai media pembelajaran bagi santri agar bekerja ikhlas. Pembiasaan bekerja ikhlas diharapkan menjadi kebiasaan, tidak hanya waktu di pesantren melainkan juga ketika terjun di masyarakat kelak.

Ketiga prinsip kehidupan pesantren ini adalah keunikan dan kelebihan pesantren dibadingkan dengan lembaga pendidikan lainnya. Wallahu taala a’lam

Dalam ensiklopedi Islam jilid empat (Diknas, 2002 : 103) bahwa pesantren memiliki prinsip-prinsip pendidikan di antaranya, adalah:1) kebijaksanaan, 2) bebas terpimpin, 3) mandiri, 4) kebersamaan, 5) hubungan guru, santri, orangtua, dan masyarakat, 6) ilmu pengetahuan diperoleh di samping dengan ketajaman akal juga sangat tergantung kepada kesucian hati dan berkah kyai, 7) kemampuan mengatur diri sendiri, 8) sederhana, 9) metode pengajaran yang khas, dan 10) ibadah.Menurut Mastuhu pesantren memiliki beberapa prinsip, yaitu:a). Teosentris, yaitu siste pendidikan pesantren berdasarkan falsafah pendidikannya pada filsafat tesentris. Falsafah ini berangkat dari pandangan yang mengatakan bahwa semua kejadian berasal, berproses kembali kepada kebenaran Tuhan, dan pengaruj fitrah dalam Islam. Maka semua kativitas pendidikan di pesantren dipandang sebagai ibadan dan bagai integral dari totalitas kehidupan manusia, sehingga belajar di pesantren tidak dipandang sebagai alat, tetapi dipandang sebagai tujuan. b). Sukarela dan mengabdi. Karena mendasarkan kegiatan pendidikan sebagai suatu ibadah, penyelenggaraan pesantren dilaksanakan secara sukarela (ikhlas) dan mengabdi kepada sesama dalam rangka mewujudkan sifat arif. c). Kearifan, yakni bersikap dan berprilaku sabar, rendah hati, patuh kepada ketentuan hukum agama, tidak meragukan orang lain, dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama menjadi titik tekan dalam kehidupan pesantren dalam rangka mewujudkan sifat arif.d). Kesederhanaan. Salah satu nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman perilaku bagi warganya adalah penampilan sederhana. Maksud sederhana disini adalah bersikap dan berpikir wajar, proporsional, dan tidak tinggi hati. e). Kolektivitas. Pesantren menekankan pentingnya kolektivitas atau kebersamaan lebih tinggi daripada individualisme. f). Mengatur kegiatan bersama. Merujuk pada nilai-nilai pesantren yang bersifat relatif, santri, dengan bimbingan ustadz dan kyai, mengatur hampir semua kegiatan proses belajarnya sendiri.g). Kebebasan terpimpin. Prinsip ini digunakan pesantren dalam menjalankan kebijakan kependidikannya. Konsep yang mendasarinya adalah ajaran bahwa semua makhluk pada akhirnya tidak dapat keluar melampai ketentuan-ketentuan sunatullah. h). Mandiri. Dalam pesantren, sifat mandiri tampak jelas. Sikap ini dilihat dari aktivitas santri mengamalkan agama dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kehidupannya selalu berada dalam rambu-rambu hukum agama. i). Pesantren adalah tempat mencari ilmu dan mengabdi. Warga pesantren menganggap bahwa pesantren adalah tempat mencari ilmui dan mengabdi. Ilmu yang dimaksud adalah bersifat suci dan tak terpisahkan dari bagian agama, sehingga model pemikiran mereka berangkat dari keyakinan dan berakhir dengan kepastian.j). Tanpa Ijazah. Seiring dengan prinsip-prinsip sebelumnya, pesantren tidak meberikan ijazah atau sertifikasi sebagai tanda keberhasilan belajar. Alasannya, keberhasilan tidak diukur dengan ijazah yang ditandai dengan angka-angka, tetapi diukur dengan prestsai kerja diakui oleh masyarakat.

k). Restu kyai. Dengan kehidupan pesantren, semua aktivitas warga pesantren sanga tergantung pada restu kyai, baik ustadz, pengurus, maupun santri.


Page 2